• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Psychological Well-Being Caregiver Formal berdasarkan Status Kelembagaan Panti Jompo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Psychological Well-Being Caregiver Formal berdasarkan Status Kelembagaan Panti Jompo"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan manusia sebelum menghadapi kematian. Dalam proses tersebut manusia akan mengalami tahap perkembangan yang berbeda. Setiap tahap yang dilalui akan memberikan beberapa penurunan, seperti penurunan pada fungsi biologis, motoris, pengamatan, berpikir, motif-motif, kehidupan afeksi, hubungan sosial serta integrasi masyarakat (Hurlock, 2008). Menurunnya fungsi berbagai organ pada lansia mengakibatkan kerentanan terserang berbagai penyakit yang bersifat akut dan kronis. Menurut Departemen Kesehatan (2002) penyakit-penyakit yang sering dialami lansia biasanya penyakit-penyakit degeneratif yang bersifat kronis dan multipatologis. Masalah pada lansia tidak sama dengan yang dihadapi pada non-lansia. Masalah yang dihadapi lansia umumnya berhubungan dengan penuaan dan kematian. Proses penuaan berkaitan dengan gangguan mobilitas gerasampai gangguan jantung (Depkes, 2002). Proses penuaan tersebut memberikan dampak pada kemampuan lansia dalam melakukan aktifitas sehari-hari /activity daily livings (ADL) (Cavanaugh J & Fields F, 2006) sehingga memerlukan perhatian dan bantuan dari orang lain (Bayer & Reban, 2004).

(2)
(3)

sebagian besar terlantar dan memerlukan upaya perlindungan khusus (Komnas Lanjut Usia, 2000).

Di Indonesia, sebagian besar lansia masih bertempat tinggal dengan keluarga (extended family system) seperti budaya masyarakat timur pada umumnya. Selain tinggal bersama keluarga, para lansia sebagian besar tinggal di panti jompo. Panti jompo adalah suatu instansi hunian bersama yang diperuntukkan bagi lansia. Panti jompo merupakan suatu bangunan yang digunakan sebagai tempat penampungan lansia untuk kemudian di asuh, dirawat, dan diberikan perhatian lebih dalam untuk kehidupannya sehari-hari (Fitri SWA, dkk, 2011). Selain panti jompo yang dikelola oleh pemerintah, terdapat juga panti jompo yang dikelola oleh badan-badan swasta. Jumlah panti jompo yang dikelola oleh pemerintah pusat maupun daerah dan masyarakat pada tahun 2010 berjumlah 235 unit dengan jumlah lansia yang mampu ditangani sebanyak 11.397 orang (Kemensos,2010). Di wilayah Binjai sendiri terdapat satu panti jompo yang didirikan oleh pemerintah yaitu Panti Tresna Werdha Abdi, yang merupakan satu-satunya panti jompo pemerintah yang berada dalam naungan Dinas Sosial Kota Medan yang berlokasi di Binjai sedangkan panti jompo yang dikelola swasta terdiri dari 5 yaitu Panti Jompo Karya Kasih, Panti Jompo Hisosu, Panti Jompo Harapan Jaya dan Panti Jompo Yayasan Guna Budi Bakti.

(4)

beraktivitas sehingga ia dapat memenuhi kebutuhannya. Pendamping lansia tersebut dikenal dengan sebutan caregiver. Barrow (1996 dalam Widiastuti 2009) menyebutkan terdapat dua jenis caregiver, yaitu formal dan tidak formal.

