• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI S3 KESEHATAN MASYARAKAT PA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROGRAM STUDI S3 KESEHATAN MASYARAKAT PA"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM STUDI S3 KESEHATAN MASYARAKAT

PASCA SARJANA UNIVERSITAS ANDALAS

MODUL

(2)

PENGANTAR ANALISIS DATA

1. Pendahuluan

Setelah kita selesai melakukan pengolahan data, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Data mentah (raw data) yang sudah susah payah kita kumpulkan tidak akan ada artinya jika tidak dianalisis. Analisis data merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu penelitian, karena dengan analisislah data dapat mempunyai arti/makna yang dapat berguna untuk memecahkan masalah penelitian.

Analisis mempunyai posisi strategis dalam suatu penelitian. Namun perlu dimengerti bahwa dengan melakukan analisis tidak dengan sendirinya dapat langsung memberi jawaban penelitian, untuk itu perlu diketahui bagaimana menginterpretasi hasil penelitian tersebut. Menginterpretasi berarti kita menjelaskan hasil analisis guna memperoleh makna/arti.

Interpretasi mempunyai dua bentuk, yaitu arti sempit dan arti luas. Interpretasi dalam arti sempit (deskriptif) yaitu interpretasi data dilakukan hanya sebatas pada masalah penelitian yang diteliti berdasarkan data yang dikumpulkan dan diolah untuk keperluan penelitian tersebut. Sedangkan interpretasi dalam arti luas (analitik) yaitu interpretasi guna mencari makna data hasil penelitian dengan jalan tidak hanya menjelaskan/menganalisis data hasil penelitian tersebut, tetapi juga melakukan inferensi (generalisasi) dari data yang diperoleh dengan teori-teori yang relevan dengan hasil-hasil penelitian tersebut.

Pada umumnya analisis data bertujuan untuk:

a. Memperoleh gambaran/deskripsi masing-masing variabel

b. Membandingkan dan menguji teori atau konsep dengan informasi yang ditemukan c. Menemukan adanya konsepbaru dari data yang dikumpulkan

d. Mencari penjelasan apakah konsep baru yang diuji berlaku umum atau hanya berlaku pada kondisi tertentu

Seberapa jauh analisis suatu penelitian akan dilakukan tergantung dari: a. Jenis penelitian

b. Jenis sampel c. Jenis data/variabel

(3)

a. Jenis Penelitian

Jika ingin mengeahui bagaimana pada umumnya (secara rata-rata) pendapat masyarakat akan suatu hal tertentu, maka pengumpulan data dilakukan dengan survei. Dari kasus ini maka dapat dilakukan analisis data dengan pendekatan kuantitatif. Namun bila kita menginginkan untuk mendapatkan pendapat/gambaran yang mendalam tentang suatu fenomena, maka data dapat dikumpulkan dengan fokus grup diskusi atau observasi, maka analisisnya menggunakan pendekatan analisis kualitatif.

b. Jenis Sampel

Analisis sangat tergantung pada jenis sampel yang dibandingkan, apakah kedua sampel independen atau dependen. Misalnya pada penelitian survei yang tidak menggunakan sampel yang sama, dapat digunakan uji statistik yang mengasumsikan sampel yang independen. Misalkan survei untuk mengetahui apakah ada perbedaan berat badan bayi antara bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu perokok dengan bayi-bayi dari ibu yang tidak merokok. Disini berarti kelompok ibu perokok dan kelompok ibu bukan perokok bersifat independen.

Sedangkan untuk penelitian eksperimen yang sifatnya pre dan post (sebelum dan sesudah adanya perlakuan tertentu dilakukan pengukuran) maka uji yang digunakan adalah uji statistik untuk data yang dependen. Misalnya, suatu penelitian ingin mengetahui pengaruh penelitian manajemen terhadap kinerja petugas kesehatan. Pertanyaan penelitiannya “Apakah ada perbedaan kinerja petugas kesehatan antara sebelum dan sesudah mendapatkan pelatihan manajemen?”. Dalam penelitian ini sampel kelompok petugas kesehatan bersifat dependen, karena pada kelompok (orang) yang sama diukur dua kali yaitu pada saat sebelum pelatihan (pre test) dan sesudah dilakukan pelatihan (Post Test).

c. Jenis Data/Variabel

(4)

mengetahui hubungan data katagori dengan data katagori. Sebaliknya untuk mengetahui hubungan numerik dengan numerik digunakan uji korelasi/regresi.

d. Asumsi Kenormalan

Jenis analisis yang akan dilakukan sangat tergantung dari bentuk distribusi datanya. Bila distribusi datanya tidak normal, maka sebaiknya digunakan prosedur uji statitik nonparametrik. Sedangkan bila asumsi kenormalan dapat dipenuhi maka dapat digunakan uji statistik parametrik.

Berikut ini akan dijelaskan langkah-langkah analisis (pendekatan kuantitatif): 1. Analisis Deskriptif (Univariat)

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendiskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nilai mean (rata-rata), median, standard deviasi dan inter kuartil range, minimal maksimal.

2. Analisis Analitik (Bivariat)

Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel dapat diteruskan analisis lebih lanjut. Apabila diinginkan analisis hubungan antar dua variabel, maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Misalnya ingin diketahui hubungan antara berat badan dengan tekanan darah. Untuk mengetahui hubungan dua variabel tersebut biasanya digunakan pengujian statistik. Jenis uji statistik yang digunakan sangat tergantung jenis data/variabel yang dihubungkan.

3. Analisis Multivariat

Merupakan analisis yang menghubungkan antara beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen.

(5)

ANALISIS UNIVARIAT

( DESKTIPTIF)

Tujuan dari analisis ini adalah untuk menjelaskan/mendeskriptifkan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Dalam analisis data kuantitatif kita dihadapkan pada kumpulan data yang besar/banyak yang belum jelas maknanya. Fungsi analisis sebetulnya adalah menyederhanakan atau meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Peringkasan tersebut berupa ukuran-ukuran statistik, tabel dan juga grafik. Secara teknis pada dasarnya analisis merupakan kegiatan meringkas kumpulan data menjadi ukuran tengah dan ukuran variasi. Selanjutnya membandingkan gambaran-gambaran tersebut antara satu kelompok subyek dan kelompok subyek lain, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam analisis.

Berbicara peringkasan data (yang berwujud ukuran tengah dan ukuran variasi) jenis data (apakah numerik atau katagorik) akan sangat menentukan bentuk peringkasan datanya. Berikut akan diuraikan bentuk/cara peringkasan data untuk data numerik dan data katagorik.

1. Peringkasan Data Untuk Data Jenis Numerik

a. Ukuran Tengah

Ukuran tengah merupakan cerminan dari konsentrasi nilai-nilai hasil pengukuran. Berbagai ukuran dikembangkan utnuk mencerminkan ukuran tengah tersebut, dan yang paling sering dipakai adalah mean, median dan mode/modus.

1). Mean

Mean/average adalah ukuran rata-rata yang merupakan hasil dari jumlah semua nilai pengukuran dibagioleh banyaknya pengukuran. Secara sederhana perhitungan nilai mean dapat dituliskan dengan rumus :

Keuntungan nilai mean adalah mudah menghitungnyadan sudah melibatkan seluruh data dalam penghitungannya. Namun kelemahan dari nilai mean adalah sangat dipengaruhi oleh nilai ekstrim, baik ekstrim tinggi maupun rendah. Oleh

(6)

karena itu pada kelompok data yang ada nilai ekstrimnya (sering dikenal dengan ‘distribusi data yang menceng/miring’), Mean tidak dapat mewakili rata-rata kumpulan nilai pengamatan. Sebagai contoh data yang ada nilai ekstrimnya adalah data penghasilan. Apabila mean pendapatan perbulan adalah Rp 10.000.000,- , sebenarnya sebagian besar orang pendapatannya di bawah Rp 10.000.000,- . Mean sebesar Rp 10.000.000,- diperoleh karena tarikan sekelompok kecil orang (misalnya konglomerat) yang pendapatannya sangat tinggi. Dengan demikian penggunaan mean untuk data yang ada nilai ekstrimnya (data yang distribusinya menceng) kurang tepat.

Contoh; ada 5 pasien diukur lama hari rawatnya : 1 hr, 3 hr, 4 hr, 2 hr, 90 hr. Mean = (1+3+4+2+90)/5 = 20 hr.

Dari hasil penghitungan didapatkan rata-rata lama hari rawat 20 hari, hasil ini tentunya tidak dapat mewakili karena secara visual datanya sebagian besar kurang dari 5 hari. Keadaan ini bisa terjadi karena kumpulan data di atas ada nilai ekstrimnya.

2). Median

Median adalah nilai dimana setengah banyaknya pengamatan mempunyai nilai di bawahnya dan setengahnya lagi mempunyai nilai di atasnya. Berbeda dengan nilai mean, penghitungan median hanya mempertimbangkan urutan nilai dasil pengukuran, besar beda antar nilai di abaikan. Karena mengabaikan besar beda, maka median tidak dipengaruhi oleh nilai ekstrim.

