• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II RENI NOVITANINGSIH PAUD'12

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II RENI NOVITANINGSIH PAUD'12"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Kognitif Anak dalam Memahami Konsep Bilangan dengan

Benda-benda Nyata

1. Pengertian Kognitif

Patmodewono (dalam Gunarti, 2008 : 1.37) kognitif adalah pengertian yang luas mengenai cara berpikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku yang mengakibatkan seseorang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk memperoleh pengetahuan atau menggunakan pengetahuan yang diperolehnya.

Gagne (dalam Gunarti, 2008 : 1.37) kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia berpikir. Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap sejalan dengan perkembangan fisik dan saraf-saraf yang berada di pusat susunan saraf.

Sujiono (2006 : 1.3) kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa.

Santrock (dalam Gunarti, 2010 : 2.24) kognitif juga dapat diartikan sebagai kemampuan verbal, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari.

(2)

waktu manusia berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa dari pengalaman hidup sehari-hari.Kemampuan kognitif berkembang secara bertahap sejalan dengan perkembangan fisiknya dan syaraf-syaraf yang berada dipusat susunan syaraf.

2. Tahapan Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif merupakan perkembangan dari pikiran (mind) (Minet dalam Gunarti, 2008 : 2.24). Pikiran merupakan bagian dari otak, bagian yang digunakan untuk bernalar, berpikir, dan memahami sesuatu setiap hari, pemikiran anak akan berkembang ketika mereka belajar berkomunikasi, dan mecoba mendapatkan lebih banyak pengalaman lainnya.

(3)

Salah satu perubahan kognitif penting di tahun-tahun pra sekolah terjadi antara anak-anak usia tiga keempat tahun adalah perkembangan pikiran simbolik. Pikiran simbolik adalah kemampuan menghadirkan secara mental atau simbolis objek konkret, tindakan, atau peristiwa (Piaget dalam Wasik, 2008 : 77).

Piaget (dalam Aisyah, 2008: 5.7) telah mengidentifikasi 4 periode utama dalam perkembangan kognitif, yaitu periode sensori motor (lahir s/d 2 tahun), periode praoprasional (2 s/d 7 tahun), periode operasi konkrit (7 s/d 11 tahun), dan periode operasi formal (11 tahun ke atas). Tahap-tahap pertumbuhan intelektual menunjukkan tingkat kualitas yang berbeda dari fungsi dan bentuk kognitif yang disebut tahap perkembangan invarian, yaitu semua anak mengalami kemajuan melalui tahap-tahap dalam urutan yang persis sama, tanpa pernah melewati atau meloncati suatu tahap.

Bertitik tolak dari tahap perkembangan kognitif yang dikemukaan oleh Piaget, anak usia 3 – 4 tahun berada pada tahap pra operasional. Pada fase ini anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang benda-benda yang ada di sekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensori motor (aktivitas, seperti mendengar, melihat, meraba,mencium, merasa serta gerakan fisiknya), tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolik (Gunarti, 2010 : 1.38).

(4)

dan membandingkan) dan anak-anak menyukai pula kegiatan-kegiatan memadu-madukan serta menggolong-golongkan yang lebih kompleks.

Piaget (dalam Hurlock, 1978 : 39) tahapan perkembangan kognitif meliputi 4 tahapan yaitu : (1) Tahap sensorimotor, anak mulai mengembangkan pengertian akan dirinya sebagai terpisah dan berbeda dari lingkungan, hubungan sebab akibat, waktu dan ruang. Tahap ini berlangsung sejak lahir hingga saat anak berusia 2 tahun; (2) Tahap pra operasional perkembangan kognitif yang berlangsung sejak usia 2 tahun hingga 6 tahun, merupakan saat anak mampu menggunakan bahasa dan pemikiran simbolik; (3). Tahap operasi konkret, yang berlangsung sejak anak berusia 6 tahun hingga 11 tahun atau 12 tahun. Pada waktu ini konsep yang samar-samar dan tidak jelas dari masa pra sekolah menjadi lebih konkret dan spesifik; (4) Tahap operasi formal yang dimulai sekitar 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut, anak mampu mempertimbangkan semua kemungkinan dalam memecahkan masalah dan mampu menalar atas dasar hipotesis dan dalil.

