• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI PENEMPATAN BTS DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OPTIMASI PENEMPATAN BTS DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PENEMPATAN BTS DENGAN MENGGUNAKAN

ALGORITMA GENETIKA

Nama Mahasiswa : Yustaf Pramsistya

NRP : 1204 100 063

Jurusan : Matematika FMIPA-ITS Dosen Pembimbing : DR. M. Isa Irawan, MT.

Drs. Bandung Arry S, Mi.Komp

Abstrak

Setiap jaringan komunikasi bergerak selular membutuhkan perencanaan sel dengan tujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pencakupan sel yang ditunjukan oleh jumlah base station, dimana diusahakan seminimal mungkin tetapi dapat memenuhi kapasitas trafik dan coverage area yang dibutuhkan. Algoritma genetika adalah suatu algoritma pencarian solusi suatu masalah atau solusi parameter – parameter yang menganalogikan serta menerapkan mekanisme seleksi alam dan manipulasi genetik. Algoritma ini juga digunakan untuk mengoptimasi suatu parameter dari suatu permasalahan. Pencarian solusi menggunakan algoritma genetika yang digunakan bertujuan untuk mengoptimasi coverage area dengan memperhatikan kemungkinan persebaran MS (Mobile Station). Hasil dari optimasi penempatan

Base Transceiver Station (BTS) dengan algoritma genetika menunjukkan bahwa jumlah BTS pada area pelayanan yang ditentukan bisa dikurangi dengan tetap menjangkau coverage area pelayanan dan total traffic yang dilayani.

Kata kunci : Base Transceiver Station (BTS) , Algoritma Genetika, Mobile Station

1. PENDAHULUAN

Setiap jaringan komunikasi bergerak selular membutuhkan perencanaan sel dengan tujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pencakupan sel yang ditunjukan oleh jumlah base station, dimana diusahakan seminimal mungkin tetapi dapat memenuhi kapasitas trafik yang dibutuhkan. Optimasi penempatan BTS ini mencakup dua aspek yaitu ditinjau dari segi coverage dan dari segi trafik. Penanganan beban trafik meliputi prediksi jumlah pelanggan pada setiap sel, dimana dengan pertimbangan beban trafik yang diperlukan oleh pelanggan dan beban trafik yang dapat ditangani dalam sel, dapat diperoleh jumlah sel yang diperlukan untuk mengatasi beban trafik yang diperlukan oleh pelanggan.

Dalam tugas akhir ini permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana mengoptimalkan penempatan BTS agar mencakup wilayah yang akan dilayani dengan jumlah seminimal mungkin tetapi masih menunjukkan unjuk kerja yang baik ditinjau dari segi teknis yaitu masalah kapasitas trafik yang disediakan dan kualitas sinyal.

Tujuan dari tugas akhir ini adalah mengimplementasikan algoritma Genetika untuk

mengoptimalkan proses penentuan lokasi BTS. Sehingga setelah diselesaikannya tugas akhir ini dapat memberikan masukan kepada provider

dalam memberikan kenyamanan bagi pelanggan jasa telekomunikasi.

Dalam upaya mendapatkan suatu hasil yang efektif, batasan permasalahan diberikan:

1. Proses optimalisasi BTS menggunakan standar GSM

2. Lokasi optimalisasi BTS dilaksanakan di wilayah Surabaya, khususnya pada BSC

H_Gemblongan_01, H_Kayoon_02,

Merisi dan Merisi_02.

3. Kemampuan dari masing-masing BTS dibatasi oleh kapasitas BTS.

4. Proses optimalisasi tidak memperhatikan kondisi geografis dan faktor biaya. 5. Radius BTS yang dipakai adalah radius

rata-rata BTS.

6. Kapasitas BTS yang dipakai adalah kapasitas rata-rata BTS.

(2)

2. DASAR TEORI 2.1 Pengantar GSM

Global System for Mobile Communication (GSM) adalah standard sistem seluler generasi kedua yang dibangun untuk mengatasi masalah pengelompokan pada sistem seluler pertama di Eropa. GSM adalah sistem seluler pertama di dunia yang menetapkan spesifikasi modulasi digital dan arsitektur palayanan (service) pada network level. Penetapan standar GSM dilakukan di bawah dukungan

European Technical Standard Institute (ETSI).

