• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bunga vs Riba dalam Perspektif Ekonomi I (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Bunga vs Riba dalam Perspektif Ekonomi I (2)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Riba dan Bunga Bank

Riba (برلا) secara bahasa bermakna ziyadah (ةدايز- tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun minjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam islam.

Muhammad Abdul Mannan dalam Teori dan Praktek Ekonomi Islam (1995:165) The Concise Oxford Dictionary menyatakan Riba sebagai berikut, “ Praktek meminjamkan uang dengan bunga yang luar biasa tingginya, terutama dengan bunga yang lebih tinggi daripada yang diperkenankan oleh undang-undang.”

Dewasa ini masih mengalami kebalauan dalam sistem perbankan. Disamping doktrin islam yang menjelaskan bahwa Riba itu adalah haram, dalam pandangan Ulama mendeskripsikan bahwa renten memiliki perbedaan pandangan yang signifikan, ada salah satunya mengatakan bahwa renten adalah haram dan yang lainnya menjelaskan renten tersebut boleh diaplikasikan apabila untuk kemajuan masyarakat serta cara pengaplikasiannya dilakukan secara transparan dan adil.

(2)

Dalam buku Bank Syariah dari Teori ke Praktik (2001: 23) Menurut Adam Smith dan D. Richardo: Bunga adalah kompensasi yang dibayar oleh yang meminjam uang kepada pemilik uang guna keuntungan baginya, bila orang yang meminjam tadi mempergunakan uang tersebut

Bunga bank telah memberikan makna kesimpangsiuran dalam aplikasinya sebagaimana dalam perundangan islam dijelaskan bahwa bunga bank memiliki pengertian yang sama dengan riba yang hukum asalnya adalah haram, secara empiris dapat dilihat bunga bank memberikan kesenjangan bagi orang-orang yang mengalami ketidakberuntungan dalam hidup, bukan masalah sederhana bagi elemen-elemen pemerintah melakukan perubahan tentang konsep riba dalam bunga yang menurut Islam bunga adalah riba

Teori ekonomi neoklasik barat tidak memandang bunga sebagai laba atas risiko. Sebaliknya, ini merupakan laba yang dipandang sebagai imbalan untuk menanggung risiko dan upaya perusahaan secara umum. Sesungguhnya para teoritisi muslimin pun memandang laba sebagai suatu imbalan yang wajar, dan mereka tidak berkeberatan bila sebagian besar pendapatan seseorang diperoleh dari laba. Namun menurut pandangan teori ekonomi neoklasik, bunga dipandang sebagai imbalan atas penundaan konsumsi untuk penundaan pembelian sekarang kepada suatu saat di masa mendatang. Menabung dianggap sebagai mengalihkan konsumsi sekarang untuk konsumsi masa yang akan datang,

Mengenai hal ini, Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya,

“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang bathil, dan janganlah kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu megetahui”.(Al Baqarah: 188).

(3)

Yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat yang dinikmat, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai maka nilai ekonomisnya pasti menurun jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual beli, si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimannya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta perkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal juga turut serta menanggung kemungkinan risiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.

Pengertian senada disampaikan oleh jumhur ulama dari berbagai mazhab fiqhiyyah. Di antaranya sebagai berikut :

Raghib al-Asfahani

“Riba adalah penambahan atas harta pokok”

Imam Ahmad bin Hanbal

(4)

2.2 Jenis-Jenis Riba dan Bunga Bank

 Riba Qardh

Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh)

 Riba Jahiliyyah

Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.

 Riba Fadhl

Pertukaan antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

 Riba Nasi’ah

Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.

Jenis Barang Ribawi

Para ahli fiqih Islam telah membahas masalah riba dan jenis barang ribawi dengan panjang lebar dalam kitab-kitab mereka. Dalam kesempatan ini akan disampaikan kesimpulan umum dari pendapat mereka yang intinya bahwa barang ribawi meliputi :

a. Emas dan perak, baik itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya.

b. Bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, dan jagung, serta bahan makanan tambahan, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.

