• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Proposal Skrips idi. docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Contoh Proposal Skrips idi. docx"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Proposal Analisa Hukum

Oleh:

Kamal Abu Hasan

12.11.0105;

Fakultas Hukum

(2)

IMPLEMENTASI UU TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PARA PEJABAT NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

P R O P O S A L S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – tugas dan Syarat

Guna Menyelesaikan Tingkat Sarjana Lengkap

Dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Merdeka Madiun

OLEH :

NPM :

Disetujui dan disahkan oleh :

Pembimbing I

SH. M.Hum .

Pembimbing II

, S.H., M.H.

Mengetahui

Dekan

(3)

SISTEMATIKA USULAN PENELITIAN PROPOSAL mempunyai arti yang sangat penting dalam aspek kehidupan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam hubunganya dengan manusia yang lain.

Hukum merupakan sarana untuk mengatur masyarakat sebagai sarana kontrol sosial, maka hukum bertugas untuk menjaga agar masyarakat dapat tetap berada dalam pola-pola tingkah laku yang diterima olehnya. Didalam peranannya yang demikian ini hukum hanya mempertahankan saja apa yang telah terjadi sesuatu yang tetap dan diterima dalam masyarakat. Tetapi diluar itu hukum masih dapat menjalankan fungsinya yang lain yaitu dengan tujuan untuk mengadakan perubahan-perubahan di dalam masyarakat.

Hukum bertugas untuk mengatur masyarakat yang dimaksudkan bahwa kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan untuk mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat, Sehingga diharapkan kepentingan-kepentingan-kepentingan-kepentingan yang satu dan yang lain tidak saling barlawanan. Untuk mencapai keadaan ini dapat dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan tersebut.

(4)

Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam teks pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia. Pembahasan mengenai strategi pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar, booming anti korupsi, begitulah tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga dijewantahkan melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).

Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus yang paling anyar yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Perspektif politik selalu mendominasi kasus-kasus hukum di negeri sahabat Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus korupsi besar seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar lainnya akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.

Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan model-model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek tercela ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila tidak ada recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini mempertegas alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya sekedar memenuhi meanstream yang sedang terjadi.

Dimensi politik hukum yang merupakan “kebijakan pemberlakuan” atau “enactment policy”, merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya, untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi seperti ini dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek korupsi melalui kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi hasil analisis Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang Pasar Modal, Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU Perbankan, UU Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank Indonesia, UU Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia Dagang, UU Desain Industri dan banyak UU bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan perundang-undangan tersebut memiliki dimensi kebijakan politik hukum “ kebijakan pemberlakuan”, dan memberikan ruang terhadap terjadinya praktek korupsi.

VI. Pembatasan Masalah dan perumusan masalah 1. Pembatasan Masalah

Dengan mengingat keterbatasan pemikiran serta waktu yang penulis miliki, maka dalam skripsi ini penulis akan membatasi pada masalah implementasi UU korupsi terhadap para pejabat negara.

2.Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah maka penulis dapat merumuskan masalah mengenai :

a. Bagaimana terselenggaranya suatu keadilan terhadap kasus korupsi di indonesia ?

(5)

VII. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan penelitian ini antara lain yaitu dikemukakan sebagai berikut : memberikan gambaran mengenai terselenggaranya suatu keadilan terhadap kasus korupsi

b. Pelaksanaan penelitian hendaknya dapat membantu mengetahui hambatan-hambatan atau permasalahan-permasalahan yang timbul terhadap ketertarikan masayarakat terhadap penindakan kasus korupsi yang dilakukan pejabat negara.

. c. Untuk memenuhi syarat dalam menempuh ujian akhir guna memperoleh gelar sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Pekalongan.

VIII. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian korupsi

Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator –yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.

Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi pertumbuhan sosial-ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.

(6)

berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.

2. Pengertian Pejabat

Pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara yang ditentukan oleh Undang-undang.