2.2 Mobile Station (MS)

Mobile Station (MS) merupakan perangkat yang dapat berkomunikasi dengan menggunakan jaringan GSM. Telepon Selular dan

PCMCIA plug-in cards. Meskipun MS bukan merupakan bagian dari wired network, MS

mempunyai peran yang penting dalam

fungsionalitas jaringan. MS membantu jaringan dalam mengukur kualitas sinyal radio untuk menentukan handover.

Dalam jaringan telepon konvensional, telepon direpresentasikan sebagai pelanggan ketika terhubung dalam jaringan. Pada GSM, identitas pelanggan dan peralatan komunikasinya terpisah. Subscriber Identity Module (SIM) merepresentasikan identitas pelanggan terhadap jaringan. MS tidak akan berfungsi tanpa sebuah SIM. Algoritma proses otentifikasi dan ekripsi disimpan pada SIM bersama informasi pelanggan.

2.3 Network Switching Subsystem(NSS)

NSS terdiri dari MSC, HLR, VLR, Auc, dan EIR Salah satu bagian MSC akan digunakan untuk melakukan hubungan ke luar seperti PSTN, ISDN. Proses pengolahan panggilan pada NSS terletak pada MSC dan Gateway-MSC (G-MSC). MSC melakukan fungsi switching pada sistem. Elemen ini mengontrol panggilan menuju/dari MS lain serta sistem data.

Home Location Register (HLR) adalah

database yang digunakan untuk melakukan penyimpanan dan penanganan data pelanggan.

Visitor Location Register (VLR) informasi sementara tentang pelanggan yang dibutuhkan oleh MSC untuk melayani kebutuhan pelanggan. VLR terintegrasi dengan MSC. Ketika MS melakukan panggilan ke daerah MSC yang baru, VLR yang terkoneksi ke MSC tersebut meminta data tentang MS dari HLR.

2.4 Base Station Subsystem (BSS)

BSS mempunyai fungsi utama

menyediakan konektivitas untuk MSS. BSS diimplementasikan sebagai dua entitas, yaitu :

a. Base Station Controller (BSC) b. Base Transceiver Station (BTS)

BSC merupakan unit kontrol dari BSS, dimana satu BSC dapat terhubung dengan beberapa BTS. BSC menangani alokasi dari kanal radio, frequncy hopping, handover dari BTS ke BTS (kecuali pada inter-MSC-handover dimana pengontrolan berada pada tanggung jawab MSC). Fungsi penting BSC adalah sebagai konsentrator dimana berbagai koneksi berkecepatan rendah yang terhubung ke BTS akan berkurang sampai sejumlah kecil koneksi yang menuju MSC.

BSC menyediakan informasi yang

dibutuhkan untuk Network Management

Subsystem (NMS). Database untuk semua tempat, termasuk informasi seperti frekuensi pembawa, pembawa, daftar frekuensi hopping, level pengurangan daya, penerimaan sinyal untuk perhitungan batas sel, semuanya disimpan di BSC. Data ini diperoleh langsung dari bagian perencanaan radio yang mengikutsertakan pemodelan dari propagasi sinyal begitu pula dengan proyeksi traffic.

Di dalam BTS terdapat radio penerima dan pengirim dengan telepon pelangan. Daerah perkotaan yang besar sangat membutuhkan sejumlah besar BTS, dengan begitu kebutuhan untuk BTS adalah keharusan, dan biayanya seminimum mungkin. BTS yang jangkauan luasnya lebih besar dari picocell memiliki beberapa pengirim dan penerima (TRX), yang melayani beberapa frekuensi yang berbeda dan sektor sel yang berbeda. BTS pada umumnya memiliki 1 sampai 12 TRX dalam 1, 2, atau 3 sektor walaupun jumlah ini berbeda-beda.