(5)

3. Prinsip Pengembangan Kognitif

Minett (dalam Gunarti, 2010 : 2.4) mendeskripsikan bahwa pengembangan kognitif seorang anak yang telah berusia lebih dari satu tahun dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan pada anak untuk lebih banyak berbicara, mempraktikkan keterampilan baru, mengeksplotasi tempat-tempat baru, mengeksplorasi tempat-tempat-tempat-tempat baru, bermain dengan beragam alat permainan, menyimak cerita dan melihat lihat buku gambar. Selanjutnya, minett juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa peran orang dewasa yang sangat membantu pengembangan kognitif anak yang dirangkum dalam prinsip-prinsip pengembangan kognitif berikut :

a) Menyediakan banyak kesempatan bagi anak untuk mempelajari keterampilan dan mendukung pola pengembangan yang sesuai dengan tahapan perkembangannya.

b) Memberikan dukungan dan semangat ketika anak memerlukannya, tetapi jangan mengusik kegiatan bermain mereka dengan cara memberitahu bagaimana seharusnya mereka bermain. Sebaiknya izinkan dan bebaskan anak untuk mencari kesenangannya sendiri melalui permainan.

c) Bantulah anak untuk memahami informasi yang diterima melalui indranya (Cara mereka menginterpretasikan informasi yang diperoleh melalui indra disebut dengan persepsi).

(6)

e) Berikan contoh yang baik dan tunjukkan kepekaan yang mendalam tentang sesuatu yang baik dan / atau yang keliru ketika mereka bersikap kepada orang lain

f) Bantulah anak untuk mengingat dalam memprediksi sesuatu

Menurut Winataputra (2007: 3.7) prinsip-prinsip dasar teori belajar kognitif dapat dirumuskan sebagai berikut :

(1) Belajar merupakan peristiwa mental yang berhubungan dengan berpikir, perhatian, persepsi, pemecahan masalah, dan kesadaran.

(2) Sehubungan dengan pembelajaran, teori belajar perilaku dan kognitif pada akhirnya sepakat bahwa guru harus memperhatikan perilaku siswa yang tampak seperti penyelesaian tugas rumah, hasil tes, di samping itu juga harus memperhatikan faktor manusia dan lingkungan psikologisnya. (3) Ahli kognitif percaya bahwa kemampuan berfikir orang tidak sama dan

tidak tetap dari waktu ke waktu.

4. Pengenalan Kemampuan Berhitung Anak Usia Dini

(7)

Menurut Suyanto (2005 : 55-56), pada mulanya pembelajaran di TK difokuskan pada tiga bidang dasar (basic) yaitu membaca, menulis, berhitung yang dikenal dengan istilah “calistung’, tetapi untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak secara menyeluruh (the whole child development). Fungsi matematika sebenarnya bukan sekedar untuk berhitung, tetapi untuk mengembangkan kecerdasan anak, khususnya kecedasan yang oleh Gadner (1998) disebut Logico-Mathematics. Pada mulanya anak tidak tahu bilangan, angka dan operasi bilangan matematis. Secara bertahap sesuai perkembangan mentalnya anak belajar membilang, mengenal angka, dan berhitung. Anak belajar menghubungkan objek nyata dengan simbol-simbol matematis. Sebagai contoh, sebuah jeruk diberi simbol dengan angka “1’ dan dua buah jeruk diberi simbol dengan angka “2”. Demikian pula simbol “+” yang berarti dijumlah, dan “-“ yang berarti dikurangi.

“Satu, Dua, Tiga” pada mulanya tidak bermakna bagi anak yang belum memahami bilangan. Anak dapat mengucapkannya, tetapi ia tidak memahami artinya. Sejak anak mulai bicara, anak bisa mengucapkan “satu, dua, tiga”, tetapi sekedar menirukan orang dewasa dan tidak memahami artinya. (Suyanto, 2005: 67).

5. Kemampuan Memahami Konsep Bilangan Anak Usia Dini

(8)

Suyanto, 2005 : 56), pengenalan matematika sebaiknya dilakukan melalui penggunaan benda-benda konkret dan pembiasaan penggunaan matematika agar anak dapat memahami matematika, seperti menghitung, bilangan, dan operasi bilangan.