Pejabat Negara terdiri dari atas :

a. Presiden dan Wakil Presiden.

b. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

c. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan.

d. Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda, dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua Badan Peradilan.

e. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Pertimbangan Agung.

f. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan.

g. Menteri dan jabatan yang setingkat Menteri.

h. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar

Luar Biasa dan Berkuasa Penuh.

i. Gubernur dan Wakil Gubernur.

j. Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota.

k. Pejabat Negara laninya yang ditentukan oleh Undang- undang

Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi Pejabat Negara tanpa kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.

Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara tertentu tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.

Pegawai Negeri yang diangkat menjadi Pejabat Negara setelah selesai menjalankan

tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya.

Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pejabat Negara adalah berdasarkan PMK nomor 262/PMK.03/2010

3. Korupsi di Kalangan Pejabat Negara

(7)

yang membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak sadar, karena praktek itulah, investor menahan diri untuk masuk ke daerahnya dan memilih daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan sedikit praktek korup. Akibat itu semua, kemiskinan meningkat karena lapangan pekerjaan menyempit dan pembangunan ekonomi di daerah terhambat. Boro-boro memacu PAD. Terdapat beberapa bobot yang menentukan daya saing investasi daerah. Pertama, faktor kelembagaan. Kedua, faktor infrastruktur. Ketiga, faktor sosial – politik. Keempat, faktor ekonomi daerah. Kelima, faktor ketenagakerjaan. Hasil penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun 2002 faktor kelembagaan, dalam hal ini pemerintah daerah sebagi faktor penghambat terbesar bagi investasi hal ini berarti birokrasi menjadi faktor penghambat utama bagi investasi yang menyebabkan munculnya high cost economy yang berarti praktek korupsi melalui pungutan-pungutan liar dan dana pelicin marak pada awal pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah tersebut. Dan jelas ini menghambat tumbuhnya kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan di daerah karena korupsi di birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama tersebut berubah. Kondisi sosial-politik dominan menjadi hambatan bagi tumbuhnya investasi di daerah.

Pada tahun 2005 banyak daerah melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung yang menyebabkan instabilisasi politik di daerah yang membuat enggan para investor untuk menanamkan modalnya di daerah. Dalam situasi politik seperti ini, investor lokal memilih menanamkan modalnya pada ekspektasi politik dengan membantu pendanaan kampanye calon-calon kepala daerah tertentu, dengan harapan akan memperoleh kemenangan dan memperoleh proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus pembangunan ekonomi, justru hanya akan memperbesar pengeluaran pemerintah (government expenditure) karena para investor hanya mengerjakan proyek-proyek pemerintah tanpa menciptakan output baru diluar pengeluaran pemerintah (biaya aparatur negara). Bahkan akan berdampak pada investasi diluar pengeluaran pemerintah, karena untuk meningkatkan PAD-nya mau tidak mau pemerintah daerah harus menggenjot pendapatan dari pajak dan retrebusi melalui berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi penyebab munculnya high cost economy yang melahirkan korupsi tersebut karena didukung oleh birokrasi yang njelimet.

Seharusnya titik tolak pemerintah daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik investasi sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta jangka waktu pengurusan dokumen usaha, serta membersihkan birokrasi dari praktek korupsi. Peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan pasti mengikuti.

4. Penanganan terhadap Kasus Korupsi

(8)

Konstruksi integritas nasional, ibarat Masjidil Aqsha yang suci yang ditopang oleh pilar-pilar peradilan, parlemen, kantor auditor-negara dan swasta, ombudsman, media yang bebas dan masyarakat sipil yang anti korupsi. Diatas bangunan nan suci itu ada pembangunan ekonomi demi mutu kehidupan yang lebih baik, tatanan hukum yang ideal, kesadaran publik dan nilai-nilai moral yang kokoh memayungi integritas nasional dari rongrongan korupsi yang menghambat pembangunan yang paripurna. Kedua, hal yang paling sulit dan fundamental dari semua perlawanan terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political will). Kemauan politik yang dimaksud bukan hanya sekedar kemauan para politisi dan orang-orang yang berkecimpung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu semua. Yakni, kemauan politik yang termanifestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung oleh kecerdasan sosial masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen dan strata sosial. Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun sebagai tangggung jawab untuk mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Biasanya resiko politik merupakan hambatan utama dalam melawan gerusan korupsi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Oleh sebab itu, mengapa kesadaran masyarakat sipil penting?.

Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politisi dan pejabat Negara tergantung dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan sosial-politik dari masyarakat sipil-lah yang memaksa para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat sipil yang cerdas secara sosial-politik akan memilih pimpinan (politisi) dan pejabat Negara yang memiliki integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan kearah pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas secara sosial-politik pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat diawasi sehingga membentuk integritas nasional yang alergi korupsi. Ketika Konstruksi Integritas Nasional berdiri kokoh dengan payung kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan efektif. Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang memadai.masyarakat sipil pula yang memberi ruang dan menciptakan ruang pembangunan ekonomi yang potensial. Masyarakat melalui para investor akan memutuskan melakukan investasi yang sebesar-besarnya karena hambatan ketidakpastian telah hilang oleh bangunan integritas nasional yang kokoh. Jumlah output barang dan jasa terus meningkat karena kondusifnya iklim investasi di Indonesia, karena kerikil-kerikil kelembagaan birokrasi yang njelimet dan korup telah diminimalisir, kondisi politik stabil dan terkendali oleh tingginya tingkat kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil.

Para investor mampu membuat prediksi ekonomi dengan ekspektasi keuntungan tinggi. Sehingga dengan begitu pembangunan ekonomi akan memberikan dampak langsung pada pengurangan jumlah pengangguran dan masyarakat miskin, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) masing-masing daerah, peningkatan GDP dan pemerintah akan mampu membangun sisten jaminan sosial warganya melalui peningkatan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan yang memberikan dampak langsung pada peningkatan kecerdasan masyarakat sipil.

(9)

5. Penegakan Kasus Tindak Pidana Korupsi

Permasalahan penegakan hukum akhir-akhir ini menjadi perhatian masyarakat luas yang mulai menunjukkan sikap prihatin karena penegakan hukum yang terjadi selama ini belum memberikan arah penegakan hukum yang benar sesuai dengan harapan masyarakat dalam penyelenggaraan Negara hukum Indonesia.

Masyarakat telah sepakata meletakkan dasar reformasi pada tiga pilar, yaitu pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang ketiganya bertumpu kepada hukum dan penegakan hukum. Reformasi di bidang hukum dimulai dengan melakukan perubahan atau amandemen Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD RI 1945) dan dilanjutkan dengan serangkaian perubahan undang-undang yang berkaitan dengan penyelenggaraan demokrasi dan undang-undang yang esensinya melanjutkan sikap yang anti KKN dalam lapangan hukum administrasi dan hukum pidana.

Dalam perjalannya selama kurang lebih 13 tahun, reformasi di bidang hukum dan penegakan hukum menunjukkan indikasi yang tidak menggembirakan yang ditandai dengan kecemasan masyarakat terhadap praktek penegakan hukum, terutama ditujukan kepada tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam penyelenggaraan Negara.

Pada dua sektor yang terakhir ini (tindak pidana korupsi dan tindak pidana dalam penyelenggaraan Negara) dalam perkembangannya menunjukkan gelagat yang tidak menggembirakan dan masyarakat mulai curiga dan meulai tidak percaya karena ada dugaan terjadinya permainan politik dalam praktek penegakan hukum. Permainan politik ini tidak dama dengan intervensi politik terhadap aparat penegak hukum, tetapi lebih jauh lagi terjadi konspirasi antara pemegang kendali politik/kekuasaan, pembentuk hukum dan dengan aparat penegak hukum dan hakim.

(10)

IX. Daftar Pustaka Sementara

Bahan Bacaan Akhiar Salmi, Paper 2006, “Memahami UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, MPKP, FE,UI.

Harian Kompas, 13 juni 2006,

Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, “ Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di Indonesia”, MPKP, FE.UI.

Mubaryanto, Artikel, “ Keberpihakan dan Keadilan”, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004 Jeremy Pope,” Confronting Corruption: The Element of National Integrity System”, Transparency International, 2000.