Gambar 2.1 Arsitektur Logical Structure pada BSS

Arsitektur GSM secara garis besar terdiri dari 2 subsistem yang terkoneksi dan berinteraksi

(3)

antar sistem dan dengan user melalui network

interface, subsistem tersebut adalah :

Base Station Subsystem (BSS)

Network and Switching System (NSS)

Setiap subsistem BSS terdiri dari beberapa Base Station Controller (BSC) yang berfungsi mengkoneksikan MS ke NSS via MSCs. Sedangkan NSS berfungsi mengatur fungsi switching dari sistem dan menjamin MSC agar dapat berkomunikasi dengan network yang lain seperti halnya PSTN dan ISDN. Fungsi operasi dan maintenance keseluruhan sistem GSM dikontrol oleh subsistem OSS, pada subsistem ini seorang engineer dapat memonitor, menganalisa dan melakukan troubleshooting

terhadap segala aspek dari sistem GSM

Gambar 2.2 Diagram Dari Arsitektur Sistem GSM

Mobile Station akan berkomunikasi dengan BSS melalui interface radio, sebuah BSS terdiri dari beberapa Base Station Controller yang terhubung kedalam satu MSC. Setiap BSC biasanya mengontrol sampai beberapa ratus BTS, lokasi BTS ini akan tersebar dimana-mana sesuai dengan coverage area yang diinginkan sebuah provider.Sedangkan koneksi yang umumnya dipakai oleh BTS untuk mengkoneksikan dirinya ke BSC adalah dengan dedicated line atau

microwave links. Proses handoff yang sering terjadi antar dua BTS dalam satu BSC hanya akan dikontrol oleh BSC tidak sampai melibatkan MSC untuk mengurangi beban switching.

2.5 Kanal pada GSM

Kanal terkait pada pengulangan satu burst

pada setiap frame dimana karakteristiknya tergantung pada posisi dan frekuensinya dalam frame. Burst adalah unit waktu terkecil pada TDMA. Sedangkan frame adalah kumpulan dari beberapa burst dimana setia burst dialokasikan ke MS yang berbeda. Karakteristik ini bersifat siklik dan berulang setiap 3 jam. Kanal pada GSM dapat

dikategorikan sebagai kanal traffic dan kanal

control. Kanal juga dapat diklasifikasikan sebagai

dedicated. Kanal dedicated terhubung pada sebuah MS dimana umumnya digunakan oleh idle

MS.

2.6 Pembagian Sel

Pembagian area dalam kumpulan sel-sel merupakan prinsip penting GSM sebagai sistem telekomunikasi selular. Tiap sel mengacu pada satu frekuensi pembawa / kanal / ARFCN tertentu. Pada kenyataannya jumlah kanal yang dialokasikan terbatas, sementara jumlah sel bisa saja berjumlah sangat banyak. Untuk memenuhi hal ini, dilakukan teknik pengulangan frekuensi (frequency re-use).

Jelas bahwa semakin besar jumlah himpunan kanal, semakin sedikit jumlah kanal tersedia per sel dan oleh karenanya kapasitas sistem menurun. Namun, peningkatan jumlah himpunan kanal menyebabkan jarak antara sel yang berdekatan kanal semakin jauh, dan ini mengurangi resiko terjadi interferensi. Sekali lagi, desain sistem GSM memerlukan kompromi antara kualitas dan kapasitas.

Pada kenyataannya, model satu sel dengan satu kanal transceiver (TRx, tentunya menggunakan antena omni-directional) jarang digunakan. Untuk lebih meningkatkan kapasitas dan kualitas, desainer melakukan teknik sektorisasi. Prinsip dasar sektorisasi ini adalah membagi sel menjadi beberapa bagian (biasanya 3 atau 6 bagian; dikenal dengan sektorisasi 1200 atau 300). Tiap bagian ini kemudian menjadi sebuah BTS (Base Transceiver Station). Kebanyakan vendor memperbolehkan sampai dengan 4 TRx per BTS untuk sektorisasi 1200. Jika digunakan TDMA pada TRx, menghasilkan 8 kanal TDMA tiap TRx, bisa dihitung bahwa dalam satu sel dapat menampung trafik yang setara dengan 3 X 4 X 8 = 96 kanal TDMA atau sebesar 84,1 erlang dengan GoS 2%. (Erlang merupakan satuan trafik dan GoS(Grade of Service) menyatakan derajat keandalan layanan, berapa jumlah blocking yang terjadi terhadap panggilan total).

