• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMULIAAN TERNAK SERI I. Oleh: Ir. ZASMELI SUHAEMI, MP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMULIAAN TERNAK SERI I. Oleh: Ir. ZASMELI SUHAEMI, MP"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PEMULIAAN TERNAK

SERI

I

Oleh:

Ir. ZASMELI SUHAEMI, MP

PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK

JURUSAN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TAMANSISWA

PADANG, 2007

(2)

I. PENDAHULUAN

Produk-produk dari usaha peternakan, memberikan sumbangan penting dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok manusia yaitu bahan pangan sumber protein. Pengusaha ternak tentu akan selalu meningkatkan produksinya dengan mutu produk yang sebaik-baiknya dan dengan mengeluarkan biaya yang serendah-rendahnya.

Dalam usahanya, peternak akan berusaha meningkatkan produksinya dan sekaligus memperbaiki mutu produk dari hewan ternaknya. Cara yang dapat ditempuh ada dua, pertama dengan meningkatkan kebutuhan ternak sebaik-baiknya, seperti kebutuhan makanan, kandang dan manajemen pemeliharaan. Cara yang kedua adalah memilih ternak-ternak yang lebih menguntungkan diternakkan ditinjau dari segi ekonominya, sehingga para pemuliabiakan harus selalu meningkatkan bakat keturunan atau bibit berbagai jenis ternak dengan mendayagunakan metode-metode pembibitan yang tepat guna, untuk menghasilkan ternak-ternak yang lebih menguntungkan.

Untuk menghasilkan bibit ternak yang baik, perlu dipahami terlebih dahulu apa bakat keturunan itu, dan bagaimana ia diturunkan kepada. Karena kita tahu, setiap makhluk hidup melakukan regenerasi, dan setiap generasi selalu menyerupai induk dan bapaknya dalam berbagai segi, sehingga dapatlah dibayangkan bahwa ada suatu cara atau metode dalam hal menurunkan sifat bagi setiap induk dan bapak atau tetuanya.

Jasad hidup, memiliki sifat dapat berbiak atau menghasilkan keturunan. Pembiakan dapat berlangsung secara vegetatif (aseksual) dan generatif (seksual). Pada makhluk hidup umumnya pembiakan dilakukan secara generatif, dengan bantuan sel-sel kelamin atau gamet, antara hewan atau tumbuhan jantan dan betina, sehingga saat terjadi persilangan, sel-sel gamet ini bergabung membentuk zygot. Dari zygot akan berkembang menjadi embrio melalui pembelahan sel yang terus menerus. Pada mulanya semua sel itu sama bentuknya, namun setelah beberapa waktu akan terbentuklah berbagai kelompok sel menurut

(3)

berbagai jurusan sehingga tercipta individu baru yang sempurna. Pada unggas, perkembangan zygot sampai menjadi individu yang lengkap sebahagian besar terjadi dalam telur.

Tubuh sel hewan terdiri atas berjuta-juta sel. Sel tersebut terbagi menjadi dua, yaitu sel tubuh (sel somatis) dan sel-sel kelamin (sel gamet), yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.

Sel terdiri dari dua bagian besar, yaitu sitoplasma dan inti sel. Jika diwarnai dengan pewarna khusus, dalam inti sel akan terlihat suatu susunan jala dari butir-butir berwarna, yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Suatu struktur yang jelas dari inti baru terlihat ketika sel sedang membelah diri. Dalam inti akan nampak sejumlah benda yang berbentuk batang yang disebut dengan kromosom. Struktur kromosom hanya dapat terlihat dengan jelas saat pembelahan sel, dan amat kabur saat sel sedang berisitirahat.

Sel-sel berkembang biak dengan membelah. Pembelahan sel dimulai dengan pembelahan inti. Pada tahap pertama pembelahan inti tersebut, kromosom- kromosom berkontraksi atau berkerut seperti sulur, menjadi lebih pendek dan tebal. Ternyata tiap kromosom terbelah memanjang dan terdiri dari dua belahan yang sama, yang masih terikat sesamanya pada satu tempat yaitu sentromer. Kemudian masing-masing pasangan akan bergerak kekutub yang berbeda, dan sentromer itu akan membelah diri. Setiap kromosom belahan akan pergi kekutub berbeda dan setelah itu terbentuk kembali selaput inti sel dan kromosom- kromosom kembali kehilangan strukturnya yang jelas.

Jadi dari satu sel induk akan terbentuk 2 sel anak, masing-masing sel akan memiliki jumlah kromosom yang sama tepat seperti induknya. Dan pembelahan ini berlangsung pada sel-sel somatis. Pada pembelahan ini sel-sel dengan jumlah kromosom 2N (diploid) akan membentuk sel yang memiliki jumlah kromosom sama dengan induknya, disebut juga dengan pembelahan mitosis. Sebaliknya pada sel-sel kelamin, pembelahan selnya berbeda, karena jumlah kromosom yang terbentuk dari sel induk menjadi menyusut yaitu berjumlah 1N (haploid), sehingga pembelahan pada sel gamet sering juga disebut dengan pembelahan

(4)

reduksi atau pembelahan susut. Pembelahan pada sel-sel kelamin disebut juga dengan pembelahan meiosis. Sel-sel kelamin betina dikenal dengan oogonia sedangkan pada ternak jantan disebut spermatogonia.

