• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 26 TAHUN 2009

TENTANG

PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN PERANAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA DI DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang : a. bahwa peranan wanita sebagai mitra sejajar pria perlu ditingkatkan agar mampu memberikan sumbangan yang besar dalam berbagai bidang pembangunan di daerah;

b. bahwa peningkatan peranan wanita di daerah perlu dilaksanakan secara terarah, terkoordinasi, terpadu, dan berkesinambungan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera di Daerah;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3475);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENINGKATAN PERANAN WANITA MENUJU KELUARGA SEHAT DAN SEJAHTERA DI DAERAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

2. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(2)

3. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten/Kota dalam wilayah kerja kecamatan.

4. Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera di Daerah selanjutnya disingkat P2WKSS, adalah peningkatan peranan perempuan yang diselenggarakan melalui serangkaian program, dengan menggunakan pola pendekatan lintas sektor dan lintas pelaku di daerah, yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga guna mencapai tingkat hidup yang berkualitas.

5. Keluarga sehat dan sejahtera adalah keluarga yang sehat jasmani dan rohani yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

6. Keluarga miskin adalah keluarga yang memiliki penghasilan di bawah Rp.150.000,-(seratus lima puluh ribu rupiah) perbulan menurut Badan Pusat Statistik (BPS).

7. Program Dasar adalah kelompok kegiatan yang harus dilaksanakan sebelum program lanjutan dan program pendukung dilaksanakan.

8. Program Lanjutan adalah kelompok kegiatan yang diarahkan pada pelayanan dan pendampingan.

9. Program Pendukung adalah kelompok kegiatan untuk menciptakan kondisi Iingkungan sosial budaya dalam mendukung usaha pemantapan pelaksanaan program P2WKSS. 10. Pendidikan karakter dan pekerti bangsa adalah pendidikan yang diarahkan untuk

membentuk tabiat, perangai, watak, atau sifat-sifat yang baik/positif dari suatu bangsa, yang banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya suku bangsa.

BAB II

SASARAN DAN TUJUAN Pasal 2

(1) Sasaran P2WKSS merupakan keluarga miskin di desa/kelurahan dengan perernpuan sebagai penggerak utama.

(2) Desa/kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Pasal 3

Pelaksanaan P2WKSS bertujuan untuk mewujudkan keluarga sehat dan sejahtera. BAB III

PROGRAM P2WKSS Pasal 4

P2WKSS dilaksanakan melalui: a. program dasar;

b. program Ianjutan; dan c. program pendukung.

Pasal 5

Program Dasar P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a meliputi:

a. pengumpulan data dasar dari masing-masing sektor yang terkait dalam kegiatan P2WKSS;

b. penyusunan Rencana Kerja Kelompok; c. kegiatan penyuluhan;

d. percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun dan pemberantasan buta aksara; dan

e. pendidikan karakter dan pekerti bangsa. Pasal 6

Kegiatan pengumpulan data dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi kegiatan pengumpulan data dalam profil desa/kelurahan.

Pasal 7

(3)

huruf b meliputi:

a. kegiatan penyusunan rencana kerja; dan

b. menyiapkan usulan dalam musyawarah dusun/desa. Pasal 8

Kegiatan penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi: a. peningkatan kesehatan dasar dan gizi Ibu dan Anak;

b. peningkatan pemasyarakatan Dasa Wisma;

c. pengelolaan keuangan keluarga dan kewirausahaan; d. kesetaraan dan keadilan gender;

e. pemenuhan hak dan kesehatan reproduksi termasuk HIV/AIDS;

f. pemantapan 10 (sepuluh) program pokok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga; g. pelayanan keluarga berencana;

h. perlindungan para lanjut usia;

i. pengelolaan cumber daya alam dan lingkungan; dan j. pemantapan wawasan kebangsaan.