(5)

a. Jual beli antara barang-barang ribawi sejenis hendaklah dalam jumlah dan kadar yang sama. Barang tersebut pun harus diserahkan saat transaksi jual beli. Misalnya, rupiah dengan rupiah hedaklah Rp 5.000,00 dengan Rp 5.000,00 dan diserahkan ketika tukar-menukar.

b. Jual beli antara barang-barang ribawi yang berlainan jenis diperbolehan dengan jumlah dan kadar yang berbeda dengan syarat barang diserahkan

Kemudian, jenis-jenis bunga bank adalah sebagai berikut :

1. Bunga Tetap (Fixed Interest)

Dalam sistem ini, tingkat suku bunga akan berubah selama periode tertentu sesuai kesepakatan. Jika tingkat suku bunga pasar (market interest rate) berubah (naik atau turun), bank akan tetap konsisten pada suku bunga yang telah ditetapkan. Lembaga pembiayaan yang menerapkan sistem bunga tetap menetapkan jangka waktu kredit antara 1-5 tahun.

Keuntungannya adalah jika suku bunga pasar naik, maka tidak akan terbebani bunga tambahan. Sebaliknya jika suku bunga pasar turun dan selisihnya lumayan besar, maka ada baiknya mempertimbangkan untuk melakukan refinancing. mesti menyelesaikan kredit lebih cepat dan mengganti dengan kontrak baru yang berbunga rendah (Pinjaman Tunai).

2. Bunga Mengambang (Floating Interest)

Dalam sistem ini, tingkat suku bunga akan mengikuti naik-turunnya suku bunga pasar. Jika suku bunga ini diterapkan untuk kredit jangka panjang, seperti kredit kepemilikan rumah, modal kerja, usaha dan investasi.

(6)

Pada sistem bunga flat, jumlah pembayaran pokok dan bunga kredit besarnya sama setiap bulan. Bunga flat biasanya diperuntukkan untuk kredit jangka pendek. contoh, kredit mobil, kredit motor dan kredit tanpa agunan.

4. Bunga Efektif (Effective Interest)

Pada sistem ini, perhitungan beban bunga dihitung setiap akhir periode pembayaran angsuran berdasarkan saldo pokok. Beban bunga akan semakin menurun setiap bulan karena pokok utang juga berkurang seiring dengan cicilan. Jangan membandingkan sistem bunga flat dengan efektif hanya dari angkanya saja. Bunga flat 6% tidak sama dengan bunga efektif 6%. Besar bunga efektif biasanya 1,8-2 kali bunga flat. jadi, bunga flat 6% sama dengan bunga efektif 10,8%-12%.

5. Bunga Anuitas (Anuity Interest)

Bunga anuitas boleh disetarakan dengan bunga efektif. Bedanya, ada rumus anuitas yang bisa menetapkan besarnya cicilan sama secara terus-menerus sepanjang waktu kredit. Jika tingkat bunga berubah, angsuran akan menyesuaikan.

Dalam perhitungan anuitas, porsi bunga pada masa awal sangat besar sedangkan porsi angsuran pokok sangat kecil. Mendekati berakhirnya masa kredit, keadaan akan menjadi berbalik. porsi angsuran pokok akan sangat besar sedangkan porsi bunga menjadi lebih kecil. Bunga pasar naik, maka bunga kredit anda juga akan ikut naik, demikian pula sebaliknya.

(7)

Menurut Al Quran surat Ar Rum: 39, An Nisa: 160-161, dan Ali Imran telah memuat larangan praktik riba dan menunjukkan karakteristik sebagai berikut :

1. Riba menjadikan pelakunya dalam kesesatan. Tidak dapat membedakan antara baik dan buruk, seperti tidak dapat membedakan jual beli yang jelas halal dan riba yang haram.

2. Riba merupakan transaksi utang-piutang dengan tambahan yang diperjanjikan di depan dengan dampak zalim ditandai dengan “lipat ganda”.

3. Dari sikap Al Quran yang selalu menghadapkan riba dengan sedekah, zakat, infak, dan hibah, maka diketahui bahwa riba mempunyai watak “menjauhkan persaudaraan” bahkan menuju permusuhan.