Menurut Depdikbud (1984: 8-9), dalam hal kehidupan sehari-hari, anak menemui benda-benda yang dapat dihitung, seperti meja, kursi, buah, piring, dan gelas. Biasanya sebelum masuk Taman Kanak-kanak anak sudah tertarik menghitung benda-benda tersebut. Sering sekali anak menghitungnya, dengan tidak disertai pengertian terhadap bilangan yang disebutnya. Tetapi hal ini tidak mengapa. Pengetian itu lambat laun akan timbul dengan bertambahnya pengalaman anak lebih-lebih lagi jika ia mendapat bantuan dari orang dewasa secara sistimatis. Kebiasaan membilang-bilang benda-benda yang ada disekitarnya dapat turut membantu anak dalam memperoleh konsep bilangan denga cepat. Kebiasaannya ini dapat dimanfaatkan dan diarahkan kepada persiapan pengenalan konsep bilangan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada anak seperti :

(9)

kita ya? Apakah jari tangan kanan sama banyak dengan jari tangan kiri? Siapa bisa menghitungnya?”. Beri kesempatan anak untuk menyatakan hasil masing-masing. Ajak maju ke depan salah seorang anak untuk menunjukkan bagaimana ia mendapatkan hasilnya. Ajak anak yang lain untuk memberi komentar apakah cara tersebut sudah benar atau ada yang perlu diperbaiki. Ajak kedepan anak yang memiliki cara yang berbeda. Mungkin ada anak yang menghitung jari dari arah kelingking, dan ada anak lain yang menghitung dari arah ibu jari. Ketika keduanya memperoleh hasil yang sama, anak-anak biasanya akan terkejut dan berpikr “kok bisa?”. Bagi anak, per-operasional, letak benda mempengaruhi jumlahnya (Suyanto, 2005 : 68-69).

6. Cara Menanamkan Konsep Bilangan pada Anak Usia Dini

Menurut Depdikbud (1984 : 10-14) cara yang lebih sistematis untuk menanamkan konsep bilangan pada anak ialah sebagai berikut :

1) Penanaman pengertian satu dan dua

a) Menunjuk himpunan satu benda dan himpunan dua benda serta menyebut bilangan-bilangan satu atau dua, sesuai dengan banyaknya isi himpunan. Sebagai alat peraga dipergunakan berbagai-bagai benda atau gambar seperti contoh berikut :

(10)

- Mengambil satu buku untuk Ibu Guru, - Meletakkan dua pensil di atas meja dan - Menyimpan dua bola ke dalam kotak 2) Penanaman Pengertian Tiga

a) Menderetkan satu, dua, dan tiga. Guru merangsang supaya anak menunjuk himpunan-himpunan satu dan himpunan dua serta menyebut bilangan yang sesuai dengan banyak himpunan isi. Bilangan tiga disebut oleh guru lebih dahulu anak mengulangi

b) Menunjuk himpunan-himpunan lain yang berisi tiga benda (diantara himpunan-himpunan satu dan dua). Alat peraga asli atau gambar disusun dulu oleh guru

c) Membilang sampai tiga, dengan cara :

(1) Mengajarkan membilang sampai tiga (satu, dua, tiga), anak sudah benar-benar mengetahui apa arti satu, dua dan arti tiga.

(2) Latihan membilang dapat dilakukan dengan cara anak membilang benda-benda yang ada disekitarnya sedangkan guru mengatur sedemikian rupa sehingga anak membilang satu benda, tiga benda secara berganti-ganti (jadi tidak hanya tiga saja).