Pasal 9

Kegiatan percepatan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun dan pemberantasan buta aksara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi:

a. mendorong anak usia sekolah untuk mengikuti pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun; dan

b. mendorong kegiatan pemberantasan buta aksara bagi perempuan yang berusia 15 (lima betas) tahun sampai dengan usia 45 (empat puluh lima) tahun.

Pasal 10

Kegiatan pendidikan karakter dan pekerti bangsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e meliputi:

a. meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara;

b. penanaman nilai-nilai budaya bangsa yang berlandaskan pada kemajuan budaya bangsa;

c. meningkatkan rasa memiliki citra diri perempuan Indonesia yang ideal;

d. menumbuhkan kesadaran perempuan sebagai pendidik dalam membentuk karakter dan budi pekerti sebagai modal dasar pembangunan manusia Indonesia; dan

e. menggunakan strategi yang tepat dalam melakukan pendidikan karakter dan pekerti bangsa di keluarga dan masyarakat.

Pasal 11

Program Lanjutan P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b meliputi: a. pelayanan; dan

b. pendampingan.

Pasal 12

Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, antara lain : a. peningkatan pendapatan keluarga melalui koperasi dan usaha kelompok; b. pemantapan pelayanan kesehatan ibu dan anak, Keluarga Berencana; dan c. 10 (sepuluh) program pokok Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK).

Pasal 13

Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, antara lain:

a. perluasan kesempatan kerja dan berusaha bagi perempuan untuk meningkatkan penghasilan bagi diri sendiri dan keluarganya; dan

b. peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi perempuan.

Pasal 14

(4)

a. pemantauan dan evaluasi; b. kegiatan yang berkelanjutan; dan

c. tindak lanjut seluruh aktivitas kelompok kegiatan. Pasal 15

Kegiatan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a meliputi:

a. pemantauan terhadap penyusunan rencana kerja, pelaksanaan rencana kerja dan pengendalian atau pemeliharaan hasil kegiatan; dan

b. evaluasi terhadap hasil kegiatan guna menyusun rencana kerja selanjutnya. Pasal 16

Kegiatan yang berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b, antara lain: a. pemantapan forum koordinasi dan konsultasi yang telah ada di tingkat provinsi,

kabupaten, kota, kecamatan, dan desa/kelurahan; b. kursus atau pelatihan P2WKSS desa/kelurahan;

c. pembentukan keluarga sakinah melalui penyuluhan keluarga bahagia sejahtera, pendalaman agama, serta kedudukan dan peran perempuan; dan

d. penyuluhan dan pengembangan kesadaran hukum bagi perempuan. Pasal 17

Kegiatan tindak lanjut seluruh aktivitas kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c meliputi:

a. pemeliharaan hasil seluruh aktivitas kelompok; dan b. pembinaan terhadap aktivitas kelompok pasca binaan.

BAB IV

PELAKSANAAN PROGRAM P2WKSS Pasal 18

Program P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dilaksanakan melalui :

a. meningkatkan komitmen pemerintah daerah, LSM, organisasi wanita/perempuan, dunia usaha, perguruan tinggi, dan masyarakat;

b. memantapkan keterpaduan lintas sektor pelaksanaan program P2WKSS dengan memanfaatkan forum-forum pertemuan;

c. pembinaan yang berkesinambungan;

d. mendayagunakan data dan informasi yang dikeluarkan secara resmi; dan

e. memandirikan masyarakat dengan mendayagunakan segenap potensi dan sumberdaya lokal secara optimal.

Pasal 19

Pelaksanaan program P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah.

BAB V

KELOMPOK KERJA P2WKSS Bagian Kesatu

Umum Pasal 20

(1) Untuk menyelenggarakan program P2WKSS dibentuk Kelompok Kerja. (2) Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Kelompok Kerja P2WKSS Provinsi;

b. Kelompok Kerja P2WKSS Kabupaten/Kota; c. Kelompok Kerja P2WKSS Kecamatan; dan d. Kelompok Kerja P2WKSS Desa/Kelurahan.

