FORMULASI DAN EVALUASI KESTABILAN FISIK
KRIM ANTIOKSIDAN EKSTRAK BIJI KAKAO
(Theobroma cacao L.)
Ermina Pakki, Sartini, Rosany Tayeb, dan Nur Laila Maisarah Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar
ABSTRAK
Penelitian tentang formulasi krim antioksidan dari ekstrak biji kakao (Theobroma cacao L.) dan uji kestabilan fisiknya telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi krim dari ekstrak biji kakao yang paling stabil secara fisik. Biji kakao diekstraksi dengan penyari aseton-air (7:3). Ekstrak aseton-air (7:3) diformulasi menjadi sediaan krim dengan variasi emulgator yaitu tween® 60– span® 60, tween® 80- span® 80, novemer®, dan capigel®. Evaluasi kestabilan fisik krim meliputi organoleptis, kriming, viskositas, dan ukuran tetes terdispersi serta inversi fase sebelum dan setelah kondisi penyimpanan dipercepat selama 12 jam secara bergantian pada suhu 150C dan 35oC sebanyak 10 siklus. Pengamatan organoleptis memperlihatkan tidak ada perubahan warna dan bau pada keempat krim. Analisis statistik menunjukkan bahwa variasi emulgator memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas krim sebelum dan setelah kondisi penyimpanan dipercepat, sedangkan terhadap ukuran tetes terdispersi tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kriming dan inversi fase pada semua krim. Keempat krim yang diformulasi menggunakan variasi emulgator stabil secara fisik, namun yang paling stabil secara fisik adalah krim dengan emulgator tween® 80- span® 80konsentrasi 5%.
Kata kunci : biji kakao, antioksidan, krim, stabilitas fisik
PENDAHULUAN
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) dari suku Sterculiaceae meru-pakan tanaman perkebunan yang mem-punyai arti ekonomi penting di Indone-sia sebagai komoditi ekspor. Masa depan komoditi ini cukup cerah karena diperkirakan permintaan dunia terhadap komoditi ini akan terus meningkat. Pe-nemuan mutakhir menunjukkan bahwa kakao memiliki zat bioaktif yang ber-manfaat bagi kesehatan. Tanaman ka-kao mengandung senyawa antioksidan yang telah diuji secara in vitro. Kurang lebih 60% senyawa polifenol dari biji kakao adalah flavonoid prosianidin. Be-berapa dari senyawa fenolik tersebut yaitu katekin, epikatekin, antosianidin, proantosianidin, asam fenolat, dan be-berapa flavonoid lainnya (1,2,3).
Berbagai penelitian menunjuk-kan bahwa menunjuk-kandungan epikatekin, kate-kin, dan total prosianidin dari biji kakao
yang tidak difermentasi ialah 25,65 mg/g; 6,46 mg/g; 119,78 mg/g sedang-kan sedang-kandungan epikatekin, katekin, dan total prosianidin dari biji kakao yang difermentasi berturut-turut ialah 3,30 mg/g; 2,02 mg/g; 22,99 mg/g (4). Ber-dasarkan hasil penelitian tersebut di atas maka pada penelitian ini diguna-kan biji kakao yang tidak difermentasi.
Antioksidan dapat bekerja de-ngan cara mengatasi efek-efek keru-sakan pada kulit manusia yang diaki-batkan oleh radikal bebas yang meru-pakan faktor utama pada proses penua-an (aging) dpenua-an kerusakpenua-an jaringpenua-an kulit. Karena sifat antioksidan inilah, maka biji kakao sangat berpotensi untuk di-buat dalam sediaan kosmetik. Salah sa-tu bensa-tuk sediaan kosmetik yang sering digunakan yaitu sediaan krim (5,6).
ter-dispersi dalam bahan dasar yang se-suai. Sediaan krim untuk kulit dapat berfungsi sebagai pelindung yang baik bagi kulit (6,7). Salah satu syarat yang harus dipenuhi suatu sediaan emulsi yang baik adalah stabil secara fisika karena tanpa hal ini suatu emulsi akan segera kembali menjadi dua fase yang terpisah. Ketidakstabilan emulsi terlihat dengan terjadinya kriming, flokulasi, dan penggumpalan yang dapat juga disertai dengan pemisahan fase, per-ubahan kekentalan emulsi, serta ter-jadinya inversi fase (8,9).
Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan studi formulasi krim antioksidan dari ekstrak biji kakao yang memenuhi syarat kestabilan fisik suatu emulsi. Pada penelitian ini digunakan emulgator tween® 60 (polisorbat 60) –
span® 60 (sorbitan 60), tween® 80
(polisorbat 80) – span® 80(sorbitan 80),
novemer® (acrylat copolimer, mineral
oil, dan polisorbat 85), dan capigel®
(acrylat copolimer). Parameter peng-ujian yang dilakukan meliputi perubah-an orgperubah-anoleptis serta kestabilperubah-an fisika dari tiap sediaan krim yang dihasilkan sebelum dan setelah kondisi penyim-panan dipercepat (pada suhu 5oC dan
35oC masing-masing selama 12 jam
se-banyak 10 siklus) meliputi volume krim-ing, perubahan kekentalan, dan ukuran tetes terdispersi serta inversi fase.
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain mikroskop (Nikon Eclipse E 200), penangas air (Memmert), pengaduk elektrik (Philips), rotavapor, alat mase-rasi, termometer, timbangan elektrik, timbangan kasar, dan viskometer (Brookfield)
Bahan yang digunakan adalah asam stearat, aseton, α-tokoferol, buah kakao (Theobroma cacao L.), capigel®
(acrylat copolimer), lanolin anhidrat, metilen biru, minyak mawar, n-heksan, novemer® (acrylat copolimer, mineral
oil, dan polisorbat 85), propilen glikol, sepicide® (phenoxyethanol,
metilpara-ben, ethylparametilpara-ben, propil parametilpara-ben, dan
butilparaben), setil alkohol, span® 60
(sorbitan 60), span® 80 (sorbitan 80),
stearil alkohol, tween® 60 (polisorbat
60), tween® 80 (polisorbat 80
Ekstraksi Sampel
Buah kakao diperam selama 5 hari. Buah dipecahkan dan bijinya dike-luarkan dan dipisahkan dari empulur. Biji direndam dalam air panas (90oC)
selama 5 menit, dicuci lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 40 – 50 C.
Biji kakao dikupas kulitnya lalu ditumbuk hingga diperoleh serbuk kasar. Sebanyak 500 g serbuk biji di-maserasi dengan aseton:air (7:3) seba-nyak 1,25 liter, didiamkan selama 5 hari sambil sesekali diaduk kemudian filtrat disaring. Perlakuan diulangi sebanyak 3 kali. Ekstrak yang diperoleh dibebas-lemakkan dengan n-heksan. Ekstrak aseton:air yang diperoleh diuapkan pa-da rotavapor hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 25,5 g.
Analisis Kualitatif Bahan Alam
Ekstrak biji kakao ditotolkan pada lempeng KLT dan dielusi dengan eluen butanol : asam asetat glasial : air (4:1:5). Visualisasi komponen kimia menggunakan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm & 366 nm. Visual-isasi lebih lanjut dengan FeCl3 sebagai
pereaksi penampak untuk deteksi se-nyawa golongan polifenol. Dengan eluen butanol : asam asetat glasial : air (4:1:5) menunjukkan warna noda hijau kehitaman.
Pembuatan Krim dengan Emulgator Tween®-Span®
1. Fase minyak dibuat dengan melebur berturut-turut lanolin anhidrat, setil alkohol, asam stearat, stearil alko-hol, span® 60, dan α-tokoferol di atas
tangas air. Suhu dipertahankan pada 70o C.
2. Fase air dibuat dengan melarutkan tween® 60 dalam air yang telah
di-panaskan hingga 70oC, kemudian
di-tambah propilen glikol. Suhu diperta-hankan pada 70o C
3. Krim dibuat dengan menambahkan fase minyak ke dalam fase air kemu-dian ditambah sepicide® sambil
sela-ma 2 menit, kemudian didiamkan se-lama 20 detik lalu diaduk kembali sampai homogen
4. Ekstrak digerus dalam mortir lalu di-tambah basis krim sedikit demi sedi-kit dan diaduk sampai homogen lalu dipindahkan ke dalam gelas piala yang berisi sisa basis dan diaduk kembali hingga homogen
5. Cara yang sama dilakukan untuk krim yang menggunakan tween® 80
dan span® 80.