Prosedur penghitungan median melalui langkah a). Data diurutkan/di-array dari nilai kecil ke besar b). Hitung posisi median dengan rumus (n+1)/2 c). Hitung nilai mediannya

Contoh ada usia 6 mahasiswa 20 th, 26 th, 24 th, 30 th, 40 th, 36 th Data diurutkan: 20, 24, 26, 30, 36, 40

Posisi = (6+1)/2 = 3,5

Mediannya adalah data yang urutannya ke 3,5 yaitu (26 + 30)/2 = 28

(7)

3). Mode/Modus

Mode adalah nilai pengamatan yang mempunyai frekuensi/jumlah terbanyak. Contoh mode data umur mahasiswa: 18 th, 22 th, 21 th, 20 th, 23th, 20 th. Dari data tersebut berarti mode-nya adalah 20 tahun

Bentuk Distribusi Data

Hubungan nilai mean, median dan mode akan menentukan bentuk distribusi data: - Bila nilai mean, median dan mode sama, maka bentuk distribusi datanya normal - Bila nilai mean > median > mode, maka bentuk distribusi datanya

menceng/miring ke kanan

- Bila nilai mean < median < mode, maka bentuk distribusi datanya menceng/miring ke kiri

b. Ukuran Variasi

Nilai-nilai hasil pengamatan akan cenderung saling berbeda satu sama lain atau dengan kata lain hasil pengamatan akan bervariasi. Untuk mengetahui seberapa jauh data bervariasi digunakan ukuran variasi antara lain range, jarak linier kuartil dan standard deviasi.

1). Range

Range merupakan ukuran variasi yang paling dasar, dihitung dari selisih nilai terbesar dengan nilai terkecil. Kelemahan range adalah dipengaruhi nilai ekstrim. Keuntungan penghitungan dapat dilakukan dengan cepat.

2). Jarak Inter Quartil

Nilai observasi disusun berurutan dari nilai ke cil ke besar, kemudian ditentukan kuartil bawah dan atas. Kuartil merupakan pembagian data menjadi 4 bagian yang dibatasi oleh tiga ukuran kuartil, yaitu kuartil I, kuartil II dan kuartil III.

Kuartil I mencakup 25% data berada di bawahnya dan 75% data berada di atasnya. Kuartil II (median) mencakup 50% data berada di bawahnya dan 50% data berada di atasnya.

(8)

Jarak inter kuartil adalah selisih anatar kuaril III dan kuaril I. Ukuran ini lebih baik dari range, terutama kalau frekuensi pengamatan banyak dan distribusi sangat menyebar.

3). Standard Deviasi

Variasi data yang diukur melalui penyimpangan/deviasi dari nilai-nilai pengamatan terhadap nilai mean-nya. Rata-rata hitung dari kuadrat deviasi terhadap mean disebut varian, yang rumusnya;

Semakin besar nilai varian akan semakin bervariasi, karena satuan varian (kuadrat) yang tidak sama dengan satuan nilai pengamatan, maka dikembangkan suatu ukuran variasi yang mempunyai satuan yang sama dengan satuan pengamatan, yaitu Standard Deviasi.

Standard Deviasi merupakan akar dari varian:

Seperti halnya varian, semakin besar SD semakin besar variasinya. Apabila tidak ada variasi, maka SD=0

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, untuk data numerik digunakan nilai mean (rata-rata), median, standard deviasi dan inter quartil range, minimal dan maksimal. Bila data yang terkumpul tidak menunjukkan adanya nilai ekstrim (distribusi normal), maka perhituungan nilai mean dan standard deviasi merupakan cara analisis univariat yang tepat. Seddangkan bila dijumpai nilai ekstrim 9 distribusi data tidak normal), maka nilai nedian dan inter quartil range (IQR) yang lebih tepat dibandingkan nilai mean.

2. Peringkasan Data Katagorik

Berbeda dengan data numerik, peringkasan, (baik ukuran tengah maupun ukuran variasi) tidak beragam jenisnya. Pada data katagorik peringkasan data hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran persentase atau proporsi. Bila data

Varian = Σ(Xi– X)2 n

(9)

berjenis katagorik, tentunya informasi/peringkasan yang penting disampaikan tidak mungkin/tidak lazim menggunakan ukuran mean atau median. melainkan informasi jumlah dan persentase yang disajikan. Untuk ukuran variasi, pada data katagorik variasi maksimal apabila jumlah antar katagori sama.

Contoh: Kelas A: mahasiswa 50 dan mahasiswi 50 Kelas B: mahasiswa 90 dan mahasiswi 10

Pada kelas A, jenis kelamin mahasiswa bervariasi (heterogen) karena 50% pria dan 50% wanita.

Pada kelas B, jenis kelamin mahasiswa tidak bervariasi (homogen pada pria) karena pria 90% dan wanita hanya 10%.

3. Bentuk Penyajian Data

Bentuk penyajian analisis univariat dapat berupa tabel atau grafik. Namun perlu diingat bahwa kita dianjurkan hanya memilih salah satu, tidak diperkenankan secara sekaligus menggunakan tabel dan juga grafik dalam menyampaikan informasi suatu data/variabel.

Contoh penyajian analisis deskriptif:

a. Data numerik

Tabel 1

Distribusi Umur dan Lama Hari Rawat pasien Rumah sakit X Tahun 1999

Variabel Mean

Median

SD Minimal- Maksimal

1. Umur 30,3

31,1

10,1 17 – 60

2. Lama hari rawat 10,1 7,0

(10)

b. Data katagorik

Tabel 2

Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Pasien Rumah sakit X tahun 1999

Pendidikan Jumlah Persentase

SD 60 60,0

SMP 30 30,0

SMU 10 10,0

Total 100 100,0

Bagaimana menginterpretasi tabel di atas?

dilihat konsentrasi/jumlah yang terbesar data pada kelompok mana?”

(11)

KASUS :

ANALISIS DESKRIPTIF (UNIVARIAT)

Tujuan analisis ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung dari jenis datanya. Untuk data numerik digunakan nialai mean (rata-rata), median, standard deviasi dll. Sedangkan untuk data katagorik tentunya hanya dapat menjelaskan angka/nilai jumlah dan persentase masing-masing kelompok. Berikut akan dipelajari cara mengeluarkan analisis deskriptif di SPAA, dimulai untuk variabel katagorik (sebagai latihan digunakan variabel ‘pendidikan’) dan kemudian dilanjutkan variabel numerik (variabel umur).

a. Data Katagorik

Untuk menampilkan tabulasi data katagorik digunakan tampilan frekuensi. Sebagai contoh kita akan menampilkan tabel distribusi frekuensi untuk variabel pendidikan dari file ‘ASI.SAV’.

1. Dari menu utama SPSS pilih ‘Analyze’, kemudian ‘Descriptive Statistic’ dan pilih ‘Frequencies’, sehingga muncul tampilan:

(12)

3. Klik ‘OK’, hasil dapat dilihat di jendela output, seperti sbb:

Frequencies

Statistics

pendidikan formal ibu menyusui N Valid

Missing

50 0

pendidikan formal ibu menyusui

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 10 20.0 20.0 20.0

2 11 22.0 22.0 42.0

3 16 32.0 32.0 74.0

4 13 26.0 26.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

(13)

menjelaskan tentang persent kumulatif. Pada contoh di atas ada 42,0% ibu yang tingkat pendidikannya SD dan SMP. Dalam menginterpretasikan tabel katagorik dapat dilihat dari variasi dan konsentrasi datanya.

Penyajian dan Interpretasi di Laporan Penelitian

Dari angka-angka tersebut kemudian kita masukkan ke tabel penyajian di laporan penelitian/laporan tesis. Adapun penyajian dan interpretasinya sbb:

Tabel …

Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Di ………… X tahun ….

Pendidikan Jumlah Persentase

SD 10 20,0

SMP 11 22,0

SMU 16 32,0

PT 13 26,0

Total 50 100,0

Distribusi tingkat pendidikan responden hampir merata untuk masing-masing tingkat pendidikan. Paling banyak responden berpendidikan SMU yaitu 16 orang (32,0%) sedangkan untuk pendidikan SD, SMP dan PT masing-masing 20,0%, 22,0% dan 26,0%.

b. Data Numerik

(14)

histogram dan kurve normalnya. Berikut akan dicoba mengeluarkan analisis deskriptif untuk variabel umur dengan menggunakan perintah frequencies.

1. Aktifkan data “susu.sav” 2. Pilih ‘Analyze’

3. Pilih ‘Descriptive Statistic’

4. Pilih ‘Frequencies’, terlihat kotak frequencies:

5. Sorot variabel yang akan dianalisis, sorot umur, dan klik tanda panah sehingga umur masuk ke kotak variable (s).

6. Klik tombol option ‘Statistics…’, pilih ukuran yang anda minta misalnya mean, median, standard seviasi, minimum, maximum, SE.

7. Klik ‘Continue’

(15)

9. Klik ‘Continue’

10.Klik ‘OK’, dan pada layar terlihat distribusi frekuensi disertai ukuran statistic yang diminta dan dibawahnya tampak grafik histogram beserta curve normalnya.