(11)

(a) Mengambil tiga buah benda-benda dari tumpukan banyak benda-benda

(b) Mengumpulkan/ mencari tiga benda yang letaknya berdekatan (misalnya memetik tiga bunga di kebun, mengumpulkan tiga gambar dinding, memanggil nama tiga teman dan sebagainya) 3) Menanamkan Pengertian Empat

a) Menderetkan himpunan, satu, dua, tiga dan empat. Guru merangsang supaya anak menunjuk himpunan satu, dua dan tiga, serta menyebut bilangan yang sesuai dengan isi himpunan-himpunan tersebut. Bilangan empat disebut lebih dahulu oleh guru, anak mengulanginya

b) Menunjuk himpunan-himpunan empat serta menyebut bilangan empat diantara himpunan-himpunan lain. Alat peraganya lebih dulu disusun oleh guru.

c) Membilang sampai empat dengan cara :

(1) Mengajarkan membilang sampai empat baru dilakukan jika guru sudah yakin bahwa anak sudah tahu benar arti empat

(12)

(3) Melaksanakan tugas-tugas

(a) Mengenal empat benda dari tumpukan banyak benda dan

(b) Mengumumkan / mencari benda yang letaknya tidak berdekatan (misalnya menyimpan empat pensil ke dalam tas, mengambar empat bila, menunjuk empat gambar dinding, memanggil nama empat orang teman dan sebagainya)

4) Menanamkan Pengertian Lima

a) Menderetkan himpunan satu, dua, tiga, empat da lima. Guru merangsang supaya anak menunjuk himpunan satu, dua, tiga dan empat. Serta menyebut bilangan yang sesuai dengan isi himpunan-himpunan itu. Bilangan lima disebut oleh guru anak mengulanginya.

b) Menunjuk himpunan lima diantara himpunan-himpunan lain dan menyebut bilangan lima. Alat peraganya lebih dulu disusun oleh guru c) Membilang sampai lima dengan cara :

(1) Mengajarkan membilang sampai lima baru dilakukan jika guru sudah yakin bahwa anak sudah tau benar arti lima

(13)

empat dan sampai lima (tidak hanya sampai lima). Membilang objek-objek dalam berbagai situasi dengan cara anak diberi gambar benda-benda dalam berbagai jumlah dan susunan yang berbeda-beda dan di bawah gambar tersebut tercantum angka yang sesuai dengan jumlahnya.

(3) Melaksanakan tugas-tugas :

(a) Mengambil lima benda dari kumpulan banyak benda-benda (b) Mengumpulkan/mencari lima benda yang letaknya tidak

berdekatan (misalnya mengumpulkan lima gambar dinding, lima daun, memanggil nama lima teman dan sebagainya)

Menurut Depdikbud (1997 : 12-13), cara mengenal konsep bilangan pada anak yaitu menggunakan alat peraga berupa alat permainan yang berbentuk gambar-gambar dan benda-benda yang ada di sekitar anak. Misalnya anak diberi tugas untuk mengambil gambar atau benda sebanyak 1, 2, 3, dan seterusnya sambil membilang secara bergantian. Anak menghitung beberapa jumlah tiap-tiap jenis gambar atau benda, misalnya : tiga gambar ayam, dua gambar ikan.

Menurut Depdiknas (2000 : 24), cara mengenalkan konsep bilangan pada anak yaitu Guru menjelaskan cara memainkan benda (biji-bijian, batu-batuan, kerang, bahan sisa).

7. Kemampuan Memahami Konsep Bilangan dengan Benda-benda Nyata

(14)

selanjutnya. Anak yang mengalami masa bahagia berarti terpenuhinya segala kebutuhan baik fisik maupun psikis di awal perkembangannya diramalkan akan dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan selanjutnya. Piaget juga mengatakan bahwa untuk meningkatkan perkembangan mental anak ke tahap yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan memperkaya pengalaman anak terutama pengalaman kongkrit, karena dasar perkembangan mental adalah melalui pengalaman-pengalaman aktif dengan menggunakan benda-benda di sekitarnya.

Menurut Piaget (dalam Suyanto, 2005 : 68) anak TK berada pada fase perkembangan pra operasional menuju ke konkret. Anak pada fase perkembangan tersebut belajar terbaik dari benda nyata. Oleh karena itu, orang tua dan guru dapat mengenalkan bilangan kepada anak dengan menggunakan benda-benda. Berbagai benda yang ada di sekitar kita dapat digunakan untuk melatih anak berhitung, berpikir logis dan matematis, seperti menghitung bilangan dan operasi bilangan. Sebagai contoh, mengingatkan anak tentang tanggal hari ini dan menulisnya di papan tulis akan melatih anak mengenal bilangan.