Krim dengan Emulgator Capigel®
1. Fase minyak dibuat dengan melebur berturut-turut lanolin anhidrat, setil alkohol, asam stearat, stearil alko-hol, dan α-tokoferol di atas tangas air. Suhu dipertahankan pada 70o C.
2. Fase air dibuat dengan melarutkan capigel® dalam air yang telah
di-panaskan hingga 70oC, kemudian
di-tambah propilen glikol. Suhu diper-tahankan 70o C
3. Emulsi dibuat dengan menambah-kan fase minyak ke dalam fase air kemudian ditambahkan sepicide®
sambil diaduk dengan pengaduk elektrik selama 2 menit, lalu di-diamkan selama 20 detik lalu diaduk kembali sampai terbentuk emulsi yang homogen
4. Ekstrak digerus dalam mortir lalu ditambah basis krim sedikit demi sedikit dan diaduk sampai homogen lalu dipindahkan pada gelas piala yang berisi sisa basis dan diaduk kembali sampai homogen
Krim dengan Emulgator Novemer®
1. Fase minyak dibuat dengan melebur berturut-turut lanolin anhidrat, setil alkohol, asam stearat, stearil alko-hol, dan α-tokoferol di atas tangas air. Suhu dipertahankan pada 70o C.
2. Fase air dibuat dengan melarutkan propilen glikol dalam air. Suhu diper-tahankan 70o C
3. Emulsi dibuat dengan menambah-kan fase minyak ke dalam fase air kemudian ditambah novemer® dan
sepicide® sambil diaduk dengan
pengaduk elektrik selama 2 menit, lalu didiamkan selama 20 detik, lalu diaduk kembali sampai homogen
4. Ekstrak digerus dalam mortir lalu ditambah basis krim sedikit demi sedikit dan diaduk sampai homogen lalu dipindahkan pada gelas piala yang berisi sisa basis lalu diaduk kembali sampai homogen
Tabel 1. Rancangan formula krim anti-oksidan dari ekstrak biji kakao (Theobroma cacao L.)
Bahan I Formula Krim (%b/b)II III IV
Ekstrak biji
kakao 0,5 0,5 0,5 0,5
Asam stearat 2 2 2 2
Setil alkohol 3 3 3 3
Stearil alkohol 1,5 1,5 1,5 1,5
Lanolin anhidrat 2 2 2 2
α-tokoferol 0,05 0,05 0,05 0,05
Tween® 60 -
span® 60 5 - -
-Tween® 80 -
span® 80 - 5 -
-Novemer® - - 1
-Capigel® - - - 0,1
Propilen glikol 10 10 10 10
Sepicide® 0,3 0,3 0,3 0,3
Minyak mawar 0,05 0,05 0,05 0,05
Air suling 75,6 75,6 79,6 80,5
Evaluasi Tipe Krim
a. Metode Pengenceran
Krim yang jadi dimasukkan ke dalam vial, kemudian diencerkan de-ngan air. Jika emulsi dapat diencerkan maka tipe emulsi adalah tipe m/a. b. Metode Dispersi Zat Warna
Emulsi yang dibuat dimasukkan ke dalam vial, kemudian ditetesi de-ngan beberapa tetes larutan biru me-tilen. Jika warna biru segera terdispersi ke seluruh emulsi maka tipe emulsinya adalah tipe m/a.
Evaluasi Kestabilan
a. Pemeriksaan Hasil Jadi Krim Pengamatan organoleptis dila-kukan terhadap sediaan krim, meliputi perubahan warna dan bau sebelum dan setelah kondisi penyimpanan diperce-pat.
selama 12 jam sebanyak 10 siklus. Pengamatan volume kriming dilakukan setiap 1 siklus penyimpanan. Volume kriming dihitung dengan % rumus :
Volume kriming
=
Hu
H0
×100%
Hu = Volume emulsi yang kriming, dan H0 = Volume total krim
Pengukuran Viskositas
Pengukuran viskositas dilaku-kan terhadap sediaan krim sebelum dan setelah diberi kondisi penyimpanan dipercepat yaitu penyimpanan selang-seling pada suhu 5oC dan 35oC
masing-masing selama 12 jam sebanyak 10 siklus. Viskositas diukur dengan visko-meter Brookfield dengan menggunakan “spindle” no. 6.
Pengukuran Tetes Terdispersi
Sediaan dimasukkan ke dalam vial, kemudian dilakukan pengukuran tetes terdispersi sebelum dan setelah diberi kondisi penyimpanan dipercepat. Pengamatan ukuran tetes terdispersi di-lakukan dengan mikroskop.
