2
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan disimulasikan pada jaringan distribusi 20 kV dari Gardu Induk Tele yang terhubung dengan PLTMH Aek Silang dan PLTMH Aek Sibundong. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 (dua) bulan.
3.2 Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah data dari jaringan distribusi 20 kV dari Gardu Induk Tele yang terhubung dengan PLTMH Aek Silang dan PLTMH Aek Sibundong. Peralatan yang akan digunakan untuk simulasi stability transient adalah software ETAP 12.6.0.
3.3 Pelaksanaan Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian dilakukan langkah – langkah sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data
Melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian, yang meliputi:
a. Data generator. b. Data beban.
c. Data impedansi saluran. 2. Membuat One-line diagram
3. Memasukkan Data
Data-data yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah dan dimasukkan untuk simulasi stabilitas transien. Data-data yang dibutuhkan tersebut telah diuraikan pada poin ”pengumpulan data” di atas.
4. Menentukan Skenario Gangguan
Skenario gangguan ini dibuat untuk menandakan adanya kemungkinan gangguan yang terjadi di sistem distribusi. Adapun skenario gangguan yang dibuat yaitu : terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong.
d. Pelepasan beban pada wilayah beban paling besar dengan kondisi terhubung DG Aek Silang.
e. Pelepasan beban pada wilayah beban paling besar dengan kondisi terhubung DG Aek Sibundong.
f. Pelepasan beban pada wilayah beban paling besar dengan kondisi terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong.
4. Menjalankan Simulasi
Skenario ganggguan tersebut di masukkan melalui pilihan study case editor bagian event pada Transient Stability Analysis. Simulasi akan berhenti setelah terlihat ada hasil data yang menunjukkan perubahan data setiap detik.
5. Melakukan Analisis Grafik dan Data Stabilitas Transien
6. Menarik Kesimpulan
Dari hasil analisis tersebut diperoleh kesimpulan nilai – nilai kestabilan sistem dan waktu lamanya berosilasi untuk kembali mencapai kestabilan.
3.4 Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
a. Perubahan besar sudut rotor pada DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong di sistem distribusi listrik berdasarkan grafik.
b. Perubahan besar tegangan pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong di sistem distribusi listrik berdasarkan grafik.
c. Perubahan besar frekuensi pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong di sistem distribusi listrik berdasarkan grafik.
3.5 Prosedur Penelitian
Mulai
Masukkan Data
Pembangkit, Saluran, dan Beban ke Dalam SLD Etap
Pengambilan data Pembangkit, Impedansi
Saluran, dan Beban
Membuat SLD (single line diagram) di Etap
Selesai Simulasi Berhasil Proses Simulasi
Kesimpulan
Tidak
Ya
Analisis Grafik dan Data Hasil Simulasi Pengaturan Skenario
Gangguan Transien ke Dalam SLD Etap
3
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berikut adalah hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh adanya PLTMH Aek Silang dan PLTMH Aek Sibundong terhadap sistem distribusi listrik pada Penyulang TL 2 GI TELE. PLTMH Aek Silang dan PLTMH aek sibundong mempunyai kapasitas daya keluaran yang sama yaitu 750 kW. Jumlah beban keseluruhan yang disimulasikan adalah 3121,73 kVA. Single line diagram jaringan tegangan menengah PT.PLN (Persero) Rayon Dolok Sanggul (Lampiran A.5) yang beroperasi saat ini disimulasikan mengunakan perangkat lunak ETAP 12.6.0 (Lampiran A.6) dengan 6 skenario gangguan kondisi sistem distribusi listrik yang terdapat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Skenario kondisi sistem distribusi listrik
Nama Skenario Kondisi Sistem Distribusi Listrik Kondisi 1 Hubung singkat 3 fasa saat terhubung DG Aek Silang Kondisi 2 Hubung singkat 3 fasa saat terhubung DG Aek
Sibundong
Kondisi 3 Hubung singkat 3 fasa saat terhubung DG Aek silang dan DG Aek Sibundong
Kondisi 4 Pelepasan beban saat terhubung DG Aek Silang Kondisi 5 Pelepasan beban saat terhubung DG Aek Sibundong Kondisi 6 Pelepasan beban saat terhubung DG Aek silang dan
DG Aek Sibundong
sistem selama waktu yang ditentukan untuk melihat keadaan osilasi yang terjadi selama gangguan. Hasil yang diperhatikan adalah nilai sudut rotor DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong beserta nilai tegangan dan frekuensi pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong.