Bagian Kedua

(5)

Pasal 21

Kelompok Kerja P2WKSS Provinsi sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a mempunyai tugas:

a. menyusun data dasar keluarga miskin;

b. menyusun perencanaan terpadu lintas sektor dalani rangka efisiensi dan optimalisasi pendayagunaan sumberdaya;

c. menyusun indikator teknis keberhasilan pelaksanaan Program P2WKSS; d. melakukan penyuluhan Program P2WKSS;

e. memantau pelaksanaan Program P2WKSS kabupaten/kota; dan

f. melaporkan hasil pemantauan pelaksanaan Program P2WKSS kepada gubernur. Pasal 22

(1) Kelompok Kerja P2WKSS Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf a terdiri atas :

a. Penanggungjawab : Gubernur; b. Ketua : Wakil Gubernur:

c. Wakil Ketua : Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi;

d. Ketua Pelaksana : Kepala Badan yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat dan desa;

e. Sekretaris : Kepala Bidang pada Badan yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat dan desa; dan

f. Anggota : Unsur SKPD terkait, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, pakar, dan akademisi.

(2) Susunan organisasi Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

(3) Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.

Bagian Ketiga

Kelompok Kerja P2WKSS Kabupaten/Kota Pasal 23

Kelompok Kerja P2WKSS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b, mempunyai tugas:

a. menyusun perencanaan terpadu lintas sektor dalam rangka efisiensi dan optimalisasi pendayagunaan sumberdaya;

b. melakukan penyuluhan pelaksanaan Program P2WKSS;

c. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Program P2WKSS kecamatan dan desa/kelurahan; dan

d. melaporkan pelaksanaan Program P2WKSS kepada bupati/walikota. Pasal 24

(1) Kelompok Kerja P2WKSS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf b, terdiri atas:

a. Penanggungjawab : Bupati/Walikota; b. Ketua : Wakil Bupati/Walikota;

c. Wakil Ketua : Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten/Kota;

d. Ketua Pelaksana : Kepala Badan/Dinas/Kantor yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat dan desa;

e. Sekretaris : Kepala Bidang/Seksi pada Badan/Dinas/Kantor yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat dan desa; dan f. Anggota : unsur SKPD terkait, tokoh agama, tokoh adat, tokoh

masyarakat, pakar, dan akademisi.

(2) Susunan organisasi Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

(6)

(3) Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.

Bagian Keempat

Kelompok Kerja P2WKSS Kecamatan Pasal 25

Kelompok Kerja P2WKSS Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c, mempunyai tugas:

a. memfasilitasi perencanaan terpadu lintas sektor dalam rangka efisiensi dan optimalisasi pendayagunaan sumberdaya di desa/kelurahan;

b. melakukan penyuluhan pelaksanaan Program P2WKSS;

c. memantau pelaksanaan Program P2WKSS desa/kelurahan; dan

d. melaporkan pelaksanaan pemantauan Program P2WKSS desa/kelurahan kepada camat.

Pasal 26

(1) Kelompok Kerja P2WKSS kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf c, terdiri atas:

a. Penanggungjawab : Camat;

b. Ketua : Sekretaris Kecamatan;

c. Wakil Ketua : Ketua Tim Penggerak PKK kecamatan;

d. Sekretaris : Kepala Seksi yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat; dan

e. Anggota : unsur kecamatan terkait, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat.

(2) Susunan organisasi Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

(3) Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota atas usul camat.

Bagian Kelima

Kelompok Kerja P2WKSS Desa/Kelurahan Pasal 27

Kelompok Kerja P2WKSS desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf d, mempunyai tugas:

a. mengidentifikasi masalah dan menentukan peringkat masalah yang dianggap paling mendesak untuk segera ditangani;

b. menyusun rencana kegiatan; c. melaksanakan kegiatan;

d. mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh proses kegiatan; dan e. melakukan pemantauan dan pengendalian.

