• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEGIATAN PUBLIC VISIT OLEH DIREKTORAT DIPLOMASI PUBLIK DENGAN SIKAP PESERTA TERHADAP KEMENTERIAN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEGIATAN PUBLIC VISIT OLEH DIREKTORAT DIPLOMASI PUBLIK DENGAN SIKAP PESERTA TERHADAP KEMENTERIAN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Korelasional Mengenai Hubungan Antara Kegiatan Public Visit Oleh Direktorat Diplomasi

Publik Kementerian Luar Negeri dengan Sikap Siswa SMA N 47 Jakarta Terhadap Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Menempuh Gelar Sarjana Pada Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran

Aninda Wulandari 210110100112 Ilmu Hubungan Masyarakat

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM STUDI HUBUNGAN MASYARAKAT JATINANGOR

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Diplomasi publik merupakan aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah guna membangun opini publik, melakukan interaksi kelompok, perorangan dan kepentingan di suatu negara dengan negara lain, melaporkan masalah-masalah luar negeri dan pengaruhnya terhadap kebijakan serta dapat juga dikatakan sebagai aktivitas komunikasi diantara mereka yang bekerja di bidang komunikasi.

Konsep dan aktivitas diplomasi maupun peran diplomat telah berubah seiring dengan perubahan teknologi komunikasi. Kenyataan hubungan diplomasi mengungkapkan pentingnya komunikasi dan informasi, hal ini dikarenakan bahwasannya bahan mentah daripada diplomasi itu sendiri adalah informasi, bagaimana memperolehnya, menilainya dan menempanya kedalam sebuah sistem yang nantinya akan berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan publik suatu negara dan opini publik yang berkembang di negara tersebut.

Dalam beberapa dekade terakhir, Public Relations atau yang biasa disebut dengan aktivitas PR telah banyak didengar dan diperbincangkan oleh banyak orang. Public Relations dikenal sebagai sebuah ilmu yang tetrdapat pada rumpun sosial dan menjadi bagian dari ilmu induk yaitu ilmu komunikasi. Lambat laun PR kini telah menjamah sebagai salah satu bidang profesi yang mulai banyak digeluti dan masuk kedalam perusahaan, lembaga maupun institusi-institusi bahkan

(3)

menjadi salah satu bagian dalam top management perusahaan yang turut berperan penting dalam keberhasilan sebuah perusahaan.

Di Indonesia, istilah Public Relations juga dikenal dengan nama Hubungan Masyarakat atau Humas. Di Kementerian Luar Negeri sendiri, bagian Humas dikenal dengan istilah Diplomasi Publik dan Informasi Media. Dalam direktorat ini, terdapat dua pembagian tugas dan wewenang yang masing-masing dipimpin oleh Direktorat Diplomasi Publik dan Direktorat Informasi Media. Kedua bagian ini bersama-sama menjalankan fungsi Humas di Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Seperti halnya fungsi Hubungan Masyarakat, diplomasi publik adalah proses komunikasi yang bertujuan membangun citra positif terhadap gambaran mengenai kehidupan dan dinamika politik suatu negara. Gambaran positif ini sangat penting bagi dunia untuk meningkatkan kerjasama antarnegara, sehingga tercipta kepercayaan bahwa suatu bangsa memiliki potensi untuk mengembangkan kerjasama dalam semua aspek politik, ekonomi, budaya, dan pendidikan. Misi ini pada gilirannya akan membawa efek kesejahteraan bagi masyarakat.

Dalam kajian politik internasional, citra merupakan kepentingan nasional yang penting selain keamanan, kemakmuran ekonomi, dan promosi ideologi. Karena, citra nasional suatu bangsa akan mempengaruhi sikap negara lain. Pencapaian citra yang positif, tak lain untuk membentuk opini publik demi pencapaian kepentingan nasional yang lebih luas. Peran opini publik dalam hubungan internasional sangat kompleks, kadang sangat berlawanan dan sulit

(4)

untuk diprediksi. Namun, kekuatan opini publik terletak pada pengaruhnya terhadap pembuatan kebijakan luar negeri suatu negara terhadap negara lain. Dengan semakin demokratisnya proses pembuatan kebijakan di beberapa negara, menjadikan pengaruh opini publik semakin meningkat. Diplomasi publik merupakan sarana yang tepat untuk merebut opini publik dengan mempromosikan citra negara. Hal ini dikarenakan diplomasi publik lebih menekankan kepada dominasi melalui informasi, kebudayaan dan pendidikan. Proses pembentukan citra dan persepsi menjadi hal yang sangat penting karena, winning heartsand minds menjadi esensi dan tujuan dari diplomasi publik.

Dewasa ini, aktivitas diplomasi publik menunjukkan peningkatan peran yang sangat signifikan. Alasan utama dari keterlibatan publik ini didasarkan pada asumsi yang cukup sederhana yaitu pemerintah tidak selalu dapat menjawab berbagai tantangan dalam isu-isu diplomasi yang kini semakin kompleks, terlebih lagi bila melihat sisi dari pemerintahan sendiri yang lebih bersifat kaku (rigid)1. Publik memegang peranan yang semakin vital dalam menjalankan misi diplomasi publik. Di Indonesia sendiri aktivitas diplomasi publik kini lebih ditekankan pada

government to people atau bahkan people to people relations.

Diplomasi publik bukan hal baru dalam politik internasional Indonesia. Seiring perkembangan dan tantangan internasional, termasuk globalisasi, demokrasi, dan isu-isu kontemporer lain. Pada tahun 2002, Departemen Luar Negeri membentuk Direktorat Diplomasi Publik yang diarahkan pada menampilkan wajah Indonesia yang moderat, demokratis, dan progresif, serta

1Pernyataan Johannes Subagia Made selaku Diplomat Fungsional Direktorat Diplomasi Publik dalam wawancara pada Senin, 21 Juli 2014 pukul 12.31 WIB di Kantor Kementerian Luar Negeri RI

(5)

membangun konstituen diplomasi dengan bekerjasama dan merangkul semua pemangku kepentingan seperti akademisi, ulama, pelajar dan masyarakat umum.

Namun yang terjadi saat ini, diplomasi publik Indonesia belum begitu efektif dalam menampilkan wajah Indonesia yang demokratis, moderat, dan progresif. Karena citra baik Indonesia masih belum dapat terealisasikan dengan sempurna. Terbukti dengan data yang menunjukkan bahwa iklim investasi yang kian mengalami penurunan di penghujung tahun 2013 lalu2, dan konflik-konflik yang terjadi di dalam negeri seputar kasus korupsi maupun langkanya kebutuhan sumber daya bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Meski akhir-akhir ini mulai timbulnya sikap positif untuk kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia sebagai ketua maupun tuan rumah berbagai event internasional, tetap membuat citra Indonesia masih belum membaik. Oleh karena itu, banyak pihak yang menyebut diplomasi Indonesia saat ini dengan sebutan : Its about image. Karena berlaku hanya untuk memulihkan citra baik Indonesia di luar negeri, dan kurang memperhatikan ke dalam negeri.

Aktivitas yang dilakukan oleh Direktorat Diplomasi Publik selalu berusaha untuk menunjukkan citra Indonesia secara progresif. Lebih jauh lagi, untuk membangun dan mengembangkan pendekatan komunikasi, Direktorat Diplomasi Publik mengadakan people to people contact melalui public visit, forum untuk anak muda, seminar, workshop, dan beberapa aktivitas serupa. Program-program ini bertujuan untuk meningkatkan citra Indonesia guna mempengaruhi publik di dalam dan luar negeri sehingga dapat menguatkan hubungan serta pemahaman

2 http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis/13/12/17/mxxxuw-lipi-iklim-investasi-indonesia-belum-kondusif

(6)

mengenai Indonesia yang nantinya dapat menjadi dasar penentu dalam kerjasama bilateral dan multilateral dengan negara lain.

Kegiatan Public Relations di Direktorat Diplomasi Publik dilaksanakan dengan berbagai kegiatan, salah satunya adalah kegiatan public visit yang dilakukan oleh Sekolah Menengah Atas dan setingkatnya yang terdapat di DKI Jakarta dan sekitarnya. Public Visit dilakukan dengan tujuan untuk merubah pandangan dan memperkuat opini peserta terhadap kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri dengan memberikan informasi mengenai aktivitas diplomasi publik kepada anak-anak usia belajar sebagai generasi muda penerus bangsa, sehingga peserta dapat tertarik dan turut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri di masa yang akan datang.

Kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri merupakan salah satu program yang banyak memberikan manfaat bagi diplomasi publik Indonesia, di mana didalamnya akan diinformasikan mengenai kebijakan politik luar negeri Indonesia, pemanfaatan media dalam penyebaran berbagai berita terkait dengan upaya diplomasi Indonesia di kancah lokal maupun internasional dan juga isu-isu maupun konflik-konflik terkini yang terjadi di Indonesia. Generasi muda merupakan generasi penerus bangsa sebagai ujung tombak kemajuan sebuah negara, dimana diperlukan adanya sebuah awareness

dan edukasi yang mencukupi guna memperoleh hasil yang maksimal. Generasi muda juga memiliki jumlah yang signifikan dalam mendukung aktivitas diplomasi publik di negeri ini, yaitu berjumlah ±64juta jiwa atau setara dengan 28% dari

(7)

total jumlah penduduk di Indonesia3. Oleh karena itulah kegiatan public visit

dilakukan dengan harapan dapat menjadi sebuah media pengajaran yang diharapkan bisa membuat para generasi muda, khususnya siswa-siswi Sekolah Menengah Atas memahami dan tertarik mengenai diplomasi.

Dalam Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia, terdapat beberapa kegiatan diantaranya, kunjungan sejarah dan kilas balik diplomasi publik Indonesia dengan menjelajah ruangan-ruangan bersejarah bangsa Indonesia yang terdapat di Kementerian Luar Negeri, dilanjutkan dengan seminar dan dialog tanya jawab antara peserta kegiatan dengan komunikator yang menjadi moderator dalam kegiatan.

Kegiatan Public Visit ini di pimpin oleh Bapak Johanes Subagia Made selaku pembicara. Selama kegiatan berlangsung, beliau berbicara panjang lebar mengenai diplomasi publik Indonesia, baik penjelasan makna, sejarah, hingga tugas-tugas yang diemban oleh diplomat-diplomat saat ini. Selain itu Bapak Johanes Subagia Made juga menjelaskan mengenai tantangan yang dimiliki oleh diplomasi Indonesia dalam menghadapi ASEAN di tahun 2015.

Johanes Subagia Made merupakan salah seorang pejabat yang memiliki wewenang cukup besar di Direktorat Diplomasi Publik. Beliau merupakan mantan Wakil Duta Besar Bidang Politik KBRI Bogota sebelum akhirnya berpindah tugas dan menjabat sebagai Fungsional Diplomat di bagian Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia. Johanes Subagia Made yang akrab dipanggil

3http://www.datastatistikindonesia.com/portal/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id =210

(8)

dengan sebutan Pak Made ini merupakan seseorang yang memiliki cukup banyak pengalaman dalam bidang diplomasi Indonesia.

Pada saat kegiatan berlangsung, Bapak Johanes Subagia Made mendampingi dan memberikan penjelasan mengenai diplomasi publik Indonesia dengan menggunakan bantuan media yaitu slide presentasi untuk mempermudahnya menjelaskan kepada peserta dalam kegiatan seminar diplomasi publik. Beliau menjadi pembicara dalam kegiatan public visit saat itu, yaitu pada tanggal 16 Januari 2014.

Menurut pra riset yang dilakukan oleh penulis, kegiatan public visit

ditujukan kepada siswa-siswi yang masih duduk di tingkat Sekolah Menengah Atas yang terdapat di area DKI Jakarta dan sekitarnya. Hal ini dilakukan dikarenakan remaja sebagai generasi muda yang kelak akan memiliki peranan yang luar biasa sebagai ujung tombak perubahan bangsa Indonesia.

Pada 16 Januari 2014 lalu, diadakan kegiatan public visit yang diikuti oleh siswa-siswi kelas 3 SMA N 47 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Pada kunjungan kali ini, siswa-siswi yang seluruhnya merupakan anak-anak yang berasal dari jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mengikuti kegiatan public visit dengan didampingi oleh Bapak Johanes Subagia Made sebagai komunikator.

SMA N 47 Jakarta mendapatkan kesempatan untuk mengikuti kegiatan

Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia dikarenakan SMA N 47 merupakan salah satu SMA unggulan yang terdapat di DKI Jakarta. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Diah Wulandari Marsono

(9)

Rubianto, Sekretaris Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri RI

“Kegiatan public visit diplomasi publik ditujukan bagi siswa-siswi Sekolah Menengah Atas dan setingkatnya guna menambah edukasi dan awarness

bagi para generasi muda. Tentunya, sekolah-sekolah yang kami pilih merupakan sekolah-sekolah yang memiliki prestasi yang baik. Selain itu kami juga melihat dari demand yang diajukan sekolah tersebut. Karena bagi kami, keinginan dan tekad untuk tahu lebih dalam mengenai diplomasi publik Indonesia merupakan sesuatu hal yang patut untuk diapresiasi.”4

Selain itu, kegiatan public visit diplomasi publik ini juga dilakukan guna menunjang salah satu mata pelajaran yang terdapat di SMA N 47 Jakarta, khususnya bagi siswa-siswi yang duduk di jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai dasar untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mata pelajaran bidang Sejarah dan Pendidikan Kewarganegaraan.

Kegiatan public visit ini diharapkan mampu membangun dan mempromosikan kembali citra Indonesia pada umumnya. Kegiatan ini juga diharapkan mampu menjadi sarana efektif dalam mengedukasi dan memberi informasi bagi pada anak-anak usia sekolah mengenai sejarah, fungsi dan realita diplomasi publik di Indonesia sehingga di masa yang akan datang para pemuda tersebut akan memiliki gambaran dan keinginan untuk berbuat hal serupa dan memajukan diplomasi publik Indonesia, selain itu kegiatan ini diharapkan mampu mendorong peserta agar nantinya dapat menjadi diplomat yang paham potensi bangsa Indonesia dan mengetahui cara menginformasikannya kepada masyarakat.

“Selain karena peserta dapat melihat langsung bagaimana seorang diplomat bekerja, kegiatan ini juga dapat digunakan sebagai wadah guna

4 Hasil wawancara dengan Ibu Diah Wulandari Marsono Rubianto, Sekretaris Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, pada tanggal 5 Mei 2014 pada pukl 12.50 WIS

(10)

menguatkan opini yang lemah mengenai kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh Kemlu, sehingga diharapkan generasi-generasi muda tersebut sebagai cikal bakal penerus bangsa dapat mendukung kegiatan-kegiatan Kemlu di

masa yang akan datang.”5

Namun terdapat beberapa hal yang tidak sejalan dengan harapan dan keinginan, baik oleh komunikator kegiatan maupun Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri selaku penyelenggara kegiatan. Hal ini dapat diketahui melalui wawancara yang dilakukan penulis terhadap beberapa peserta kegiatan

public visit, salah satunya Adi Kadarisman, siswa kelas 3 IPS 3 SMA N 47 Jakarta yang mengikuti kegiatan public visit diplomasi publik Kementerian Luar Negeri pada 16 Januari 2014 lalu.

“Menurut saya kegiatan public visit kemarin kurang dapat menggugah perhatian saya karena banyak hal yang tadinya saya pikir akan asyik dan menarik namun pada kenyataannya berjalan begitu-begitu saja.”

Hal lain yang ditemukan penulis berdasarkan pra-riset yang dilakukan diantaranya masih terdapat beberapa siswa yang merasa kurang dapat mengerti penjelasan yang dilakukan oleh Bapak Johanes Subagia Made sebagai komunikator dalam kegiatan public visit. Selain itu, penggunaan istilah-istiah asing yang tidak disertai dengan penjelasan lebih lanjut juga membuat beberapa siswa kurang dapat menangkap makna dalam seminar yang dilakukan pada saat kegiatan public visit berlangsung.6

Kegiatan Public Visit Diplomasi Publik merupakan salah satu program Kementerian Luar Negeri yang cukup banyak berperan dalam menginformasikan,

5

Hasil wawancara dengan Johannes Subagia Made selaku Diplomast Fungsional Direktorat Diplomasi Publik, pada Senin 21 Juli 2014 pukul 12.31 WIS di Kantor Kementerian Luar Negeri RI 6 Hasil wawancara dengan Happy Mayorita, siswi kelas 3 IPS 1 SMA N 47 Jakarta, Selasa, 6 Mei 2014.