4.1 Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa Terhubung DG Aek Silang
Detail aksi gangguan hubung singkat 3 fasa pada salah satu bus beban pada sistem distribusi listrik Penyulang TL 2 GI TELE dengan kondisi terhubung DG Aek Silang ditunjukkan berdasarkan single line diagram simulasi Etap (Lampiran A.6) dan Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Detail aksi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Detik ke Tipe Divais ID Divais Aksi
1 s Bus Bus 233 Hubung singkat 3 Fasa
1,15 s Fuse Fuse 20 Trip
Kondisi sistem distribusi listrik ketika terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa pada salah satu bus beban dengan kondisi terhubung DG Aek Silang diskenariokan mulai terjadi pada t = 1 s. Untuk menanggulangi gangguan hubung singkat 3 fasa sebesar 734 A di bus 233 yang berkelanjutan, fuse disimulasikan mengalami trip pemutusan saluran setelah 150 ms terdeteksi gangguan pada bagian beban yang terkena gangguan hubung singkat 3 fasa. Hasil simulasi stabilitas transien saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang dapat dilihat pada lampiran B.
Gambar 4.1 Grafik sudut rotor DG Aek Silang saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Tabel 4.3 Stabilitas sudut rotor DG Aek Silang saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Generator δ
Awal ( º )
δ Selama Gangguan ( º ) δ Akhir ( º )
t Osilasi (s)
Maks Min
DG Aek
Silang 33,08 34,54 27,97 34,28 16,7
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.3 nilai awal sudut rotor DG Aek Silang adalah 33,08º yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan sudut rotor menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 34,54º dan minimum mencapai 27,97º. Sudut rotor dapat mencapai kestabilan setelah 16,7s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 34,28º.
Gambar 4.2 Grafik tegangan bus DG Aek Silang saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang Tabel 4.4 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Silang saat terjadi
gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Bus V hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan tegangan menurun mencapai 45,19 % kV. Nilai tegangan itu akan tetap berada dibawah standar tegangan yang di izinkan jika gangguan nya terus terjadi tanpa adanya penanggulangan. Untuk itu dilakukan pemutusan saluran pada bus yang terkena hubung singkat 3 fasa agar tegangan sistem kembali normal. Setelah gangguan dihilangkan pada detik 1,15 s, keadaan tegangan mengalami kenaikan langsung mencapai maksimal 96,60 % kV dan mulai kembali stabil selama 15,1 s dengan nilai tegangan 94,79 % kV.
Gambar 4.3 Grafik frekuensi bus DG Aek Silang saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Tabel 4.5 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Silang saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang
Bus f
Awal (Hz)
f Selama Gangguan (Hz) f Akhir (Hz)
t Osilasi (s)
Maks Min
DG Aek
Silang 50 50,03 49,95 50 2,3
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.5, nilai awal frekuensi bus DG Aek Silang adalah 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,03 Hz dan minimum mencapai 49,95 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah mengalami osilasi selama 2,3 s.
4.2 Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Hubung Singkat 3 Fasa Terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.6 Detail aksi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong
Detik ke Tipe Divais ID Divais Aksi
1 s Bus Bus 233 Hubung singkat 3 Fasa
1,15 s Fuse Fuse 20 Trip
Kondisi sistem distribusi listrik ketika terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa pada salah satu bus beban dengan kondisi terhubung DG Aek Sibundong diskenariokan mulai terjadi pada t = 1 s. Untuk menanggulangi gangguan hubung singkat 3 fasa sebesar 725 A di bus 233 yang berkelanjutan, fuse disimulasikan mengalami trip pemutusan saluran setelah 150 ms terdeteksi gangguan pada bagian beban yang terkena gangguan hubung singkat 3 fasa. Hasil simulasi stabilitas transien saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong dapat dilihat pada lampiran C.
Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.4 dan nilai sudut rotor pada DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Stabilitas sudut rotor DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong
Generator δ
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.4 dan Tabel 4.7, nilai awal sudut rotor DG Aek Sibundong adalah 32,31º yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan sudut rotor menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 33,52º dan minimum mencapai 21,57º. Sudut rotor dapat mencapai kestabilan setelah 14,7 s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 33,26º.
Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan nilai tegangan pada bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.8.
Gambar 4.5 Grafik tegangan bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.8 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.8, nilai awal tegangan bus DG Aek Sibundong adalah 98,45 % kV yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan tegangan menurun mencapai 55,10 % kV. Nilai tegangan itu akan tetap berada dibawah standar tegangan yang di izinkan jika gangguan nya terus terjadi tanpa adanya penanggulangan. Untuk itu dilakukan pemutusan saluran pada bus yang terkena hubung singkat 3 fasa agar tegangan sistem kembali normal. Setelah gangguan dihilangkan pada detik 1,15 s, keadaan tegangan mengalami kenaikan langsung mencapai maksimal 101,61 % kV dan mulai kembali stabil selama 15,8 s dengan nilai tegangan 98,46 % kV.
Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar 4.6 dan nilai frekuensi pada bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.9.
Gambar 4.6 Grafik frekuensi bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.9 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Sibundong
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.6 dan Tabel 4.9, nilai awal frekuensi bus DG Aek Sibundong adalah 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,25 Hz dan minimum mencapai 49,72 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah mengalami osilasi selama 2,1 s.
4.3 Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Hubung Singkat 3 fasa Terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Detail aksi gangguan hubung singkat 3 fasa pada salah satu bus beban pada sistem distribusi listrik Penyulang TL 2 GI TELE dengan kondisi terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong ditunjukkan berdasarkan single line diagram simulasi Etap (Lampiran A.6) dan Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Detail aksi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong Detik ke Tipe Divais ID Divais Aksi
1 s Bus Bus 233 Hubung singkat 3 Fasa
1,15 Fuse Fuse 20 Trip
Kondisi sistem distribusi listrik ketika terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa pada salah satu bus beban dengan kondisi sistem terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong diskenariokan mulai terjadi pada detik ke 1 s. Untuk menanggulangi gangguan hubung singkat 3 fasa sebesar 765 A di bus 233 yang berkelanjutan, fuse disimulasikan mengalami trip pemutusan saluran setelah 150 ms terdeteksi gangguan pada bagian beban yang terkena gangguan hubung singkat 3 fasa. Hasil simulasi stabilitas transien saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong dapat dilihat pada lampiran D.
(a)
(b)
Gambar 4.7 Grafik sudut rotor DG Aek Silang (a) dan DG Aek Sibundong (b) saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Tabel 4.11 Stabilitas sudut rotor DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong Generator δ
Awal ( º )
δ Selama Gangguan ( º ) δ Akhir ( º )
t Osilasi (s)
Maks Min
DG Aek
Silang 33,61 34,67 28,06 34,53 11,3
DG Aek
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.7 dan Tabel 4.11, nilai awal sudut rotor DG Aek Silang adalah 33,61º yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan sudut rotor menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 34,67 º dan minimum mencapai 28,06º. Sudut rotor dapat mencapai kestabilan setelah 11,3 s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 34,67º. Sama halnya dengan sudut rotor DG Aek Sibundong mempunyai nilai awal 46,59 º yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan sudut rotor menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 48,33º dan minimum mencapai 37,48º. Sudut rotor dapat mencapai kestabilan setelah 15,5 s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 47,50º.