Frequencies

Statistics

Umur ibu menyusui N Valid

Missing

50 0

Statistics

Umur ibu menyusui

N Valid Missing Mean

Std. Error of Mean Median

Mode

Std. Deviation Minimum Maximum

(16)

Umur ibu menyusui

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(17)

umur ibu adalah 25,10 tahun, median 24,0 tahun dan standard deviasi 4,85 tahun dengan umur termuda 19 tahun dan yang tertua 35 tahun. Distribusi frekuensi ditampilkan menurut umur termuda sampai dengan umur tertua dengan informasi tentang jumlah dan persentasenya. Bentuk distribusi data dapat diketahui dari grafik histogram dan kurve normalnya. Dari tampilan grafik dapat dilihat bahwa distribusi variabel umur berbentuk normal

Dari hasil di atas belum diperoleh informasi estimasi interval yang penting untuk melakukan estimasi parameter populasi. Bila anda ingin memperoleh estimasi interval lakukan analisis eksplorasi data dengan perintah ‘Explore’. Adapun caranya sbb: 1. Dari menu utama SPSS, pilih menu ‘Analyze’, kemudian pilih submenu

‘descriptiveStatistics’, lalu pilih ‘Explore’

2. Isikan kotak ‘Dependent List’ dengan variabel ‘umur’, kotak ‘Factor List’ dan

‘Label Cases By’ biarkan kosong, sehingga tampilannya sbb:

(18)

4. Klik ‘Continue’

5. Klik ‘OK’, hasilnya dapat dilihat di layar:

Explore

Descriptives

Statistic Std. Error umur ibu menyusui Mean

95% Confidence Lower Bound Interval for Mean Upper Bound

5% Trimmed Mean Median

Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range

Interquartile Range Skewness

Kurtosis

25.10 23.72 26.48 24.90 24.00 23.520 4.850 19 35 16 9 .547 -.812

.686

(19)

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

umur ibu menyusui .130 50 .035 .920 50 .002 a

. Lilliefors Significance Correction

umur ibu menyusui

umur ibu menyusui Stem-and-Leaf Plot Frequency Stem & Leaf

7.00 1 . 9999999

20.00 2 . 00011122222333334444 10.00 2 . 5566666777

11.00 3 . 00011122244 2.00 3 . 55

(20)
(21)

Uji kenormalan data:

Untuk mengetahui suatu data berdistribusi normal, ada 3 cara untuk mengetahuinya yaitu:

1. Dilihat dari grafik histogram dan kurve normal, bila bentuknya menyerupai bel shape, berarti distribusi normal

2. Menggunakan nilai Skewness dan standar errornya, bila nilai Skewness dibagi standar errornya menghasilkan angka ≤ 2, maka distribusinya normal

3. Uji kolmogorov smirnov, bila hasil uji signifkan (p value > 0,05) maka distribusi normal. Namun uji kolmogorov sangat sensitif dengan jumlah sampel, maksudnya : untuk jumlah sampel yang besar uji kolmogorov cenderung menghasilkan uji yang signifikan (yang artinya bentuk distribusinya tidak normal). Atas dasar kelemahan ini dianjurkan untuk mengetahui kenormalan data lebih baik menggunakan angka skewness atau melihat grafik histogram dan kurve normal

Untuk variabel umur diatas, dilihat dari histogram dan kurve normal terlihat bentuk

yang normal, selain itu hasil dari perbandingan skwness dan standar error didapatkan: 0,547/0,337 =1,62 , hasilnya masih dibawah 2, berarti distribusi normal. Dari hasil tersebut diatas dengan demikian variabel umur disimpulkan berdistribusi normal.

Penyajian dan Interpretasi di Laporan Penelitian

Dari angka-angka tersebut kemudian kita masukkan ke tabel penyajian di laporan penelitian/laporan tesis. Adapun penyajian dan interpretasinya adalah sbb:

Tabel 1

Distribusi Umur dan Lama Hari Rawat pasien Rumah sakit X Tahun x

Variabel Mean SD Minimal- Maksimal 95% CI

Umur 25,10 4,85 19 - 35 23,72 – 26,48

(22)

ANALISIS BIVARIAT

Setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel dapat diteruskan analisis lebih lanjut. Pada analisis univariat, misalnya ada dua variabel : jenis pembayaran berobat dan kepuasan pasien, kita hanya melakukan pendeskripsian sendiri-sendiri untuk variabel jenis pembayaran dan kepuasan pasien. Untuk variabel jenis pembayaran akan diketahui berapa persen yang berobat dengan biaya sendiri dan berapa persen yang dibiayai askes. Begitu juga untuk variabel kepuasan pasien, akan diketahui berapa persen yang puas dan

berapa persen yang tidak puas.

Apabila diinginkan analisis hubungan antara dua variabel, dalam contoh diatas berarti kita ingin mengetahui hubungan jenis pembayaran dengan kepuasan pasien, maka analisis dilanjutkan pada tingkat bivariat. Pada analisis bivariat kita dapat mengetahui apakah ada perbedaan kepuasan pasien antara pasien dengan membayar sendiri dengan pasien dengan biaya askes. Kegunaan analisis bivariat bisa untuk mengetahui apakah ada hubungan yang siginifikan antara dua variabel, atau bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok(sampel).

Perbedaan Substansi/Klinis dan perbedaan Statistik

(23)

minum Obat B ratarata penurunannya 39 mmHg. Kemudian dilakukan uji statistik dan hasilnya signifikan/bermakna (p value < alpha), apa yang dapat disimpulkan dari temuan ini? Secara statistik memang terjadi perbedaan bermakna, namun secara substansi tidaklah mempunyai perbedaan yang berarti, oleh karena perbedaan mean penurunan tekanan darah antara obat A dan B hanya 1 mmHg. Dengan hasil ini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya antara obat A dan B tidak ada perbedaan (sama saja) kasiatnya.

UJI HIPOTESIS

Pengujian hipotesis dapat berguna untuk membantu pengambilan keputusan tentang apakah suatu hipotesis yang diajukan, seperti perbesaan atau hubungan, cukup menyakinkan untuk ditolak atau tidak ditolak. Keyakinan ini didasarkan pada besarnya peluang untuk memperoleh hubungan tersebut secara kebetulan (by chance). Semakin kecil peluang tersebut (peluang adanya by chance), semakin besar keyakinan bahwa hubungan tersebut memang ada.

Sebagai contoh, seorang peneliti masalah imunisasi diminta untuk memutuskan berdasarkan bukti-bukti hasil percobaan, apakah suatu vaksin baru lebih baik daripada yang sekarang beraedar di pasaran. Untuk menjawab pertanyaan ini maka perlu dilakukan pengujian hipotesis. Dengan pengujian hipotesis akan diperoleh suatu kesimpulan secara probalistik apakah vaksin baru tersebut lebih baik dari yang sekarang beredar di pasaran atau malah sebaliknya.

Prinsip uji hipotesis adalah melakukan perbandingan antara nilai sampel (data hasil penelitian) dengan nilai hipotesis (nilai populasi) yang diajukan. Peluang untuk diterima atau ditolaknya suatu hipotesis tergantung besar kecilnyanya perbedaan antara nilai sampel dengan nilai hipotesis. Bila perbedaan tersebut cukup besar, maka peluang untuk menolak hipotesis besar pula, sebaliknya bila perbedaan tersebut kecil, maka peluang untuk menolak hipotesis menjadi kecil. Jadi, makin besar perbedaan antara nilai sampel dengan nilai hipotesis, makin besar peluang untuk menolak hipotesis.

(24)

bukan berarti bahwa kita telah membuktikan hipotesis tersebut benar, karena benar atau tidaknya suatui hipotesis hanya dapat dibuktikan dengan mengadakan observasi pada seluruh populasi, dan hal ini sangat sulit bahkan tidak mungkin untuk dilakukan. Jadi menerima hipotesis sebetulnya artinya adalah kita tidak cukup bukti untuk menolak hipotesis, dengan kata lain dapat diartikan kita gagal menolak hipotesis. Untuk memperjelas pengertian bahwa “gagal menolak hipotesis berbeda dengan mengakui kebenaran hipotesis (menerima hipotesis”, kita coba analogkan proses persidangan kriminal di pengadilan. Seperti dalam sidang pengadilan, kegagalan membuktikan kesalahan tertuduh bukan berarti si tertudauh tidak bersalah atau sitertuduh benar. Pengadilan memutuskan bahwa si tertuduh tidak dapat dibuktikan bersalah, bukan memutuskan tidak bersalah. Dari uraian tersebut sangatlah jelas bahwa istilah yang tepat dalam kesimpulan uji hipotesis adalah gagal menolak hiopotesis, dan bukan menerima hipotesis.

3. Hipotesis

Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis. Hupo artinya sementara/lemah kebenarannya dan thesis artinya pernyataan/teopri. Dengan demikian hipotesis berarti pernyataan yang perlu diuji kebenarannya. Untuk menguji kebenaran sebuah hipotesis digunakan pengujian yang disebut pengujian hipotesis.