Pembelahan meiosis sama prosesnya dengan pembelahan mitosis

pada fase pertama, namun setelah fase tersebut langsung diikuti dengan pembelahan sel kedua dengan proses yang sama namun masing-masing sel hanya akan memiliki setengah dari jumlah kromosom induknya. Sehingga satu sel induk yang semula membelah menjadi 2 sel anak dengan kromosom 2N (diploid) akan menjadi empat sel anak dengan masing-masing satu kromosom (haploid). Pada hewan jantan, keempat sel tersebut akan menjadi sel mani (sperma). Sedangkan pada hewan betina salah satu dari sel tersebut berkembang menajdi sel telur, dan tiga sel lainnya memainkan peranan yang sederhana.

Ketika terjadi pembuahan, satu sel telur yang terbentuk akan bertemu dengan salah satu sel mani, kemudian masing-masing inti sel akan melebur melebur menjadi satu inti sehingga akan terbentuk kromosom 2N kembali. Disinilah letak adasar bahwa suatu individu memperoleh separuh dari bakat keturunan bapaknya dan separuh lagi dari induknya.

Gambar 1.1. Proses fertilisasi

(5)

Kromosom selalu muncul berpasangan, masing-masing pasangan yang sama menurut bentuk dan ukurannya yang disebut juga kromosom sepancaran. Jumlah pasangan kromosom sama dalam setiap tubuh ataupun sel kelamin, dan jumlah ini adalah tetap bagi jenis hewan tertentu. Pada Tabel 1.1 dapat dilihat jumlah pasangan kromosom dari berbagai jenis hewan. Namun kerapkali amatlah sulit untuk menentukan jumlah kromosom dengan tepat.

Tabel 1.1 Daftar jumlah pasangan kromosom beberapa makhluk Hidup.

No. Jenis makhluk hidup Jumlah (N) pasang kromosom

1. Manusia 23 2. Sapi 30 3. Kuda 32 4. Babi 19 5. Domba 27 6. Kambing 30 7. Kelinci 22 8. Ayam 39 ? 9. Itik 40 10. Angsa 40

Kromosom mengandung puluhan juta sampai ratusan ribu gen. Gen-gen terletak dalam kromosom hampir sama seperti manik-manik pada seutas tali. Gen ini adalah unit bahan genetis yang tersusun dari protein-protein dan asam-asam nukleat, yang bersama-sama membentuk nukleoprotein. Asam nukleat terdiri dari 4 macam alkali yang mengandung nitrogen, suatu gugus gula dan suatu gugus pospat, yaitu adenin, timin, guanin dan sitosin. Susunan asam-asam nukleat tersebut akan terangkai dalam suatu rangkaian seperti spiral (berpilin) yang disebut dengan DNA (Deoksiribonukleat Acid), wujudnya berpasangan dan berpilin sejajar yang ada kaitan lewat basanya masing-masing. Adenin berkaitan dengan Timin dari pita pasangan, guanin berkaitan dengan sitosin dari pita pasangan, disingkat A-T dan G-S. DNA inilah yang dianggap sebagai pembawa sifat keturunan. Sehingga kromosom dianggap sebagai tempat bahan pembawa sifat keturunan yaitu DNA.

(6)

DNA adalah zat kimia kompleks dengan molekul sangat besar yang dapat berbeda-beda strukturnya dalam jumlah yang tak terbatas. Dianggap bahwa setiap benang kromosom atau kromatid adalah satu molekul DNA yang panjang. Apabila direntangkan maka diduga bahwa DNA dalam kromosom tunggal panjangnya beberapa sentimeter, bagian dari DNA tersebutlah yang diduga merupakan dasar dari pewarisan sifat.

DNA dapat terbagi atas beberapa rekon. Yaitu satuan DNA terkecil yang tidak dapat dibagi lagi yang mampu mengadakan rekombinasi (jika tidak terjadi pindah silang). Sedangkan wilayah dari suatu gen yang mampu memberi kode dari susunan asam-asam nukleat disebut dengan

kodon. Satu kodon tersusun sekurang-kurangnya dua rekon.

Gen menumbuhkan serta mengatur berbagai jenis karakter atau sifat dalam tubuh, karakter fisik (morfologi, anatomi dan fisiologi) maupun sifat psikis (pemalu, pemarah, penakut). Sifat-sifat tersebut ditumbuhkan dan diatur melalui proses belit-belit sintesa protein dalam sel. Ada gen yang bekerja untuk menggertak gen lain sehingga gen tersebut bekerja mensintesa zat pengatur sifat tadi, ada juga gen yang bekerja untuk menghentikannya, ada juga gen yang bertugas untuk mensintesa protein, dll. Mengapa melalui sintesa protein karakter itu ditentukan dan di atur? Karena sebahagian besar tubuh kita ini adalah protein (95% dari BK).