(15)

Menurut Suyanto ( 2005: 71), orangtua dan guru dapat melatih anak menghitung benda apa saja dan dimana saja. Di jalan, ketika melihat mobil kita dapat bertanya “Berapa rodanya?“ jadi setiap kesempatan dan ada benda nyata latih anak untuk berhitung. Di kelas guru dapat menggunakan berbagai benda untuk melatih anak berhitung, seperti manik-manik, biji, permen atau benda-benda untuk permainan.

a. Alat dan Bahan

- Manik-manik, biji atau permen

- Pensil dan klip kertas atau peniti, dan kertas b. Prosedur

- Buat lingkaran dan beri angka 1-9 dengan satu titik ditengah

- Letakkan peniti atua penjepit kertas di titik tengah dan tekan dengan ujung pensil

- Ajak anak memutar peniti atau penjepit kertas tersebut dan melihat jatuh di angka berapa

- Jika peniti menunjuk ke angka 5, maka anak mengambil 5 biji atau 5 permen

- Permainan dilanjutkan sampai semua biji atau permen habis c. Asesmen

- Ajak anak mengekspresikan hasil temuannya, motivasi dengan pernyataan sebagai berikut :

(16)

- Apa cara yang kamu gunakan sehingga memperoleh biji paling banyak?

Menurut Depdiknas (2000 : 21), anak diharapkan mampu mengenal dan memahami konsep bilangan, transisi dan lambang sesuai dengan jumlah benda-benda pengenalan bentuk lambang dan dapat mencocokkan sesuai dengan lambang bilangan.

Contoh penguasaan konsep bilangan dengan benda-benda nyata : 1. Kemampuan yang diharapkan dicapai :

Membilang (mengenal konsep bilangan dengan benda-benda dari 1 – 5) 2. Alat dan Bahan

Gambar baju dan sejumlah kancing 3. Kegiatan :

Meletakkan kancing di baju 4. Metode :

Pemberian tugas

5. Langkah-langkah pelaksanaan :

a. Guru mempersiapkan alat dalam bentuk pasang-pasangan

b. Guru menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan yaitu memasangkan benda-benda sesuai dengan pasangannya

(17)

d. Guru memeriksa hasil pekerjaan anak, apakah sudah sesuai dengan tugas yang diberikan

B. Metode Pemberian Tugas

1. Pengertian Metode Pemberian Tugas Anak Usia Dini

Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud (Poerwadarminta, 2007 : 767). Tugas adalah sesuatu yang wajib dikerjakan yang ditentukan untuk dilakukan (Poerwadarminta, 2007 : 1299). Dari dua pengertian tugas adalah suatu pemberitan tugas yang wajib dilaksanakan yang sudah ditentukan untuk mencapai tujuan.

Metode pemberian tugas merupakan tugas atau pekerjaan yang sengaja diberikan kepada anak TK yang harus dilaksanakan dengan baik. Tugas diberikan kepada anak untuk memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyelesaikan tugas yang didasarkan pada petunjuk langsung dari guru yang sudah dipersiapkan sehingga anak dapat menjalani secara nyata dan melaksanakan dari awal sampai tuntas. Tugas yang diberikan kepada anak dapat diberikan secara perseorangan atau kelompok (Moeslichatoen, 2004 : 181).

(18)

Pemberian tugas adalah proses integral dalam kegiatan pengembangan maka tujuan tugas merupakan bagian penting sehingga tugas yang diberikan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (Gunarti, 2008 : 7.4).

Metode pemberian tugas adalah metode yang memberikan kesempatan kepada anak untuk melaksanakan tugas yang disiapkan oleh guru (Samsudin, 2008 : 34).

Metode pemberian tugas adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar (Djamarah, 2006 : 85).

Pemberian tugas adalah suatu cara penilaian yang dilakukan dengan memberikan tugas-tugas tertentu sesuai dengan kemampuan yang akan diungkap (Yus, 2005 : 57).

2. Tujuan Pemberian Tugas Anak Usia Dini

(19)

tepat dan dapat meningkatkan cara belajar yang lebih baik. Oleh karena itu, pemberian tugas merupakan salah satu cara pemberian pengalaman belajar yang cocok untuk mengembangkan keterampilan motorik. Keterampilan motorik itu terdiri atas keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus.