Dalam pengujian hipotesis dijumpai dua jenis hipotesis yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha). Berikut akan diuraikan lebih jelas tentang masing-masing hipotesis tersebut.

a. Hipotesis Nol (Ho).

Hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok. Atau hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya

Contoh:

1) Tidak ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok 2) Tidak ada hubungan antara merokok dengan berat badan bayi

b. Hipotesis Alternatif (Ha)

(25)

Contoh:

1) Ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok

2) Ada hubungan antara merokok dengan berat badan bayi

2. Arah dan bentuk hipotesis

Bentuk hipotesis alternatif akan menentukan arah uji statistik apakah satu arah (one tail) atau dua arah (twa tail)

a. One tail (satu sisi): bila hipotesis alternatifnya menyatakan adanya perbedaan dan

ada pernyataan yang mengatakan hal satu lebih tinggi/rendah dari hal lain. Contoh:

Berat badan bayi dari ibu yang merokok lebih kecil dibanding berat badan bayi dari ibu tidak merokok.

b. Two tail (dua sisi) merupakan hipotesis alternatif yang hanya menyatakan

perbedaan tanpa melihat apakah hal satu lebih tinggi/rendah dari hal lain. Contoh:

Berat badan bayi dari ibu yang merokok Berbeda dibanding berat badan bayi dari ibu tidak merokok. Atau dengan kata lain: ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang merokok dibandingkan dari ibu yang tidak merokok.

Contoh penulisan hipotesis:

Suatu penelitian ingin mengetahui hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan darah, maka hipotesisnya sbb:

Ho : μA = μB

Tidak ada perbedaan mean tekanan darah antara laki-laki dan perempuan, atau Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan tekanan darah.

Ho : μA ≠μB

(26)

3. Menentukan Tingkat Kemaknaan (Level of Significance)

Tingkat kemaknaan merupakan kesalahan tipe I suatu uji yang biasanya diberi notasi ‘α’. Seperti sudah diketahui bahwa tujuan dari pengujian hipotesis adalah untuk membuat suatu pertimbangan tentang perbedaan antara nilai sampel dengan keadaan populasi sebagai suatu hipotesis. Langkah selanjutnya setelah ktriteria/batasan yang digunakan untuk memutuskan apakah hipotesis nol ditolak atau gagal ditolak yang disebut dengan tingkat kemaknaan (Level of Significance). Tingkat kemaknaan, atau sering disebut dengan nilai α, merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang

salah dalam menolak hipotesis nol. Atau dengan kata lain, nilai α merupakan batas toleransi peluang salah dalam menolak hipotesis nol. Dengan kata-kata yang lebih sederhana, nilai α merupakan batas maksimal kesalahan menolak Ho. Bila kita menolak Ho berarti menyatakan adanya perbedaan/hubungan. Sehingga nilai α dapat diartikan pula sebagai batas maksimal kita salah dalam menyatakan adanya perbedaan. Penentuan nilai α (alpha) tergantung dari tujuan dan kondisi penelitian. Nilai α yang sering digunakan adalah 10%, 5%, atau 1%. Untuk bidang kesehatan masyarakat biasanya digunakan nilai α sebesar 5%. Sedangkan untuk pengujian obat-obatan digunakan batas toleransi kesalahan yang lebih kecil misalnya 1%, karena mengandung risiko yang fatal. Misalkan seorang peneliti yang akan menentukan apakah suatu obat bius berkhasiat akan menentukan nilai α yang kecil sekali, peneliti tersebut tidak akan mau mengambil risiko bahwaketidak berhasilan obat bius besar karena akan berhubungan dengan nyawa seseorang yang akan dibius.

4. Pemilihan Jenis Uji Parametrik atau Non Parametrik

(27)

data yang dianalisis, bila jumlah data kecil (<30) cenderung digunakan uji non parametrik.

PROSEDUR/LANGKAH UJI HIPOTESIS Menetapkan Hipotesis

Hipotesis dalam statistik dikenal dua macam yaitu hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha).

1). Hipotesis nol (Ho)

Hipotesis yang menyatakan tidak ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok.

Contoh: Tidak ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok 2). Hipotesis alternatif (Ha)

Hipotesis yang menyatakan ada perbedaan sesuatu kejadian antara kedua kelompok.

Contoh: Ada perbedaan berat badan bayi antara mereka yang dilahirkan dari ibu yang merokok dengan mereka yang dilahirkan dari ibu yang tidak merokok. Dari hipotesis alternatif akan diketahui apakah uji statistik menggunakan satu arah (one tail) atau dua arah (two tail).

Penentuan Uji Statistik Yang Sesuai

Ada beragam jenis uji statistik yang dapat digunakan. Setiap uji statistik mempunyai persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Oleh karena itu harus digunakan uji statistik yang tepat sesuai dengan data yang diuji. Jenis uji statistik sangat tergantung dari:

1). Jenis variabel yang akan dianalisis

2). Jenis data apakah dependen atau independen

(28)

Menentukan Batas atau Tingkat Kemaknaan (Level og Significance)

Batas/tingkat kemaknaan, sering juga disebut dengan nilai α. Penggunaan nilai alpha tergantung tujuan penelitian yang dilakukan, untuk bidang kesehatan masyarakat biasanya menggunakan nilai alpha 5%.

Penghitungan Uji Statitik

Penghitungan uji statistik adalah menghitung data sampel ke dalam uji hipotesis yang sesuai. Misalnya kalau ingin menguji perbedaan mean antara dua kelompok, maka data hasil pengukuran dimasukkan ke rumus uji t. Dari hasil dengan nilai populasi untuk mengetahui apakah ada hipotesis ditolak atau gagal menolak hipotesis.

Keputusan Uji Statistik

Seperti telah disebutkan pada langkah D, bahwa hasil pengujian statistik akan menghasilkan dua kemungkinan keputusan yaitu menolak hipotesis nol (Ho) dan gagal menolak hipotesisi nol.

Seiring dengan kemajuan perkembangan komputer maka uji statistik dengan mudah dan cepat dapat dilakukan dengan program-program statistik yang tersedia di pasaran seperti Epi Info, SPSS, SAS dll. Setiap kita melakukan uji statistik melalui program komputer maka yang akan kita cari adalalah nilai p (p value). Dengan nilai p ini kita dapat menggunakan untuk keputusan uji statistik dengan cara membandingkan nilai p dengan α (alpha). Ketentuan yang berlaku adalah:

a). Bila nilai p ≤α, maka keputusannya adalah Ho ditolak b). Bila nilai p > α, maka keputusannya adalah Ho gagal ditolak

Perlu diketahui bahwa nilai p two tail adalah 2 kali nilai p one tail berarti kalau tabel yang digunakan adalah tabel one tail sedangkan uji statistik yang dilakukan adalah two tail maka nilai p dari tabel harus dikalikan 2. dengan demikian dapat disederhanakan dengan rumus : nilai p two tail = 2 x nilai p one tail.

(29)

Pengertian Nilai P

Nilai p merupakan nilai yang menunjukkan besarnya peluang salah menolak Ho dari data penelitian. Nilai P dapat diartikan pula sebagai nilai besarnya peluang hasil penelitian (misal adanya perbedaan mean atau proporsi) terjadi karena faktor kebetulan (by chance). Harapan kita nilai p adalah sekecil mungkin, sebab bila nilai p-nya kecil maka kita yakin bahwa adap-nya perbedaan pada hasil penelitian menunjukkan pula adanya perbedaan di populasi. Dengan kata lain kalau nilai p-nya kecil maka perbedaan yang ada pada penelitian terjadi bukan karena faktor kebetulan (by chance).

Contoh:

Suatu penelitian ingin mengetahui hubungan riwayat hipertensi ibu hamil dengan berat badan bayi yang dikandungnya. Hasil penelitian melaporkan bahwa rata-rata berat badan bayi dari ibu hipertensi 200 gram, sedangkan rata-rata berat badan bayi yang lahir dari ibu yang tidak hipertensi adalah 3000 gram. Perbedaan berat bayi antara ibu yang hipertensi dengan ibu yang tidak hipertensi sebesar 100 gram. Pertanyaan yang timbul adalah apakah perbedaan berat badan bayi tersebut juga berlaku untuk seluruh populasi yang diteliti atau hanya faktor kebetulan saja?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kemudian dilakukan uji statistik yang tepat yaitu uji t. Miisalnya dihasilkan nilai p = 0,0110 maka berarti peluang adanya perbedaan berat bayi sebesar 1000 gram akibat dari faktor kebetulan (by chance) adalah sebesar 0,0110. oleh karena peluangnya sangat kecil (p=0,0110), maka dapat diartikan bahwa adanya perbedaan tersebut bukan karena faktor kebetulan namun karena memang karena adanya riwayat hipetensi.