(11)

mengedukasi, serta menggugah masyarakat luas, dalam hal ini generasi muda, mengenai diplomasi publik yang dilakukan Indonesia di kancah internasional. Tentunya penting bagi Direktorat Diplomasi Publik untuk memperhatikan kesenjangan dan masalah-masalah yang tejadi, sehingga pesan yang berusaha disampaikan dalam program yang diusung dapat sampai dan terlaksana dengan baik dan maksimal. Dengan begitu peningkatan aktivitas diplomasi publik akan berjalan lebih efektif dan memberikan dampak yang lebih luas dan besar pada Kementerian Luar Negeri sebagai penyelenggara kegiatan dan juga citra Indonesia di mata umum nantinya.

Sebuah komunikasi persuasif yang baik akan mampu mempengaruhi perubahan opini seseorang serta selanjutnya mampu merubah sikap dan perilaku seseorang tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Sikap dapat dirubah melalui opini (informasi) yang dimiliki komunikan tentang suatu objek melalui komunikasi yang bersifat persuasif. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai “Sejauhmana Hubungan Antara Kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Dengan Perubahan Sikap Peserta Terhadap Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia?’’

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut “Sejauhmana Hubungan Antara Kegiatan Public Visit

(12)

Diplomasi Publik Dengan Sikap Peserta Terhadap Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia”

1.3Identifikasi Masalah

1. Sejauhmana Hubungan Faktor Sumber Pada Kegiatan Public Visit

Diplomasi Publik Dengan Sikap Peserta Terhadap Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia ?

2. Sejauhmana Hubungan Faktor Pesan Pada Kegiatan Public Visit

Diplomasi Publik Dengan Sikap Peserta Terhadap Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia ?

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk Mengetahui Hubungan Faktor Sumber Pada Kegiatan Public Visit

Diplomasi Publik Dengan Sikap Peserta Terhadap Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

2. Untuk Mengetahui Hubungan Faktor Pesan Pada Kegiatan Public Visit

Diplomasi Publik Dengan Sikap Peserta Terhadap Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

1.5Kegunaan Penelitian

(13)

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pengetahuan bagi ilmu komunikasi, khususnya bagi Ilmu Hubungan Masyarakat, serta dapat juga dijadikan bahan informasi dan pengetahuan dalam membuat program agar lebih efektif dan efisien. Selain itu penelitian ini dapat menjadi landasan atau pijakan untuk penelitian berikutnya.

1.5.2 Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, evaluasi, dan pertimbangan kepada pihak Kementerian Luar Negeri melalui Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dalam melakukan program Public Visit selanjutnya.

1.6Kerangka Pemikiran

1.6.1 Kerangka Teoritis

Penelitian ini menggunakan teori persuasi yaitu, Instrumental Model Of Persuasion dari Holvand, Janis dan Kelly. Model ini menjelaskan bagaimana komunikasi persuasif mampu mempengaruhi perubahan opini seseorang serta selanjutnya mampu merubah sikap dan perilaku seseorang tersebut sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator.

“Persuasive Communications is the process by which an individual (the communicator) transmitt Stimuli (usually verbal) to modivy the behaviour

of other individual (the audience)”. (Hovland , Jannis, and Kelly: 1953, dalam Tan, 1981:93)

(14)

Asumsi dasar dalam teori ini adalah “ Sikap dapat dirubah melalui opini (informasi) yang dimiliki komunikan tentang suatu objek melalui komunikasi yang bersifat persuasif” (Hovland, Jannis, and Kelly: 1953, dalam Tan, 1981:93).

Hal tersebut terjadi karena diyakini opini seseorang terhadap suatu objek selalu berubah-ubah begitu pula halnya dengan sikap. Sikap dapat diubah berdasarkan dengan cara mengubah opini atau informasi yang dimiliki seseorang mengenai suatu objek. Salah satunya dalam mempelajari opini/ide baru yaitu melalui terpaan persuasif yang menyertai argumen untuk meyakinkan audiens sehingga mau menerima opini/ide baru tersebut. Opini adalah jawaban verbal sebagai sebuah respon dari stimulus komunikan. Sedangkan sikap adalah respon implisit yang menunjukan orientasi dari sebuah objek, individu, kelompok ataupun simbol-simbol tertentu.” ( Tan, 1981:93).

Bagaimana opini tersebut dapat sampai berpengaruh terhadap sikap komunikan dijelaskan dalam teori ini bahwa komunikasi persuasi melalui penyebaran opini-opini baru yang dibarengi argumentasi kuat akan mendukung terbentuknya pemahaman baru serta perubahan sikap terhadap komunikan melalui dua kondisi , yaitu mental rehearsal dan incentive of acceptance dari opini-opini tersebut.

Mental rehearsal adalah kondisi dimana komunikan menerima opini baru

tersebut, mengingatnya, serta mempelajari tersebut kemudian membandingkannya dengan pemahaman terhadap opini tersebut sebelumnya. Proses mempelajari opini tersebut bergantung pada motivasi komunikan apakah ia termotivasi untuk mempelajari opini tersebut atau langsung menolak.

(15)

Kemudian kondisi kedua adalah incentive of acceptance, yaitu hal yang mendukung si komunikan untuk menerima opini tersebut, misalnya kredibilitas dari komunikator apakah dapat dipercaya atau tidak. Berdasarkan teori ini pembicara pada Kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Indonesia dengan target sasarannya (audience) siswa SMA N 47 Jakarta. Dimana pada penelitian ini akan digambarkan bagaimana opini baru dari komunikator dalam program public visit

yang dilakukan sesuai dengan visi misi lembaga serta memberikan informasi mengenai diplomasi RI hingga pemanfaatan media dalam penyebaran berbagai berita terkait dengan upaya diplomasi Indonesia di kancah lokal maupun internasional yang berisi pesan didasari dengan argumentasi yang kuat sehingga berefek pada perubahan sikap dari para peserta Public Visit terhadap Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Dengan metode korelasional dapat digambarkan dan diukur seberapa jauh tingkat hubungan antara pembicara Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia dengan sikap peserta. Melalui pengukuran berbagai komponen-komponen komunikasi (karakteristik komunikator dan pesan) dari pembicara serta komponen-komponen sikap (baik perubahan opini, perubahan persepsi, perubahan afeksi maupun perubahan tindakan) dari para peserta yang mengikuti Kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Model teori komunikasi persuasif Hovland, Janis, and Kelly yang menggambarkan bagaimana proses penyampaian pesan dari Komunikator kepada

(16)

komunikan dalam kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia tersebut jika digambarkan sebagai berikut :

INSTRUMENTAL MODEL OF PERSUASION

STIMULI Intervening Process RESPONSE

Characteristics of the Communication Effect

Communication situation

Bagan 1.1 Instrumental Model of Persuasion

Sumber : Hovland, Jannis dan Kelly 1959 (dalam Tan, 1981 : 95)

Dalam model penelitian ini, komponen karakteristik situasi komunikasi terdiri dari faktor sumber (source factors), faktor pesan (message factors), dan faktor audiens (audience factors). Ketiga faktor ini merupakan konsep utama dalam penelitian ini. komponen lainnya adalah proses perantara (intervening process) yaitu suatu proses dimana audiens belum mengalami perubahan sikap atau perilaku. Proses perantara ini meliputi perhatian (attentions), pemahaman (comprehension), dan penerimaan (acceptions).

Attitude Change Attentions Source Factor -Expertise -Trustworthness -Likebility Message -Order of Argument -One sided vs two sided -Type of appeal -Explicit vs implicit -Conclusions Audience Factors -Persuability -Initial Position -intellegence -Self Estemm -Personality Opinion Change

Comprehension Perception Change

Acceptance Affect Change

Black Box Concepts

(17)

Komponen berikutnya adalah respons (response) berupa efek- efek komunikasi yang menunjukan perubahan opini (opinion change), perubahan persepsi (perception change), perubahan afeksi (affect changes), dan perubahan tindakan (actions change).

Proses ini memerlukan adanya sumber komunikator dalam menyampaikan ide atau pesan yang diharapkan kepada individu atau sekelompok individu lain. Proses penyampaian pesan tersebut bila disederhanakan membutuhkan adanya komunikator yang menyampaikan pesan kepada komunikan untuk mengubah tinglah laku komunikan. Hal ini sesuai dengan unsur stimuli dan efek komunikasi pada Instrumental Model Of Persuasions yang menjadi landasan penelitian.