(a)
(b)
Gambar 4.8 Grafik tegangan bus DG Aek Silang (a) dan bus DG Aek
Tabel 4.12 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Bus V
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.8 dan Tabel 4.12, nilai awal tegangan pada bus DG Aek Silang adalah 97,85 % kV yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan tegangan menurun mencapai 47,92 % kV. Nilai tegangan itu akan tetap berada dibawah standar tegangan yang di izinkan jika gangguan nya terus terjadi tanpa adanya penanggulangan. Untuk itu dilakukan pemutusan saluran pada bus yang terkena hubung singkat 3 fasa agar tegangan sistem kembali normal. Setelah gangguan dihilangkan pada detik 1,15 s, keadaan tegangan mengalami kenaikan langsung mencapai maksimal 100,24 % kV mulai kembali ke keadaan stabil selama 13,3 s dengan nilai tegangan 97,86 % kV. Sama halnya dengan tegangan pada bus DG Aek Sibundong mempunyai nilai awal tegangan 98,34 % kV yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan tegangan menurun mencapai 53,49 % kV. Setelah gangguan dihilangkan pada detik 1,15 s, keadaan tegangan mengalami kenaikan langsung mencapai maksimal 101,38 % kV mulai kembali ke keadaan stabil selama 14,7 s dengan nilai tegangan 98,35 % kV.
(a)
(b)
Gambar 4.9 Grafik frekuensi bus DG Aek Silang (a) dan bus DG Aek Sibundong (b) saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Tabel 4.13 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Bus f
Awal (Hz)
f Selama Gangguan (Hz) f Akhir (Hz)
t Osilasi (s)
Maks Min
DG Aek
Silang 50 50,09 49,85 50 2
DG Aek
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.9 dan Tabel 4.13, nilai awal frekuensi pada bus DG Aek Silang adalah 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,09 Hz dan minimum mencapai 49,85 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah mengalami osilasi selama 2 s. Sama halnya dengan frekuensi pada bus DG Aek Sibundong mempunyai nilai awal 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan hubung singkat 3 fasa di bus beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,08 Hz dan minimum mencapai 49,81 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah mengalami osilasi selama 2,1 s.
4.4 Perbandingan Kestabilan Sudut Rotor, Tegangan dan Frekuensi Pada Kondisi 1, 2 dan 3
Perbandingan Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.10 dan nilai sudut rotor pada DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong pada Kondisi 1, 2 dan 3 ditunjukkan pada Tabel 4.14.
(b)
(c)
(d)
Tabel 4.14 Perbandingan stabilitas sudut rotor DG Aek Silang Berdasarkan Gambar 4.10 dan Tabel 4.14, nilai sudut rotor pada kondisi 1 yang terhubung DG Aek Silang lebih tinggi daripada kondisi 2 yang terhubung DG Aek Sibundong. Namun kondisi 1 dan 2 ini mempunyai nilai sudut rotor lebih rendah daripada kondisi 3 yang terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong. Kemudian waktu untuk stabil terhubung 2 DG pada kondisi 3 lebih cepat stabil daripada terhubung 1 DG pada kondisi 1 untuk DG Aek Silang dan lebih lama stabil daripada 1 DG pada kondisi 2 untuk DG Aek Sibundong.
Perbandingan Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar 4.11 dan nilai tegangan pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong pada Kondisi 1, 2 dan 3 ditunjukkan pada Tabel 4.15.
(b)
(c)
(d)
Tabel 4.15 Perbandingan stabilitas tegangan bus DG Aek Silang DG Aek Sibundong. Pada kondisi 3 yang terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong mempunyai nilai tegangan lebih tinggi daripada kondisi 1untuk DG Aek Silang dan lebih rendah daripada kondisi 2 untuk DG Aek Sibundong. Kemudian waktu untuk stabil terhubung 2 DG pada kondisi 3 lebih cepat stabil daripada terhubung 1 DG pada kondisi 1 untuk DG Aek Silang dan pada kondisi 2 untuk DG Aek Sibundong.
Perbandingan Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar 4.12 dan nilai frekuensi pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong pada Kondisi 1, 2 dan 3 ditunjukkan pada Tabel 4.16.