Berikut adalah berbagai uji statistik yang dapat digunakan untuk analisis bivariat

Variabel I Variabel II Jenis uji statistik yang digunakan

Katagorik ↔ Katagorik - Kai kuadrat - Fisher Exact

Katagorik ↔ Numerik - Uji T

- ANOVA

Numerik ↔ Numerik - Korelasi

(30)

ANALISIS BIVARIAT HUBUNGAN

KATAGORIK DENGAN NUMERIK

Uji t

Di bidang kesehatan sering kali kita harus menarik kesimpulan apakah parameter dua populasi berbeda atau tidak. Misalnya, apakah ada perbedaan tekanan darah penduduk dewasa orang kota dengan orang desa. Atau, apakah ada perbedaan berat badan antar sebelum mengikuti program diet dengan sesudahnya. Uji statistik yang membandingkan mean dua kelompok data ini disebut uji beda dua mean. Pendekatan ujinya dapat menggunakan pendekatan distribusi Z dan distribusi t , sehingga pada uji beda dua mean bisa menggunakan uji Z atau uji t, namun lebih sering digunakan uji t.

Sebelum kita melakukan uji statistik dua kelompok data, kita perlu mengetahui apakah dua kelompok data tersebut berasal dari dua kelompok yang

independen atau berasal dari dua kelompok yang dependen/pasangan. Dikatakan

kelompok independen bila data kelompok yang satu tidak tergantung dari kelopok kedua, misalnya membandingkan mean tekanan darah sistolik orang desa dengan orang kota. Tekanan darah orang kota independen (tidak tergantung) dengan orang desa. Dilain pihak, kedua kelompok data dikatakan dependen/pasangan bila kelompok data yang dibandingkan datanya saling mempunyai ketergantungan, misalnya data berat badan sebelum dan sesudah mengikuti program diet berasal dari orang yang sama (data sesudah dependen/tergantung dengan data sebelum).

Berdasarkan karakteristik data tersebut maka uji beda dua mean dibagi dalam dua kelompok, yaitu: uji beda mean independen (uji T independen) dan uji beda mean dependen (uji T dependen).

1. Uji beda dua mean independen

Tujuan: untuk mengetahui perbedaan mean dua dua kelompok data independen, syarat yang harus dipenuhi:

(31)

c. Variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan katagorik (ket: variabel katagorik hanya dengan dua kelompok).

Prinsip pengujian dua mean dua mean adalah melihat perbedaan variasi kedua kelompok data. Oleh karena itu dalam pengujian ini diperlukan informasi apakah varian kedua kelompok yang diuji sama atau tidak. Bentuk varian kedua kelompok data akan berpengaruh pada nilai standar error yang akhirnya akan membedakan rumus pengujiannya.

a. Uji untuk varian sama

Uji beda dua mean dapat dilakukan dengan menggunakan uji Z atau uji T. Uji Z dapat digunakan bila standar deviasi populasi (σ) diketahui dan jumlah sampel besar (>30). Apabila kedua syarat tersebut tidak terpenuhi maka dilakukan uji . pada umumnya nilai σ sulit diketahui, sehingga uji beda dua mean biasanya menggunakan uji T (T Test). Untuk varian yang sama maka bentuk ujinya sbb:

df = n1– n2 - 2 Ket :

n1 atau n2 = jumlah sampel kelompok 1 atau 2

S1 atau S2 = standar deviasi sampel kelompok 1 atau 2 b. Uji untuk varian berbeda

X1– X2 T =

Sp (1/n1) + (1/n2)

(n1 - 1)S12 + (n2 - 1) S22 Sp2 =

n1 - n2 - 2

X1– X2 T =

(S12/n1) + (S22/n2) [(S12/n1) + (S22/n2)]2 df =

(32)

c. Uji homogenitas varian

Tujuan dari uji ini adalah untuk mengetahui varian antara kelompok data satu apakah sama dengan kelompok data yang kedua.

df1 = n1-1 dan df2 = n2-1

Pada perhitungan uji F, varian yang lebih besar sebagai pembilang dan varian yang lebih kecil sebagai penyebut.

2. Uji beda dua mean dependen (Paired sample)

Tujuan : Untuk menguji perbedaan mean anatara dua kelompok data yang dependen. Contoh kasus:

o Apakah ada perbedaan tingkat pengetahuan antara sebelum dan sesudah dilakukan

pelatihan.

o Apakah ada perbedaan berat badan antara sebelum dan sesudah mengikuti

program diet. Syarat :

a. Distribusi data normal

b. Kedua kelompok data dependen/pair

c. Jenis variabel: numerik dan katagorik (dua kelompok) Formula :

d = rata-rata deviasi/selisih sampel 1 dengan sampel 2

S_d = standar deviasi dari deviasi/selisih sampel sampel 1 dan sampel 2 S12

F = S22

d T =

(33)

KASUS:

UJI t INDEPENDEN DAN UJI t DEPENDEN

1. Uji t independen

Sebagai contoh kita gunakan data “ASI.SAV” dengan melakukan uji hubungan perilaku menyusui dengan kadar Hb (misal digunakan variabel Hb1), apakah ada perbedaan kadar Hb antara ibu yang menyusui eksklusif dengan ibu yang menyusuinya tidak eksklusif, caranya:

1. Aktifkan/bukalah file data “ASI.SAV”

2. Dari menu utama SPSS, pilih menu ‘Analyze”, kemudian pilih sub menu

Compare Means’, lalu pilih “Independen-Samples T Test”

3. Pada layar tampak kotak yang di dalamnya ada kotak ‘Test variable (s)’I dan

‘Grouping Variable’. Ket: kotak test varibles tempat memasukkan variable

numeriknya, sedangkan kotak grouping variable untuk memasukkan variabel katagoriknya, ingat jangan sampai terbalik.

4. Klik ‘hb1’ dan msukkan ke kotak ‘Test variable’

5. Klik variabel ‘eksklu’ dan masukkan ke kotak‘Grouping Variable’.

(34)

7. Klik “Continue”

8. Klik “OK” untuk menjalankan prosedur perintahnya, dan hasilnya sbb:

T-Test

Group Statistics

status menyusui asi N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean kadar hb pengukuran tdk EKSKLUSIVE

pertama EKSKLUSIVE

t-test for Equality of Means

F

(35)

Hasil uji T dapat dilihat pada tabel bawah, SPSS akan menampilkan dua uji T, yaitu uji T dengan asumsi varian kedua kelompok sama (equal variances assumed) dan uji T dengan asumsi varian kedua kelompok tidak sama (equal variances not

assumed). Untuk, memilih uji mana yang kita pakai, dapat dilihat uji kesamaan varian

melalui uji Levene. Lihat nilai p Levene test, nilai p < alpha (0,05) maka varian berbeda dan bila nilai p > alpha (0,05) maka varian sama (equal). Pada uji Levene di atas menghasilkan nilai p = 0,790 sehingga dapat disimpulkan bahwa pada alpha 5%, didapat tidak ada perbedaan varian (varian kedua kelompok sama). Selanjutnya dicari p value uji t pada bagian varian sama (equal variances) di kolom sig (2 tailed) ,yaitu sebesar p=0,717 artinya tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata kadar Hb antara ibu yang menyusui eksklusif dengan ibu yang menyusui non eksklusif.

Penyajian dan Interpretasi di laporan penelitian:

Seperti pada analisis deskriptif, print out di atas tidak boleh langsung di copy dan disajikan di laporan penelitian. Pada laporan penelitian kita harus membuat tabel baru untuk menyajikan hasil print out analisis di atas. Adapun bentuk penyajian dan interpretasinya adalah sbb:

Tabel …

Distribusi Rata-Rata Kadar Hb Responden Menurut Perilaku Menyusui di..th..

Menyusui Mean SD SE P value N

Ya Eksklusif Tdk Eksklusif

10,277 10,421

1,322 1,471

0,259 0,300

0,717 26

24

(36)

2. Uji T Dependen

Uji T dependen seringkali disebut uji T Paired/Related atau pasangan. Uji T dependen sering digunakan pada analisis data penelitian eksperimen. Seperti sudah dijelaskan di depan bahwa disebut kedua sampel bersifat dependen kalau kedua kelompok sampel yang dibandingkan mempunyai subyek yang sama. Dengan kata lain disebut dependen bila responden diukur dua kali/diteliti dua kali, sering orang mengatakan penelitian pre dan post. Misalnya kita ingin membandingkan berat badan antara sebelum dan sesudah mengikuti program diet.

Untuk contoh ini akan dilakukan uji beda rata-rata kadar Hb antara kadar Hb pengukuran pertama dengan kadar Hb pengukuran kedua, ingin diketahui apakah ada perbedaan kadar Hb antara pengukuran pertama dengan pengukuran kedua. Disini terlihat sampelnya dependen karena orangnya sama diukur dua kali. Adapun langkahnya:

1. Pastikan anda berada di file “ASI.SAV”, jika belum aktifkan/bukalah file ini. 2. Dari menu utama SPSS, pilih menu ‘Analyze”, kemudian pilih sub menu

Compare Means’, lalu pilih “Paired-Samples T Test”

3. Klik ‘hb1’ 4. Klik ‘hb2’

(37)

T-Test

Pada tabel pertama terlihat statistik deskriptif berupa rata-rata dan standar deviasi kadar Hb antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua. Rata-rata kadar Hb pada pengukuran pertama (hb1) adalah 10,346 gr% dengan standar deviasi 1,38 gr%. Pada pengukuran kedua (hb2) didapat rata-rata kadar Hb adalah 10,860 gr% dengan standar deviasi 1,05 gr%.