Inversi Fase
Sediaan yang telah jadi diberi kondisi penyimpanan dipercepat diuji kembali tipe emulsinya dengan metode pengenceran dan metode dispersi zat warna metilen biru.5o C dan 35o C.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Organoleptis
Pengamatan organoleptis menun-jukkan bahwa krim yang dibuat dengan variasi emulgator yaitu krim I, II, III, dan IV tidak mengalami perubahan warna dan bau setelah kondisi penyimpanan dipercepat. Warna tetap coklat muda dan beraroma mawar.
Tipe Krim
Pengujian tipe krim dengan uji pengenceran dan uji dispersi zat warna metilen biru sebelum kondisi dipercepat menunjukkan tipe emulsi minyak dalam air (m/a) untuk semua krim yang dibuat.
Volume Kriming
Pengukuran volume kriming me-nunjukkan tidak terjadi kriming sebelum dan setelah kondisi dipercepat.
Viskositas Krim
Hasil pengukuran viskositas krim dengan variasi emulgator menun-jukkan terjadinya perubahan kekentalan pada semua formula krim.
Tabel 2. Hasil pengukuran viskositas krim
II:Krim dengan emulgator tween® 80-span® 80 5%
III: Krim dengan emulgator capigel® 0,1%
IV: Krim dengan emulgator novemer® 1%
Inversi Fase
Hasil pengujian tipe emulsi dengan uji pengenceran dan uji dispersi zat warna metilen biru setelah kondisi penyimpanan dipercepat memperlihat-kan tipe emulsi minyak dalam air (m/a) untuk semua krim yang dibuat. Hasil ini menunjukkan tidak terjadi inversi fase pada semua formula krim.
Ukuran Tetes Terdispersi
Hasil pengamatan tetes terdis-persi pada krim dengan variasi emulga-tor menunjukkan terjadinya perubahan ukuran tetes terdispersi pada semua formula krim.
Pembahasan
Ekstrak-si yang paling baik untuk senyawa fla-vonoid terkondensasi (prosianidin) yaitu dengan menggunakan penyari aseton-air (7:3) (12).
Sebelum diformulasi dalam sediaan krim, terlebih dahulu dilakukan analisis kualitatif terhadap ekstrak biji kakao dengan metode KLT mengguna-kan eluen butanol-asam asetat glasial-air (4:1:5). Analisis kualitatif ekstrak biji kakao menunjukkan adanya senyawa fenolik yang dapat dilihat dari warna noda coklat kehijauan pada visualisasi dengan FeCl3, sedangkan pada sinar
UV 254 dan 366 nm menunjukkan warna noda hijau kehitaman.
Hasil pengamatan organoleptis terhadap krim yang dibuat dengan emulgator krim I, II, III, dan IV yaitu krim dengan emulgator tween® 60–span® 60
5%, tween® 80–span® 80 5%, Capigel®
0,1%, dan Novemer® 1% tidak
menun-jukkan perubahan warna. Hal ini ke-mungkinan disebabkan karena basis krim bersifat inert sehingga tidak terjadi interaksi antara flavonoid dalam ekstrak dengan emulgator.
Hasil pengujian tipe emulsi krim sebelum dan sesudah penyimpanan di-percepat memperlihatkan semua krim mempunyai tipe emulsi m/a, baik de-ngan uji pengenceran maupun dede-ngan uji dispersi zat warna metilen biru. Hal ini disebabkan karena volume fase terdispersi (fase minyak) yang diguna-kan dalam krim lebih kecil dari fase pendispersi (fase air), sehingga globul-globul minyak akan terdispersi ke dalam fase air dan membentuk emulsi tipe m/a. Selain itu nilai HLB kombinasi emulgator yang dibutuhkan 13,38 yang sesuai dengan pernyataan Davies bah-wa emulgator dengan HLB butuh lebih dari 7 akan terdistribusi dalam fase air dan membentuk emulsi tipe m/a (13).
Dari hasil pengamatan volume kriming terhadap krim tipe m/a yang dibuat tidak menunjukkan terjadinya kriming pada semua krim yang dibuat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena krim yang dibuat memiliki viskositas yang cukup tinggi sehingga tidak menghasilkan kriming.