Pada prakteknya tidak semua kanal TDMA tersebut bisa digunakan untuk kanal pembicaraan (TCH = Traffic Channel). Dalam sebuah BTS juga diperlukan SDCCH (Stand-alone Dedicated Control Channel) yang digunakan untuk call setup dan location updating serta BCCH (Broadcast Control Channel) yang

(4)

merupakan kanal downlink yang memberikan informasi dari BTS ke MS mengenai jaringan, sel yang kedatangan panggilan, dan sel-sel di sekitarnya

2.7 Pembahasan Algoritma Genetika

Algoritma genetika atau Genetic

Algorithm (GA) adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi biologis. Keberagaman pada evolusi biologis adalah variasi dari kromosom antar individu

organisme. Variasi kromosom ini akan

mempengaruhi laju reproduksi dan tingkat kemampuan organisme untuk tetap hidup. Pada

dasarnya ada 4 kondisi yang sangat

mempengaruhi proses evaluasi, yaitu:

a. Kemampuan organisme untuk melakukan reproduksi.

b. Keberadaan populasi organisme yang bisa melakukan reproduksi.

c. Keberagaman organisme dalam suatu populasi.

d. Perbedaan kemampuan untuk survive. Individu yang lebih kuat atau fit akan memiliki tingkat survival dan tingkat reproduksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan individu yang kurang fit. Pada kurung waktu tertentu (generasi), populasi secara keseluruhan akan lebih banyak memuat organisme yang fit.

2.7.1 Algoritma

Berikut ini ditunjukkan sebuah algoritma pemrograman sederhana GA, dengan metode seleksi roulette whell, single point Crossover, mutasi.

Inisialisasi :

1. membangkitkan kromosom secara acak dari range masing-masing variabel, sebanyak popsize. Dimana dalam satu kromosom terdiri dari individu-individu variabel x kemudian dilakukan evaluasi dengan fungsi yang ditentukan.

Optimasi :

1. menghitung nilai fitness untuk tiap kromosom ( i = 1, . . , popsize)

2. menghitung total fitness,

popsize i i

v

f

F

1

)

(

3. apabila diinginkan nilai minimal maka digunakan invers, nilai fitness

akan diinverskan dahulu sebelum dihitung totalnya.

4. hitung nilai probabilitas untuk setiap kromosom Pi f(vi)/F

(i = 1, 2, . . . , popsize)

5. hitung probabilitas komulatif qi

untuk setiap kromosom

i j j i

P

q

1

6. melakukan proses seleksi dengan tahapan sebagai berikut :

- membangkitkan bilangan r secara acak (float) pada range [ 0,1]

- jika r < qi maka kromosom

pertama akan terpilih

- jika qi 1 r qi maka

kromosom yang ke – i yang terseleksi

7. melakukan operator crossover dengan tahapan sebagai berikut :

- membangkitkan bilangan r secara acak (float) pada range [ 0, 1]

- jika r < pc maka kromosom terseleksi untuk proses crossover

- menentukan titik crossover dan melakukan penyilangan

8. melakukan operator mutasi dengan tahapan sebagai berikut :

- membangkitkan bilangan r secara acak (float) pada range [ 0 - 1] sebanyak jumlah bit dalam populasi

- jika r < pm maka individu tersebut mengalami mutasi

9. melakukan evaluasi lagi dan

menghitung nilai fitness tiap kromosom. Kemudian dicari nilai fitness yang paling optimal dan dibandingkan dengan fitness terbaik sebelumnya.

10. Kembali ke langkah 3 sampai generasi maksimal yang diinginkan

3. PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI 3.1 Analisis Sistem

Telah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa perangkat lunak yang akan dibuat berkaitan dengan optimalisasi penempatan BTS. Dimana nanti perangkat lunak yang akan dibuat memiliki fungsi untuk mengoptimalkan lokasi BTS

(5)

3.1.1 Perhitungan Kapasitas BTS

Dengan mengambil contoh BTS

MICKODIKAL3XXX pada BSC

H_Gemblongan_01 yang memiliki konfigurasi 2/2/2 (3 sektor dengan masing-masing sektor terdiri dari 2 TRX=16 kanal) dan mengambil 2 kanal untuk SDCCH dan BCCH , maka untuk satu sektor BTS mempunyai 14 kanal TCH atau sebesar 8.2003 erlang (dari tabel erlang), kemudian dari hasil perhitungan persektor didapatkan total kapasitas BTS = 3 x 8,2003 = 24,6009 erlang.