(38)

Penyajian dan Interpretasi di laporan penelitian:

Dari hasil yang didapat di atas kemudian angka-angka disusun dalam tabel yang disajikan dalam laporan penelitian. Bentuk penyajian dan interpretasinya sbb:

Tabel …

Distribusi Rata-Rata Kadar Hb Responden Menurut Pengukuran pertama dan Kedua di …. Th……

Variabel Mean SD SE P value N

Kadar Hb Pengukuran I Pengukuran II

10,346 10,860

1,38 1,05

0,19 0,14

0,001 50

(39)

ANALISIS HUBUNGAN

KATEGORIK DENGAN NUMERIK

UJI ANOVA

Pada bab terdahulu telah dijelaskan uji beda mean dua kelompok data baik yang independen maupun dependen. Namun seringkali kita jumpai jumlah kelompok yang lebih dari dua, misalnya ingin mengetahui perbedaan mean berat badan bayi untuk daerah Bekasi, Bogor dan Tangerang. Dalam menganalisis data seperti ini (> 2 kelompok) sangat tidak dianjurkan menggunakan uji T. kelemahan menggunakan uji T adalah; pertama kita melakukan uji berulang kali sesuai kombinasi yang mungkin, kedua, bila melakukan uji T berulang kali akan meningkatkan (inflasi) nilai α, artinya akan meningkatkan peluang hasil yang keliru.

Perubahan inflasi α sebesar = 1 – (1-α)n

Untuk mengatasi masalah tersebut maka uji statistik yang dianjurkan (uji yang tepat) dalam menganalisis beda lebih dari dua mean adalah uji ANOVA atau uji F.

Prinsip uji ANOVA adalah melakukan telaah variabilitas data menjadi dua sumber variasi yaitu variasi dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila variasi within dan between sama (nilai perbandingan kedua varian sama dengan 1) maka mean-mean yang dibandingkan tidak ada perbedaan, sebaliknya bila hasil perbandingan tersebut menghasilkan lebih dari 1, maka mean yang dibandingkan menunjuk ada perbedaan.

Analisis varian (ANOVA) mempunyai dua jenis analisi varian satu faktor (one way) dan analisis faktor (two way). Pada bab ini hanya akan dibahas analisis varian satu faktor (one way).

Beberapa asumsi yang harus dipenuhi pada uji ANOVA adalah: 1. Varian homogen

2. Sampel/kelompok independen 3. Data berdistribusi normal

(40)

Perhitungan uji ANOVA

df = k-1 → untuk pembilang n-k → untuk penyebut

Ket N = jumlah seluruh data (n1 + n2 + ….. + nk)

Analisis Multi Comparison (POSTHOC TEST)

Analisis ini bertujuam untuk mengetahui lebih lanjut kelompok mana saja yang berbeda mean-nya bilamana pada pengujian ANOVA dihasilkan ada perbedaan yang bermakna (Ho ditolak). Ada berbagai jenis analisis multiple comparasion diantaranya adalah Bonferroni, Honestly Significant different (HSD), Scheffe dan lain-lain. Pada modul ini yang akan dibahas adalah metode Bonferroni.

Perhitungan Bonfrroni adalah sbb:

df = n – k

Dengan level of significance (α) sbb: Sb2

F = Sw2

(n1-1)S12 + (n2-1)S22+ ……..+ (nk-1)Sk2 Sw2 =

N-k

n1(X1-X)2 + n2(X2-X)2+ ………+ nk(Xk-X)2 Sb2 =

k - 1

n1.X1 + n2.X2+ ……. + nk.Xk X =

N

Xi - Xj tij =

Sw2[(1/ni) +(1/nj)]

α

(41)

Kasus:

UJI ANOVA

Pada contoh ini aka dicoba dihubungkan antara tingkat pendidikan dengan berat

badan bayi. Variabel pendidikan merupakan variabel katagorik dengan 4 katagori.

Variabel berat bayi berbentuk numerik sehingga uji yang digunakan ANOVA. Adapun caranya sbb:

1. Aktifkan/bukalah file data “ASI.SAV”

2. Dari menu utama SPSS, pilih menu ‘Analyze”, kemudian pilih sub menu

Compare Means’, lalu pilih “One-Way ANOVA” sesaat akan muncul menu One

Way ANOVA

3. Dari menu One way ANOVA, terlihat bahwa kotak Dependent List dan kotak

Factor perlu diisi variabel. Kotak ‘dependent’ diisi variabel numerik dan kotak

factor’ diisi variabel katagoriknya. Pada contoh ini berarti pada kotak Dependen diisi variabel “bbbayi” pada kotak Factor diisi variabel “Didik”.

4. Klik tombol ‘Options tandai dengan √ pada kotak Descriptive 5. Klik “Continue”

(42)

6. Klik tombol Post Hoc , tandai dengan √ pada kotak Bonferroni

(43)

Oneway

Test of Homogeneity of Variances

(44)

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons

Dependent Variable: berat badan bayi Bonferroni

Lower Bound Upper Bound

SD SMP *. The mean difference is significant at the .05 level.

Dari print out ini diperoleh rata-rata berat bayi dan standar deviasi masing-masing kelompok. Rata-rata berat bayi pada mereka yang berpendidikan SD adalah 2470,0 gram dengan standar deviasi 249,6 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMP rata-rata berat bayinya adalah 2727,2 gram dengan standar deviasi 241,2 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMU rata-rata berat bayinya adalah 3431,2 gram dengan standar deviasi 270,1 gram. Pada mereka yang berpendidikan PT rata-rata berat bayinya adalah 3761,5 gram dengan standar deviasi 386,3 gram.

Pada hasil di atas nilai p uji ANOVA dapat diketahui pada kolom “F” dan “Sig”, terlihat p=0,000 (kalau desimalnya 0, maka penulisannnya menjadi p=0,0005), berarti pada alpha 5%, dapat disimpulkan ada perbedaan berat bayi diantara keempat jenjang pendidikan.

(45)

Penyajian dan Interpretasi di laporan Penelitian

Tabel …

Distribusi Rata-Rata berat Bayi Menurut Tingkat pendidikan

Variabel Mean SD 95% CI P value

Pendidikan - SD - SMP - SMU - PT

2470,0 2727,2 3431,2 3761,5

249,6 241,2 270,1 386,3

2291,4 – 2648,6 3565,2 – 2889,3 3287,3 – 3575,1 3528,1 – 3994,9

0,0005

Rata-rata berat bayi pada mereka yang berpendidikan SD adalah 2470,0 gram dengan standar deviasi 249,6 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMP rata-rata berat bayinya adalah 2727,20 gram dengan standar deviasi 241,2 gram. Pada mereka yang berpendidikan SMU rata-rata berat bayinya adalah 3431,2 gram dengan standar deviasi 270,1 gram. Pada mereka yang berpendidikan PT rata-rata berat bayinya adalah 3761,5 gram dengan standar deviasi 386,3 gram.

(46)

ANALISIS HUBUNGAN

KATAGORIK DENGAN KATAGORIK

UJI KAI KUADRAT

Seringkali dalam suatu penelitian, kita menemui data yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk angka-angka pengukuran (data numerik). Sebaliknya justru yang kita jumpai adalah data hasil dari menghitung jumlah pengamatan yang diklasifikasikan atas beberapa katagori. Data seperti ini disebut data katagorik (kualitatif), misalnya jenis kelamin yang mempunyai katagori: laki-laki dan perempuan; status merokok yang mempunyai katagori; perokok berat, perokok ringan dan tidak merokok. Dalam penelitian kesehatan seringkali peneliti perlu melakukan analisis hubungan variabel katagorik dengan variabel katagorik. Analisis ii bertujuan untuk menguji perbedaan proporsi dua atau lebih kelompok sampel. Uji statistik yang digunakan untuk menjawab kasus tersbut adalah UJI KAI KUADRAT (CHI SQUARE).

Misalnya ingin diketahui hubungan jenis pekerjaan dengan perilaku menyusui ibu, apakah ada perbedaan proporsi kejadian menyusui eksklusif antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dari contoh terlihat bahwa variabel jenis pekerjaan (bekerja/tidak bekerja) merupakan variabel katagorik, dan variabel perilaku menyusui (eksklusif/non eksklusif) juga merupakan variabel katagorik.

(47)

1. Tujuan Uji kai Kuadrat

Tujuan dari digunakannya uji kai kuadrat adalah untuk untuk menguji perbedaan proporsi/persentase antara beberapa kelompok data. Dilihat dari segi datanya uji kai kuadrat dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel katagorik dengan variabel katagorik. Contoh pertanyaan penelitian untuk kasus yang dapat dipecahkan oleh uji kai kuadrat misalnya:

a. Apakah ada perbedaan kejadian hipertensi antara wanita dan pria. Kasus ii berarti akan menguji hubungan variabel hipertensi (katagori dengan klasifikasi ya dan tidak) dengan variabel jenis kelamin (katagori dengan klasisfikasi wanita dan pria) b. Apakah ada perbedaan kejadian anemia antara ibu yang kondisi soseknya tinggi, sedang dan rendah. Pada kasus ini akan menguji hubungan variabel anemia katagori dengan klasifikasi ya dan tidak) dengan variabel Sosek (katagori dengan klasifikasi rendah, sedang dan tinggi).