Gen-gen terletak pada kromosom dengan alelnya, tempat yang tetap dari suatu pasangan alel dalam kromosom disebut locus. Tiap pasangan alel ternyata mempunyai tempatnya sendiri. Pasangan alel tertentu bertempat dalam salah satu pasangan kromosom dari suatu individu. Kromosom yang satu memuat salah satu alel dari gen, dan kromosom yang sepancaran memuat alel yang lain dalam tempat yang sama. Kedua alel dari pasangan yang satu mempengaruhi ciri-ciri yang sama, misalnya warna bulu sapi. Kedua alel akan memberikan pengaruh yang sama jika bentuk alelnya sama. Namun sistem kerja suatu alel dalam menurunkan sifat tidak diketahui dengan pasti. Ada berbagai cara pada makhluk hidup dalam mewariskan sifat-sifat pada generasinya yang mungkin terjadi, dan hal ini akan dibicarakan pada bab selanjutnya.

(7)

Sifat yang kita amati dapat merupakan hasil dari mekanisme yang bersifat fisiologis dan kimiawi, yang diatur oleh satu alel atau lebih.

(8)

II. PROSES REPRODUKSI

A. Pada Hewan Jantan

Spermatozoa dan hormon jantan (androgen) dihasilkan oleh testes. Perbedaan testes dan ovarium terjadi ketika hewan dilahirkan. Ovarium dari hewan betina ketika dilahirkan mengandung gamet yang potensial, sedangkan testes pada hewan janmtan tidak mengandung gamet sama sekali. Sel-sel kecambah yang berada dalam tubuli seminiferi melalui pembelahan sel secara berkesinambungan membentuk spermatozoa baru selama terjadinya proses reproduksi normal dari hewan jantan.

Dalam testes ada sel-sel Leydig yang terdapat dalam tubuli seminiferi. Hormon LH (Luteinizing hormon) pada hypophysis akan merangsang sel-sel tersebut untuk menghasilkan testosteron dan hormon jantan lainnya dalam jumlah kecil. Testosteron dibutuhkan untuk perkembangan sifat-sifat kelamin sekunder dan tingkah laku persilangan normal. Hormon ini juga dibutuhkan untuk antara lain:

a. berfungsinya kelenjar asesoris

b. untuk menghasilkan spermatozoa atau menjaga optimalisasi berlangsungnya spermatogenesis.

c. Untuk menjaga saluran reproduksi jantan agar terjaga optimalisasi perjalanan sperma dan penempatan spermatozoa dalam sel reproduksi jantan.

B. Pada Hewan Betina

Ovum dan hormon-hormon kelamin betina dihasilkan dalam ovarium,sehingga ovarium merupakan organ reproduksi primer pada hewan betina. Pada hewan monotoccus (secara umum melahirkan satu anak dalam satu periode kebuntingan), ovariumnya akan menghasilkan satu ovum setiap siklus birahi. Pada hewan pollytoccus, ovarium dapat menghasilkan banyak ovum dalam setiap siklus birahi.

Perkembangan ovum dimulai dari o’ogonium, o’ocyt primer, o’ocyt sekunder dan barulah membentuk ovum yang disebut o’ogenesis.

Pada hewan mamalia, ovum dan sperma bertemu dalam oviduct atau dalam tuba falopi’i. Fungsi dari oviduct adalah :

(9)

a. alat transportasi bagi ovum dan spermatozoa dalam arah yang berlawanan ketempat pembuahan.

b. Kapasitasi spematozoa

c. Tempat terjadinya pembuahan d. Tempat pembelahan zygot

Ada dua jenis hormon yang dihasilkan oleh ovarium, yaitu estrogen dan progresteron. Kedua hormon ini sangat utama dan penting. Keduanya mempengaruhi cairan yang ada dalam oviduct sehingga memberi lingkungan yang baik untuk terjadinya pembuahan. Estrogen dapat menignkatkan aktifitas otot uterus, dan membantu melancarkan jalannya kelahiran. Dan progresteron bertanggung jawab untuk ketenangan

myometrium, atau untuk menghambat kontraksi myometrium.

C. Pubertas dan Siklus Birahi

Dewasa kelamin ditandai dengan adanya birahi dan ovulasi. Pada hewan dewasa kelamin lebih didefinisikan sebagai umur. Beberapa patokan umur dewasa kelamin ternak, antara lain:

a. pada domba = 7 – 10 bulan b. pada sapi eropah = 8 – 11 bulan c. pada kuda = 15 – 24 bulan d. pada babi = 4 - 7 bulan

Sistem reproduksi hewan betina yang telah mengalami dewasa kelamin biasanya mengalami perubahan-perubahan secara teratur yang disebut siklus birahi. Lamanya waktu siklus birahi dimulai dari munculnya birahi pertama sampai munculnya birahi kembali pada periode berikutnya. Sedangkan yang dikatakan birahi adalah saat hewan betina bersedia dikawini oleh hewan jantan. Dewasa kelamin juga dapat dipengaruhi oleh kualitas makanan.