Pasal 28

(1) Kelompok Kerja P2WKSS desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) huruf d, terdiri atas :

a. Penanggung jawab : kepala desa/lurah;

b. Ketua : sekretaris desa/kelurahan;

c. Wakil Ketua : ketua Tim Penggerak PKK desa/kelurahan; d. Sekretaris : unsur perangkat desa/kelurahan; dan

e. Anggota : lembaga kemasyarakatan, fasilitator desa/kelurahan, kepala dusun, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat.

(2) Susunan organisasi Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

(7)

dengan keputusan kepala desa.

(4) Kelompok Kerja P2WKSS kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota atas usul Iurah.

Bagian Keenam Sekretariat

Pasal 29

(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) dapat dibentuk Sekretariat P2WKSS. (2) Sekretariat P2WKSS provinsi dan kabupaten/kota berkedudukan pada

badan/dinas/kantor yang membidangi tugas pemberdayaan masyarakat dan desa. (3) Sekretariat P2WKSS kecamatan dan desa/kelurahan dapat berkedudukan di kantor

kecamatan dan kantor desa/kelurahan.

(4) Keanggotaan Sekretariat P2WKSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Ketua Kelompok Kerja P2WKSS.

Bagian Ketujuh Hubungan Kerja

Pasal 30

Hubungan Kelompok Kerja P2WKSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) bersifat konsultatif dan koordinatif.

BAB VI

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pasal 31

(1) Pelaksanaan program P2WKSS di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dengan memberdayakan masyarakat.

(2) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. keterpaduan program dengan prinsip transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas,

serta memperhatikan nilai agama dan budaya/norma masyarakat setempat;

b. pemberian motivasi kepada masyarakat untuk mendukung Program P2WKSS; dan c. pelibatan lembaga kemasyarakatan, Badan Permusyawaratan Desa, Kader

Pemberdayaan Masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan dunia usaha.

BAB VII

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu

Pembinaan Pasal 32

(1) Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan pelaksanaan P2WKSS di provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Pembinaan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. koordinasi pelaksanaan P2WKSS;

b. pemberian pedoman pelaksanaan P2WKSS; c. fasilitasi dan konsultasi pelaksanaan P2WKSS; d. peningkatan kapasitas Kelompok Kerja P2WKSS;

e. penyusunan indikator keberhasilan pelaksanaan P2WKSS; dan

f. pemantauan, evaluasi, dan penyusunan hasil pelaksanaan P2WKSS secara nasional.

Pasal 33

(1) Gubernur melakukan pembinaan pelaksanaan P2WKSS di kabupaten/kota. (2) Pembinaan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

(8)

b. fasilitasi dan konsultasi pembentukan Kelompok Kerja P2WKSS di kabupaten/kota; dan

c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan P2WKSS di kabupaten/kota. Pasal 34

(1) Bupati/walikota melakukan pembinaan pelaksanaan P2WKSS di kecamatan dan desa/kelurahan.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. koordinasi pelaksanaan P2WKSS di kecamatan dan desa/kelurahan;

b. fasilitasi dan konsultasi pelaksanaan pembentukan Kelompok Kerja P2WKSS di kecamatan dan desa/kelurahan; dan

c. pemantauan, evaluasi, dan + pelaporan pelaksanaan P2WKSS di kecamatan dan desa/kelurahan.

Pasal 35

(1) Camat melakukan pembinaan pelaksanaan P2WKSS di desa/kelurahan. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. koordinasi pelaksanaan P2WKSS di desa/kelurahan;

b. fasilitasi dan konsultasi pelaksanaan pembentukan Kelompok Kerja P2WKSS di desa/kelurahan;dan

c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan P2WKSS di desa/kelurahan. Bagian Kedua

Pengawasan Pasal 36

(1) Menteri Dalam Negeri melakukan pengawasan pelaksanaan P2WKSS di provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Gubernur melakukan pengawasan pelaksanaan P2WKSS di kabupaten/kota.