3.2 Perancangan Algoritma.

Perancangan algoritma yang digunakan dalam aplikasi, secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu algoritma menentukan real coverage area & real blank area dan algoritma

untuk proses optimalisasi menggunakan

Algoritma Genetika (GA).

3.2.1 Algoritma real coverage & real blank

Algoritma ini bertujuan untuk menentukan luas area yang tercover oleh BTS yang sudah ada, selanjutnya menghitung luas blank area dengan mengurangkan luas wilayah keseluruhan dengan luas area yang tercover.

Gambar 3.1 Flowchart Proses Pencarian

coverage area & blank area

3.2.2 Algoritma Optimalisasi Menggunakan GA

Proses optimalisasilokasi BTSdimulai dari penetuan daerah (BSC) yang akan dioptimalkan, lalu kemudian dilanjutkan dengan mencari jumlah BTS optimum dengan cara membagi kebutuhan trafik dengan rata-rata kapasitas BTS didaerah tersebut. Setelah diperoleh jumlah BTS optimum maka selanjutnya dijalankan proses algoritma genetika dengan jumlah gen per chromosome = jumlah BTS optimum, proses GA akan berjalan sebanyak jumlah generasi yang sudah ditentukan sebelumnya.

Gambar 3.2 Flowchart Proses Optimalisasi

Inisialisasi Populasi

Proses Inisialisasi Populasi diambil dari koordinat BTS yang sudah ada, tiap

chromosome merepresentasikan kombinasi dari lokasi BTS dengan jumlah gene per

chromosome = jumlah BTS optimum, tiap

gene bertipe Integer dan merepresentasikan Id_BTS. Contoh:

- kebutuhan trafik BSC H_Kayoon_02 = 1433,36 erlang

- kapasitas BTS pada BSC H_Kayoon_02 = 38,807 erlang

- maka jumlah BTS optimum

= BTS kapasitas trafik kebutuhan = 36,935  37 buah - Interval random = interval Id_BTS pada

BSC H_Kayoon_02 = 1 - 48

Dengan menjalankan fungsi random pada Id_BTS, maka didapatkan :

1 2 3 4 5 6 7 8 ... 37

Chromosome1 = 3|1|5|7|13|41|24|37| ... |22

FINISH

Real Blank Area

START

Membentuk coverage area tiap-tiap BTS

Cari gabungan dari semua coverage area BTS

Real coverage Area

Cari irisan dari gabungan BTS dengan area BSC yang dioptimalkan

(6)

Evaluasi fungsi Obyektif

Proses Evaluasi bertujuan untuk memberikan nilai fitness pada masing-masing

chromosome, dengan penjabaran fungsi obyektif sebagai berikut:

- g_union =

popsize i i

Area

BTS

1

_

=

- g_intersect = g_union  BSC_Area - fitness = Luas(g_int ersect). jadi fungsi obyektifnya adalah :

) _ ) _ Luas(( f(x) 1 Area BSC Area BTS popsize i i

3.2.3 Perancangan Perangkat Lunak

Arsitektur yang digunakan memiliki output berupa hasil akhir dalam menentukan proses optimalisasi lokasi BTS berdasarkan kebutuhan trafik dan coverage area. Untuk proses optimalisasi ini melibatkan empat BSC yaitu BSC H_Gemblongan_01, BSC H_Kayoon_02, BSC Merisi, dan BSC Merisi_02.

Kekurangan dan kelebihan perangkat lunak tersebut ditinjau dari segi sistem yaitu :

Kekurangan : masih memiliki kelemahan karena tidak memperhatikan segi geografis. Kelebihan : dapat memperoleh lokasi-lokasi dan jumlah BTS yang lebih optimal dari sebelumnya, berdasarkan kebutuhan trafik dari masing-masing BSC. Sehingga dengan hasil yang optimal tersebut dapat

meminimalkan jumlah BTS yang

dibutuhkan dalam satu BSC.

3.2.4 Perancangan Interface

Salah satu aspek penting dalam pembuatan perangkat lunak adalah perancangan interface, karena perancangan interface yang baik berbanding lurus dengan tingkat user friendly

sebuah perangkat lunak. Artinya sistem dirancang dengan sedemikian rupa agar pemakai dapat beradaptasi dengan mudah dalam pemakaian perangkat lunak tersebut.