(10)

III. PERKEMBANGBIAKKAN PADA TERNAK

Proses reproduksi adalah awal terjadinya perkembangbiakkan pada hewan atau ternak. Proses reproduksi alamiah terjadi dengan sendirinya antara ternak jantan dan betina dalam suatu populasi ternak. Namun proses reproduksi secra alamiah tidak dapat diharapkan perkembangbiakkan ternak yang besar, terutama pada ternak besar seperti sapi atau kuda. Untuk meningkatkan jumlah kelahiran ternak setiap tahunnya dalam suatu populasi, serta meningkatkan kualitas bibit ternak yang dihasilkan, para pemulyabiakkan menggunakan teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi ini adalah proses reproduksi yang dilaksanakan melalui campur tangan teknologi yang dilakukan oleh manusia.

A. Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan (IB) memungkinkan peternak untuk menghasilkan lebih banyak keturunan dari masing-masing pejantan yang terpilih (unggul) dibandingkan dengan persilangan secara alami. Pada dasarnya arti genetis dari IB adalah seleksi dari hasil seleksi untuk sifat-sifat yang diinginkan untuk ditingkatkan secara maksimal sehingga kecepatan perubahan genetik meningkat.

IB telah banyak dikembangkan pada sapi. Pada spesies ini sperma dapat diawetkan untuk waktu yang tak tentu dan ditransportasi keseluruh dunia untuk digunakan. Angka kebuntingan hasil IB dengan persilangan alami relatif sama, namun bagaimanapun masih lebih tinggi pada persilangan alami. Pada spesies lain IB belum begitu berkembang, karena perbandingan angka kebuntingan yang jauh lebih rendah dibanding persilangan alamiah.

B. Embryo Tranfer (ET)

Teknologi ini pada prinsipnya merekayasa pemindahan janin dari satu induk keinduk lain melalui proses bertahap.

(11)

1. Pemilihan betina unggul untuk diambil telurnya dengan cara disuntik hormon bersamaan waktunya pada penyerentakkan birahi.

2. Betina yang terpilih tersebut, disilangkan secara alamiah atau IB dengan pejantan unggul.

3. Setelah 8 hari, telur-telur biasanya telah bertunas, atau telah membentuk zygot. Telur diambil dari uterus ternak dengan memasukkan suatu medium pencuci dan kemudian digunakan

foleycatheter (semacam pipa plastik)

4. Telur yang tertunas diperiksa di bawah mikroskop

5. Jika dinyatakan baik, zygot dipindahkan kedalam uterus ternak, baik dengan pembedahan ataupun tidak. Zygot tersebut juga dapat disimpan dalam bentuk frozen embryo.

C. Kloning

Kloning atau klonasi adalah teknik pembuatan keturunan dengan kode genetik yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertentu baik berupa tumbuhan, hewan maupun manusia.

Pembuahan yang alamiah pada ternak tidak dapat berlangsung tanpa adanya jantan dan betina dengan bantuan sel-sel kelamin. Namun pada kloning dapat terjadi hanya melalui sel-sel tubuh dari hewan jantan atau hewan betina saja. Proses ini dapat terlaksana dengan mengambil sel-sel somatis hewan, baik jantan atau betina yang kemudian diambil inti selnya yang mengandung kromosom sebagai pembawa sifat-sifat yang akan diturunkan. Inti sel ini kemudian ditanamkan dalam sel telur hewan betina yang telah dibuang inti selnya. Selanjutnya setelah terjadi penggabungan antara inti sel somatis dengan sel kelamin (gamet) dengan bantuan zat kimia dan kejutan listrikl, sel dipindahkan ke dalam uterus . Sel yang telah ditanamkan dalam uterusa tersebut akan memperbanyak diri, berkembang, dan berdiferensiasi, sehingga akan berkemabnag menajdi embryo yang sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami, yang berkode genetik sama dengan induknya atau tetuanya.

(12)

Kloning juga dapat dilakukan setelah terjadi embryo dalam uterus betina yang terjadi secara alami. Sel embryo yang telah terbentuk tadi diambil, kemudian dibagi dengan teknik perbanyakan menjadi beberapa sel embryo yang berpotensi untuk berkembang dan membelah. Sel-sel embryo ini kemudian dipisahkan agar menjadi sumber pengambilan sel. Kemudian baru ditanamkan kembali ke dalam uterus betina.

Proses ini mirip dengan embyo transfer, namun pada ET belum dikenal teknik perbanyak sel yang dapat menghasilkan sel-sel baru yang persis sama dengan asalnya, yang kemudian dikembangbiakkan menjadi embryo-embryo.