2. Prinsip dasar Uji Kai Kuadrat

Proses pengujian kai kuadrat adalah membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (ekspektasi). Bila nilai frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan sama, maka dikatakan tidak ada perbedaan yang bermakna (signifikan). Sebaliknya, bila niali frekuensi observasi dan nilai frekuensi harapan berbeda, maka dikatakan ada perbedaan yang bermakna (signifikan).

Pembuktian dengan uji kai kuadrat dengan menggunakan formula:

df = (k-1)(n-1) ket :

O = nilai observasi

E = nilai ekspektasi (harapan) k = jumlah kolom

b = jumlah baris

Untuk mempermudah analisis kai kuadrat, nilai data kedua variabel disajikan dalam bentuk tabel silang:

(O – E)2 X2 = Σ

(48)

Variabel 1 Variabel 2 Jumlah

Tinggi Rendah

Ya a b a+b

Tidak c d c+d

Jumlah a+c b+d n

a, b, c, d merupakan nilai observasi, sedangkan niali ekspektasi (harapan) masing-masing sel dicari dengan rumus:

misalkan untuk mencari nilai ekspektasi (E) untuk sel a adalah: Ea = (a+b) x (a+c)

n

Untuk Eb, Ec dan Ed dapat dicari dengan cara yang sama.

Khususnya untuk tabel 2x2, dapat mencari nilai X2 dengan menggunakan rumus:

Uji kai kuadrat sangat baik untuk tabel dengan derajat kebebasan (df) yang besar. Sedangkan khusus untuk tabel 2 x 2 (df-nya adalah 1) sebaiknya digunakan uji kai kuadrat yang sudah dikoreksi (Yate Corrected atau Yate’s Correction). Formula kai kuadrat Yate’s Correction adalah sbb:

Atau

Total barisnya X total kolomnya E =

Jumlah keseluruhan data

N (ad-bc)2 X2 =

(a+c)(b+d)(a+b)(c+d)

(|O – E| - 0,5)2 X2 =

E

N {|ad-bc|2– (N/2)]2 X2 =

(49)

3. Keterbatasan Kai Kuadrat

Seperti kita ketahui, uji kai kuadrat menuntut frekuensi harapan/ekspektasi (E) dalam masing-masing sel tidak boleh terlampau kecil. Jika frekuensi sangat kecil, penggunaan uji ini mungkin kurang tepat. Oleh karena itu dalam penggunaan kai kuadrat harus memperhatikan keterbatasanketerbatasan uji ini. Adapun keterbatasan uji kai kuadrat adalah sbb:

a. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 1.

b. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5, lebih dari 20% dari jumlah sel.

Jika keterbatasan tersebut terjadi pada saat uji kai kuadrat, peneliti harus menggabungkan katagori-katagori yang berdekatan dalam rangka memperbesar frekuensi harapan dari sel-sel tersebut (penggabungan ini dapat dilakukan untuk analisis tabel silang lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 4 dsb). Penggabungan ini tentunya diharapkan tidak sampai membuat datanya kehilangan makna.

Andai saja keterbatasan tersebut terjadi pada tabel 2 x 2 (ini berarti tidak bisa menggabung katagori-katagorinya lagi), maka dianjurkan menggunakan uji Fisher’s

Exact.

ODDS RATIO (OR) dan RISIKO RELATIF (RR)

Hasil uji Chi Square hanya dapat menyimpulkan ada tidaknya perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain kita hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya hubungan du variabel katagorik. Dengan demikian uji Chi Square tidak dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini uji Chi Square tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki risiko lebih besar disbanding kelompok lain.

(50)

Pengkodean Variabel :

Perlu diketahui bahwa dalam mengeluarkan nilai OR dan RR harus hati hati jangan sampai terjadi kesalahan pengkodean. Pemberian kode harus ada konsistensi antara variabel independen dengan variabel dependen. Untuk variabel independen, kelompok yang berisiko/expose diberi kode tinggi (kode 1) dan kode rendah (kode 0)untuk kelompok yang tidak berisiko/non expose. Pada variabel dependennya, kode tinggi (kode 1) untuk kelompok kasus atau kelompok yang menjadi fokus pembahasan penelitian dan kode rendah (kode 0) untuk kelompok non kasus atau yang bukan menjadi fokus penelitian. Sebagai contoh data di atas pengkodeannya adalah sbb: Ibu tidak bekerja diberi kode 1 dan bekerja kode 0 dan ibu yang menyusui secara eksklusif diberi kode 1 dan non eksklusif diberi kode 0. Sebetulnya bisa juga kodenya dibalik, tapi harus

konsisten, misalnya kodenya: tidak bekerja =0, bekerja =1 dan eksklusive =0, tdk eksklusive =1.

Tabel …

Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan

Pendidikan

(51)

Dari 50 pasien yang berpendidikan SD, ada sebanyak 25 (50,0%) pasien mempunyai pengetahuan tinggi. Dari 40 pasien yang berpendidikan SMP, ada sebanyak 24 (60,0%) yang berpengetahuan tinggi. Dari 30 pasien yang berpendidikan SMU ada sebanyak 20 (66,7%) yang berpengetahuan tinggi. Dan dari 25 pasien yang berpendidikan PT, ada sebanyak 20 (80,0%) yang berpengetahuan tinggi. Dari data ini terlihat ada kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin tinggi tingkat pengetahuannya.

Pada penelitian yang berjenis kasus kontrol (Case Control) pembuatan persentasenya berdasarkan variabel dependennya, misalkan terlihat pada tabel berikut:

Tabel …

Distribusi Responden Menurut Kasus kanker paru dan Jenis Kelamin Jenis

Kelamin

Kanker Paru

Total

Kasus Kontrol

N % n % n %

Laki-laki Perempuan

75 25

75,0 25,0

30 70

30,0 70,0

105 95

52,5 47,5

Jumlah 100 50,0 100 50,0 200 100,0

Interpretasinya:

(52)

KASUS :

UJI KAI KUADRAT

Suatu penelitian ingin mengetahui hubngan pekerjaan dengan perilaku menyusui. Variabel pekerjaan berisi dua nilai yaitu tidak bekerja dan bekerja, dan variabel menyusui berisi dua nilai yaitu eksklusif dan non eksklusif. Untuk mengerjakan soal ini gunakan data “Susu. SAV”.

Adapun prosedur di SPSS sbb:

1. Pastikan anda berada pada data editor ASI.SAV

2. Dari menu SPSS, klik “Analyze”, kemudian pilih “Descriptive statistic”, lalu pilih

“Crosstab”, sesaat akan muncul menu Crosstabs

3. Dari menu crosstab, ada dua kotak yang harus diisi, pada kotak “Row(s)’ diisi variabel independen (variabel bebas), dalam contoh ini variabel pekerjaan masuk ke kotak “Row(s)”.

4. pada kotak “Column(s)” diisi variabel dependennya, dalam contoh ini variabel perilaku menyusui masuk ke kotak “Column(s)”.

(53)

6. Klik “Continue”

7. Klik option “Cells”, bawa bagian “P ercentages” dan klik “Row”

8. Klik “Continue”

(54)

Crosstabs

status pekerjaan ibu * status menyusui asi Crosstabulation

status menyusui asi

a. Computed only for a 2x2 table

(55)

Risk Estimate jumlah kasus masing-masing sel, angka kedua adalah persentase menurut baris (data yang kita analisis “ASI.SAV, berasal dari penelitian Cross Sectional sehingga persen yang ditampilkan adalah persentase baris, namun bila jenis penelitiannya Case

Control angka persentase yang digunakan adalah persentase kolom.

Dari analisis data di atas maka interpretasinya:

Ada sebanyak 18 (72,0%) ibu yang tidak bekerja menyusui bayi secara eksklusif. Sedangkan diantara ibu yang bekerja, ada 8 (32,0%) yang menyusui secara eksklusif. Hasil uji Chi Squaredapat dilihat pada kotak “Chi Square Test”. Dari print out muncul dengan beberapa bentuk/angka sehingga menimbulkan pertanyaan,

Angka yang mana yang kita pakai?”, apakah Pearson, Continuity Correction,

Likelihood atau Fisher?”

Aturan yang berlaku pada Chi Square adalah sbb:

a. Bila pada 2 x 2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka yang digunakan adalah “Fisher’s Exact Test

b. Bila tabel 2 x 2, dan tidak ada nilai E < 5, maka uji yang dipakai sebaiknya Continuity Correction (a)”

c. Bila tabelnya lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3 dsb, maka digunakan uji Pearson Chi Square”

(56)

epidemiologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier dua variable katagorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.

