• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAGIAN 4 KEGIATAN DAUR ULANG SAMPAH DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAGIAN 4 KEGIATAN DAUR ULANG SAMPAH DI INDONESIA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAGIAN 4

KEGIATAN DAUR ULANG SAMPAH DI INDONESIA

Bagian ini menjelaskan mengapa daur-ulang diperlukan, bagaimana potensi daur-ulang sampah kota, khususnya plastik dan kertas di Indonesia. Juga dijelaskan tentang peran sektor informal dalam daur-ulang sampah di Indonesia. Guna lebih memahami, mahasiswa diminta mengamati aktivitas daur-ulang yang terjadi di lingkungannya.

4.1 Alasan Daur-Ulang

Daur-ulang (yang dimaksud di sini adalah reuse dan recycling) limbah pada dasarnya telah dimulai sejak lama. Di Indonesiapun, khususnya di daerah pertanian, masyarakat sudah mengenal daur ulang limbah, khususnya limbah yang bersifat hayati, seperti sisa makanan, daun-daunan dsb. Dalam sistem pengelolaan persampahan, upaya daur-ulang memang cukup menonjol, dan umumnya melibatkan sektor informal. Beberapa alasan mengapa daur-ulang mendapat perhatian [25]: a. Alasan ketersediaan sumber daya alam:

beberapa sumber daya alam bersifat dapat terbarukan dengan siklus yang sistematis, seperti siklus air. Yang lain termasuk dalam katagori tidak terbarukan, sehingga

ketersediaannya di alam menjadi kendala utama. Berdasarkan hal itu, maka salah satu alasan daur-ulang adalah ketersediaan sumber-daya alam

b. Alasan nilai ekonomi: limbah yang dihasilkan dari suatu kegiatan ternyata dapat bernilai ekonomi bila dimanfaatkan kembali. Pemanfaatan tersebut dapat dalam bentuk pemanfaatan enersi, atau pemanfaatan bahan, baik sebagai bahan utama ataupun sebagai bahan pembantu

c. Alasan lingkungan: alasan lain yang akhir-akhir mendapat perhatian adalah perlindungan terhadap lingkungan. Komponen limbah yang dibuang ke lingkungan dalam banyak hal mendataangkan dampak negatif pada lingkungan dengan pencemarannya. Pengolahan limbah akan menjadi kewajiban. Namun bila dalam upaya tersrebut dapat pula dimanfaatkan nilai ekonomisnya, maka hal tersebut akan menjadi pilihan yang cukup menarik.

Dalam beberpa hal alasan-alasan tersebut saling terkait sama yang lain dan saling mendukung, sehingga upaya daur-ulang menjadi lebih terarah dan menarik.

Bentuk lain pemanfaatan limbah dalam daur-ulang adalah kemungkinannya sebagai sumber enersi. Paling tidak terdapat dua bentuk enersi hasil daur-ulang yang telah biasa dijumpai di lapangan, yaitu [26] :

− Sebagai enersi panas seperti yang dikeluarkan dari sebuah insinerator dengan bahan bakar limbah bernilai kalor tinggi,

− Sebagai enersi kimia seperti yang dikeluarkan dari sebuah reaktor anaerob atau sebuah

landfill limbah organic seperti sampah, yaitu dalam bentuk gas metan

Kemungkinan lain dari pemanfaatan limbah misalnya sebagai sumber protein atau bahan lain, baik dengan rekayasa yang sistematis seperti dalam pembuatan alkohol, maupun sebagai bahan makanan. Sebagai bahan makanan pendekatan ini telah banyak digunakan di Indonesia, khsususnya dari limbah yang berkatagori organik, misalnya sebagai pakan ternak atau sebagai pakan cacing. Bahan buangan berbentuk padat, seperti kertas, logam, plastik adalah bahan yang biasa didaur-ulang. Bahan ini bisa saja didaur-pakai secara lang-sung atau harus mengalami proses terlebih dahulu untuk menjadi bahan baku baru. Bahan buangan ini banyak dijumpai, dan biasanya merupakan bahan pengemas produk. Bahan inilah yang pada tingkat konsumen kadang menimbulkan