Para pemakai perangkat lunak cenderung menyukai tampilan grafis karena lebih mudah dimengerti. Agar tampilan grafis dari perangkat lunak tersebut sesuai dengan yang diharapkan, maka dibuat perancangan interface sebuah perangkat lunak. Perancangan interface dalam Tugas Akhir ini adalah perancangan form Utama dan perancangan formOptimasi.

Gambar 3.3 Perancangan Form Program

3.3 Implementasi Perangkat Lunak

Setelah desain dibuat, maka tahap selanjutnya adalah mengimplementasikan desain yang telah dibuat kedalam bentuk perangkat lunak yang dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic 6.0.

Berikut akan dijelaskan beberapa prosedur dan fungsi program yang digunakan dalam implementasi aplikasi optimalisasi menggunakan Algoritma Genetika.

3.1.1 Tahap Implementasi Interface

Sub bab ini akan menjelaskan tampilan program yang telah dibuat. Tampilan perangkat lunak ini terdiri dari Figure Utama, Figure Real coverage area, dan Figure Optimasi

4. UJI COBA PERANGKAT LUNAK 4.1. Uji Coba Hasil Optimasi

Proses optimasi disimpan kedalam bentuk file (*.mdb) kemudian di tampilkan dalam bentuk tabel oleh perangkat lunak yang selanjutnya diplot dalam file tower.shp untuk bisa divisualisasikan kedalam perangkat lunak.

Menu Program

Hasil Tampilan Program

L

a

y

o

u

t

(7)

Tabel 5.1 Data Awal Yang Digunakan Dalam Proses Optimalisasi

Input data dari masing-masing BSC untuk dilakukan proses-proses selanjutnya. Dimulai

dengan penghitungan kebutuhan BTS,

perhitungan luas coverage area dan proses optimalisasi.

Gambar 5.1 Proses Pencarian coverage area Setelah didapatkan input data, langkah selanjutnya adalah menghitung luas coverage area dari semua BTS yang ada pada BSC yang ditentukan, setelah itu hasil perhitungannya ditampilkan seperti pada Gambar 5.1 (berwarna merah), sedangkan luasannya di tampilkan dalam bentuk message box yang kemudian di simpan kedalam database.

Setelah koordinat-koordinat BTS

ditemukan, hasilnya ditampilkan kedalam perangkat lunak berupa tabel hasil optimasi dan ploting koordinat-koordinat BTS seperti pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Proses Optimasi

Hasil dari proses optimasi dapat dilihat pada Gambar 5.3 berikut :

Gambar 5.3 Hasil Dari Proses optimasi

Pada gambar 5.3 terlihat bahwa jumlah BTS hasil optimasi berkurang dengan

coverage area yang hampir sama. Dari hasil tersebut tampak bahwa proses optimasi telah menyatakan hasil optimal yang diharapkan. Dengan hasil berupa lokasi-lokasi BTS yang optimal.

Untuk menguji hasil dari proses optimasi akan di plot dengan menggunakan

software ArcView GIS 3.2 dan ditampilkan secara visual kedalam perangkat lunak. Hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 5.4 dan gambar 5.5 berikut ini :

Gambar 5.4 Lokasi-lokasi BTSyang ada sekarang

(8)

Gambar 5.5 Lokasi-lokasi BTShasil optimasi

Dari hasil optimasi pada BSC

H_Gemblongan_01 yang divisualisasikan oleh gambar 5.5 jika dibandingkan dengan sebelum dioptimasi (gambar 5.4) terlihat cukup banyak perbedaan, yaitu sebesar 13 BTS bisa dikurangi. Sedangkan untuk BSC H_Kayoon_02 sebesar 11 BTS, BSC Merisi sebesar 7 BTS dan BSC Merisi_02 sebesar 4 BTS, total semuanya adalah sebanyak 35 BTS bisa dikurangi.

5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Dari hasil uji coba yang telah dilakukan terhadap optimalisasi penempatan lokasi BTS menggunakan algoritma genetika, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Metode Genetic Algorithm bisa digunakan untuk mengoptimasikan lokasi BTS.

