• Tidak ada hasil yang ditemukan

Syekh Ahmad Syamsuddin Al-Banjari dan Kitab "HIkayat Nur Muhammad" - IDR UIN Antasari Banjarmasin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Syekh Ahmad Syamsuddin Al-Banjari dan Kitab "HIkayat Nur Muhammad" - IDR UIN Antasari Banjarmasin"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

SYEKH AHMAD SYAMSUDDIN AL-BANJARI DAN KITAB “HIKAYAT NUR MUHAMMAD”

Zulfa Jamalie IAIN Antasari, Jl. A. Yani Km 4.5 Banjarmasin e-mail: zuljamalie@gmail.com

___________________________________________________________________________

PENDAHULUAN

(2)

merupakan karya tulis klasik ulama Banjar, yakni Syekh Ahmad Syamsuddin al-Banjari (1618-1680 M). Seiring dengan keberadaan kitab dimaksud, mestinya secara ilmiah terdapat deskripsi yang jelas berkenaan dengan pola pemikiran, sejarah perkembangan, dan kajian-kajian Islam di Kalimantan Selatan (Banjarmasin) sebagai salah satu lokus penting lahirnya karya tulis keagamaan pada abad ke 17, 18, 19 M dan seterusnya di samping daerah Aceh, Palembang, dan Banten. Banjarmasin menjadi referensi penting untuk memahami perkembangan kajian keIslaman dimaksud di Indonesia. Namun, keterbatasan data, usaha kodifikasi yang tidak maksimal, dan minimnya kajian-kajian penting terhadap lektur keagamaan di daerah ini mengakibatkan kurangnya informasi-informasi penting dimaksud. Atau pula, kajian-kajian tersebut tidak dilakukan secara intensif pada masalah tradisi keilmuan masyarakatnya. Karena itu, kajian terhadap Kitab Hikayat Nur Muhammad yang dihasilkan pada abad ke-17 M ini diharapkan menjadi kontribusi nyata terhadap pemahaman sejarah perkembangan pemikiran Islam di Banjarmasin dan kajian serupa berikutnya.

KAJIAN PUSTAKA

A. Islam di Banjarmasin

Banjarmasin memiliki posisi strategis dalam perkembangan kajian-kajian ilmu keIslaman (Islamic Studies); karena menjadi salah satu kawasan yang pernah menjadi pusat studi Islam dan menyumbangkan karya-karya keagamaan dan sastra (klasik), selain daerah Palembang, Aceh, atau Banten (Steenbrink, 1985). Walaupun, berbanding daerah lain, Islam masuk ke wilayah ini lebih belakangan, namun sumbangan produktivitas ulamanya cukup diperhitungkan. Catatan paling tua menyatakan bahwa Islam masuk ke Banjarmasin tahun 1295 M melalui dua jalur. Pertama melalui Gujarat, Tumasik, Malaka, dan Singapura dibawa oleh para pedagang Arab. Kedua melalui daratan China oleh pedagang China Muslim dan ahli kebudayaan (Artum Artha, 1973). Namun demikian, Islamisasi di wilayah Banjar terjadi secara luas dan intensif baru dilakukan seiring dengan berdirinya Kerajaan Islam Banjar oleh Sultan Suriansyah pada 24 September 1526.

B. ‘Nur Muhammad’ di Nusantara

Ketertarikan dan perhatian yang besar terhadap perbincangan mengenai Nur Muhammad oleh ulama Nusantara setidaknya bisa dibutiri dari tiga hal berikut:

Pertama, terlihat dari banyaknya salinan yang beredar pada masa itu berkenaan dengan ‘Nur Muhammad’; sekurang-kurangnya terdapat tujuh versi Hikayat Nur Muhammad. (Ali Ahmad, 2005). Kedua, apresiasi terhadap konsep Nur Muhammad telah mendorong lahirnya karya klasik ulama Nusantara yang secara khusus berisikan pembahasan tentang teori ini. Ketiga, di Nusantara, Hikayat Nur Muhammad merupakan teks yang populer sekitar abad ke-14 M. Ini dibuktikan dengan tersebar luasnya kitab yang berjudul Tarjamah Maulid

al-Mustafa bertahun 1351 M (Ali Ahmad, 2005), dan disinggungnya wacana ini dalam kitab Taj

al-Muluk, Qishah al-Anbiya, Bustan al-Salatin, atau Hikayat Muhammad Ali Hanafiah,

kemudian secara khusus dibahas oleh sufi-sufi Nusantara seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin al-Raniry, Muhammad bin Isma’il Daud al-Fatani, Zain‘Abidin Fatani, Nawawi al-Bantani, dan lain-lain.

METODE PENELITIAN

(3)

Filologi memberikan penekanannya pada tekstologi, terutama menyangkut asal usul dan keaslian teks. Melalui penelitian filologi juga akan diungkap makna dan konteks dari teks-teks yang dikajinya. Sedangkan pendekatan sejarah, terutama sejarah sosial dan intelektual digunakan untuk melakukan kontekstualisasi atas naskah yang dikaji.

Pendekatan sejarah sosial dan intelektual dimaksudkan sebagai kajian atau analisis terhadap faktor-faktor sosial dan intelektual yang mempengaruhi terjadinya peristiwa sejarah itu sendiri (Azyumardi Azra, 2002:4). Dengan kata lain, pendekatan sejarah sosial dan intelektual berfungsi untuk mengetahui makna terdalam dari sebuah teks yang dikaji, sehingga teks-teks tersebut dapat dipahami dalam konteksnya yang tepat, sehingga konsep kehidupan dan dunia perasaan sekelompok masyarakat pada kurun waktu tertentu akan terdeskripsikan dengan baik (Hoesein Djajadiningrat, 1983:318).

HASIL PENELITIAN

A. Syekh Syamsuddin al-Banjari (1618-1680 M)

Sepakat para penulis menyatakan bahwa Syekh Syamsuddin al-Banjari adalah penulis kitab Hikayat Nur Muhammad atau Asal Kejadian Nur Muhammad (Winstedt, 1935; Zamzam, 1979; Saleh, 1980; Ahmad, 2005).

Syamsuddin al-Banjari adalah seorang ulama tasawuf yang semasa hidupnya tinggal di ibukota Kerajaan Islam Banjar di Martapura; hidup di masa pemerintahan tiga orang penguasa Kerajaan Islam Banjar, yakni Pangeran Tapasena atau Adipati Halid selaku Mangkubumi Kerajaan (1642-1660), Sultan Amirullah Baguskusuma (1660-1663 dan 1680-1700), dan Pangeran Dipati Anom (1663-1679), serta menjadi penasihat spiritual di Kerajaan Islam Banjar.

Tokoh yang satu ini memang memiliki peran penting dalam kehidupan spiritual kerajaan Islam Banjar; Syekh Syamsuddin adalah peletak dasar paham tasawuf falsafi yang menjadi pilar dan umumnya dianut oleh masyarakat Islam Banjar sebagaimana paham yang berkembang dan dianut masyarakat Islam di Kerajaan Islam Aceh (Asywadie Syukur, 1988).

Syamsuddin al-Banjari tampaknya memiliki hubungan yang erat dengan beberapa ulama dari Aceh, besar kemungkinan, dia sempat mampir dan berguru dengan beberapa ulama besar Aceh ketika itu sebelum berangkat ke Mekkah, mengingat pada masa itu, Aceh adalah transit dan pusat perkembangan ilmu-ilmu keIslaman di Nusantara. Keterkaitan ini boleh dilihat manakala kitab tentang Hikayat Nur Muhammad yang ditulisnya tersebut kemudian dihadiahkan kepada Sultanah Aceh, Seri Ratu Tajul Alam Safiatuddin Syah Johan Berdaulat (Saleh, 1980:30; Ideham dkk, 2003:124), yang memerintah di Kerajaan Aceh pada tahun 1641-1675 M. Seri Ratu Tajul Alam dikenal sebagai seorang Ratu yang loyal terhadap paham atau aliran tasawuf falsafi. Menurut catatan sejarah, Seri Ratu Tajul Alam ini tidak lain adalah puteri dari Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) atau isteri dari Sultan Iskandar Thani (Iskandar Thani Alauddin Mughayat Syah) yang memerintah Kerajaan Aceh sepeninggal mertuanya, sejak tahun 1636-1641 M.