Dalam Instrumental Model Of Persuasion milik Hovland, Janis dan Kelly, faktor sumber (source factors) dititikberatkan kepada kredibilitas (credibility)

komunikator yang meliputi keahlian (expertise), kepercayaan (trustwhorthiness)

dan kesukaan (likebility). Kesukaan (likebility) disini merupakan aspek daya tarik komunikator. Sedangkan daya tarik komunikator meliputi kesamaan, familiarity,

kesukaan dan physical attractiveness”. Artinya, bahwa daya tarik fisik seorang komunikator, memudahkan tercapainya simpati dan perhatian dari komunikan. (Tan,1981:104).

Keahlian (expertise) dapat dilihat berdasarkan sejeauhmana sumber tersebut dianggap mampu oleh audiens untuk mengetahui jawaban yang “benar” atas sebuah persoalan (Tan, 1981 : 104). Oleh karena itu, pengetahuan atas topik/isi pesan yang dimiliki oleh seorang komunikator juga turut menentukan keahlian seorang komunikator dalam menyampaikan pesan kepada audiens.

(18)

Semakin besar pengetahuan komunikator terhadap topik/isi pesan yang ia miliki, semakin baik pula keahlian komunikator tersebut dalam menyampaikan pesan terhadap audiens nya.

Kepercayaan (trustworthiness) adalah sejauhmana seorang sumber dianggap mampu menyampaikan pendapatnya secara objektif. Tan dalam buku nya yang berjudul Mass Communication : Theories and Research

mengungkapkan bahwa :

“Trustworthiness is the extent to which a source is perceived as being

motivated to communicate his or her stand without bias. A trustworthy source, therefore, is an objective source. Also, a trustworthy source is perceived by the audience to have no intention to manipulate and to have nothing to gain if the audience accepts the recommendations of the

messages” (Tan, 1981 : 105)

Seorang komunikator dianggap terpercaya apabila ia mampu meyakinkan audiens bahwa ia tidak memiliki maksud untuk memanipulasi audiens melalui pesan yang disampaikannya. Kepercayaan audiens terhadap komunikator juga dilihat melalui kejujuran komunikator dalam menyampaikan isi pesannya secara objektif.

Selain itu, pengalaman komunikator juga turut mempengaruhi kepercayaan audiens terhadap isi pesan yang disampaikan oleh komunikator. Kepercayaan yang didapat komunikator melalui pengalaman dapat membuat audiens menjadi lebih terbuka dalam menerima isi pesan yang disampaikan oleh komunikator. Pengalaman tersebut dapat berupa gelar, jabatan, maupun pencapaian secara profesional yang sebelumnya pernah ia capai.

Faktor pesan (message factor) dalam Instrumental Model of Persuasion ini terdiri dari struktur pesan (message structure) yaitu meliputi aspek yang pertama,

(19)

yaitu objektivitas pesan (one-sided vs two sided message), aspek kedua penyampaian argumen kepada khalayak yang disenangi atau tidak oleh khalayak

(order of arguments) atau susunan argumentasi, maksudnya apakah perlu pesan disampaikan mengandung dua sisi (pro dan kontra), aspek ketiga penyampaian makna pesan yang terkandung secara tegas yaitu, gambaran kesimpulan

(Conclusion drawing) dari seorang komunikator. Gambaran kesimpulan

(Conclusion drawing) diasumsikan, ketika suatu pesan eksplisit diuraikan pada awal kegiatan dapat mempermudah pemahaman komunikan dengan memusatkan perhatian pada hal yang penting, sementara pesan implisit di asumsikan bahwa komunikan akan lebih mudah menerima kebenaran dari suatu kesimpulan ketika ia menggambarkannya sendiri dibandingkan dengan kesimpulan yang ditunjukan oleh komunikator (Explicit vs Implicit). (Tan,1981:135-136).

Namun dalam teori ini terdapat kekurangan untuk lebih menjelaskan hubungan antara faktor pesan (source message) dan pencapaian dalam intervening proses yaitu attention, comprehension dan acceptance (Tan, 1981:96) Sehingga dalam faktor pesan yang terdapat pada penjelasan Hovland dianggap hanya dapat menyentuh batasan perhatian (attention) komunikan saja.

De Vito dalam Tan (1981:137) menjelaskan mengenai gaya pesan

(message style) sebagai pemilihan dan penyusunan fitur-fitur linguistik yang terbuka untuk dipilih. Dalam penelitian terbaru mengenai gaya pesan telah memfokuskan kajiannya kepada variable-variabel yang akan berpengaruh terhadap pemahaman pesan (comprehensinability). Dalam hal ini variabel-variabel yang berhubungan dengan gaya pesan diantaranya adalah pengulangan

(20)

pesan (repetition of the message), jumlah argumen yang mendukung kesimpulan pesan (number of arguments supporting the message’s conclusion), dan keterbacaan pesan itu sendiri (readability of the message).

Lebih jauh, dalam buku Tan yang berjudul Mass Communication :

Research and Theories dijelaskan pula mengenai daya tarik pesan yang kemudian

dianggap mampu menyentuh penerimaan (acceptance) dalam intervening process

yang dijelakan oleh Hovland dalam teori Instrumental Model Of Persuasion.

Penelitian mengenai daya tarik akan rasa takut telah dilakukan semenjak 2 dekade lalu. Menurut McGuire dalam Tan (1981:138), daya tarik akan rasa takut akan memberikan kecenderungan atas perubahan sikap ataupun opini. Hal ini dikarenakan rasa takut dianggap sebagai sebuah faktor pendorong yang menimbulkan rasa tidak nyaman sehingga memotivasi individu untuk melakukan sesuatu, baik mengurangi ataupun menghilangkannya.

Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, faktor pesan (source factor) yang akan diteliti terdiri atas struktur pesan (message structure), gaya pesan (message style) dan daya tarik pesan (message appeals). Gaya pesan (message style) dan daya tarik pesan (message appeals) menjadi dua variabel untuk melengkapi

intervening process yang terdapat dalam teori Instrumental Model Of Persuasion

milik Hovland.

Faktor audiens (audience factors) tidak termasuk dalam objek pengukuran dalam penelitian ini, karena di dalam Instrumental Model Of Persuasion, audiens menjadi faktor penyesuaian dalam menentukan sumber dan isi pesan yang akan

(21)

digunakan untuk mempersuasi individu serta mempertimbangkan sumber dan isi pesan yang telah diinfromasikan.

Dalam buku karangan Aronson, Elliot, Timothy D William, and Robin M Akert yaitu Social Psychology (2010) yang membahas mengenai Yale Attitude Change Approach oleh Carl Hovland,

“The basic paradigm of this approach can be described as “who said what to whom”–the source of the communication, the nature of the communication, and the nature of the audience. There are many factors and affects that come into play in each of the components of a persuasive communication, according to this approach. For instance, the credibility and attractiveness of the communicator (source), the quality and sincerity of the message (nature of the communication), and the attention, intelligence, and age of the audience (nature of the audience) can all

influence the effects of the audience’s perceived attitude change through a

persuasive communication.”

Kutipan tersebut menyatakan bahwa faktor audiens diteliti berdasarkan faktor pendidikan dan usia dan juga kepercayaan diri yang tercantu dlam Tan (1981:95). Karena subjek yang dipilih telah memiliki karakteristik yang telah ditentukan (kesamaan umur, pendidikan, dan pengalaman atau karakter yang membentuk kepercayaan diri) maka faktor audiens disini akan diabaikan dan dapat dilihat perkembangannya melalui faktor Response.

Dalam penelitian ini yang akan diteliti hanyalah stimuli dan respon dari model persuasi tadi, karena sesuai dengan judul penelitian ini dimana penulis berusaha untuk meneliti komunikator pada Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia dengan sikap peserta terhadap Kementerian Luar Negeri Indonesia.

(22)

Menurut Alexis Tan dalam bukunya “Mass Commuication Theories and Research”, Intervening Process Variable (variabel antara) merupakan suatu variabel yang tidak bisa diukur/diamati secara langsung karena prosesnya terjadi di benak/pikiran kita, tetapi dapat digunakan untuk memprediksi respon (Tan, 1981:82). Dalam variabel ini terjadi proses perhatian (attention), pemahaman

(comprehension), dan penerimaan (acceptance) oleh individu. Menurut Audrey B. Fisher dalam bukunya Prespective On Human Communication,

Interverning process merupakan konsep black box, yaitu struktur khusus dan fungsi proses antara yang internal dipandang kurang penting dibandingkan dengan proses pengubahan masukan menjadi keluaran. Jadi,

intervening process hanya dapat diamati dari perilaku yang dihasilkan.” (Fisher, 1986:196)

Menurut Fisher dalam bukunya Perspective On Human Communication,

Intervening process pada penelitian ini tidak akan diukur, karena intervening process adalah hubungan proses antara stimulus dan respon (S-R). Sehingga, dipakai istilah S-O-R (Stimulus, Organisme, Respon). Karena itu, penjelasan S-R mengandung karakteristik input-trhroughput-output (masukan-dalaman-keluaran). Hampir seluruhnya, media organisme dalam penjelasan S-O-R (Stimulus, Organisme, Respon) merupakan konsep black-box (kotak hitam).

