Abstrak— Konversi Spark Ignition Engine (S.I.E) dari bahan bakar minyak (gasoline) menjadi berbahan bakar Compressed Natural Gas (CNG) perlu penyesuaian parameter operasional motor, sperti: Air Fuel Ratio (AFR) dan ignition timing agar diperoleh unjuk kerja yang optimal dengan emisi gas buang yang rendah. Spark Ignition Engine (S.I.E) dengan menggunakan gasoline mempunyai Air Fuel Ratio (AFR) sekitar 14,5, sedangkan pada bahan bakar CNG mempunyai Air Fuel Ratio (AFR) sekitar 17. Penelitian dilakukan secara eksperimental numerik dengan menggunakan software Lotus Engine Simulation (LES). Penelitian dengan metode simulasi merupakan komplimen dari penelitian eksperimental yang membutuhkan peralatan dan biaya yang besar. Pada penelitian ini bahan bakar yang digunakan yaitu gasoline milik Pertamina (premium) dan Compressed Natural Gas (CNG). Beberapa hasil yang didapatkan penelitian ini adalah dengan CNG terjadi peningkatan brake torque sebesar dan brake power masing-masing sebesar 12,13% dan 12,2% ketika motor beroperasi pada Air Fuel Ratio (AFR) stokiometri dan MBT (Minimum Advanced for the best Torque) dibandingkan CNG yang beroperasi dengan setting gasoline. Pada konsisi yang sama, emisi CO dan HC menurun masing-masing sebesar -98,41% dan -10,19%. Kata kunci : CNG, Gasoline, Simulasi, AFR, Ignition timing
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan energi yang terus meningkat di negara berkembang seperti Indonesia, mengakibatkan pencemaran lingkungan yang kian memprihatinkan serta pula mengakibatkan menipisnya sumber cadangan minyak yang tersedia.
Demi memenuhi kebutuhan energi tersebut, di samping tetap memperhatikan penyelamatan lingkungan dan ketersediaan sumber cadangan energi, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan diversifikasi energi yaitu mengganti bahan bakar
gasoline menjadi bahan bakar CNG mengingat bahan bakar CNG memiliki keunggulan nilai oktan yang lebih tinggi daripada gasoline yaitu 120[1]. Dalam proses konversi engine berbahan bakar gasoline
menjadi engine berbahan bakar CNG perlu ditinjau lebih dalam mengenai stoichiometric air fuel ratio
(AFR) dan iginition time yang tepat. Pada Spark Ignition Engine (S.I.E.), air fuel ratio (AFR) yang
umum digunakan adalah 14,5 namun pada bahan bakar CNG memiliki air fuel ratio (AFR) sekitar 17[2].
Penelitian Jahirul et al [3] mendapatkan hasil bahwa penggunaan CNG pada S.I.E. dapat menurunkan daya dan BSFC masing - masing sebesar -21 % dan -33 % dibandingkan ketika menggunakan gasoline, sedangkan dari segi emisi gas buang HC dan CO saat menggunakan bahan bakar CNG lebih rendah masing – masing -26 % dan -30 % dibandingkan ketika menggunakan gasoline. Penelitian Aslam et al [4] mendapatkan hasil bahwa BMEP dan BSFC ketika menggunakan bahan bakar CNG lebih rendah 12 % dan 26 % dibandingkan ketika menggunakan bahan bakar gasoline, sedangkan emisi gas buang CO2 dan CO ketika
menggunakan bahan bakar CNG lebih rendah -33 % dan -80 % namun untuk emisi gas buang O2 ketika
menggunakan bahan bakar CNG lebih tinggi hingga 150 % dibandingkan ketika menggunakan bahan bakar gasoline.
II. URAIANPENELITIAN
Dalam studi ini digunakan perangkat lunak Lotus Engine Simulation (LES) sebagai alat analisis utama untuk melakukan simulasi dan komputasi. LES memiliki kemampuan dan kapasitas untuk memprediksi sejumlah parameter performa, dan emisi gas buang yang dihasilkan pada engine secara lengkap. Secara umum LES membutuhkan sejumlah masukan berupa konstruksi dan dimensi engine, kondisi operasional pengujian engine serta spesifikasi bahan bakar yang digunakan. Dimensi engine yang menjadi masukan antara lain adalah diameter silinder (bore), panjang langkah (stroke), panjang setang piston (con-rod), intake manifold, intake throttle, durasi bukaan katup hisap - buang, maksimum katup hisap - buang, serta sistem gas buang (muffler). Pembuatan model engine dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna dengan menyusun komponen engine yang sudah disediakan dalam template. Spesifikasi bahan bakar dapat menggunakan data yang telah tersedia pada LES (default) maupun dihasilkan dari perhitungan manual untuk kemudian dimasukkan ke dalam program sebagai user defined. Kondisi operasi pengujian engine dapat disesuaikan dengan kondisi sesungguhnya atau sesuai dengan keinginan user.