Caregiver formal adalah individu yang memberikan perawatan dengan

melakukan pembayaran yang disediakan oleh rumah sakit, psikiater, pusat perawatan ataupun tenaga professional lainnya. Sedangkan caregiver informal adalah individu yang memberikan perawatan tanpa dibayar biasanya dilakukan oleh keluarga atau teman. Berdasarkan U.S Departement of Health and Human Service. Administration On Aging (2007) & Women and Caregiving: Fact and

Figure (2007) menyatakan bahwa tiga per empat caregiver berjenis kelamin perempuan, kebanyakan caregiver 35-64 tahun dan berstatus nikah, 81% seluruh pelayanan berbasis home care. Hal tersebut memiliki kesamaan dengan yang ada di Indonesia. Menurut Departemen Sosial (2008) sekitar 70% caregiver berjenis kelamin perempuan, selain itu usia individu yang menjadi caregiver berada pada rentang usia dewasa madya (30-50 tahun).

(5)

pemberian perawatan terutama kepada orang tua (lansia) menuntut pengorbanan yang besar baik secara fisik maupun emosional. Hal tersebut mempengaruhi kondisi caregiver baik secara fisik dan psikis, sehingga pada saat pelaksanaan kerja dan pemberian pelayanan menjadi kurang maksimal. Stres tersebut juga berdampak pada kesehatan caregiver. Menurut Journal of the America Medical Association dalam American Psychological Association

(Simon, Klesey et al, 2012), caregiver yang mengalami tekanan tinggi dalam merawat lansia berisiko mengalami kematian dini (premature mortality), penyakit jantung koroner, dan stroke. Survei di Amerika juga menunjukkan bahwa prevalensi penyakit kronis pada caregiver lebih tinggi (80%) dibandingkan dengan populasi umum (61%), disamping itu kesehatan caregiver yang berusia dibawah atau sama dengan 49 tahun memiliki kondisi kesehatan yang lebih buruk daripada orang-orang seusianya di populasi umum (APA, 2012). Data menurut National Alliance for caregiving (2009, dalam Natasia 2013) faktanya 17% caregiver memiliki keluhan kesehatan yang lebih buruk sebagai akibat dari mengasuh lansia. Studi penelitian menunjukkan bahwa 30% sampai 40% dari caregiver lansia dementia mengalami depresi dan stres (Alzheimer’s Association & National Alliance for Caregiving, 2004)

(6)

kesehatan mental caregiver atau menyebabkan caregiver secara fisik atau verbal, agresif terhadap lansia. Studi juga menunjukkan bahwa salah satu alasan untuk penelantaran dan kekerasan pada lansia adalah stres pada caregiver (Gupta R, Chaudhuri A, 2008 dalam Okoye, 2011)

(7)
(8)

Di Indonesia idealnya seorang caregiver dalam pelayananya terhadap klien menangani 5 klien (Depsos RI, 1995 dalam Marsaoly, 2001). Berdasarkan temuan awal peneliti ditemukan rasio perbandingan antara pengasuh dan lansia di panti jompo pemerintah 1:9, sedangkan rasio perbandingan pelayanan pada panti jompo swasta adalah 1:6. Semakin banyak jumlah lansia yang diasuh, maka semakin tinggi nilai skor stresnya (Desbiens, 2001). Caregiver yang mengalami depresi sangat mungkin untuk mendapatkan gangguan kecemasan, gangguan tidur, penyalahgunaan atau ketergantungan zat psikotropika dan penyakit kronis (Spector dan Tampi, 2005)

Peraturan mengenai lama waktu kerja di Indonesia diatur dalam pasal 77 sampai pasal 85 Undang-Undang No.13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, untuk karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu, jam waktu kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam seminggu. Sedangkan untuk karyawan dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Para caregiver yang bekerja di panti jompo pemerintah memiliki lama kerja 10 jam dalam 1 hari dan 70 jam dalam seminggu. Pada hari libur juga para caregiver tetap bekerja. Sedangkan untuk panti jompo swasta, memiliki lama kerja rata-rata 7 jam per hari dengan sistem shift. Ditemukan juga bahwa beberapa caregiver mengalami penurunan kesehatan akibat waktu istirahat yang kurang. Penelitian Gaugler et al tahun 2005 menyatakan durasi/ banyaknya waktu yang dihabiskan

caregiver untuk mengasuh lansia dapat mempengaruhi stres, sehingga banyak

(9)

Kondisi/ keadaan ini juga sejalan dengan temuan Sarwendah (2013) yang menyatakan bahwa durasi kerja yang terlalu lama dapat membuat caregiver stres, sehingga dengan alasan tersebut muncul tindakan kekerasan dan penelantaran pada lansia. Hal ini juga mempengaruhi kualitas pelayanan pada lansia.