Ayat-ayat yang menyatakan demikian adalah sebagai berikut :

“ dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).” (Ar-Rum:39)

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” (An-Nisa’ 160-161)

(8)

pelarangan riba yang sudah diatur dalam Al Quran secara jelas. Juga ada hadits yang memperluas atau menambah kegiatan muamalah atau perniagaan yang dikategorikan sebagai riba dalam berbagai bentuk usaha. Pada dasarnya, hadits-hadits tersebut mempertegas pelarangan riba dalam bentuk usaha yang disertai ancaman atau hukuman masuk neraka bagi mereka yang mempraktikkannya. Hadits-haditsnya di bawah ini :

Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda: “ Jauhilah tujuh perkara mubiqat (yang mendatangkan kebinasaan). Para sahabat lalu bertanya apakah tujuh perkara itu wahai Rasulullah? Rasulullah SAW menjawab menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alas an dibenarkan syariat, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari medan perang (pertempuran), melontarkan tuduhan zina terhadap wanita baik-baik yang lengah lagi beriman”. (Muttafaqun Alaih)

Hadis Nabi yang Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW berkata “Pada malam perjalanan mi’raj aku melihat orang-orang yang perut mereka seperti rumah, didalamnya dipenuhi oleh ular-ular yang kelihatan dari luar. Aku bertanya kepada Jibril siapakah mereka itu. Jibril menjawab bahwa mereka adalah orang yang memakan riba. (H.R Muslim)

(9)

Sebelumnya, sebagian ulama beranggapan bahwa bunga bank itu merupakan riba dan riba itu sendiri hukumnya haram. Dewasa ini, Al Fakr Al Razi menggali sebab dilarangnya riba dan bunga dari pandangan ekonomi menemukan sebab-sebabnya yaitu sebagai berikut :

1. Riba memungkinkan seseorang memaksakan pemilikan harta tersebut dari orang lain tanpa ada imbalan, kalau ditanya, mengapa orang tidak boleh memungut tambahan dalam jangka waktu tertentu?

2. Riba menghalangi pemodal ikut serta berusaha mencari rezeki karena ia dengan mudah membiayai hidupnya cukup dengan waktu yang berjangka itu.

3. Apabila diperbolehkan masyarakat dengan memenuhi kebutuhan tidak akan segan untuk meminjam uang walaupun dengan suku bunga yang tinggi.

4. Terjadinya dikotomi antara si kaya dan si miskin, dengan riba biasanya pemodal semakin kaya, sedangkan peminjam menjadi semakin miskin, dengan cara inilah kaya menindas si miskin melewati transaksi riba.

5. Larangan nas tentang riba telah ditetapkan dalam Al Quran dan hadits.

(10)

Lembaga Fiqh Rabithah Alam Al Islami di Makah, dan lembaga Fiqh Islam di Makah, Serta OKI di Jeddah. Hasil ijma’ tidak bias dibatalkan kecuali dengan ijma’ lain yang setara.

Selain itu, Yusuf Qardhawi juga memaparkan mengapa bunga bank diharamkan :

1. Fungsi utama bank sebagai financial intermidation menurutnya sama dengan riba akar dan juga calo riba yang memakan dan memberi riba. 2. Dalam praktik perbankan tambahan harus diberikan dan hal ini disyaratkan

sebelumnya, hal ini termasuk dalam kategori riba.

3. Pada saat batas pinjaman berakhir dan peminjam belum bias melunasi utangnya, maka terdapat dua pilihan lunasi atau hutang bertambah, praktik ini juga berlaku pada bank konvensional.

(11)

Karakteristik Bunga Bank Kesesuaian dengan Riba  Praktek Perbankan yang menarik

dana dari penabung dan meminjamkannya kepada nasabah/kreditur atau financial intermediation.

 Merupakan riba akar karena tidak

saja pelaku riba namun merupakan “calo riba” yang memakan dan memberi riba.