Untuk mengetahui adanya nilai E kurang dari 5, dapat dilihat pada footnote b dibawah kotak Chi-Square Test, dan tertulis diatas nilainya 0 cell (0 %) berarti pada tabel silang diatas tidak ditemukan ada nilai E < 5

Dengan demikian kita menggunakan uji Chi Square yang sudah dilakukan koreksi (Continuity Correction) dengan p value dapat dilihat pada kolom Asymp. Sig” dan terlihat p valuenya = 0,011. berarti kesimpulannya ada perbedaan perilaku menyusui eksklusif antara ibu yang bekerja dengan ibu yang tidak bekerja. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa ada hubungan status pekerjaan dengan perilaku menyusui eksklusif.

Uji Chi square hanya dapat digunakan untuk mengetahuiada/tidaknya hubungan dua variabel, sehingga uji ini tidak dapat untuk mengetahui derajat/kekuatan hubungan dua variabel. Untuk mengetahui besar/kekuatan hubungan banyak metodenya tergantung latar belakangdisiplin keilmuannya, misal untuk ilmu sosial dengan melihat koefisien Phi, koefisien Contingency dan cramer’s V. sedangkan untuk bidang kesehatan terutama kesehatan masyarakat digunakan nilai OR atau RR. Nilai OR digunakan untuk jenis penelitian Cross Sectional dan Case Control, sedangkan nilai RR digunakan bila jenis penelitiannya Kohort.

(57)

Penyajian dan Interpretasi di Laporan Penelitian:

Tabel …

Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan dan Perilaku menyusui Jenis

(58)

ANALISIS HUBUNGAN

NUMERIK DENGAN NUMERIK

UJI KORELASI DAN REGRESI LINIER SEDERHANA

Seringkali dalam suatu penelitian kita ingin mengetahui hubungan antara dua variabel yang berjenis numerik, misalnya huubungan berat badan dengan tekanan darah, hubungan umur dengan kadar Hb, dsb. Hubungan antara dua variabel numerik dapat dihasilkan dua jenis, yaitu derajat/keeratan hubungan, digunakan korelasi. Sedangkan bila ingin mengetahui bentuk hubungan antara dua variabel digunakan analisis regresi linier.

1. Korelasi

Korelasi di samping dapat untuk mengetahui derajat/keeratan hubungan, korelasi dapat juga untuk mengetahui arah hubungan dua variabel numerik. Misalnya, apakah huubungan berat badan dan tekanan darah mempunyai derajat yang kuat atau lemah, dan juga apakah kedua variabel tersebut berpola positif atau negatif.

Secara sederhana atau secara visual hubungan dua variabel dapat dilihat dari diagram tebar/pencar (Scatter Plot). Diagram tebar adalah grafik yang menunjukkan titik-titik perpotongan nilai data dari dua variabel (X dan Y). Pada umumnya dalam grafik, variabel independen (X) diletakkan pada garis horizontal sedangkan variabel dependen (Y) pada garis vertikal.

(59)

disimbolkan dengan r (huruf r kecil).

Koefisien korelasi (r) dapat diperoleh dari formula berikut:

Nilai korelasi (r) berkisar 0 s.d. 1 atau bila dengan disertai arahnya nilainya antara –1 s.d. +1.

r = 0 → tidak ada hubungan linier

r = -1 → hubungan linier negatif sempurna r = +1 → hubungan linier positif sempurna

Hubungan dua variabel dapat berpola positif maupun negatif. Hubungan positif terjadi bila kenaikan satu diikuti kenaikan variabel yang lain, misalnya semakin bertambah berat badannya (semakin gemuk) semakin tinggi tekanan darahnya. Sedangkan hubungan negatif dapat terjadi bila kenaikan satu variabel diikuti penurunan variabel yang lain, misalnya semakin bertambah umur (semakin tua) semakin rendah kadar Hb-nya.

Menurut Colton, kekuatan hubungan dua variabel secara kualitatif dapat dibagi dalam 4 area, yaitu:

N (Σ XY) – (ΣX ΣY) r =

[NΣX2– (ΣX)2] [NΣY – (ΣY)2

r = 0,00 – 0,25 → tidak ada hubungan/hubungan lemah r = 0,26 – 0,50 → hubungan sedang

r = 0,51 – 0,75 → hubungan kuat

(60)

Uji Hipotesis

Koefisien korelasi yang telah dihasilkan merupakan langkah pertama untuk menjelaskan derajat hubungan derajat hubungan linier anatara dua variabel. Selanjutnya perlu dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah hubungan antara dua variabelteradi secara signifikan atau hanya karena faktor kebetulan dari random sample (by chance). Uji hipotesis dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama: membandingkan nilai r hitung dengan r tabel, kedua: menggunakan pengujian dengan pendekatan distribusi t. Pada modul ini kita gunakan pendekatan distribusi t, dengan formula:

df = n – 2

n = jumlah sampel

2. Regresi Linier Sederhana

Seperti sudah diuraikan di depan bahwa analisis hubungan dua variabel dapat digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan dua variabel, yaitu dengan analisis regresi.

Analisis regresi merupakan suatu model matematis yang dapat digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan antar dua atau lebih variabel. Tujuan analisis regresi adalah untuk membuat perkiraan (prediksi) nilai suatu variabel (variabel dependen) melalui variabel yang lain (variabel independen).

Sebagai contoh kita ingin menghuubungkan dua variabel numerik berat badan dan tekanan darah. Dalam kasus ini berarti berat badan sebagai variabel independen dan tekanan darah sebagai variabel dependen, sehingga dengan regresi kita dapat memperkirakan besarnya nilai tekanan darah bila diketahui data berat badan.

Untuk melakukan prediksi digunakan persamaan garis yang dapat diperoleh dengan berbagai cara/metode. Salah satu cara yang sering digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square). Metode least

square merupakan suatu metode pembuatan garis regresi dengan cara meminimalkan

jumlah kuadrat jarak antara nilai Y yang teramati dan Y yang diramalkan oleh garis regresi itu. Secara matematis persamaan garis sbb:

n – 2 t = r

1 – r2

(61)

Persamaan di atas merupakan model deterministik yang secara sempurna/tepat dapat digunakan hanya untuk peristiwa alam, misalnya hukum gravitasi bumi, yang ditemukan oleh Issac Newton adalah contoh model deterministik. Variabel kecepatan benda jatuh (variabel dependen) pada keadaan yang ideal adalah fungsi matematik sempurna (bebas dari kesalahan) dari variabel independen berat beda dan gaya gravitasi.

Contoh lain misalnya hubungan antar suhu Fahrenheit dengan suhu Celcius dapat dibuat persamaan Y = 32 + 9/5X. variabel suhu Fahrenheit (Y) dapat dihitung/diprediksi secara sempurna/tepat (bebas kesalahan) bila suhu celsius (X) diketahui.

Ketika berhadapan pada kondisis ilmu sosial, hubungan antar variabel ada kemungkinan kesalahan/penyimpangan (tidak eksak), aretinya untuk beberapa nilai X yang sama kemungkinan diperoleh nilai Y yang berbeda. Misalnya hubungan berat badan dengan tekanan darah, tidak setiap orang yang berat badannya sama memiliki tekanan darah yang sama. Oleh karena hubungan X

dan Y pada ilmu sosial/kesehatan masyarakat tidaklah eksak, maka persamaan garis yang dibentuk menjadi:

Y = Variabel Dependen X = Variabel Independen

a = Intercept, perbedaan besarnya rata-rata variabel Y ketika variabel X = 0 b = Slope, perkiraan besarnya perubahan nialia variabel Y bila nilai variabel X

berubah satu unit pengukuran

e = nilai kesalahan (error) yaitu selisih antara niali Y individual yang teramati dengan nilai Y yang sesungguhnya pada titik X tertentu

Y = a + bx + e

ΣXY – (ΣXΣY)/n b =

ΣX2– (ΣX)2/n

Gambar

Tabel 2
Tabel … Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 1
Tabel …
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna kejadian ikterus neonatorum antara bayi prematur lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan pada bayi dengan berat

Sehingga dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hubungan yang tidak signifikan antara pemberian terapi magnesium sulfat (MgSO4) dengan kejadian asfiksia pada bayi baru

Berdasarkan kejadian stunting me- nunjukkan bahwa tidak ada perbedaan risiko stunt- ing antara anak yang lahir dari keluarga peserta ASKESKIN dengan anak yang tidak

Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang 24 jam pertama kelahiran. Semakin besar berat bayi yang dilahirkan meningkatkan risiko terjadinya ruptur perineum. Bayi

Teridentifikasi bayi dengan rata-rata berat badan dibawah 2,000 gram, yakni 1.900,0 gram dilahirkan oleh ibu yang tidak pernah melakukan kunjungan ANC sementara bayi dengan berat

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini bahwa tidak ada hubungan antara BBLR dengan kejadian hiperbilirubinemia dimana nilai p 0,189 yang berarti bayi berat bayi

Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna kejadian ikterus neonatorum antara bayi prematur lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan pada bayi dengan berat

Disini terlihat bahwa ada perbedaan yang signifikan antara rerata kenaikan berat badan yang di berikan pijat bayi dan yang tidak diberikan pijat bayi umur 0-6 bulan, kenaikan berat