Konsep black box (kotak hitam) ini, memerlukan pengamatan dari stimulus (masukan) dan respon (keluaran) sehingga tidak menuntut pengamatan langsung pada kegiatan dalam diri organisme (dalaman) seseorang yang bersangkutan, sekalipun mungkin dapat dilakukan. Pengamatan langsung pada proses internal dari organisme (dalaman) seseorang merupakan hal yang tidak

(23)

mungkin; karena itu kita hanya mengamati perilaku eksternal (respon) dan menganggapnya sebagai manifestasi dari keadaan internal organisme (dalaman) yang bersangkutan. Jadi, intervening process dalam konsep black-box (kotak hitam) ini tidak perlu secara langsung diamati akan tetapi dapat disimpulkan, pengkajian yang dilakukan berasal dari keadaan internal organisme (dalaman) seseorang, yang merupakan pengamatan tidak langsung dan akan dilakukan penarikan kesimpulan dari perilaku eksternal (respon) yang dapat diamati.

Menurut penjelasan diatas, penelitian ini tidak akan mengukur intervening process, karena dalam penelitian ini keadaan internal organisme (dalaman) peserta dalam kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia tidak perlu secara langsung diamati, namun dapat disimpulkan penelitian ini akan diamati melalui stimulus (masukan) yang didapatkan peserta dari kegiatan tersebut, lalu akan diukur langsung melalui pengeluaran respon (keluaran) dari sikap peserta terhadap Kementerian Luar Negeri Indonesia. Proses intervensi ini akan tergambarkan melalui stimulus (masukan) dan respon (keluaran) sikap peserta terhadap Kementerian Luar Negeri Indonesia. Untuk itu, proses perantara

(intervening processes) ini tidak dijadikan variabel dalam penelitian karena faktor-faktor yang ada dalam proses tersebut dianggap turut menentukan perubahan sikap peserta.

Variabel terakhir setelah stimuli, proses perantara adalah respon

(response) respon atau efek komunikasi yang terjadi dalam audiens yaitu perubahan sikap (Attitude Change) yang terdiri dari perubahan opini (opini

(24)

change), perubahan presepsi (perception change), perubahan afeksi (affection change), dan perubahan tindakan (action change).

Perubahan opini (opinion change) yaitu pernyataan sikap dalam bentuk verbal terhadap suatu peristiwa, perubahan persepsi (perception change) audiens yaitu pemahaman audiens terhadap suatu pesan yang dikaitkan dengan pengetahuan dan pengalaman pribadi, perubahan afeksi (affection change), yaitu berhubungan dengan kondisi emosional seseorang. Perubahan tindakan (action change) audiens yaitu merupakan rangkaian gerak empiris audiens yang nampak sesuai dengan harapan sumber.

Efek komunikasi persuasi dapat berupa perubahan sikap atau dapat juga berupa perubahan opini, perubahan persepsi, perubahan afeksi, serta perubahan tindakan (Tan, 1981:95). Dalam penelitian ini, akan diukur sejauhmana perubahan sikap peserta kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia yang dilihat melalui perubahan opini (opinion change), perubahan persepsi (perception change),perubahan afeksi(affection change), dan perubahan tindakan (action change).

Faktor terakhir dari stimuli adalah audiens yang merupakan penerima stimuli berupa ide, gagasan atau opini dari faktor sumber. Dalam diri audiens terdiri beberapa hal yang ikut berperan dalam perubahan sikap. Dalam penelitian ini efek yang diukur adalah sebagai variabel yang biasa diteliti dalam efek komunikasi persuasi. Melakukan kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia, respon dapat dilihat dari perubahan sikap peserta.

(25)

LaPierre dan Allen,Guy, & Edgley, 1980 dalam Azwar (2011:5) mendifinisikan sikap sebagai “suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, prediposisi untuk menyesuaikan diri dalam situai sosial atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan”.

Menurut Hovland perubahan sikap meliputi perubahan opini (opinion change), perubahan persepsi (perception change), perubahan afeksi (affection change), dan perubahan tindakan (action change). Efek yang diukur dalam penelitian ini adalah sikap. Sikap sebagai variabel yang bisa diteliti dalam efek komunikasi persuasi. Sikap merupakan proses dari kegiatan Public Visit

Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia dimana seseorang bereaksi sesuai rangsangan yang diterimanya. Melalui sebuah kegiatan Public Visit

Diplomasi Publik yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia, respon yang diharapkan dapat dilihat dari perubahan sikap dari peserta khususnya siswa SMA N 47 Jakarta Selatan.

Berdasarkan asumsi dalam teori tersebut, maka kegiatan Public Visit

Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia ini menggunkakan komunikasi persuasif kemudian akan diturunkan dalam faktor komunikator dan faktor pesan. Sedangkan penurunan untuk variabel sikap meliputi opinion change

(perubahan opini), perception change (perubahan persepsi), affect change

(perubahan afeksi), dan action change (perubahan tindakan). Infromasi yang disampaikan oleh pembicara atau selaku pembawa acara pada kegiatan Public

Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia ini, akan menguatkan

(26)

Negeri Indonesia sehingga opini akan terbentuk dengan kuat dan berujung pada pengambilan sikap dari masyarakat terhadap Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

1.6.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka teoritis diatas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini terdiri dari

1.6.2.1Public Visit Diplomasi Publik

Kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia merupakan sebuah kegiatan kunjungan yang dilakukan oleh masyarakat umum dalam hal ini pelajar usia sekolah tingkat menengah atas SMA dan setingkatnya. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri dengan tujuan untuk menginformasikan, megedukasi dan memberikan pengarahan bagi generasi muda khususnya pelajar mengenai diplomasi di Indonesia.

Kegiatan ini merupakakan kegiatan yang ditujukan memenuhi fungsi Direktorat Diplomasi Publik Indonesia yakni seperti yang diungkapkan oleh Andri Hadi, Direktur Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia

“Fungsi dari diplomasi publik diantaranya adalah bagaimana menjembatani informasi yang berkembang di lingkungan domestik dan yang terjadi didunia internasional. Dulu, diplomasi dilihat sebagai ujung tombak kepentingan nasional keluar negeri. Sekarang tidak bisa begitu, diplomasi harus juga mengkomunikasikan apa yang terjadi diluar negeri kedalam negeri.”7

7

(27)

Dalam kegiatan public visit ini peserta diajak untuk berkeliling area kerja para diplomat Indonesia yang terdapat di Direktorat Informasi Media dan Diplomasi Publik kantor Kementerian Luar Negeri Indonesia yang terdapat di Jalan Taman Pejambon No.6, Jakarta Pusat peserta diberikan informasi mengenai nama dan fungsi daripada ruangan-ruangan tersebut, sekaligus peserta juga dapat melihat pelaksanaan beberapa kegiatan diplomat ketika sedang bekerja.

Selain kegitan kunjungan ruangan-ruangan, terdapat juga seminar dan dialog tanya jawab bersama dengan komunikator yang berasal baik dari Direktorat Diplomasi Publik, Direktorat Informasi Media, maupun direktorat lainnya yang berkepentingan dalam penyampaian materi sehubungan dengan tema yang telah ditetapkan. Pembicara biasanya merupakan tokoh-tokoh yang telah banyak memiliki pengalaman dalam bidang diplomasi publik Indonesia seperti salah satu contohnya adalah mantan duta besar ataupun mantan wakil duta besar yang sebelumnya telah menjabat dan banyak memiliki pengalaman sebagai diplomat Indonesia.

Tema maupun topik utama yang diangkat dalam kegiatan public visit ini adalah berupa materi seputar sejarah dan perkembangan diplomasi publik Indonesia, tugas, wewenang dan fungsi diplomat Indonesia sebagai perwakilan negara, Indonesia dalam menghadapi tantangan pasar global 2020, penggunaan media-media sosial dalam penyebarluasan informasi diplomasi publik hingga isu-isu terkini diplomasi publik Indonesia di kancah internasional.