 Bunga kredit sesuai dengan lama

pinjaman.

dimana ada tidak ada uang, jika hutang jatuh tempo harus bias dibayar, dan jikaa ditundaa konsekuensinya adalah tambahan bunga.

 Sesuai dengan pendapat Ar-Razi

bahwa riba memungkinkan seseorang memaksakan kepemilikan karena keuntungan yang akan diperoleh pihak peminjam masih dalam perjudian sedangkan tambahan kepada pemberi pinjaman sudah pasti.

 Bank sebagai peminjam menentukan

bunga didepan pada waktu akad dan harus selalu untung.

 Menurut Yusuf Qardhawi, hal ini

lebih parah dari praktek riba jahiliyyah yang muncul ketika peminjam tidak bias melunsi hutang pada waktu telah ditentukan dan hal ini pernah dilakukan oleh pamannya Abbas bin Abd Muthalib dan Rasulullah memaklumatkan riba tersebut haram pada saat haji wada’.

 Sesuai dengan karakteristik riba,

(12)

oleh Usman dan dilarang oleh Nabi dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, barang siapa yang memberi tambahan sesungguhnya telah berurusan dengan riba, penerima dan

 Memiiki dampak yang sama

dengan dampak riba yang menimbulkan sikap pemalas, merangsang manusia cenderung untuk menumpuk harta dan penumpukan uang(tidak sesuai dengan system ekonomi yang dicontohkan Rasulullah) dan ini akan menghambat sirkulasi dan kelancaran arus dagang.  Suku bunga yang tinggi akan

berpengaruh negative terhadap kehidupan masyarakat.

 Ketiksetaraan posisi tawar antara

pemberi pinjaman (bank) dengan peminjam.

 Sesuai dengan karakteristik zulm

(membawa pada kesusahan) yang merupakan sifat yang melekat pada riba.  Jika terjadi tunggakan, maka

nasabah wajib membayar sisa hutang dan

 Sesuai dengan sifat lipat ganda

(13)

akan menuntut secara pidana dan juga perdata.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian tentang riba yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa:

a. Riba adalah suatu akad atau transaksi atas barang yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut syariat atau dengan menunda penyerahan kedua barang yang menjadi objek akad atau salah satunya.

b. Cara untuk menghindari riba adalah dengan berpuasa, menerapakan prinsip hasil bagi, wadiah, mudarabah, syirkah, murabahah, dan qard hasan.

(14)

menginventasikan uangnya pada bank dengan tingkat suku bunga tertentu, maka akan dapat diketahui hasilnya dengan pasti.

d. Berekonomi secara syariah dapat membantu mengentaskan kemiskinan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3.2 Saran

Referensi

Dokumen terkait

Implementasi hubungan hukum antara peserta dengan BPJS bidang kesehatan, tidak tunduk sepenuhnya pada hukum perjanjian sebagaimana diatur dalam KUH.Perdata, oleh

Berdasarkan besaran masalah mola hidatidosa yang dapat menjadi salah satu penyebab angka kematian ibu semakin meningkat maka perlu dilakukan penelitian lebih

• Petunjuk yang diperlukan untuk dapat menggunakan alat dengan cara yang aman.yang terdapat pada alat atau kemasan.. √ √ √

budaya budaya religius, ada juga tausiyah,terus kalua di dalam kelas, kita ada biasakan batal wudhu jadi ketika dikelas anak-anak belajar itu dalam keaadaan suci karena kita

PENGANGKATAN PERTAMA SEBAGAI TH KEP.. PENGANGKATAN AKHIR

Metode pendekatan utama yang digunakan dalam memecahkan persoalan mitra yang telah disepakati bersama, yaitu: Metode Manajemen Pelatihan, yang merupakan metode yang

Melalui Perma tersebut, (i) Korporasi yang telah memperoleh keuntungan atau manfaat dari suatu tindak pidana—termasuk tindak pidana korupsi, (ii) membiarkan terjadinya

Rahardja dan Afnan (2014) Menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris yanag kecil lebih efektif dalam melakukan tindakan pengwasan dan lebih mudah dalam memonitor manajemen,