2. Hasil optimasi menggunakan algoritma genetika bisa mengurangi 35 BTS dengan tetap menjangkau coverage area pelayanan dan total traffic yang dilayani, dengan rincian sebagai berikut :

- BSC H_Gemblongan_01 yang semula berjumlah 48 BTS dapat dikurangi menjadi sebanyak 35 BTS.

- BSC H_Kayoon_2 yang semula

berjumlah 48 BTS menjadi 37 BTS. - BSC H_Merisi yang semula berjumlah 37

BTS menjadi 30 BTS, dan

- BSC H_Merisi_02 yang semula

berjumlah 41 BTS menjadi 37 BTS

5.2.Saran

Harus dilakukan pengaturan ulang lokasi BTS, sehingga penghutanan oleh menara BTS dapat dicegah demi estetika tata kota. Terdapat dua solusi dalam hal ini, yaitu :

1. Dilakukan pembongkaran untuk BTS yang tidak diperlukan.

2. Dibuat menara bersama oleh satu perusahaan sendiri, yang mempunyai tanggung jawab atas semua urusan jaringan, sehingga para operator dapat terfokus pada peningkatan layanan kepada pelanggan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Azizi, N. (2006). “GSM 900”.

http://azizi.ca/gsm.

[2] Aria, Muhammad. (2006). “ Aplikasi

Algoritma Genetik Untuk Optimasi Penjadwalan Mata Kuliah”. Jurusan Teknik Elektro, Universitas Komputer Indonesia.

[3] Bianchi, G. (2007). “GSM – Switcing & Mobility”.http://www.tti.unipa.it/mat_bianc hi/rm.pdf.

[4] Depkominfo. (2009). “Standar Kualitas

Pelayanan Jasa Teleponi Dasar Pada Jaringan Bergerak Seluler”. http://www.depkominfo.go.id.

[5] Elektro Indonesia. (2008). “ Mengenal

GSM ”.

http://www.elektroindonesia.com/elektro/el 03a.html

[6] Nokia Corporation. (2003). “ Extended Planning Introduction Training Document“, Nokia corporation.

[7] Rahayu, Vivin Mardi. (2009). “ Optimasi

Bordering BSC Pada Jaringan GSM Menggunakan Algoritma Djikstra ”.

Jurusan Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[8] Wikipedia (2009) “ Algoritma Genetika “,

http://id.wikipedia.org/wiki/Algoritma_Gen etika.

[9] Winanda, Lila Ayu R. (2005). “Penentuan

Lokasi Tower Crane Menggunakan Algoritma Genetika Pada Proyek Perkantoran Halim Sakti ”. Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Gambar

Gambar 2.1 Arsitektur Logical Structure pada  BSS
Gambar 2.2 Diagram Dari Arsitektur Sistem  GSM
Gambar 3.1 Flowchart Proses Pencarian
Gambar 3.3 Perancangan Form Program  3.3 Implementasi Perangkat Lunak
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar 4 dapat disimpulkan bahwa Jalur yang paling optimal yang didapatkan dari pencarian jalur terdekat dengan algoritma greedy dengan titik awal berada pada Jalan

Pencarian rute terpendek perjalanan wisata kota Malang menggunakan algoritma genetika dapat dimanfaatkan pada permasalah tersebut, karena algoritma genetika

Dari aspek waktu konvergen dan nilai fungsi tujuan MAs membe rikan hasil yang lebih baik karena MAs tidak perlu berlama-lama melakukan pencarian dalam area

(PVDG). Penelitian ini membahas pemodelan PVDG dengan melakukan pencarian lokasi injeksi dan kapasitas daya menggunakan metode Algoritma Genetika. Optimasi dilakukan

Nilai makespan optimum pada Kasus 1 yang didapatkan dengan cara enumeratif (menghitung semua alternatif penjadwalan yang dapat terjadi) sama dengan nilai makespan optimum

(PVDG). Penelitian ini membahas pemodelan PVDG dengan melakukan pencarian lokasi injeksi dan kapasitas daya menggunakan metode Algoritma Genetika. Optimasi dilakukan

Pencarian rute terpendek perjalanan wisata Kota Malang menggunakan algoritma genetika dapat dimanfaatkan pada permasalah tersebut, algoritma genetika merupakan

Banyak sekali langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memperoleh solusi Algoritma greedy bukanlah mendapatkan solusi paling optimum, karena tidak menghitung keseluruhann dari total