Menurut Roestiyah (2008 : 133) teknik pemberian tugas biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi.

3. Manfaat Pemberian Tugas Bagi Anak Usia Dini

Menurut Moeslichatoen (2004 : 186) manfaat pembagian tugas yaitu: a) Pemberian tugas bila dirancang secara tepat dan proporsional akan dapat

meningkatkan bagaimana cara belajar yang benar. Dalam melaksanakan tugas itu anak dibimbing menyelesaikan tugas untuk memperoleh pemantapan penguasan, memperbaiki kesalahan cara belajar, dengan demikian dampak pemberian tugas merupakan penyempurnan cara belajar yang sudah dikuasai. Melalui pemberian tugas anak semakin terampil mengerjakan, semakin lancar, semakin pasti, semakin terarah ke pencapaian tujuan.

(20)

mempelajari kembali sendiri. Jadi pemberian tugas itu dapat menimbulkan prakarsa anak untuk mengembangkan kegiatan belajar sendiri.

c) Pemberian tugas secara tepat dan dirancang secara seksama dapat menghasilkan prestasi belajar optimal. Prestasi belajar optimal akan menjadi landasan yang kuat dalam memasuki kegiatan belajar lebih lanjut, yang merupakan peningkatan penguasaan kemampuan yang sudah dimiliki itu.

d) Bila pemberian tugas itu menggunakan bahan yang bervariasi, dan sesuai dengan kebutuhan dan minat anak, maka memberikan arti yang besar bagi anak TK tersebut. Penggunaan materi secara bervariasi itu banyak alternatifnya antara lain : menggunakan bahan yang sama dengan cara yang berbeda-beda, atau menggunakan bahan yang memang betul-betul baru. Alternatif-alternatif tersebut dapat membangkitkan minat anak terhadap tugas yang akan diberikan berikutnya. Setiap akan menerima tugas dari guru anak menunggu penuh rasa ingin tahu, penuh semangat, dan siap untuk mengerjakan.

Menurut Moeslichatoen (1999 : 28-29) pemberian tugas mempunyai manfaat penting bagi anak TK, antara lain karena :

a) Pemberian tugas secara lisan akan memberi kesempatan pada anak untuk melatih persepsi pendengaran mereka. Jadi meningkatkan kemampuan bahasa reseptif.

(21)

c) Pemberian tugas dapat membangun motivasi anak

4. Kebaikan Metode Pemberian Tugas

Menurut Moeslichatoen, (2004 : 186), pemberian tugas yang dirancang secara tepat dan proporsional akan dapat meningkatan bagaimana cara belajar yang benar. Melalui pemberian tugas anak akan semakin terampil mengerjakan, semakin lancar, semakin pasti, semakin terarah ke pencapaian tujuan. Pemberian tugas secara tepat dan dirancang secara seksama dapat menghasilkan prestasi belajar yang optimal. Jika dalam pemberian tugas kepada anak memperhitungkan waktu dan kesempatan yang tersedia, maka pemberian tugas itu merupakan pengalaman belajar yang dapat dirasakan manfaatnya bagi anak.

Pemberian nilai dari hasil pemberian tugas adalah penilaian yang lebih objektif dari beberapa alat penilaian yang sering digunakan di TK. Guru dapat memberi skor dengan mempertimbangkan hasil kerja anak yang nyata terlihat dan umumnya bisa ditunjukkan kepada orang lain yang memerlukan misalnya orang tua atau kepada anak sendiri untuk memotivasi (Yus, 2005 : 61).

Menurut Djamarah (2006 : 87) kebaikan metode pemberian tugas yaitu sebagai berikut :

a) Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok

(22)

d) Dapat mengembangkan kreativitas siswa

5. Kelemahan Metode Pemberian Tugas

(23)

Bila anak menghadapi kesulitan dalam melaksanakan bagian tugas yang harus diselesaikan, guru sudah dapat membayangkan kira-kira bantuan apa yang perlu diberikan untuk menangani kesulitan itu. Karena tugas yang diberikan guru terkait pada pengalaman belajar yang sudah dikuasai dengan pengalaman belajar untku menguasai kemampuan guru, maka titik rawan terletak pada bagaimana guru mengaitkan tugas itu dengan pengalaman belajar yang sudah dikuasai itu dalam rangka menyiapkan anak memasuki pengalaman belajar yang baru, karena materi tugas itu merupakan prasyarat untuk dapat menguasai materi baru yang akan dipelajari.