Hasil analisis statistik terhadap perubahan viskositas krim sebelum dan setelah diberi kondisi penyimpanan di-percepat untuk krim menunjukkan pe-ngaruh yang sangat nyata dari variasi emulgator yang digunakan, hal ini dapat dilihat pada Fhitung > dari Ftabel. Hal ini
berarti ada perubahan viskositas se-belum dan setelah penyimpanan diper-cepat. Pada krim I, III, dan IV terjadi perubahan viskositas yang signifikan, kecuali pada krim II yang menggunakan emulgator tween 80–span 80 5%. Hal ini kemungkinan disebabkan karena kombinasi tween 80–span 80 dengan konsentrasi 5 % dapat menghasilkan lapisan antarmuka yang kompleks dan rapat yang tidak dipengaruhi siklus suhu pada kondisi dipercepat.
Pada pengamatan tetes terdis-persi tidak dilakukan perhitungan ukur-an tetes terdispersi. Hal ini disebab-kan karena ukuran tetes terdispersi dari semua krim sangat kecil baik sebelum maupun setelah kondisi penyimpanan dipercepat. Rentang ukuran tetes terdispersi suatu emulsi adalah 0,1 – 100 µm, semakin kecil ukuran tetes terdispersi suatu emulsi maka semakin stabil pula emulsi tersebut (8). Hasil pengujian tipe krim setelah penyimpan-an dipercepat tidak memperlihatkpenyimpan-an perubahan tipe krim dari semua formula krim atau tidak terjadi inversi fase.
Dari pembahasan di atas maka diketahui bahwa ada pengaruh variasi emulgator yaitu tween® 60 - span® 60
5%, tween® 60 -span® 80 5%, Capigel®
0,1%, dan Novemer® 1% terhadap
kestabilan krim antioksidan dari ekstrak biji kakao ini, yaitu terhadap perubahan viskositas dan ukuran tetes terdispersi namun tidak berpengaruh terhadap volume kriming. Pembahasan di atas juga memperlihatkan bahwa semua krim stabil secara fisik. Namun, krim dengan emulgator tween® 80 – span®
80 konsentrasi 5% merupakan krim yang paling stabil secara físika.
KESIMPULAN
yang diformulasi dengan variasi emul-gator dapat dinyatakan stabil secara fisik dan krim dengan menggunakan emulgator tween® 80 – span® 80
konsentrasi 5% paling stabil secara fisik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sunanto. H., 1994, Cokelat Budi-daya, Pengolahan Hasil, dan Aspek Ekonominya. Yogyakarta: Penerbit Kaninus.13
2. Arlorio, M., Coisson, J.D., Restani, P. & Martelli, A. 2001. Antioxidant and Biological Activity of Pigments from Theobroma cacao Hulls Extracted with Supercritical CO2.
J.Sci. Food. 653-656
3. Keen, C.L. 2001. Chocolate : Food as Medicine/Medicine as Food Journal of the American College of Nutrition. 20 : 436S-439S.
4. Francisco A. et al. 2007. A New Process To Develop a Cocoa Pow-der with Higher Flavonoid Monomer Content and Enhanced Bioavail-ability in Healthy Humans. J.Sci. Food Chem. Spain : 3926-3935 5. Amiruddin, M.D. 2003. Ilmu
Penya-kit Kulit. Bagian Ilmu PenyaPenya-kit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar. 165
6. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2005. Farma-kope Indonesia. Ed.4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 6
7. Keithler, W.R.M. 1956. The Formu-lation of Cosmetics and Cosmetic Specialities, Drug and Cosmetic Industry. New York. 3
8. Gennaro, A.R. 1990. Remington and Practice of Pharmacy. 18th Ed.
Philadelphia College of Pharmacy and Science. Philadelphia. 301-302 9. Lachman, L., Lieberman, H.A.,
Kanig, J.L., 1994. Theory and Prac-tice of Pharmacy. John Wiley and Sons. New York. 508, 549
10. Figueira, A., Janick, J., & Bemiller, J.N. 1993. New Products from Theobroma cacao. www.host. purdene.edu/newcrop/proceeding1 993/html, diakses tanggal 12 April 2008
11. The Raintree Nutrition. 1996. Data-base file for : Chocolate (Theobro-ma cacao L.). www.rain-tree.com/ chocolate.htm, diakses 14 April 2008
12. Harborne, J.B. 1987. Metode Fito-kimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB Bandung. 70