D. Rekayasa Genetik

Penerapan rekayasa genetika molekuler mencakup empat tahap utama:

1. Mendapatkan gen, atau ranatai DNA dengan tata urut basa, yang sesuai dengan keinginan.

2. Menyisipkan gen ke dalam DNA sel sasaran, 3. Menumbuhkan sel sasaran menjadi individu baru,

4. Mengamati ekspresi gen rekayasa pada tanaman baru tersebut. Rekayasa genetik memperoleh bahan-bahan dari alam, menggunakan pengetahuan khusus dan sarana tertentu untuk memodifikasi bahan dengan cara tertentu, dan menyusunnya sehingga menghasilkan suatu produk akhir. Hambatan khusus yang dihadapi para ahli rekayas adalah, kenyataan bahwa mereka tidak dapat melihat bahan yang mereka manipulasi. Sehingga harus banyak digunakan trik atau cara untuk mengungkapkan apa yang terjadi di dalam sel dan pengaruh apa yang bakal ditimbulkan dari manipulasi yang dilakukan.

Sampai saat ini, satu-satunya molekul DNA yang paling intensif dipelajari adalah DNA yang diisolasi dari virus, setiap virus mengandung satu molekul DNA. Virus memiliki sifat yang agak berbeda dari makhluk lainnya. Virus memiliki ukuran jauh lebih kacil dari bakteri, dan tidak dapat dianggap sebagai makhluk hidup yang sesungguhnya, karena tidak

(13)

mampu berdiri sendiri. Virus hanya terdiri atas bahan genetik yang terbungkus di dalam kulit protein.

(14)

IV. PENENTUAN JENIS KELAMIN

Pada binatang menyusui, kebanyakan serangga dan bentuk kehidupan lain, kromosom kelamin ada dua tipe, dan jenis kelamin ditentukan oleh kromosom kelamin yang dimiliki. Pada hewan menyusui, hewan jantan memiliki kromosom yang berbeda, yaitu kromosom X dan kromosom Y. Sedangkan pada hewan betina, memiliki sepasang kromosom yang sama yaitu kromosom X (XX).

Pada unggas, kupu-kupu dan beberapa jenis ikan keadaannya adalah sebaliknya, hewan jantanlah yang memiliki sepasang kromosom yang sama (XX) dan hewan betina memiliki kromosom yang berbeda, yaitu kromosom X dan kromosom Y. Pada beberapa kejadian, besar kemungkinan pada ayam betina lenyap kromosom Y, sehingga seringkali ayam betina disebut memiliki kromosom X- atau XO sebagai pengganti kromosom XY.

Pada burung, kromosom kelaminnya biasa disebut dengan sistem Z-W. Jenis kelamin jantan akan memiliki sepasang kromosom sama yaitu ZZ, sedangkan jenis kelamin betina memilki kromosom kelamin ZW.

Pada beberapa kejadian, beberapa karakter yang dibawa oleh gen terangkai pada kromosom kelamin, yang disebut juga sex linkage. Contohnya saja pada manusia, buta warna merah hijau adalah seifat resesif yang terangkai dengan kromosom kelamin. Namun pada hewan, terutama pada hewan menyusui, rangkai kelamin jarang ditemukan. Beberapa gen terangkai kelamin didapatkan pada unggas. Satu diantaranya adalah gen dominan untuk pola bulu bergaris (barred). Pengaruhnya jelas terlihat pada waktu menetas, oleh karena itu persilangan dapat dimanfaatkan untuk membedakan anak ayam jantan dan betina saat menetas.

(15)

V. MEKANISME HEREDITI

Sistem pewarisan sifat-sifat atau karakter dari makhluk hidup disebut dengan mekanisme herediti. Ada berbagai cara pada makhluk hidup dalam mewariskan sifat-sifat pada generasinya yang mungkin terjadi, yaitu:

- pewarisan sifat satu faktor - pewarisan sifat dua faktor

- kejadian gen berangkai (linkage)

- adanya gen yang berangkai kelamin (sex linkage) - pewarisan sifat lebih dari dua faktor

- adanya sifat epistasis

- adanya alel ganda (multiple alel) - terjadinya mutasi

- dll

Beberapa istilah yang digunakan dalam penjelasan dibagian ini antara lain :

- Gen. Unit bahan genetiis atau faktor keturunan.

- Hibrida. Keturunan dari tetua yang genetis murni untuk satu pasang atau lebih faktor-faktor keturunan yang berlainan.

- F1. Generasi turunan pertama dari suatu persilangan, keturunan dari persilangan antar F1 adalah F2, dan seterusnya.

- Fenotip. Kenampakan luar atau sifat-sifat dari suatu individu yang dapat diamati atau dapat diukur, contohnya Tinggi atau kerdil.

- Genotip. Susunan genetis dari suatu individu, contohnya untuk tinggi genotipnya TT.

- Dominan. Satu anggota dari pasang genotip lebih unggul dalam kenampakan sifat (fenotip).

(16)

Pewarisan sifat satu faktor (satu faktor inheritance)

Mekanisme pewarisan satu faktor dari beberapa sifat yang diturunkan, awalnya ditemukan Mendel lewat percobaannya dengan melakukan persilangan antara dua galur kacang kapri. Galur yang dipilihnya adalah : galur murni untuk sifat tinggi (T) dan galur murni untuk sifat kerdil (t).