Spesifikasi dari engine yang digunakan dalam simulasi dan komputasi adalah Toyota Vios dapat dilihat pada Tabel 1 dan pemodelannya di dalam LES dapat dilihat pada gambar 1. Spesifikasi premium (gasoline) dan CNG yang akan dimasukkan ke dalam LES sesuai dengan spesifikasi yang dikeluarkan oleh PT. Pertamina (Tbk).
STUDI SIMULASI KONVERSI MOTOR BAKAR OTTO
MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR CNG DENGAN VARIASI
AIR FUEL RATIO
DAN
IGNITION TIMING
Ahmad Utama P B, dan Atok Setiyawan
Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
Tabel1.
Spesifikasi engine Toyota Vios
Tipe Engine 4 Cylinder inline, 16 valve DOHC and
Chain Drive with (VVT-i) Diameter x langkah 75 x 84,7 mm
Volume langkah 1497 cc Rasio kompresi 10,5 : 1 Daya maksimum 106 HP/6.000 RPM Torsi maksimum 139 N.m/4.200 RPM
Gigi transmisi MT 5 – speed
Gambar 1. Layout pemodelan engine Toyota Vios pada LES
Simulasi numerik engine pada LES dilakukan pada kondisi fully open throttle, dengan rasio udara-bahan bakar (AFR) 14,5:1 dan waktu pengapian standar untuk premium yaitu 8o before top dead center (BTDC)[5] kemudian bahan bakar diganti dengan CNG. Setelah itu, dilakukan 4 variasi rasio udara bahan bakar yaitu 16:1 (campuran kaya); 17:1 (campuran stoikiometri CNG) dan 18,5:1 (campuran miskin) dengan kondisi waktu pengapian terbaik (Minimum advanced for The Best Torque - MBT) yang terletak pada 14o BTDC. Ringkasan simulasi pada LES dapat dilihat pada tabel 2. berikut,
Tabel2.
Variasi yang dilakukan pada simulasi numerik menggunakan LES
Parameter yang divariasikan
No.
Simulasi Nama Simulasi
Waktu Pengapian (oBTDC) AFR 1 Gasoline STD 8 14,5 2 CNG STD 8 14,5 3 CNG 1 14 16 4 CNG 2 14 17 5 CNG 3 14 18,5
III. HASILDANDISKUSI
Hasil simulasi numerik dengan menggunakan perangkat lunak LES ini diharapkan dapat menghasilkan komparasi yang setara antara S.I.E. berbahan bakar premium dan CNG
dimana kondisi pengujian dapat diatur secara identik. Pengaturan kondisi pengujian yang identik merupakan salah satu kendala dalam pengujian empiris yang membutuhkan perhatian, waktu dan biaya yang banyak. Berikut adalah grafik - grafik yang menunjukkan kinerja engine Toyota Vios hasil simulasi numerik LES.
Gambar 2. menunjukkan perubahan brake torque terhadap putaran untuk kelima simulasi. Brake torque maksimum saat engine menggunakan bahan bakar gasoline terjadi pada putaran 4.200 RPM dengan harga sebesar 139 N.m yang ditunjukkan oleh titik berwarna oranye pada gambar 2. Hasil simulasi dengan LES menunjukkan brake torque untuk Gasoline STD terjadi pada putaran 5.000 RPM dengan harga sebesar 151,9 N.m (selisih error 8,49 % pada brake torque dan 16 % pada putaran). Perbedaan nilai brake torque maksimum serta putaran antara simulasi dengan pengujian karena beberapa kondisi tes yang berbeda, seperti standar uji SAE J1349 (5/1985) serta pengasumsian yang sedikit berbeda dengan kondisi riil.