Menurut Djamarah (2006 : 87) kelemahan metode pemberian tugas yaitu sebagai berikut :

a) Siswa sulit dikontrol, apakah benar ia yang mengerjakan tugas ataukah orang lain

b) Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja sedangkan anggota lainnya tidak berpartisipasi dengan baik

c) Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa

d) Sering memberikan tugas yang monoton (tidak bervariasi) dapat menimbulkan kebosanan siswa.

(24)

manfaatnya bagi anak. Banyak waktu yang diperhatikan untuk mengerjakan tugas itu tidak sama. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada aplikasi waktu yang diperlukan untuk mengerjakan sesuatu tugas :

a) Apakah tugas itu untuk melatih ketepatan atau keterampilan, atau untuk melatih ingatan, atau untuk melatih penalaran.

b) Rentangan kecepatan belajar anak TK dalam kelas itu. Ada anak yang cepat dalam menyelesaikan tugas, tetapi juga ada anak yang lambat dalam menyelesaikan tugas.

c) Apakah kondisi kelas pada saat tugas dilaksanakan itu menyenangkan. Oleh karena itu, guru dalam memberikan tugas perlu menyediakan waktu yang cukup yang dibutuhkan oleh masing-masing anak

C. Peranan Metode Pemberian Tugas Terhadap Kemampuan Kognitif Anak

dalam Memahami Konsep Bilangan dengan Benda-benda Nyata

Anak-anak usia tiga tahun dan beberapa anak usia empat tahun dianggap pemikir pra-operasional, artinya bahwa mereka hanya percaya pada kinerja konkret objek bukannya pada gagasan, mereka fokus hanya pada satu relasi pada suatu waktu, dan mereka sering melihat hal-hal hanya dari satu segi pandangan mereka sendiri (Wasik, 2008 : 77).

(25)

memadu-madukan serta menggolong-golongkan yang lebih kompleks (Musfiroh, 2009: 1.35)

Pemberian tugas dalam kaitan pengembangan keterampilan berhitung, misalnya dalam menjumlahkan bilangan dengan berbagai gabungan dengan menggunakan alat bantu benda-benda atau gambar yang sudah dikenal anak (Moeslichatoen, 2004 : 189).

D. Kriteria / Indikator Keberhasilan Belajar Siswa

1. Pedoman Penilaian

Menurut Depdiknas (2006 : 6-7) pedoman penilaian di TK yaitu : a. Anak yang belum mencapai indikator seperti yang diharapkan dalam SKH

atau belum SKH atau dalam melaksanakan tugas selalu dibantu guru, maka pada kolom penilaian dituliskan nama anak diberi tanda bulatan kosong (O).

b. Jika semua anak menunjukkan kemampuan sesuai dengan indikator yang tertuang dalam SKH, maka pada kolom penilaian dituliskan nama semua anak dengan tanda check (√)

c. Anak yang sudah melebihi indikator yang tertuang dalam SKH atau mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan secara tepat/ cepat/ lengkap/ benar, maka pada kolom penilaian dituliskan nama anak dan tanda bulatan penuh (●)

(26)

a) Catatan hasil penilaian harian perkembangananak dicantumkan pada kolom pada penilaian di RKH

b) Anak yang belum berkembang (BB) sesuai dengan indikator seperti : dalam melaksanakan tugas selalu dibantu guru, maka pada kolom pneilaian ditulis nama anak dan diberi tanda satu bintang ()

c) Anak yang sudah mulai berkembang (MB) sesuai dengan indikator seperti yang diharapkan RKH mendapatkan tanda bintang dua ()

d) Anak yang sudah berkembang sesuai harapan (BSH) pada indikator dalam RKH mendapat tanda tiga bintang ()

e) Anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikator seperti yang diharapkan dalam RKH mendapatkan tanda empat bintang ()