Pendidikan berhubungan dengan psychological well-being yang dialami individu. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan (Contador, Fernandez-Calvo, Palenzuel & Ramos, 2012; Maria Garcia, Pablo Lara & Luis Berhier, 2011; Sansoni, Vellone & Piras, 2004). Dari hasil penelitian ditemukan bahwa, level pendidikan yang lebih tinggi lebih mampu mengembangkan kemampuan mengatur stres dan mengatur tindakan yang berhubungan dengan individu yang menerima pelayanan. Temuan awal di lapangan, diketahui rata-rata pendidikan caregiver yang ada di panti jompo pemerintah adalah lulusan SD, SMP, SMA/SMPS (Sekolah Menengah Pekerja Sosial), D3, dan sebagian S1 . Sedangkan di panti jompo swasta, caregiver adalah lulusan SMA, SMP, lulusan akper, D3 bidang kesehatan, dan S1

(10)

masih berstatus single atau belum menikah, sedangkan caregiver di panti jompo yang dikelola pemerintah, hampir semua caregiver sudah menikah, dan rata-rata usianya sudah mencapai usia dewasa madya. Namun, Neugarten (1986 dalam Fhadjrin, 2013) menyatakan bahwa individu yang memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi biasanya adalah individu yang berada pada tahap dewasa madya yang mempresentasikan titik tertinggi individu dalam hal mengambil keputusan dan pengaruhnya terhadap kehidupan keluarga dan pekerjaan.

(11)

seleksi pada caregiver, caregiver yang bekerja di panti jompo pemerintah pada umunya adalah individu yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat, yang ingin bekerja sebagai caregiver. Menurut Lubis (2004) Caregiver yang bekerja di panti jompo Indonesia terdiri dari pramu sosial dan pekerja sosial. Secara umum , keduanya memiliki fungsi yang sama dalam pemberian pelayanan sosial, yang membedakan keduanya adalah status kepegawaian dan administratif. Oleh karena itu, caregiver formal yang bertugas di panti jompo selanjutnya akan disebut pekerja sosial yang mencangkup pramu sosial. Di dalam panti jompo pemerintah caregiver terdiri dari dua yaitu: pendamping dan pengasuh. Tugas dari pendamping tersebut adalah memberikan arahan kepada para pengasuh di panti jompo pemerintah, misalnya ketika terdapat masalah antar lansia, maka pengasuh akan melapor kepada pendamping dan mereka yang bersama-sama menyelesaikannya. Absensi dilakukan secara teratur, namun jika seorang caregiver tidak hadir, maka pelayanan/ pendampingan lansia dibebankan kepada caregiver lain hal tersebut dikarenakan jumlah caregiver yang ada di panti jompo sedikit. Para caregiver juga dibekali seragam berupa kaos berkerah, namun ketika berada di panti jompo tidak semua caregiver menggunakan seragam tersebut, selain itu caregiver mendapat pengarahan dari dinas sosial, namun hanya sewaktu-waktu diberikan