Dari hasil pengujian simulasi bahwa brake torque terbaik saat menggunakan bahan bakar CNG terjadi pada saat AFR disetting sesuai dengan stoikiometri CNG dan ignition time advance 6° dari kondisi awal yaitu CNG 2 (AFR17,5 IT14) akan meningkat 12,13 % dibanding tanpa melakukan pengaturan AFR dan ignition time yaitu CNG standart (AFR14,5 IT8) namun brake torque CNG yang telah disetting AFR dan ignition time masih lebih rendah -12,34% dari brake torqueGasoline.
Gambar 3. menunjukkan perubahan brake power terhadap putaran untuk kelima simulasi. Brake power maksimum saat engine menggunakan bahan bakar gasoline terjadi pada putaran 6.000 RPM dengan harga sebesar 106 HP yang ditunjukkan oleh titik berwarna oranye. Hasil simulasi dengan LES menunjukkan brake power untuk Gasoline STD terjadi pada putaran 6.000 RPM dengan harga sebesar 120,775 HP (selisih error 12,23 % pada brake power namun tidak ada selisih pada putaran). Tren yang terbentuk sudah baik namun penyimpangan harga yang terjadi cukup besar sehingga perlu dilakukan validasi dan tuning terhadap data - data yang menjadi masukan ke dalam LES yaitu combustion period, combustion efficiency dan mechanical friction yang masih terlalu kecil nilainya pada steady state data summary.
Sama halnya seperti brake torque, brake power maksimal saat menggunakan bahan bakar CNG terjadi pada saat AFR disetting sesuai dengan stoikiometri CNG dan ignition time advance 6° dari kondisi awal yaitu CNG 2 (AFR17,5 IT14) akan meningkat 12,2 % dibanding tanpa melakukan pengaturan AFR dan ignition timing yaitu CNG standart (AFR14,5 IT8) namun brake power CNG yang telah disetting AFR dan ignition time masih lebih rendah -11,48% dari brake powerGasoline.
Gambar 4. menunjukkan perubahan brake mean effective pressure (BMEP) terhadap putaran untuk kelima simulasi. BMEP merupakan fungsi dari torsi sehingga dapat dilihat bahwa tren grafik yang terbentuk hampir sama. Serupa dengan brake torque, pada kisaran putaran 5.000 RPM harga BMEP mulai menurun. Penyebabnya adalah sama dengan penyebab turunnya harga brake torque dan brake power yaitu mechanical friction.
Sama seperti brake torque dan brake power, BMEP maksimal saat menggunakan bahan bakar CNG terjadi pada saat AFR disetting sesuai dengan stoikiometri CNG dan ignition time advance 6° dari kondisi awal yaitu CNG 2
(AFR17,5 IT14) akan meningkat 10,82 % dibanding tanpa melakukan pengaturan AFR dan ignition time yaitu CNG standart (AFR14,5 IT8) namun BMEP CNG yang telah disetting AFR dan ignition time masih lebih rendah -14,04% dari BMEP Gasoline.
Gambar 2. Brake torque terhadap perubahan putaran untuk kelima simulasi
Gambar 3. Brake power terhadap perubahan putaran untuk kelima simulasi
Gambar 4. BMEP terhadap perubahan putaran untuk kelima simulasi
Gambar 5. menunjukkan perubahan brake spesific fuel comsumption (BSFC) terhadap putaran untuk kelima simulasi. Awalnya, harga BSFC terus menurun dimulai dari putaran stasioner, 1500 RPM. Namun, pada kisaran putaran 3.000 RPM, harga BSFC mulai meningkat. Hal ini disebabkan kenaikan konsumsi bahan bakar yang mulai lebih besar daripada kenaikan brake power pada kisaran putaran 3.000 RPM tersebut untuk mengatasi beban yang ada yaitu berupa mechanical friction.
Dari 5 pengujian simulasi, BSFC minimum saat menggunakan bahan bakar CNG terjadi pada CNG 2 (AFR17,5 IT14) lebih rendah -21,6 % dari BSFC CNG standart (AFR14,5 IT8) juga lebih rendah -14,29% dari BSFC Gasoline standart. Hal ini terjadi karena campuran bahan bakar - udara yang diberikan ke engine lebih miskin dibandingkan saat CNG standart (AFR 14,5) dan CNG 1 (AFR 16) namun pada CNG 3 (AFR 18,5) memiliki nilai
ignition time yang berbeda, sehingga terjadi peningkatan BSFC dibandingkan dengan CNG 2 (AFR17,5).