Robert A Simanjutak,” Implementasi Desentralisasi Fiskal:Problema, Prospek, dan Kebijakan”, LPEM UI, 2003

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

(11)

X. Metodologi Penelitian 1. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif (legal research). Penelitian ini disebut juga penelitian doktrinal yang memakai peraturan perundang-undagan yang berlaku, teori-teori hukum serta pandapat para sarjana dan ahli hukum sebagai alat analisa. Metode yang demikian dipergunakan mengingat pada permasalahan yang akan diteliti adalah mengenai hukum positif, apakah suatu hukum dapat diterapkan terhadap suatu keadaan sudah ada.

2. Spesifikasi Penelitian

Penelitian pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Suatu penelitian mungkin dilakukan hanya sampai taraf deskriptif.

Penelitian ini penulis gunakan dengan maksud agar tidak berhenti pada taraf melukiskan saja akan tetapi dengan keyakinan-keyakinan tertentu mengambil kesimpulan-kesimpulan umum dari bahan-bahan mengenai objek permasalahanya.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Metode Pengumpulan Data Primer ( Data Lapangan)

Yang dimaksud dengan pengumpulan data primer adalah dengan mengadakan penelitian lapangan langsung pada objeknya.

1). Observasi

Dimana dalam penelitian ini penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap sampel yang bersangkutan untuk memperoleh data yang cukup valid.

Cara ini digunakan untuk memperoleh data-data sekunder, mencari teori dari pandangan-pandangan yang bekaitan dengan pokok masalah atau untuk memperoleh landasan teoritis yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

2).Studi Dokumentasi

Dalam studi dokumentasi ini penulis melakukan pencatatan data yang berhubungan dengan berbagai peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pokok permasalahan dalam penelitian. 4. Metode Penyajian Data

Data yang dikumpulkan melalui kegiatan pengumpulan data belum memberikan arti bagi tujuan penelitian. Penelitian belum dapat menarik kesimpulan bagi tujuan penelitianya, sebab data-data yang dibutuhkan masih merupakan data mentah sehingga diperlukan usaha untuk mengolahnya.

(12)

5. MetodeAnalisa Data

(13)

XI. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

a. Tahapan Penyusunan Proposal : 20 hari

b. Pengumpulan Data : 25 hari

c. Analisa Data : 25 hari

d. Penyusunan Laporan Sementara : 20 hari

e. Review dan Perbaikan : 15 hari

f. Penyusunan Laporan Akhir : 25 hari

g. Perbanyakan Laporan : 10 hari

150 hari

Madiun, 26 Juni 2015

NPM :

Dosen Pembimbing I

, SH.,MHum

Dosen Pembimbing II

(14)

DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL………. i

HALAMAN PENGESAHAN………. ii

HALAMAN MOTTO………. … iii

HALAMAN PERSEMBHAN……….. iv

KATA PENGANTAR……….. v

DAFTAR ISI………. vi

BAB I : PENDAHULUAN………

A. Alasan Pemilihan Judul………

B. Pembatasan Masalah………

C. Perumusan Masalah……….

D. Tujuan Penelitian……….

E. Kegunaan Penelitian………

F. Sistematika Skripsi………...

BAB I I : TINJAUAN PUSTAKA……….

A. Pengertian

1. korupsi……….

2. pejabat………..

3. Demokrasi yang korup………

4. korupsi yang dilandasi oleh kepentingan ………..

B. Implementasi Penegakan Pidana Korupsi ………..

BAB III : METODE PENELITIAN………..

A. Metode pendekatan………..

B. Spesifikasi Penelitian………

C. Metode Pengumpulan Data……….

D. Metode Penyajian dan Analisa Data……….

BAB IV : PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA………..

A. Hak Dan kewajiban Para Koruptor………..

(15)

C. Analisa Dari Hasil Penelitian Penyelesaian Masalah Implementasi Penegakan

Pidana korupsi………

BAB V : PENUTUP………

A. Kesimpulan………

B. Saran-Saran………..

Daftar Pustaka

Referensi

Dokumen terkait