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.12 Grafik frekuensi bus DG Aek Silang dan bus
Tabel 4.16 Perbandingan stabilitas frekuensi bus DG Aek Silang yang terhubung DG Aek Silang sama dengan kondisi 2 yang terhubung DG Aek Sibundong dan kondisi 3 yang terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong Kemudian waktu untuk stabil terhubung 2 DG pada kondisi 3 lebih cepat stabil daripada terhubung 1 DG pada kondisi 1 untuk DG Aek Silang dan pada kondisi 2 untuk DG Aek Sibundong.
4.5 Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Pelepasan Beban Terhubung DG Aek Silang
Detail aksi gangguan pelepasan beban pada sistem distribusi listrik Penyulang TL 2 GI TELE dengan kondisi terhubung DG Aek Silang ditunjukkan berdasarkan single line diagram simulasi Etap (Lampiran A.6) dan Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Detail aksi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Detik ke Tipe Divais ID Divais Aksi
1 s Circuit Breaker CB 8 Buka
Circuit Breaker CB 8 pada Bus 94 GH Dolok Sanggul menjadi terbuka. Hasil simulasi stabilitas transien saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek Silang dapat dilihat pada lampiran E.
Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.13 dan nilai sudut rotor pada DG Aek Silang saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek Silang akan ditunjukkan pada Tabel 4.18.
Gambar 4.13 Grafik sudut rotor DG Aek Silang saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Tabel 4.18 Stabilitas sudut rotor DG Aek Silang saat terjadi
gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Generator δ
Awal ( º )
δ Selama Gangguan ( º ) δ Akhir ( º )
t Osilasi (s)
Maks Min
DG Aek
Silang 33,08 84,91 72,87 75,96 23,5
Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar 4.14 dan nilai tegangan pada bus DG Aek Silang saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek Silang akan ditunjukkan pada Tabel 4.19.
Gambar 4.14 Grafik tegangan bus DG Aek Silang saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Tabel 4.19 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Silang saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Bus V
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.14 dan Tabel 4.19, nilai awal tegangan bus DG Aek Silang adalah 94,77 % kV yang kemudian mengalami gangguan pelapasan beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan tegangan menaik mencapai 101,57 % kV. Nilai tegangan itu kemudian mengalami osilasi penurunan mencapai 94,01 % kV dan kembali stabil setelah 23,5 s dari terjadinya gangguan dengan tegangan stabil sebesar 95,11 % kV.
Gambar 4.15 Grafik frekuensi bus DG Aek Silang saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Tabel 4.20 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Silang saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang
Bus f
Awal (Hz)
f Selama Gangguan (Hz) f Akhir (Hz)
t Osilasi (s)
Maks Min
DG Aek
Silang 50 50,10 49,97 50 6,3
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.15 dan Tabel 4.20, nilai awal frekuensi bus DG Aek Silang adalah 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan pelepasan beban detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,10 Hz dan minimum mencapai 49,97 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah mengalami osilasi selama 6,3 s.
4.6 Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Pelepasan Beban Terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.21 Detail aksi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Detik ke Tipe Divais ID Divais Aksi
1 s Circuit Breaker CB 8 Buka
Kondisi sistem distribusi listrik ketika terjadi gangguan pelepasan beban dengan kondisi sistem terhubung DG Aek Silang diskenariokan mulai terjadi pada detik ke 1 s. Pelepasan beban terjadi pada beban yang jumlahnya paling besar yaitu 1653,1 kVA pada sistem distribusi listrik yang mengakibatkan pengaman Circuit Breaker CB 8 pada Bus 94 GH Dolok Sanggul menjadi terbuka. Hasil simulasi stabilitas transien saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong dapat dilihat pada lampiran F.
Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.16 dan nilai sudut rotor pada DG Aek Sibundong saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.22.
Gambar 4.16 Grafik sudut rotor DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.22 Stabilitas sudut rotor DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.16 dan Tabel 4.22, nilai awal sudut rotor DG Aek Sibundong adalah 32,31º yang kemudian mengalami gangguan pelepasan beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan sudut rotor menjadi berosilasi mengalami kenaikan perlahan hingga maksimum 63,69º. Kemudian keadaan sudut rotor mulai menurun sampai 59,32º dan kembali stabil setelah 23,2 s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 59,93º.
Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar 4.17 dan nilai tegangan pada bus DG Aek Sibundong saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.23.
Gambar 4.17 Grafik tegangan bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.23 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Bus V
penurunan mencapai 98,00 % kV dan kembali stabil setelah 22 s dari terjadinya gangguan dengan tegangan stabil sebesar 98,77 % kV.
Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar 4.18 dan nilai frekuensi pada bus DG Aek Sibundong saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.24.
Gambar 4.18 Grafik frekuensi bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Tabel 4.24 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Sibundong
Bus f
Awal (Hz)
f Selama Gangguan (Hz) f Akhir (Hz)
t Osilasi (s)
Maks Min
DG Aek
Sibundong 50 50,10 49,96 50 4,6
4.7 Kondisi Sistem Distribusi Listrik Saat Terjadi Gangguan Pelepasan Beban Terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Detail aksi gangguan pelepasan beban pada sistem distribusi listrik Penyulang TL 2 GI TELE dengan kondisi terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong ditunjukkan berdasarkan single line diagram simulasi Etap (Lampiran A.6) dan Tabel 4.25.
Tabel 4.25 Detail aksi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong Detik ke Tipe Divais ID Divais Aksi
1 s Circuit Breaker CB 8 Buka
Kondisi sistem distribusi listrik ketika terjadi gangguan pelepasan beban dengan kondisi sistem terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong diskenariokan mulai terjadi pada detik ke 1 s. Pelepasan beban terjadi pada beban yang jumlahnya paling besar yaitu 1653,1 kVA pada sistem distribusi listrik yang dapat mengakibatkan pengaman Circuit Breaker CB 8 pada Bus 94 GH Dolok Sanggul menjadi terbuka. Hasil simulasi stabilitas transien saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong dapat dilihat pada lampiran G.
Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.19 dan nilai sudut rotor pada DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.26.
(b)
Gambar 4.19 Grafik sudut rotor DG Aek Silang (a) dan DG Aek Sibundong (b) saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Tabel 4.26 Stabilitas sudut rotor DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
perlahan hingga maksimum 77,39º. Kemudian keadaan sudut rotor mulai menurun sampai 69,27º dan kembali stabil setelah 22,4 s dari terjadinya gangguan dengan nilai sudut rotor 71,01º.
Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar 4.20 dan nilai tegangan pada bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong saat terjadi pelepasan beban terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong akan ditunjukkan pada Tabel 4.27.
(a)
(b)
Tabel 4.27 Stabilitas tegangan Bus DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Bus V
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.20 dan Tabel 2.27, nilai awal tegangan bus DG Aek Silang adalah 97,85 % kV yang kemudian mengalami gangguan pelapasan beban pada detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan tegangan menaik mencapai 103,79 % kV. Nilai tegangan itu kemudian mengalami osilasi Nilai tegangan itu kemudian mengalami osilasi penurunan mencapai 97,30 % kV dan kembali stabil setelah 21,7 s dari terjadinya gangguan dengan tegangan stabil sebesar 98,51 % kV.
(a)
(b)
Gambar 4.21 Grafik frekuensi bus DG Aek Silang (a) dan bus DG Aek Sibundong (b) saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Tabel 4.28 Stabilitas frekuensi Bus DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong saat terjadi gangguan pelepasan beban terhubung
DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong
Bus f
Awal (Hz)
f Selama Gangguan (Hz) f Akhir (Hz)
t Osilasi (s)
Maks Min
DG Aek
Silang 50 50,10 49,97 50 4,6
DG Aek
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.21 dan Tabel 4.28, nilai awal frekuensi bus DG Aek Silang adalah 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan pelepasan beban detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,10 Hz dan minimum mencapai 49,97 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah mengalami osilasi selama 4,6 s. Sama halnya dengan frekuensi bus DG Aek Sibundong mempunyai nilai awal 50 Hz yang kemudian mengalami gangguan pelepasan beban detik ke 1s. Gangguan tersebut membuat keadaan frekuensi menjadi berosilasi dengan keadaan maksimum mencapai 50,10 Hz dan minimum mencapai 49,97 Hz. Keadaan frekuensi mulai kembali stabil pada 50 Hz setelah mengalami osilasi selama 4,2 s.