Dalam penelitian ini komunikator Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri merupakan konsep utama dan merupakan komponen

(28)

stimuli yang telah dijelaskan diatas karakteristik situasi komunikasi; terdiri dari 3 faktor yaitu faktor sumber (source factors), faktor pesan (message factors), dan faktor audiens (audience factors).

Bagi para praktisi komunikasi, penelitian mengenai audiens berarti mengumpulkan data mengenai demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, dll), opini dan perilaku audiens. Dengan mengetahui karakteristik audiens tersebut, seorang komunikator dapat memebentuk sebuah pesan yang sesuai dengan kebutuhan dan minat audiens (Tan, 1981:167). Faktor audiens

(audience factors) yang terdiri dari persuablility yaitu kerentanan seseorang terhadap pengaruh yang diberikan, dalam arti mudah dibujuk oleh informasi – informasi yang baru atau tidak, initial position yaitu sikap semula calon pengunjung, intelegence yaitu tingkat kecerdasan calon pengunjung dalam mengolah dan menerima pesan, harga diri (self-esteem) yaitu penghargaan calon konsumen yang terbuka atau tertutup dalam menerima pesan-pesan yang disampaikan.

Faktor audiens dalam penelitian ini adalah peserta kegiatan public visit

Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri yaitu siswa-siswi kelas III IPS SMA N 47 Jakarta. Selain dikarenakan merupakan siswa-siswi sekolah unggulan yang dikatakan cukup memiliki kemampuan dan kompetensi, mereka juga terpilih menjadi peserta dalam kegiatan public visit ini dikarenakan kegiatan ini dapat mendukung beberapa mata pelajaran yang terdapat di sekolah, khususnya Ilmu Sejarah dan Pendidikan Kewarganegaraan.

(29)

Faktor audiens (audiens factors) terdiri dari kemudahan untuk dibujuk (persuability), sikap pemula (initial position), intelegasi (intelegence), harga diri (self-esteem), dan kepribadian (personality). Faktor audiens (audience factors) ini tidak menjadi variabel dalam penelitian ini karena faktor audiens diasumsikan sudah tercakup ke dalam variabel perubahan sikap dalam penelitian ini.

Faktor audiens (audience factors) harus berdiri sendiri (independent)

terlepas dari pengaruh-pengaruh variabel yang lain, dan juga faktor audiens ini dapat dilihat melalui respon, audiens akan dikaji melalui data audiens seperti usia, tingkat sosial, latar belakang pendidikan dan lain-lain.

1.6.2.2Faktor Sumber (Source Factor)

Faktor Sumber (source factor) adalah Faktor penting dalam pencapaian komunikasi yang efektif. Seorang komunikator harus memiliki kredibilitas sehingga komunikan dapat menerima pesan yang disampaikan si komunikan. Perhatian akan karakteristik faktor sumber dalam komunikasi persuasi bukanlah merupakan hal baru. Aristoteles menunjukkan usaha-usaha yang berfokus pada karakter sumber, dibandingkan pada faktor pesan, yaitu daya tarik “ethos” dimana menurut Aristoteles, seorang komunikator yang efektif harus memiliki pikiran yang baik (good sense), niat yang baik (good will) dan perilaku yang baik (good moral character). (Tan, 1981 : 103)

Tan (1981 : 105) menyatakan bahwa A Credible source is not only perceived to be an expert on the issue in question; he or she is also perceived to be trustworthy (komunikator yang kredibel adalah komunikator yang ahli dan juga dapat dipercaya).

(30)

Keahlian adalah tingkatan sejauhmana seorang sumber dianggap dapat mengetahui jawaban yang benar atas pertanyaan yang diajukan oleh audiens mapun pernyataan terhadap suatu hal yang disampaikannya. Keahlian akan bergantung pada latihan (training), pengalaman (experience), kemampuan

(ability), kecerdasan (intelligence), pencapaian sosial (social attainment), dan status sosial (social status) (Tan, 1981 : 104)

Seorang sumber yang kredibel tidak hanya dilihat melalui keahliannya saja, melainkan juga kepercayaannya. Kepercayaan adalah tingkatan sejauhmana seorang sumber dapat meyakinkan audiens nya bahwa ia tidak memiliki maksud dan niatan buruk atas pesan yang akan disampaikannya. Seorang sumber yang terpercaya meupakan sumber yang objektif. (Tan, 1981 : 105)

Mengacu pada pernyataan Tan diatas, seorang komunikator dapat dikatakan memiliki keahlian apabila ia diyakini memiliki pengetahuan yang valid terhadap isi pesan yang ia bawakan. Pengetahuan ini dapat dilihat berdasarkan latihan, pengalaman, kecerdasan maupun kemampuan komunikator dalam membawakan pesan sehingga dapat dengan mudah diterima dan dipahami oleh audiens.

Seorang komunikator yang terpercaya mampu meyakinkan audiens nya bahwa ia tidak memiliki niat untuk memanipulasi dan mengambil keuntungan atas pesan yang ia sampaikan. Seorang sumber yang terpercaya tentunya akan memiliki pengalaman yang cukup banyak sehingga dapat meyakinkan audiens bahwa apa yang disampaikannya bukanlah merupakan suatu kebohongan saja. Berbeda dengan pengalaman dalam keahlian yang dapat memperkuat

(31)

pengetahuannya, pengalaman dalam hal ini lebih ditekankan kepada hal-hal yang telah dilalui oleh sumber sesuai dengan realita sehingga audiens dapat menerima pesan yang disampaikan oleh sumber.

Selain keahlian dan kepercayaan, komponen yang termasuk dalam karakteristik faktor sumber adalah daya tarik. Daya tarik sumber dapat dilihat melalui kesamaan (similiarity), keakraban (familiaity), kesukaan (liking), dan daya tarik fisik (physical attractiveness). (Tan, 1981 : 106-110)

Dalam kegiatan public visit Diplomasi Publik yang dilakukan oleh Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri, source factor merupakan komunikator yang menjadi pembicara yakni Bapak Johannes Subagia Made. Bapak Made terpilih sebagai komunikator dalam acara dikarenakan ia dinilai memiliki pengetahuan dalam bidang Diplomasi Publik. Sebagai seorang yang telah lama berada dalam lingkup Diplomasi Indonesia, Johannes Subagia Made dipercaya telah banyak memiliki pengalaman sehingga penjelasan yang ia paparkan dapat merepresentasikan kenyataan yang terjadi di lapangan.

1.6.2.3Faktor Pesan (Message Factor)

Faktor pesan (message factor) dalam Instrumental Model of Persuasion ini terdiri dari struktur pesan (message structure), gaya pesan (message style) dan daya tarik pesan (message appeal)

Struktur pesan (message structure) meliputi objektivitas pesan (one-sided vs two sided message), penyampaian argumen kepada khalayak yang disenangi atau tidak oleh khalayak (order of arguments) atau susunan argumentasi maksudnya apakah perlu pesan disampaikan mengandung dua sisi (pro dan

(32)

kontra), dan penyampaian makna pesan yang terkandung secara tegas yaitu, gambaran kesimpulan (Conclusion drawing) dari seorang komunikator. (Tan, 1981:135-136).

Dalam kegiatan public visit Diplomasi Publik, faktor pesan yang diteliti terdiri dari struktur pesan, gaya pesan dan daya tarik pesan. Yang menjadi struktur pesan dalam kegiatan ini adalah isi materi yang disampaikan mengandung kesimpulan mengenai kegiatan diplomasi publik Indonesia secara keseluruhan, yang dilihat dari berbagai sisi baik pro dan kontra. Materi yang disampaikan juga mengandung argumentasi-argumentasi yang bersifat positif mengenai diplomasi Publik Indonesia.

Gaya pesan dalam kegiatan public visit terlihat dalam pengulangan pesan yang dijelaskan oleh Bapak Made selaku komunikator. Pengulangan pesan dilakukan dengan tujuan agar peserta dapat lebih memahami isi materi yang disampaikan oleh komunikator. Bahasa yang disampaikan oleh komunikator juga merupakan bahasa sehari-hari yang mudah dipahami oleh peserta sehingga isi materi yang disampaikan oleh Bapak Made dapat dipahami oleh peserta. Variasi kata dan pemilihan bahasa dalam penyampaian pesan juga menjadi indikator dalam gaya pesan yang disampaikan oleh komunikator.