Tetua:

Fenotip tinggi X kerdil Genotip TT tt Gamet-gamet T t Keturunan F1:

Fenotip tinggi X tinggi Genotip Tt Tt Gamet-gamet T, t T, t Keturunan F2 (F1 X F1):

Fenotip tinggi tinggi tinggi kerdil Genotip TT Tt Tt tt Rasio fenotip 3 1

Persilangan sederhana antara satu sifat/faktor di atas menggambarkan sifat-sifat yang diatur oleh satu pasang alel tunggal dari gen-gen atau faktor keturunan. Semua fenotip F1 atau heterozygot, sedangkan keturunan F2 menghasilkan keturunan dengan genotip yang lebih bervariasi dibanding F1. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing gamet dari tetuanya memiliki peluang yang sama untuk diturunkan pada generasi berikutnya sehingga dihasilkan kombinasi genotip yang makin beragam, meskipun dari segi fenotip tetap sama dengan tetua awalnya yaitu tinggi dan kerdil.

Rasio yang dihasilkan pada F2 adalah sifat-sifat yang diharapkan untuk memudahkan program pemulyaan selanjutnya dalam jumlah besar. Namun bagaimanapun akan terjadi pentimpangan pada angka rasio fenotip karena berbagai hal. Gamet jantan dihasilkan dalam jumlah besar hampir pada semua rasio harapan, dan gamet mana yang akhirnya membuahi gamet betina adalah suatu kebetulah yang biasa digambarkan dengan teori kemungkinan.

(17)

Selain mekanisme penurunan satu sifat seperti diatas, ternyata Mendel juga menemukan mekanisme yang berbeda, yang digambarkan dari persilangan antara merah murni dan putih murni dari bunga pukul empat sebagai berikut :

Tetua:

Fenotip Merah X putih Genotip RR rr Gamet-gamet R r Keturunan F1:

Fenotip Merah muda X Merah muda Genotip Rr Rr Gamet-gamet R, r R, r Keturunan F2 (F1 X F1):

Fenotip Merah Merah muda Merah muda putih Genotip RR Rr Rr rr Rasio fenotip 1 2 1

Tampak di atas bahwa pada sistem penurunan sifat tersebut mekanismenya hampir sama dengan contoh pertama, namun pada fenotip heterozygot memeiliki fenotip yang intermedier (berada diantara merah dan putih atau merah jambu). Hal ini dianggap akibat ada pengaruh dominansi dari gen atau gamet-gamet. Pewarisan satu sifat yang dominan penuh akan terjadi keturunan F1 dan F2 seperti contoh pertama, sedangkan pewarisan satu sifat yang dominan sebagian akan amembentuk sifat fenotip keturunan F1 dan F2 seperti contoh kedua.

(18)

VI. GENETIKA POPULASI

Sebelumnya digambarkan tentang penggunaan prinsip-prinsip genetika dasar serta penerapannya secara pewarisan sifat secara sederhana pada ternak. Namun masalah pemulyaan sebagai penerapan prinsip-prinsip genetika, tidak akan mampu mengenal pengaruh gen satu persatu, sehingga kita hanya dapat melihat pengaruhnya secara populasi, terutama frekuensi gen dan efek yang diinginkan, termasuk juga masalah inbreeding (silang dalam) dan relationship (kekerabatan).

Frekuensi Gen

Konsep frekuensi gen dapat digambarkan secara sederhana dengan mengingat bahwa setiap individu hanya mempunyai dua lokus untuk setiap pasang gen atau rangkaian gen sealel. Misalnya sepasang gen A dan a, setiap individu hanya mempunyai tiga kemungkinan genotip, yaitu AA, Aa, dan aa.

Frekuensi gen lazim ditandai dengan huruf q, dan alelnya dengan 1-q, Rumus umumnya adalah :

lokus A qA = ──────────── ∑ lokus A + lokus a ∑ lokus a (1-q)a = ──────────── ∑ lokus A + lokus a

Misalkan dalam suatu populasi terdapat 100 ekor sapi Shorthorn yang terdiri dari 47 ekor berbulu merah, 44 ekor berbulu roan dan 9 ekor berbulu putih. Warna merah bergenotip RR, roan Rr dan putih rr.

Dari 100 ekor sapi, terdapat 200 lokus. Jumlah sapi merah 47 ekor, berarti ada 94 lokus yang ditempati gen R. Jumlah sapi roan 44 ekor, berarti ada 44 lokus yang ditempati gen R dan 44 lokus oleh gen r. Jumlah sapi putih 9 ekor, berarti ada 18 lokus yang ditempati gen r.