4.8 Perbandingan Kestabilan Sudut Rotor, Tegangan dan Frekuensi Pada Kondisi 4, 5 dan 6
Perbandingan Grafik kestabilan sudut rotor akan ditunjukkan pada Gambar 4.22 dan nilai sudut rotor DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong pada Kondisi 4, 5 dan 6 ditunjukkan pada Tabel 4.29.
(b)
(c)
(d)
Tabel 4.29 Perbandingan stabilitas Sudut Rotor DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong pada kondisi 4, 5, dan 6 Kondisi Generator δ Berdasarkan Gambar 4.22 dan Tabel 4.49, nilai sudut rotor pada kondisi 4 yang terhubung DG Aek Silang lebih tinggi daripada kondisi 5 yang terhubung DG Aek Sibundong. Pada kondisi 6 yang terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong mempunyai nilai sudut rotor lebih tinggi daripada kondisi 4 untuk DG Aek Silang dan kondisi 5 untuk DG Aek Sibundong. Kemudian waktu untuk stabil terhubung 2 DG pada kondisi 6 lebih cepat stabil daripada terhubung 1 DG pada kondisi 4 untuk DG Aek Silang dan pada kondisi 5 untuk DG Aek Sibundong.
Perbandingan Grafik kestabilan tegangan akan ditunjukkan pada Gambar 4.23 dan nilai tegangan bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong pada Kondisi 4, 5 dan 6 ditunjukkan pada Tabel 4.30.
(b)
(c)
(d)
Tabel 4.30 Perbandingan stabilitas tegangan bus DG Aek Silang DG Aek Sibundong. Pada kondisi 6 yang terhubung DG Aek Silang dan DG Aek Sibundong mempunyai nilai tegangan lebih tinggi daripada kondisi 4 untuk DG Aek Silang dan lebih rendah daripada kondisi 5 untuk DG Aek Sibundong. Kemudian waktu untuk stabil terhubung 2 DG pada kondisi 6 lebih cepat stabil daripada terhubung 1 DG pada kondisi 4 untuk DG Aek Silang dan pada kondisi 5 untuk DG Aek Sibundong.
Perbandingan Grafik kestabilan frekuensi akan ditunjukkan pada Gambar 4.24 dan nilai frekuensi bus DG Aek Silang dan bus DG Aek Sibundong pada Kondisi 4, 5 dan 6 ditunjukkan pada Tabel 4.31.
(b)
(c)
(d)
4
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan : 1. Kestabilan sudut rotor, tegangan dan frekuensi saat terhubung DG Aek Silang
setelah terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa masih dapat kembali ke kondisi stabil.
2. Setelah terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa, nilai kestabilan sudut rotor lebih rendah, tegangan lebih tinggi dengan frekuensi tetap dan waktu mencapai kestabilan lebih cepat saat terhubung DG Aek Sibundong dari pada terhubung DG Aek Silang.
3. Setelah terjadi gangguan hubung singkat 3 fasa, nilai kestabilan sudut rotor, tegangan lebih tinggi dengan frekuensi tetap dan waktu mencapai kestabilan lebih cepat saat terhubung DG Aek Silang dan DG Aek sibundong daripada terhubung satu DG.
4. Kestabilan sudut rotor, tegangan dan frekuensi saat terhubung DG Aek Silang setelah terjadi gangguan pelepasan beban masih dapat kembali ke kondisi stabil.
5. Setelah terjadi gangguan pelepasan beban, nilai kestabilan sudut rotor lebih rendah, tegangan lebih tinggi dengan frekuensi tetap dan waktu mencapai kestabilan lebih cepat saat terhubung DG Aek Sibundong dari pada terhubung DG Aek Silang.
5.2 Saran
Saran penulis adalah agar tugas akhir ini dapat dikembangkan lagi kedepannya dengan :
1. Penelitian kestabilan transien untuk sistem distribusi listrik terhubung lebih dari dua DG.