(3) Bupati/Walikota melakukan pengawasan pelaksanaan P2WKSS di kecamatan dan desa/kelurahan.

(4) Camat melakukan pengawasan pelaksanaan P2WKSS di desa/kelurahan.

BAB VIII PELAPORAN

Pasal 37

(1) Kepala Desa/Lurah melaporkan pelaksanaan P2WKSS di desa/kelurahan kepada Camat.

(2) Camat melaporkan pelaksanaan P2WKSS di kecamatan kepada Bupati/Walikota. (3) Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan P2WKSS di kabupaten/kota kepada Gubernur

dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri.

(4) Gubernur melaporkan pelaksanaan P2WKSS di provinsi kepada Menteri Dalam Negeri. Pasal 38

Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 memuat: a. jumlah sasaran;

b. pelaksanaan program dan kegiatan; c. pencapaian tujuan;

d. pembinaan dan pengawasan;

e. pendanaan yang bersumber dari swadaya masyarakat, APBDesa, ADD, APBD, dan APBN;

f. kendala dan permasalahan pada tahap persiapan, perencanaan, dan pelaksanaan; dan g. penyelesaian kendala dan masalah pada tahap persiapan, perencanaan, dan

pelaksanaan.

Pasal 39

(9)

tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. BAB IX PENDANAAN

Pasal 40

(1) Pendanaan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan P2WKSS yang dilakukan Menteri Dalam Negeri dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.

(2) Pendanaan pelaksanaan P2WKSS yang dilakukan gubernur dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.

(3) Pendanaan pelaksanaan P2WKSS yang dilakukan bupati/walikota, camat, dan lurah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.

(4) Pendanaan pelaksanaan P2WKSS yang dilakukan kepala desa dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 41

Kelompok Kerja atau sebutan lainnya yang mempunyai tugas sama dengan Kelompok Kerja P2WKSS tetap melaksanakan tugasnya dan disesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 42

Kelompok Kerja P2WKSS di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan.

Pasal 43

Ketentuan yang mengatur mengenai P2WKSS di daerah tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini.

Pasal 44

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal

MENTERI DALAM NEGERI, ttd

Referensi

Dokumen terkait

Dalam melihat praktikalitas perangkat pembelajaran matematika berbasis flipped classroom, ditinjau keterlaksanaan RPP selama pembelajaran menggunakan lembar observasi.

Namun meskipun dengan peraturan yang diterapkan tersebut, peneliti masih menemukan beberapa permasalahan yang terjadi di kelas IX A SMP Islam Az-Zahrah 2

Sanksi pidana zina yang dirumuskan di da- lam Pasal 284 KUHP itu relatif sangat ringan hanya diancam 9 (sembilan) bulan penjara, akibatnya tujuan pemidanaan tidak tercapai,

keuangan perusahaan yang dapat dinilai dengan cara menganalisis laporan keuangan perusahaan tersebut dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan,

Peneliltian ini pada dasarnya adalah rencana penelitian jangka panjang, dimana pada tahap awal ini peneliti melakukan desain system informasi geografis dan diharapkan

Pemeriksaan dilakukan secara sediaan langsung dan cara Kato.(5) HASIL.. Distribusi Infestasi jenis Cacing Menurut Golongan Umur Jenis Cacing Golongan Umur Jumlah Diperiksa

64% penggunaan lahan wilayah kecamatan Kasihan yang masuk ke dalam wilayah DAS Progo sudah sesuai dengan fungsi kawasan DAS Progo.. Seba- gian besar penggunaan lahan pemukiman

Sedangkan faktor penghambat pelaksanaan penerimaan siswa baru yaitu: letak geografis sekolah yang jauh sehingga informasi PSB kurang maksimal, 4 sekolahan berada dalam 1