Gambar 6. menunjukkan perubahan efisiensi volumetris terhadap putaran untuk kelima simulasi. Secara umum, mulai dari awal yaitu putaran stasioner 1.000 RPM terlihat harga volumetric efficiency semakin naik. Namun, pada kisaran putaran 5.000 RPM harga volumetric efficiency mulai turun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya faktor temperatur overall engine serta valve overlapping.
Dari 5 pengujian simulasi, volumetric efficiency terbaik terjadi pada saat AFR disetting sesuai dengan stoikiometri CNG dan ignition time advance 6° dari kondisi awal yaitu CNG 2 (AFR17,5 IT14) akan meningkat 2,75 % dibanding tanpa melakukan modifikasi AFR dan ignition time yaitu CNG standart (AFR14,5 IT8) namun volumetric efficiency CNG yang telah disetting AFR dan ignition time masih lebih rendah -6,53% dari volumetric efficiencyGasoline.
Gambar 5. BSFC terhadap perubahan putaran untuk kelima simulasi
Gambar 6. Efisiensi volumetris terhadap perubahan putaran untuk kelima simulasi
Gambar 7. menunjukkan perbandingan jumlah CO2
yang dihasilkan oleh kelima simulasi pada putaran 6.000 RPM. CO2 yang dihasilkan baik pada kondisi AFR tinggi
(18,5:1) dan AFR rendah (14,5:1) cenderung rendah karena efisiensi pembakaran pada kedua macam pengaturan AFR tersebut menghasilkan pembakaran yang kurang sempurna. Justru pada kondisi AFR stoikiometri CO2 yang dihasilkan
melimpah karena pembakaran yang terjadi sudah sangat baik mendekati kondisi ideal
Dari 5 pengujian simulasi dapat dilihat bahwa persentase massa CO2 tertinggi terjadi pada oleh Gasoline
STD (AFR14,5 IT8) dan disusul CNG 2 (AFR 17,5 IT8) dengan selisih kondisi CO2 tersebut 17,52%.
Gambar 8. menunjukkan perbandingan jumlah CO yang dihasilkan oleh kelima simulasi pada putaran 6.000 RPM. Secara sederhana, semakin tinggi AFR (18,5:1) maka produk pembakaran berupa CO yang dihasilkan semakin
rendah karena O2 sebagian besar bereaksi dengan karbon
membentuk CO2. Namun sebaliknya, semakin rendah AFR
(14,5:1) maka produk pembakaran berupa CO yang dihasilkan semakin banyak jumlahnya karena sebagian besar O2 yang ada tidak dapat sempurna bereaksi membentuk
CO2.
Dari 5 pengujian simulasi dapat dilihat bahwa persentase massa CO2 paling banyak terbentuk pada Gasoline STD
karena jumlah unsur C pada Gasoline cenderung lebih banyak dibandingkan pada CNG. Dari 5 variasi simulasi yang ditampilkan dapat dilihat bahwa persentase massa CO2
tertinggi terjadi pada oleh Gasoline STD (AFR14,5 IT8) dan disusul CNG 2 (AFR 17,5 IT8) dengan selisih kondisi CO2
tersebut 17,52%.
Gambar 9. menunjukkan perbandingan jumlah HC yang dihasilkan oleh kelima simulasi pada putaran 6.000 RPM. Fenomena kehadiran produk hasil pembakaran berupa HC menandakan adanya ketidaksempurnaan pembakaran yang terjadi. Ketika di ruang bakar seharusnya bahan bakar yang ada terbakar seluruhnya. Namun, realita yang ada menunjukkan tidak semua bahan bakar tersebut terbakar sepenuhnya. Bahan bakar yang belum terbakar tersebut ikut keluar ketika katub buang terbuka bersama gas produk pembakaran yang lainnya. Jumlah HC yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh jenis bahan bakar, AFR,waktu buka-tutup katub dan waktu pengapian.
Dari 5 pengujian simulasi dapat dilihat bahwa ppm massa HC tertinggi terjadi pada CNG standart (AFR14,5 IT8). Hal ini disebabkan setting AFR yang terlalu kaya melampaui yang dibutuhkan oleh engine. Akibatnya, sisa pembakaran berupa HC lebih banyak dihasilkan karena tidak dikompensasi dengan waktu buka - tutup katub dan waktu pengapian yang sesuai.