B. Deskripsi Manuskrip Hikayat Nur Muhammad

(4)

Manuskrip Hikayat Nur Muhammad ini terdiri dari satu cerita utama dengan alur lurus. Cerita ini merupakan versi pendek karena naskah ini hanya terdiri dari 11 halaman dan setiap halaman yang berukuran 15 x 20 cm terdiri atas 15 baris. Ceritanya sederhana namun karena pola stereotip yang berlaku di dalam sastra Melayu, maka cerita yang ditulis lebih dari 10 halaman ini menjadi panjang.

Secara ringkas, berkenaan dengan Nur Muhammad, dalam kitab ini diceritakan bahwa Nur Muhammad adalah makhluk awal ciptaan Allah sebelum diciptakannya seluruh alam ini. Nur Muhammad ini mengacu kepada Nabi Muhammad yang telah menjadi nabi sebelum Nabi Adam diciptakan. Artinya hakikat (Nur) Muhammad adalah awal ciptaan, sedang wujud fisiknya berupa Nabi Muhammad Saw sebagai Nabi penutup dan penyempurna Islam. Nur Muhammad telah bersujud kepada Allah selama 50 tahun. Nur Muhammad diserupakan seekor burung yang indah yang digambarkan sebagai para keluarga dekat Nabi dan sahabat Nabi. kepalanya Ali anak Abi Thalib, kedua matanya Hasan dan Husein, lehernya Fatimah az-Zahra, kedua lengannya Abu Bakar as-Shiddiq dan Umar Ibnul-Khattab, ekonya Usman Ibn Affan, dadanya Hamzah Ibn Abu Muthalib, belakangnya Abbas, dan kakinya ‘Aisyah dan Khadijah. Nur Muhammad diperintahkan Allah untuk berenang mengarungi tujuh lautan, yaitu laut ilmu, laut lathif, laut pikir, laut sabar, laut akal, laut rahmat, dan laut cahaya. Setelah berenang selama 70 ribu tahun di lautan tersebut Allah berfirman kepada Nur Muhammad untuk menggerakkan tubuhnya, dari gerakan tubuhnya tersebut kemudian menetes tetesan air. Tetesan air inilah yang kemudian menjadi asal kejadian segala makhluk dan nyawa manusia, seperti para nabi, malaikat, Lauhil mahfudz, qalam, matahari, bulan, angin, nyawa manusia, surga, dan sebagainya.

C. Pengaruh Wacana Nur Muhammad

Dalam kajian tasawuf, wacana tentang Nur Muhammad merupakan salah satu tema pokok yang selalu menarik dibicarakan selain daripada konsep yang serupa dengannya, misalnya Insan Kamil, atau Martabat Tujuh. Itulah sebabnya, perbincangan dan kajian tentang Nur Muhammad (pro maupun kontra) terus berkembang dan dibicarakan oleh para ulama Banjar kontemporer, baik melalui pengajian maupun karya tulis yang mereka hasilkan. Seperti yang tampak dalam pembahasan Kitab Al-Durr al-Nafis, Risalah Tasawuf Abdul Hamid Abulung. Termasuk pula dan telah disinggung dalam pelbagai pengajian agama, misalnya pengajian Guru Sekumpul di Komplek Al-Raudah Sekumpul Martapura. Menurut Guru Sekumpul, pengenalan terhadap hakikat Nur Muhammad inilah maqam atau stasiun yang terakhir dari pencarian akan makrifah kepada Allah, Martabat Nur Muhammad inilah martabat yang paling tinggi, dan pengenalan akan Nur Muhammad inilah yang menjadi ‘kesempurnaan ilmu atau ilmu yang sempurna’.

PENUTUP

(5)

Referensi

Dokumen terkait