permasalahan, khususnya dalam pengelolaan sampah kota. Di negara industri, aplikasi pengemas yang mudah didaur-ulang akan menjadi salah satu faktor dalam meningkatkan nilai saing produk tersebut di pasar. Sebenarnya sampah mempunyai potensi untuk didaur-ulang. Proses daur ulang harus memperhatikan komposisi dan karakteristik limbah yang dominan, terutama bila daur ulang dilakukan di tempat pembuangan akhir. Hal lain yang mempengaruhi adalah ketersediaan tenaga operasional agar proses berkelanjutan. Proses daur ulang juga dilakukan di sumber timbulan dan tempat penampungan sementara, atau pada skala kawasan. Daur ulang yang dilakukan di sumber maupun penampungan sementara atau di skalab kawasan, dapat meminimalkan biaya

pengangkutan ke pembuangan akhir. 4.2 Daur-Ulang Limbah Secara Umum Proses daur-ulang pada umumnya

membutuhkan rekayasa dalam bentuk [36]: a. Pemisahan dan pengelompokan: yaitu

untuk mendapatkan limbah yang sejenis. Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara manual (dilakukan dengan tangan manusia secara langsung) maupun secara mekanis (dilakukan oleh mesin). b. Pemurnian: yaitu untuk mendapatkan

bahan/elemen semurni mungkin, baik melalui proses fisik, kimia, biologi, atau termal.

c. Pencampuran: yaitu untuk mendapatkan bahan yang lebih bermanfaat, misalnya

(2)

sejenis limbah dicampur dengan limbah lain atau dengan bahan lain

d. Pengolahan atau perlakuan: yaitu untuk mengolah buangan menjadi bahan yang siap pakai.

Sasaran utama dari rekayasa tersebut adalah bagaimana mendapatkan bahan yang sebaik mungkin sesuai fungsi dari bahan daur-ulang tersebut. Upaya pertama daur-ulang adalah bagaimana memisahkan limbah di sumbernya, yang sebetulnya merupakan kegiatan yang mudah dilaksanakan. Beberapa contoh di bawah ini merupakan cara dan bentuk daur-ulang. Tabel 4.1 berikut adalah potensi daur-ulang dari sampah. Banyak pengolahan limbah (padat, cair dan gas) menghasilkan residu seperti sludge atau debu, atu residu lain, yang pada gilirannya harus ditangani lebih lanjut. Kadangkala limbah yang terbentuk tersebut, seperti sludge, menjadi bermasalah karena berkatagori sebagai limbah berbahaya.

4.3 Potensi Daur Ulang Sampah

Daur Ulang Kertas Bekas

Di negara maju kertas merupakan komponen sampah yang paling tinggi. Bersama dengan wadah karton gelombang serta boxboard, jumlahnya sekitar 25 - 40 % berat. Beberapa jenis kertas yang dijumpai dalam sampah adalah [4]:

− Kertas campuran: kertas beraneka ragam dengan kualitas yang bervariasi, seperti majalah, buku, arsip kantor, karton, kertas pembungkus.

− Karton bergelombang

− Kertas kraft putih maupun berwarna yang belum dicetak.

− Kertas koran: surat kabar

Masing-masing mempunyai tingkat kualitas tertentu, tergantung pada jenis serat, sumber, homogenitas, cetakan yang ada, karakteristik fisik dan kimia. Kertas berkualitas tinggi, seperti kertas komputer, kertas kantor, mempunyai serat panjang dengan persentase tinggi. Persentase jenis kertas bekas yang biasa dijumpai di Amerika Serikat adalah [4]:

− Kertas koran: 17,7 % − Buku dan majalah: 8,7 % − Cetakan komersial: 6,4 % − Kertas kantor: 10,1 % − Paperboard lain: 10,1 % Packaging kertas: 7,8 %

Paper non-packaging lain: 10,6 % − Tissu dan pembersih: 5,9 % − Bahan corrugated: 22,7 %

Prinsip daur ulang kertas secara sederhana yang banyak dijumpai di Indonesia, khususnya pada sektor informal adalah:

• Kertas direndam dalam air hingga menjadi lembut untuk memudahkan proses penghancuran menjadi bubur kertas. • Bubur kertas yang terbentuk diletakkan

dalam suatu cetakan dengan ukuran tertentu.

• Setelah tercetak, kertas yang masih basah dikeluarkan dari cetakan kemudian dikeringkan di terik matahari.

• Untuk skala besar, digunakan mesin pencetak daur ulang kertas.

Gambar 4.2 adalah contoh bentuk skema pembuat kertas yang pernah dibuat ITB.