Gambar 10. menunjukkan perbandingan jumlah O2
yang dihasilkan oleh kelima simulasi pada putaran 6.000 RPM. Ketika AFR diatas stoikiometri (18,5;1) maka konsentrasi O2 di dalam gas buang cenderung meningkat
karena jumlah bahan bakar yang akan bereaksi dengan O2
lebih sedikit dibandingkan pada kondisi stoikiometri. Sebaliknya, ketika AFR dibawah stoikiometri (14,5:1) maka konsentrasi O2 sangat rendah karena jumlah bahan bakar
yang akan bereaksi dengan O2 lebih banyak dibandingkan
pada kondisi stoikiometri.
Dari 5 pengujian simulasi dapat dilihat bahwa persentase massa O2 tertinggi terjadi pada CNG 3 (AFR18,5
IT8). Setting AFR pada CNG 3 (AFR18,5 IT8) lebih tinggi daripada stoikiometri sehingga O2 di dalam gas buang
berlimpah.
Gambar 7. Perbandingan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh kelima simulasi
pada 6000 RPM
Gambar 8. Perbandingan jumlah CO yang dihasilkan oleh kelima simulasi pada 6000 RPM
Gambar 9. Perbandingan jumlah HC yang dihasilkan oleh kelima simulasi pada 6000 RPM
Gambar 10. Perbandingan jumlah O2 yang dihasilkan oleh kelima simulasi
pada 6000 RPM
IV. KESIMPULAN
Setelah dilakukan sejumlah simulasi untuk mengetahui unjuk kerja dan emisi yang dihasilkan pada engine Toyota Vios berbahan bakar gasoline dan CNG dengan melakukan perubahan dari Air Fuel Ratio (AFR) dan Ignition Time maka dapat disimpulkan bahwa:
1 Dengan pengaturan Air Fuel Ratio (AFR) dan ignition timing untuk pengaturan premium, maka Brake Torque dan BHP yang dihasilkan dari engine berbahan bakar CNG masing – masing menurun -21,82% dan -21,1% dibandingkan dengan engine berbahan bakar gasoline,.
2 Dengan melakukan pengaturan Air Fuel Ratio (AFR) pada kondisi stoikiometri dan ignition timing pada MBT (Minimum Advanced for the Best Torque), maka Brake Torque dan BHP masing - masing meningkat sebesar 12,13% dan 12,2% dibandingkan dengan engine berbahan bakar CNG
dengan Air Fuel Ratio (AFR) dan ignition timing untuk pengaturan premium.
3 Dengan melakukan pengaturan Air Fuel Ratio (AFR) pada kondisi stoikiometri dan ignition timing pada MBT (Minimum Advanced for the Best Torque), maka Brake Torque dan BHP masing-masing menurun sebesar -12,34% dan -11,48% dibandingkan dengan engine berbahan bakar gasoline.
4 Dengan melakukan pengaturan Air Fuel Ratio (AFR) pada kondisi stoikiometri dan ignition timing pada MBT (Minimum Advanced for the Best Torque), maka produk pembakaran CO2 dan CO
masing - masing menurun sebesar -21,24% dan -95,78% dibandingkan dengan engine berbahan bakar gasoline.
5 Dengan melakukan pengaturan Air Fuel Ratio (AFR) pada kondisi stoikiometri dan ignition timing pada MBT (Minimum Advanced for the Best Torque), maka produk pembakaran HC dan O2
masing - masing meningkat sebesar 83,44% dan 25% dibandingkan dengan engine berbahan bakar gasoline.
DAFTARPUSTAKA
1. Subramanian, K.A., Mathad, V.C., Vijay, V.K., Subbarao, P.M.V., “Comparative evaluation of emission and fuel economy of an automotive spark ignition vehicle fuelled with methane enriched biogas and CNG using chassis dynamometer”, India, 2013. 2. Salah, E.M., Baharom, M.B., Aziz, A.R.A, Firmansyah,
“The effect of fuel – injection timing at medium injection pressure on the engine characteristics and emissions of a CNG – DI engine fuelled by a small amount of hydrogen in CNG”, Malaysia, 2011.
3. Jahirul, M. I., Masjuki, H. H., Saidur, R., Kalam, M. A., Jayed, M. H., Wazed, M. A., “Comparative engine performance and emission analysis of CNG and gasoline in a retrofitted car engine”, Australia, 2010.
4. Aslam, M. U., Masjuki, H. H., Abdesselam, H., Kalam, M. A., Mahlia, T. M. I, Amalina, M. A., “An experimental investigation of CNG as an alternative fuel for retrofitted gasoline vehicle”, Malaysia, 2006.
5. Toyota Motor Corporation, "1NZ – FE engine mechanical," Jepang, n/a.