(2X47) + 44 qR = ──────── = 0.69 200 (2 X 9) + 44 (1-q)r = ──────── = 0.31 200

(19)

Dari populasi ternak tersebut, misalkan dilakukan seleksi pada ternak sapi yang berwarna putih (disisihkan), sehingga didapatkan frekwensi gen baru hasil seleksi sebagai berikut:

(2X47) + 44 qR = ──────── = 0.76 182 44 (1-q)r = ─── = 0.24 182

Jika ternak berwarna merah dan roan bersilang secara acak untuk menghasilkan generasi berikutnya. Maka dapat diduga frekuensi generasi berikutnya dengan menghitung menggunakan papan catur dari frekuensi gen tetuanya. Gamet betina Gamet jantan 0.76 R 0.24 r 0.76 R 0.5776 RR 0.1824 Rr 0.24 r 0.1824 Rr 0.0576 rr

Sehingga frekuensi gen generasi berikutnya diduga adalah : 0.5776 RR atau 0.58 RR

2 X 0.1824 Rr = 0.36 Rr 0.0576 rr = 0.06 rr

Hukum Hardy – Weinberg

Jika tidak terjadi seleksi, migrasi, dan mutasi, dan perkawinan terjadi secara acak, maka frekuensi gen dan genotip akan tetap sama dari generasi ke generasi. Suatu populasi dikatakan berada dalam keseimbangan (equilibrium) atau disebut dalam keseimbangan Hardy-Weinberg. Untuk setiap pasang gen, frekuensi keseimbangan dicapai setelah satu generasi kawin acak.

Misalkan dari populasi sapi Shorthorn pada contoh terdahulu, yang tidak mengalami seleksi maka dugaan frekuensi gen dari generasi berikutnya adalah :

(20)

Gamet betina Gamet jantan

0.69 R 0.31 r 0.69 R 0.4761 RR 0.2139 Rr

0.31 r 0.2139 Rr 0.0961 rr

Sehingga frekuensi gen generasi berikutnya diduga adalah : 0.4761 RR atau 0.47 RR

2 X 0.2139 Rr = 0.44 Rr 0.0961 rr = 0.09 rr

(21)

Inbreeding

Inbreeding adalah breeding yang akan menghasilkan turunan dari persilangan sekerabat. Untuk tujuan praktis, biasanya ternak-ternak dianggap berkerabat bila mempunyai nenek moyang yang sama pada 4 sampai 6 generasi pertama dari silsilahnya. Atau pendapat lain mengakatakan bila ternak-ternak tersebut mempunyai hubungan kekerabatan yang lebih dekat dibandingkan dengan rata-rata ternak dalam populasi itu.

Inbreeding akan menghasilkan gen-gen yang brsifat homozygot. Kehomozygotan ini akan melemahkan individu-individunya terhadap perubahan lingkungan atau depresi persedarahan yang berhubungan dengan kesuburan dan daya tahan, namun variasinya akan semakin sedikit. Sehingga inbreeding akan menuju ke stabilitas varietas suatu spesies, karena genotip-genotip akan makin sama dalam populasi, dan dalam individu akan makin banyak gen yang homozygot.

Akibat lain dari makin lama terjadinya kehomozygotan adalah meningkatnya frekuensi gen cacat, jika pada suatu populasi terdapat karakter gen yang cacat. Hal ini terjadi karena karakter cacat sering bersifat resesif, dan dari generasi ke generasi selalu terlindungi oleh kehadiran alelnya yang dominan.

Jika diketahui silsilah seekor ternak X adalah sebagai berikut:

 F  D   B   G    F   E    H X    B   I     K  C   B  J   E

(22)

a. Buatlah Analisis jalur dari silsilah rsebut. b. Carilah Koefisien Inbreeding dari ternak X

Jawab :

a. Analisis jalur dalam bentuk panah dari silsilah di atas :

G D B F E J X H C I K

b. Koefisien in breeding dari ternak X merupakan kumulatif dari Fx yang

didapat dari moyang bersama. Dalam silsilah di atas terdapat beberapa moyang bersama, yaitu :

1. B (sebagai pejantan dari X dan I), dengan nilai FA dari B = 0.125 dari

moyang bersama F

2. B (sebagai pejantan dari X dan J), dengan nilai FA dari B = 0.125

dari moyang bersama F

3. E (sebagai induk dari B dan J), E tidak mengalami inbreeding (FA=0)

4. F (sebagai pejantan dari D dan E)

Dari ke empat moyang bersama diperoleh nilai Fx = 0.3593 atau 35.9 %

Uraikanlah nilai koefisien inbreeding dari masing-masing ke empat moyang bersama tersebut di atas !

Koefisien Relationship

Dari silsilah ternak di atas, carilah juga Koefisien relationship(kekerabatan) antara individu X dan B (sebagai pejantan dari X dan J).

Diketahui bahwa hasil perhitungan koefisien silang dalam dari ternak X dengan moyang bersama B (sebagai pejantan dari X dan J) atau

Fx = 0.1406. Sedangkan koefisien inbreeding dari ternak B atau FB = 0.125

Perhitungan koefisien relationship ternak X dan B dari moyang bersama B adalah sebagai berikut :

Moyang bersama n n ’ 1 + FA Nilai Jumlah B 0 1 1.125 (1/2)1(1.125) 0.5625 B 0 3 1.125 (1/2)3(1.125) 0.1406 Total 0.7025 ∑(1/2)n+n’ (1+FA) RXB =  √(1+ FX)(1+ FB)

(23)

0.7025 RXB =  √(1+0.1406)(1+0.125) 0.7025 RXB =  √(1.1406)(1.125) RXB = 0.6202

Artinya bahwa dalam persilangan di atas, 62% gen-gen X berasal dari B.