Tabel 4.1: Sampah Anoganik dalam Sampah [36, 37] BAHAN YANG DIDAUR-ULANG JENIS PENGGUNAAN

Alumunium Wadah soft drink, beer

Kertas :

• Kertas koran • Corrugated cardboard • Kertas kualitas tinggi • Kertas campuran

• Kardus packaging

• Kertas komputer, kertas tulis HVS

• Campuran kertas bersih, koran, majalah, putih/berwarna Plastik dan nomor kelompoknya:

• PETE : Kode 1 • HDPE : Kode 2 • PVC : kode 3 • LDPE : kode 4 • PP : kode 5 • PS : kode 6

• Multilayer dan lain-2 : kode 7 • Plastik campuran : 4 %

• Botol soft drink, film • Botol air, Botol susu • Pipa, ember, botol

• Bungkus tipis, lain-lain bahan film bungkus • Label untuk botol/kontainer, casing battery

Packaging komponen listrik/ elektronik, tableware, plate Packaging multilayer, beberapa botol

• Kombinasi di atas

Glass Botol dan wadah warna jernih, hijau, coklat

Logam ferrous Tin cans

Metal non-ferrous Alumunium, tembaga, timah Limbah bahan bangunan Tanah, aspal, beton, kayu, logam Kayu Kotak kontainer, scrap, sisa proyek

Oli bekas Proses ulang oli bekas

Ban daur ulang : macam-macam

Batteri accu (Lead-acid) Daur-ulang : asam, plastik, Pb Batteri rumah tangga Daur-ulang Zn, Hg, Ag

(3)

Alas Pencetak Kertas Bubur Kertas di

Atas Pencetak Kertas Daur Ulang

Siap Dikeringkan

Motor Penggerak

Mesin Daur Ulang Mesin Pembuat Kertas Daur Ulang

Gambar 4.1 : Mesin Pembuat Kertas Daur Ulang [37]

Daur Ulang Plastik [4]

Walaupun plastik telah dipakai lebih dari 50 tahun yang lalu, namun penggunaannya sebagai

packaging meningkat secara tajam dalam 25 tahun terakhir ini. Hampir semua plastik packaging akhirnya dibuang, sehingga jumlahnya dalam sampah meningkat dari 3 % berat (1970-an) menjadi 7 % (1990-an). Penggunaan plastik sebagai packaging mempunyai keunggulan dibanding yang lain, baik sebagai bahan kontainer (wadah) maupun sebagai pembungkus, karena: − Lebih ringan

− Lebih kuat

− Lebih mudah dibentuk

− Dapat diatur agar fleksibel atau kaku − Merupakan isolator yang baik − Dapat digunakan untuk pengemas

makanan dingin atau panas Bahan plastik dijumpai pada sampah kota dalam 7 jenis seperti yang disebutkan dalam Tabel 4.1, dengan uraian ringkas sebagai berikut [4]:

Polyethylene terephthalate (PETE/1):

Didaur ulang sebagai fiber polyester untuk sleeping bag, bantal, baju dingin

Post consumer PETE digunakan untuk fiber karpet, film, kontainetr makanan, plastik otomotif

− Dari daur-ulang konvensional, sekarang terdapat upaya pembuatan botol depolymerisasi menjadi ethylene glycol dan terephthalic acid, kemudian repolimerisasi menjadi resin botol soft drink, misalnya coca-cola

High-density polyethylene (HDPE/2): − Sifatnya berbeda satu dengan lain

tergantung produk yang akan dihasilkan − Botol susu dari resin dengan indeks leleh

rendah

− HDPE rigid terbuat dari resin dengan indeks leleh yang tinggi

− Misalnya digunakan pada lapis dalam dari botol oli yang terdiri dari 3 lapis

Polyvinyl chloride (PVC/3):

Banyak digunkan untuk packaging makanan, kabel listrik, isolasi kabel, pipa plastic, ember

− Produk daur-ulang lain: kontainer non-makanan, floor tile, selang kebun, mainan, pot bunga, pipa drainage

Low-density polyethylene (LDPE/4): misalnya untuk packaging makanan. Sebagian besar berakhir pada sampah dan landfill.

Polypropylene (PP/5): biasanya untuk bungkus batere, tutup botol, label, atau kadangkalan untuk kontainer makanan.