Daya tarik pesan dalam kegiatan public visit Diplomasi Publik dapat dilihat melalui pengemasan pesan yang dilakukan pleh Bapak Subagia Made sebagai faktor sumber dalam kegiatan. Penjelasan mengenai Diplomasi Publik dikemas melalui kisah dan cerita berdasarkan pengalaman yang terjadi sehingga peserta merasa ikut terbawa dalam isi materi yang dibawakan oleh Bapak

(33)

Johannes. Penggunaan alat bantu seperti slide presentasi yang berisi video maupun foto-foto kegiatan Diplomasi Publik Indonesia juga dapat memberikan gambaran nyata kepada peserta mengenai isi materi.

1.6.2.4Sikap

Menurut Hovland perubahan sikap meliputi perubahan opini (opinion change), perubahan persepsi (perception change), perubahan perasaan atau emosi (affect change) dan perubahan tindakan (action change).

“The effects on attitude change of these variables were assumed to be mediated by attention to the message, comprehension of the arguments, and acceptance of the new opinions. Although attitude change was the major effect studied, opinion change, perception change and behavioral change were also sometimes studied.”(Tan 1981 : 95).

1. Opini

Opini adalah pendapat, pikiran, pendirian, pandangan, perspektif dan tanggapan mengenai suatu kejadian, keadaan dan desas-desus tentang suatu hal. Opini merupakan suatu jawaban verbal dari stimuli yang ditangkap oleh alat indera (Tan, 1981 : 93).

Dalam kegiatan public visit Diplomasi Publik, opini yang terjadi dapat diukur melalui perubahan opini peserta terhadap kegiatan diplomasi publik yang dilakukan oleh Direktorat Diplomasi Publik Kemenlu. Dalam hal ini, opini peserta bersifat baik dan peserta juga berpendapat bahwa kegiatan ini memberikan banyak manfaat, khususnya kepada para peserta.

(34)

2. Persepsi

Persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan (Rakhmat, 2005: 51).

Dalam kegiatan public visit Diplomasi Publik, perubahan persepsi peserta dapat terlihat melalui tingkat pengetahuan, pemahaman dan kepercayaan peserta terhadap Kementerian Luar Negeri Indonesia. Peserta mengetahui dan memahami bentuk-bentuk serta berbagai jenis kegiatan yang dilakukan oleh Direktorat Diplomasi Publik sehingga kemudian percaya dengan kegiatan diplomasi publik yang dijalankan oleh Kementerian Luar Negeri hingga saat ini.

3. Afeksi

Afektif atau afeksi atau juga merupakan komponen perasaan adalah evaluasi terhadap kondisi emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek yang biasanya disimpulkan melalui perasaan suka atau tidak suka (Tan, 1981 : 82).

Dalam kegiatan public visit, afeksi peserta dapat dilihat melalui kesukaan dan rasa senang peserta terhadap kegiatan secara keseluruhan. Peserta akan merasa tertarik dengan kegiatan ini sehingga menyadari bahwa kegiatan public visit tersebut dilaksanakan untuk menumbuhkan awareness dan mengedukasi mereka mengenai kegiatan diplomasi publik yang telah dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

(35)

4. Tindakan

Tindakan adalah bagaimana seseorang bersikap dan bereaksi terhadap suatu objek (Tan, 1981:82). Aspek tindakan dapat dilihat apabila seseorang telah melakukan suatu perilaku yang berkecenderungan untuk berubah mengikuti apa saja yang telah dipelajari dan dipahaminya.

Dalam kegiatan public visit ini, perubahan tindakan peserta dilihat melalui kesediaan peserta untuk menjadi bagian dalam kegiatan diplomasi publik Indonesia di masa yang akan datang. Perubahan tindakan peserta juga terlihat melalui kesediaan peserta untuk menyebarluaskan informasi yang mereka dapatkan dalam kegiatan

public visit ini.

Menurut Hovland, Janis, dan Kelly, penerimaan sebuah opini baru, tergantung pada rangsangan ataupun dorongan yang terdapat dalam pesan yang ingin disampaikan. Dalam rangsangan ini terdapat sebuah harapan dimana nantinya opini tersebut akan bernilai “benar” atau “salah”.

“Acceptance of the new opinion, depends on incentives or

reinforcements in the message. Among these incentives are the

expectations of being right or wrong”. (Tan, 1981:94)

Salah satu cara untuk dapat meyakinkan atau memastikan rangsangan agar dapat berubah menjadi pesan yang positif sesuai dengan yang diinginkan oleh komunikator adalah dengan menghubungkan pesan tersebut kepada sumber yang

(36)

kredibel, yang secara objektif dapat dilihat keahliannya dan berpengaruh besar terhadap pesan tersebut. (Tan, 1981:94).

Dalam model Instrumental Model of Persuasion Hovland, Janis dan Kelly, terdapat tiga faktor yang berpengaruh terhadap perubahan sikap, yaitu Faktor Sumber (Source Factors), Faktor Pesan (Message Factors) dan Faktor Audiens (Audience Factors).

1.6.2.5Public Relations

Public Relations adalah fungsi manajemen dari ciri yang terencana dan berkelanjutan melalui organisasi dan lembaga swasta atau publik (umum) untuk memperoleh pengertian, simpati dan dukungan dari mereka yang terkait atau mungkin ada hubungannya dengan penelitian opini publik diantara mereka. (Soemirat & Ardianto, 2008 : 14)

Cutlip & Brown dalam Soemirat dan Ardianto (2008:14) mengatakan bahwa Public Relations merupakan semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu kedalam maupun kelua, antara satu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian.

Fungsi Public Relations dalam Kementerian Luar Negeri RI dijalankan oleh Direktorat Diplomasi Publik dan Informasi Media. Dalam direktorat ini, terdapat dua pembagian tugas dan wewenang yang masing-masing dipimpin oleh Direktorat Diplomasi Publik dan Direktorat Informasi Media.

Kegiatan public visit Diplomasi Publik merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri RI. Berada dibawah naungan

(37)

Direktorat Diplomasi Publik Kemenlu, kegiatan ini diadakan setiap satu bulan hingga dua bulan sekali. Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri Indonesia kepada masyarakat Indonesia, khususnya pelajar mulai dari siswa-siswi SD hingga mahasiswa di daerah DKI Jakarta dan sekitarnya.

Sebagai bentuk dari kegiatan eksternal yang dilakukan Kementerian Luar Negeri, public visit Diplomasi Publik memiliki tujuan untuk mencapai pengertian, simpati dan dukungan khususnya bagi para generasi muda Indonesia, dan juga untuk mengetahui opini publik yang beredar di masyarakat sekitarnya.

1.6.3 Definisi Operasional

Public Visit yang diadakan oleh Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia merupakakan kegiatan yang ditujukan memenuhi fungsi Direktorat Diplomasi Publik Indonesia yakni seperti yang diungkapkan oleh Andri Hadi, Direktur Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia. Fungsi dari diplomasi publik diantaranya adalah bagaimana menjembatani informasi yang berkembang di lingkungan domestik dan yang terjadi didunia internasional. Dulu, diplomasi dilihat sebagai ujung tombak kepentingan nasional keluar negeri. Sekarang tidak bisa begitu, diplomasi harus juga mengkomunikasikan apa yang terjadi diluar negeri kedalam negeri.

Kegiatan public visit ini meliputi faktor sumber (source factor) yang dilihat melalui keahlian (expertise), kepercayaan (trustworthiness) dan daya tarik

(38)

struktur pesan (message structure), gaya pesan (message style) dan daya tarik pesan (message appeal). Sikap dalam kegiatan public visit ini meliputi perubahan opini, perubahan persepsi, perubahan afeksi dan perubahan tindakan.

1.6.3.1Faktor Sumber (source factor)

Dalam buku Alexis Tan yang berjudul Mass Communication : Theory and Research, Aristoteles menyebutkan bahwa komunikasi persuasi berupaya untuk memfokuskan perhatiannya kepada karakter sumber yang membawakannya,

daripada pesan yang disampaikannya, sebagai daya tarik “ethos”. Ia

menganjurkan agar sebuah komunikasi dapat berjalan efektif, komunikator haruslah memiliki pikiran yang baik, niat yang baik dan karakter moral yang baik.

“Aristotle referred to persuasion attempts which focused on the source’s character, rather than on the message, as “ethos” appeals. He suggested

that an effective communicator mush have good sense, good will, and good

moral character. ” (Tan, 1981:103)

Sesuai dengan Instrumental Model of Persuasion menurut Hovland, Janis, dan Kelly, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan untuk dapat menjadi fator sumber yang baik, yaitu keahlian (expertise), kepercayaan (trustworthiness), dan daya tarik (likebility).