Frekuensi gen lazim ditandai dengan huruf q, dan alelnya

dengan 1-q, Rumus umumnya adalah :

lokus A

q

A

=

────────────

lokus A +

lokus a

lokus a

(1-q)

a

=

────────────

lokus A +

lokus a

Frekuensi gen sebelum dilakukan seleksi:

(2X47) + 44

q

R

=

──────── =

0.69

200

(2 X 9) + 44

(1-q)

r

=

──────── =

0.31

200

frekwensi gen baru hasil seleksi sebagai berikut:

(2X47) + 44

q

R

=

──────── =

0.76

182

44

(1-q)

r

=

─── =

0.24

182

Frekuensi Gen Generasi Berikutnya:

Gamet betina

Gamet jantan

0.76 R

0.24 r

0.76 R

0.5776 RR

0.1824 Rr

(24)

= 0.5776 RR + 2X0.1824 Rr + 0.0576 rr

= 0.58 RR + 0.36 Rr + 0.06 rr

Koefisien In breeding

Jika diketahui silsilah seekor ternak X adalah sebagai berikut:

 F

 D 

 B 

 G

 

 F

 

E 

 H

X

B

I

K

C

B

 J 

 E

a. Buatlah Analisis jalur dari silsilah rsebut.

b. Carilah Koefisien Inbreeding dari ternak X

Jawab :

a. Analisis jalur dalam bentuk panah dari silsilah di atas :

G

D

B

F

E

J

X

H

C

I

K

b. Koefisien in breeding dari ternak X merupakan kumulatif dari

F

x

yang didapat dari moyang bersama. Dalam silsilah di atas

terdapat beberapa moyang bersama, yaitu :

Moyang

bersama

n

n

1 + F

A

Nilai

Jumlah

B

0

2

1.125

(1/2)

3

(1.125)

0.1406

B

0

2

1.125

(1/2)

3

(1.125)

0.1406

E

1

2

0

(1/2)

4

0.0625

F

2

3

0

(1/2)

6

0.0156

Total

0.3593

(25)

Dari ke empat moyang bersama diperoleh nilai F

x

= 0.3593 atau

35.9 %. Artinya telah terjadi silang dalam pada ternak X

sebesar 35.9 %.

Koefisien Relationship

Dari

silsilah

ternak

di

atas,

carilah

juga

Koefisien

relationship(kekerabatan) antara individu X dan B (sebagai

pejantan dari X dan J).

Diketahui bahwa hasil perhitungan koefisien silang dalam dari

ternak X dengan moyang bersama B (sebagai pejantan dari X

dan J) atau F

x

= 0.1406.

Sedangkan koefisien inbreeding dari ternak B atau F

B

= 0.125

Perhitungan koefisien relationship ternak X dan B dari moyang

bersama B adalah sebagai berikut :

Moyang

bersama

n

n

1 + F

A

Nilai

Jumlah

B

0

1

1.125

(1/2)

1

(1.125)

0.5625

B

0

3

1.125

(1/2)

3

(1.125)

0.1406

Total

0.7025

(1/2)

n+n’

(1+F

A

)

R

XB

=



(1+ F

X

)(1+ F

B

)

0.7025

R

XB

=



(1+0.1406)(1+0.125)

0.7025

R

XB

=



(1.1406)(1.125)

R

XB

= 0.6202

Artinya bahwa dalam persilangan di atas, 62% gen-gen X

berasal dari B.

Gambar

Gambar 1.1. Proses  fertilisasi
Gambar 1.2. Bentuk khromosom di bawah mikroskop

Referensi

Dokumen terkait

Pada siklus ini pula, faktor yang menyebabkan menurunnya siswa yang mengalami kesulitan belajar lainnya adalah suasa kelas yang tidak tegang serta sikap guru

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena atas petunjuk dan kehendak-Nya, skripsi dengan judul Analisis Yurididis Sosiologis

Adanya perbedaan penurunan pH pada percobaan yang menggunakan substrat sludge A dengan sludge B disebabkan sludge A berasal dari pabrik kertas yang memiliki kadar abu lebih tinggi,

Sebagai konsekuensinya salah satu tujuan utama perawatan endodontik adalah menghilangkan semua bakteri dari dalam saluran akar.. Pembersihan mikroorganisme dari saluran

[r]

Padahal jenis tanah dan juga sifat-sifat tanah dapat mempengaruhi produktivitas dari tanaman tersebut, walaupun pada umumnya kelapa sawit adalah jenis tanaman yang

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siddiqiyah (2007: 98) yang menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara adversity quotient dengan motivasi berprestasi,

Tulisan ini akan mendeskripsikan secara normatif teoritis salah satu metode alternatif pengukuran kinerja keuangan perusahaan yaitu Cash flow Ratio Analysis. Perhatian terhadap