• Polystyrene (PS/6)

• Lain-lain bahan-bahan plastik multilayer (7)

Disamping itu, plastik biasanya diklasifikasi dalam 2 katagori umum, yaitu:

Clean commercial grade scrape (plastik awal)

Post consumer scrap (plastik limbah)

Dua jenis plastik post consumer yang paling sering didaur ulang adalah PETE(1), yang banyak digunakan untuk botol soft drink, dan HDPE(2), biasanya untuk wadah susu, botol air kemasan, atau pembungkus detergen.

Beberapa permasalah pemasaran plastik:

• Harga plastik daur-ulang relatif murah, karena bahan bakunya juga relatif murah. Perlu ada insentif untuk pengangkutan

• Pengangkutan dan pengolahan plastik bekas belum tersedia secara luas, sehingga konsumer kesulitan menemukan outletnya • Specific weight yang rendah: rasio

volume-ke-berat plastik sangat tinggi, terutama PS untuk produk busa spons.

• Terkontaminasi dengan bahan lain seperti makanan, dsb yang menyulitkan dalam daur-ulangnya

(4)

Pengolahan plastik secara profesional meliputi: • Tahap bale breaking dan sorting:

Pemilahan awal (presorted) dipecah kemudian dipilah kembali

− Botol PETE misalnya secara manual dipisah berdasarkan warna. Plastik yang tidak diinginkan dibuang.

Granulation dan washing:

− Botol dipotong-potong, kemudian dicuci dengan air panas, detergen, diaduk untuk menghilangkan label, lem dan kotoran lainnya

− Pemisahan: setelah dicuci, diendapkan (PETE) sedang yang ringan (HDPE) mengapung.

− Pengeringan: untuk menghilangkan air, kemudian dikeringkan dengan udara panas agar kelembaban mejadi lebih kecil dari 0,5 %

Air classification: pemisahan bagian plastik ringan (missal tutup polypropylene) dengan yang berat

Pemisahan electrostatic: missal memisahkan tutup alumunium

− Ekstrusi resin: resin kemudian difluidisasi menggunakan extruder, dan dilelehkan, dikenal sebagai melt filtration

Pelletizing: melt extruder berbentuk seperti spageti. Selanjutnya melalui orifice, kemudian dipotong kecil-kecil, lalu didinginkan dengan air. Pelet dipasarkan dengan kadar air kurang dari 0,5 %.

Pengolahan plastik sederhana di sektor informal di Indonesia (lihat Gambar 4.2):

• Plastik bekas yang terkumpul, dikeringkan melalui matahari kemudian ditutup dengan ram kawat agar plastik (terutama plastik kresek) tidak beterbangan.

• Setelah kering, plastik dimasukkan dalam cetakan kemudian dipanaskan/dibakar di dalam tungku pembakar sampai terbentuk cairan plastik.

• Cairan plastik yang terbentuk kemudian didinginkan dengan direndam dalam air. • Setelah dingin, lembaran plastik dikeluarkan

dari cetakan. Cetakan yang digunakan berupa logam agar plastik cair tidak lengket

4.4 Daur-ulang dalam Penanganan Sampah Kota Upaya 3R bukan saja terbatas dilakukan pada sumber sampah, tetapi sangat dianjurkan untuk dillaksanakan dalam seluruh rangkaian

penanganan sampah, yaitu mulai dari TPS sampah ke titik akhir di TPA. Berdasarkan arus pergerakan sampah sejak dari sumber hingga menuju ke pemrosesan akhir, penanganan sampah di suatu kota di Indonesia dapat dibagi dalam 3 kelompok utama, yaitu:

a. Penanganan sampah tingkat sumber b. Penanganan sampah tingkat kawasan, dan c. Penanganan sampah tingkat kota.

Bagian 4 ini akan membahas beberapa upaya guna-ulang (R2) dan daur-ulang (R3), yang keduanya di Indonesia dikenal secara umum sebagai daur-ulang saja. Uraian lanjut tentang

penanganan sampah terdapat pada Bagian 5 Diktat ini.

Secara umum, upaya daur-ulang (R2 dan R3) dalam sistem penanganan sampah kota adalah sebagai berikut:

- Guna menentukan potensi daur-ulang, dibutuhkan adanya survei tentang persentase sampah pada masing-masing sumber, dan pada masing-masing tingkat penanganan sampah, sehingga dapat dibuat neraca alur sampah mulai dari sumber sampai ke TPA. - Contoh neraca persentase sampah dari mulai

sumber sampai ke TPA adalah seperti terlihat dalam Gambar 4.3 di bawah ini.