(12)

potensi atau aktualisasi (Bradburn dalam Ryff & Keyes, 1995). Studi pendahuluan dilakukan terhadap 22 responden dari PTSW Budi Mulia 04 yang berlokasi di Margaguna Jakarta Selatan dan PSTW Budi Mulia 01 yang terletak di Cipayung Jakarta Timur. Hasil studi diketahui bahwa dari 22 responden 81,8% mengalami stres sedang dan 18,2 % mengalami stres ringan terhadap beban kerja yang meliputi tugas dan lama waktu kerja (Endah, 2013). Di Indonesia profesi sebagai caregiver masih dipandangan sebelah mata, masyarakat menganggap para caregiver ini setara dengan perawat pada umumnya. Sedangkan di luar negri seperti di Jepang profesi caregiver dianggap sebagai profesi yang sangat dihormati. Oleh karena itu, kesejahteraan caregiver di Jepang sangat diperhatikan, baik caregiver panti swasta maupun caregiver pemerintah (Avianda, 2015). Ryff (dalam Allan Carr, 2004) menyatakan

psychological well-being sebagai suatu dorongan untuk menggali potensi diri

individu secara keseluruhan. Dorongan tersebut dapat menyebabkan seseorang pasrah dan putus asa terhadap keadaannya yang membuat psychological

well-being individu menjadi rendah atau berusaha untuk bangkit dan memperbaiki

(13)

Berdasarkan fenomena dan temuan diatas, peneliti ingin mengetahui perbedaan Psychological well-being antara caregiver formal panti jompo yang dikelola pemerintah dan panti jompo swasta.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan beberapa pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini. Dengan demikian dapat dirumuskan masalah utama penelitian ini adalah :

“Apakah terdapat perbedaan Psychological well-being antara caregiver Panti Jompo yang di kelola Swasta dan Panti Jompo yang dikelola Pemerintah?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan Psychological well-being antara caregiver panti jompo yang dikelola swasta dan panti jompo yang dikelola pemerintah.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

(14)

2. Manfaat Praktis

 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan pengetahuan kepada caregiver mengenai gambaran psychological well-being yang mereka miliki, baik yang ada di panti jompo pemerintah maupun swasta.

 Sebagai data awal dalam membuat program untuk memperbaiki dan meningkatkan psychological well-being pada caregiver yang ada di panti jompo swasta dan panti jompo pemerintah

 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada instansi atau lembaga yang menaungi caregiver, agar lebih memperhatikan Psychological well-beingcaregivernya

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini dirancang dengan susunan sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan

Berisikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

(15)

BAB III : Metode Penelitian

Berisikan pendekatan yang digunakan, subjek penelitian, metode pengumpulan data, alat bantu data penelitian, prosedur penelitian dan prosedur analisis data.

BAB IV : Hasil dan Analisis

Berisikan penjelasan hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum responden, gambaran psychological well-being responden, serta hasil analisis dan interpretasi dari hasil utama penelitian.

BAB V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Referensi

Dokumen terkait

Sampai batas akhir pemasukan/pengunduhan dokumen penawaran pada tanggal 14 Juni 2012 pukul 10.00 WIB yang memasukan /mengunduh file dokumen penawaran sebanyak 6

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. KANTOR WILAYAH DJP JAWA

Isu-isu seperti “adab” dan etika perlu terus menjadi teras kepada usaha yang dilakukan di universiti (untuk memastikan manusia yang terhasil dari sistem universiti tidak

Hasil dan komponen hasil mernperlihatkan variasi yang besar antar galur inbred yqng dievaluasi, Bobst bUi per tongkol inbd Sukmaraga (55.a g) Iebih tinggi

Tetapi setelah dilakukan teguran oleh Pengadilan, pihak yang kalah tidak mengindahkan, maka putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap itu tidak dapat

Dengan penjelasan yang terda- pat di dalam dokumen UKL-UPL mengenai kegiatan usaha dan dampak yang ditimbul- kan, maka pencemaran dan bahaya yang muncul terhadap

Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe stad (student team achievement division) yang dimodifikasi dengan tutor sebaya dalam pembelajaran matematika pada pokok

Berikut ini adalah hasil dari eksperimen yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan CLSC pada data uji ketiga dengan menggunakan algoritma Simulated Annealing