Dalam penelitian ini source factor adalah orang yang berbicara dalam kegiatan public visit ini, maka dari itu source dalam penelitian ini adalah Bapak Johanes Subagia Made selaku pendamping sekaligus pembicara pada sesi seminar dan dialog. Dalam penelitian ini peserta public visit sebagai komunikan akan

(39)

mengukur kredibilitas sumber yang dilihat dari keahlian (expertise), kepercayaan

(trustworthiness), dan daya tarik (attractiveness). Hal ini penting untuk diteliti untuk melihat bagaimana kredibilitas dari Kementerian Luar Negeri Indonesia saat ini menurut persepsi dari para peserta yang datang, apakah sudah memiliki keahlian yang cukup, dan juga cukup terbuka dalam menyampaikan berbagai informasi sehingga komunikan menyukai untuk menerima berbagai pesan melalui kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Faktor sumber meliputi aspek-aspek :

a. Keahlian (expertise)

Seorang komunikator yang telah dinyatakan “ahli”akan lebih mudah dan efektif dalam menyampaikan pesan/nilai yang tentunya dilakukan untuk memenuhi tujuan yang telah ia tetapkan, dikarenakan audiens pun menganggap bahwa komunikator ini merupakan seorang yang telah ahli sehingga jawaban ataupun pesan-pesan yang ia bawakan bernilai “benar” dan “sesuai” dengan isu ataupuntopik yang dibawakan oleh komunikator tersebut. Keahlian komunikator dalam penelitian ini meliputi :

1. Pengetahuan yang dimiliki oleh komunikator seputar topik/isi materi, yaitu pengetahuan mengenai diplomasi publik Indonesia, meliputi sejarah dan perkembangan, tugas dan wewenang, hingga perjalanan politik bebas aktif Indonesia di kancah internasional sehingga komunikator mampu menjawab pertanyaan peserta yang bertanya dengan baik dan memuaskan.

(40)

2. Kecakapan dan kemampuan dalam menyampaikan pesan. Dalam hal ini, komunikator mampu menjelaskan isi materi dengan baik dan tidak membosankan.

3. Pengalaman komunikator sebagai seorang diplomat yang telah lama bekerja dan menggeluti bidang diplomasi publik sehingga memiliki banyak pengalaman yang kemudian mampu mendukung argumentasi yang ia kemukakan di hadapan peserta. Pengalaman ini komunikator dapatkan ketika bekerja sebagai diplomat perwakilan Indonesia di luar negeri beberapa tahun sebelumnya.

b. Kepercayaan (Trustworthiness)

Seorang komunikator yang dipercaya dapat meyakinkan audiens bahwa ia tidak bermaksud memanipulasi ataupun memanfaatkan keadaan audiens ketika mereka menerima pesan/nilai yang dibawakan oleh komunikator. Kepercayaan komunikator dalam penelitian ini dapat diukur melalui:

1. Komunikator mampu menunjukkan niat baiknya kepada komunikan dengan menjelaskan kekurangan, kelebihan dan keadaan diplomasi publik Indonesia yang sesungguhnya terjadi sesuai dengan realita yang terjadi termasuk konflik-konflik dan permasalahan yang dihadapi oleh diplomasi publik di Indonesia saat ini.

(41)

2. Komunikator memiliki kecerdasan yang dilihat melalui latihan, jabatan, gelar maupun pencapaian secara profesional berdasarkan pengalaman yang telah ia dapatkan sebelumnya. 3. Terakhir, gelar dan jabatan yang komunikator capai di

Kementerian Luar Negeri RI, komunikator sering menjadi pembicara dalam kegiatan seminar, workshop maupun kegiatan

public lecturer yang diadakan oleh Kementerian Luar Negeri RI

di luar daerah hingga luar negeri.

c. Daya Tarik (Attractiveness)

Daya tarik komunikator dalam penelitian ini dapat dilihat melalui : 1. Kesamaan yang dimiliki oleh komunikator dan komunikan.

Dalam hal ini komunikator menjelaskan mengenai kesamaan latar belakang pendidikannya dengan peserta, sehingga peserta merasa memiliki kesamaan dan kedekatan dengan komunikator 2. Keakraban yang diciptakan oleh komunikator kepada

komunikan melalui penggunaan gaya bahasa tubuh (gesture) yang aktif dan ekspresif. Komunikator juga menyelipkan cerita lucu disela–sela penyampaian isi materi sehingga dengan begitu peserta akan terhiburdan terus memperhatikan komunikator. 3. Daya tarik fisik komunikator yang diukur melalui penampilan

(42)

1.6.3.2Faktor Pesan (message factor)

Message Factor dalam penelitian ini diartikan sebagai materi dan

informasi yang disampaikan didalam kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia. Faktor kedua ini adalah faktor pesanyang disampaikan pada kegiatan Public Visit Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Indonesia yang diteliti dari bentuk kegiatan lembaga atau instansi, simbol yang digunakan dalam persuasi merupakan materi pesan. Menurut Tan (Tan, 1981:135-138) indikator isi pesan didukung oleh beberapa karakteristik pesan dibagi menjadi tiga yaitu Struktur Pesan (message structure), Gaya Pesan (type appeal), dan Daya Tarik Pesan (message appeals).

a. Struktur pesan (message structure)

Untuk dapat memberikan pesan secara sistematis dan jelas, dalam penelitian ini, struktur pesan (message structure) diukur melalui :

1. Kesimpulan yang digambarkan oleh komunikator mengenai kegiatan diplomasi publik Indonesia sebagai hal yang wajib untuk diketahui dan dipelajari oleh peserta.

2. Isi materi yang disampaikan juga membawakan argumentasi-argumentasi positif mengenai kegiatan diplomasi publik Indonesia di kancah internasional.

3. Pemberian penjelasan yang tidak hanya dilihat dari satu sisi saja, namun juga menyertakan sudut pandang dari sisi lain (pro-kontra).

(43)

b. Gaya pesan (type of appeal)

Dalam penelitian ini, gaya pesan (type of appeal) dapat diukur melalui : 1. Pesan yang disampaikan mudah dimengerti (message

comprehensibility) sehingga penerimaan pesan dapat berjalan secara efektif.

2. Pesan yang disampaikan jelas terucap oleh komunikator sehingga pesan yang sampai ke telinga komunikan tidak ambigu.

3. Banyaknya perbendaharaan kata-kata (vocabulary diversity) dan memberikan perumpamaan yang ada dalam kehidupan sehari-hari

(realism). Dalam hal ini pembendaharaan kata menggunakan gaya bahasa slang dan gaya bahasa sehari-hari.

c. Daya tarik pesan (attractiveness)

Daya tarik pesan mengarahkepada sisi emosional audiens dan sisi rasional/akal sehat audiens. Dalam public visit ini daya tarik emosional dapat diukur melalui :

1. Penggunaan alat bantu berupa foto atau video melalui slide presentasi yang dibawakan oleh komunikator, sehingga dapat lebih merepresentasikan kondisi emosional kepada peserta.

2. Selain itu, sisi rasional pesan dapat digambarkan melalui penyampaian isi materi berupa fakta disertai dengan contoh sehingga peserta dapat menerima penjelasan dan mempersepsikannya dengan menggunakan akal sehat.

(44)

1.6.3.3Sikap

a. Perubahan Opini (opinion change)

Opini merupakan pendapat yang dikeluarkan oleh seseorang berdasarkan stimuli yang ditangkap oleh alat indera. Dalam penelitian ini, perubahan opini peserta dapat dilihat melalui :

1. Peserta mengerti dan memahami isi materi yang disampaikan oleh komunikator sehingga opini mengenai diplomasi publik Indonesia yang dimiliki oleh peserta berubah kearah yang positif.

2. Peserta merasakan manfaat dari kegiatan public visit yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

b. Perubahan Persepsi (perception change)

Persepsi diasumsikan sebagai pengalaman yang didapatkan oleh individu mengenai suatu objek yang diperoleh dengan memberikan makna terhadap rangsangan yang masuk melalui panca indera. Dalam penelitian ini perubahan persepsi dapat dilihat melalui :

1. Penilaian peserta terhadap Kementerian Luar Negeri, dimana mereka menilai dan memberikan interpretasi yang baik sesuai dengan apa yang disampaikan komunikator mengenai peran penting diplomasi publik di Indonesia.

2. Peserta mempercayai informasi yang diberikan oleh komunikator mengenai diplomasi publik indonesia meliputi sejarah dan

Referensi

Dokumen terkait