2. Indikator Keberhasilan

Menurut standar kompetensi pendidikan anak usia dini (2009 : 41) terdapat indikator keberhasilan dalam aspek kognitif yaitu sebagai berikut :

Hasil Belajar Indikator

Anak dapat mengenal bilangan a. Membilang / menyebut urutan bilangan dari 1 sampai 10 b. Membilang (mengenal konsep

bilangan dengan benda-benda) sampai 10

c. Membuat urutan bilangan 1 – 10 dengan benda-benda

d. Meniru lambang bilangan 1 – 10 e. Menghubungkan / memasangkan

(27)

E. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir ini dapat peneliti uraikan sebagai berikut. Kondisi awal sebelum dilaksanakan penelitian tindakan kelas, telah diperoleh gambaran bahwa kemampuan berhitung anak masih belum sesuai dengan indikator yang diharapkan. Belum optimalnya kemampuan anak dalam pembelajaran di kelas. Agar kemampuan berhitung pada anak semakin meningkat, maka dilakukan tindakan oleh guru dengan menerapkan pembelajaran konsep bilangan dengan benda-benda nyata melalui metode pemberian tugas. Tindakan yang akan dilakukan melalui dua siklus.

Berdasarkan bagan kerangka berpikir diatas penelitian tindakan kelas ini. Peneliti berasumsi melalui metode pemberian tugas dapat meningkatkan kemampuan memahami konsep/ bilangan dengan benda-benda nyata pada anak kelompok A TK Pertiwi Bobotsari Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga Tahun Pelajaran 2011-2012.

Kondisi Awal

1. Minat belajar rendah 2. Siswa tidak aktif 3. Hasil belajar rendah

Dilakukan upaya perbaikan dengan PTK

Siklus I 3x pertemuan 1. Siswa lebih aktif

2. Hasil belajar belum optimal

1. Siswa sudah aktif 2. Hasil belajar meningkat 3. Kemampuan

memahami konsep bilangan sudah optimal

(28)

Pada kondisi awal penelitian, kemampuan memahami konsep bilangan anak kelompok A TK Pertiwi Bobotsari masih rendah karena peneliti belum melakukan kegiatan memberikan metode pemberian tugas. Kemudian peneliti melakukan tindakan pembelajaran melalui metode pemberian tugas mengatasi masalah tersebut di atas yang dilaksanakan dengan dua siklus. Pada kondisi akhir menunjukkan kemampuan memahami konsep bilangan dengan benda-benda nyata terdapat meningkat.

F. Hipotesis Tindakan

Gambar

gambar dinding, memanggil nama tiga teman dan sebagainya)
gambar benda-benda dalam berbagai jumlah dan susunan yang
Gambar baju dan sejumlah kancing

Referensi

Dokumen terkait

Pada fasilitas bangunan terapung yang memakai sistem tali tambat CALM Buoy, perpanjangan umur dilakukan dengan mengganti bagian tali yang telah mengalami

Anak-anak dengan autisme dan ADHD banyak yang memiliki kesamaan dalam gangguan perencanaan motorik, sehingga banyak yang mengikuti terapi sensori-motorik atau fisiologi..

1) Menugaskan Tim Kurikulum untuk menyusun pengembangan inovasi kurikulum dengan adaptasi model implementasi MBKM bersama Program Studi. 2) Menyiapkan fasilitasi daftar mata

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa akan pentingnya berwirausaha dan mendorong tumbuhnya jiwa kewirausahaan (entrepreneurial Mindset) pada

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan serat tangkai lada sebanyak 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dan 2,5% pada campuran beton mampu meningkatkan: (1)kuat tekan beton,

Artinya pihak pemerintah daerah Desa Wisata Cimande disarankan untuk melakukan strategi progresif dengan mengoptimalkan dan memanfaatkan kekuatan (Strength) internal

Variabel respon yang diamati dalam penelitian ini adalah IPK mahasiswa Sistem Informasi angkatan 2017 STMIK Atma Luhur yang terdiri dari 2 kategori yaitu kategori IPK kurang dari 3

Definisi operasional pada penelitian mengenai penerapan model pencapaian konsep ( concept attainment ) berorientasi berpikir kritis dalam pembelajaran menulis wacana