- Langkah awal agar upaya kegiatan R2 dab R3 berhasil adalah melakukan pemilahan. - Pemilahan sampah di sumbernya paling tidak

dilakukan dengan mengelompokkan sampah menjadi dua kelompok besar, yaitu sampah hayati (sampah organik) dan sampah non-hayati (sampah non-organik).

- Pemilahan di sumbernya seperti di rumah tangga, di industri, di pasar, dsb, sangat membantu upaya R2 dab R3 karena akan memperoleh bahan dengan kondisi bersih. - Untuk memudahkan penggunaan, disamping

kriteria yang terkait dengan fungsi, maka dibutuhkan pengaturan warna :

o Sampah Organik: warna gelap o Sampah anorganik: warna terang o Sampah B3 rumah tangga: warna

merah/(Standar Internasional)

- Pemilahan sampah dikelompokkan menjadi beberapa jenis sampah seperti :

o Sampah basah, yang akan digunakan misalnya sebagai bahan baku kompos o Sampah kering, yang digunakan sebagai

bahan daur ulang

- Teknik-teknik pengolahan dan pemanfaatan sampah antara lain (lihat Tabel 2) adalah : o Pemotongan sampah

o Pengomposan sampah baik dengan cara konvensional maupun dengan rekayasa o Pengomposan sampah secara

vermi-kompos

o Pemerosesan sampah sebagai sumber gas-bio

o Pembakaran dalam Insinerator. Beberapa contoh kegiatan upaya 3R adalah sebagai berikut:

- Contoh pengerjaan upaya 3-R untuk daerah perumahan dan fasilitas sosial tercantum dalam Tabel 4.2.

- Contoh pengerjaan upaya 3-R untuk daerah fasilitas umum (perkantoran, sekolah, rumah sakit) tercantum dalam Tabel 4.3.

Contoh pengerjaan upaya 3-R untuk daerah komersial (pasar, pertokoan, restoran, hotel) tercantum dalam Tabel 4.4.

Dalam penanganan 3R diperlukan alat pengumpulan dan pengangkutan sebagai berikut : Fungsi pemilahan dapat dilaksanakan dengan pengaturan:

(5)

− Penyekatan sarana tersebut sesuai dengan jenis sampah

− Penjadwalan waktu pengumpulan, dimana sampah mudah membusuk hendaknya diangkut paling lama 2 hari sekali, sedang sampah non-hayati (anorganik) diangkut dengan frekuensi seminggu sekali

Alat pengumpul sampah dapat dilaksanakn dengan berbagai cara, seperti :

− Alat pengumpul tradisional, seperti gerobak dan beca sampah

Alat pengumpul bermotor, seperti motor sampah Tempat Pemasukkan Cetakan Plastik Ruang Bakar Cerobong Asap Pintu Ruang Bakar

Tem pat Cetakan Plastik

Gambar 4.2 : Mesin Daur Ulang Plastik [38]

SAMPAH 100% Sampah Organik 70% Sampah Anorganik 28% Sampah B 3 2% Pengomposan

30-40% Pemanfaatan lain2% 28-38%Residu Residu3-13% Daur-ulang15-25%

Residu 4% Residu 4% Insinerasi Sampah 25% Tempat Pemerosesan Akhir (TPA )

(6)

Tabel 4.2: Contoh Pengerjaan 3R pada Perumahan dan Fasilitas Sosial Penanganan 3R Contoh Cara Pengerjaan

R1

1. 2. 3. 4.

Pilih produk dengan pengemas yang dapat didaur-ulang

Hindari pemakaian dan pembelian produk yang menghasilkan sampah dalam jumlah besar

Gunakan produk yang dapat diisi ulang (refill) Kurangi penggunaan bahan sekali pakai R2

1. 2. 3.

Gunakan kembali wadah/kemasan untuk fungsi yang sama atau fungsi lainnya Gunakan wadah/kantong yang dapat digunakan berulang-ulang

Gunakan baterai yang dapat di-charge kembali

Jual atau berikan sampah yang telah terpilah kepada pihak yang memerlukan

R3

1. 2.

Pilih produk dan kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah terurai

Lakukan penanganan untuk sampah organik menjadi kompos dengan berbagai cara yang telah ada (sesuai ketentuan) atau manfaatkan sesuai dengan kreativitas masing-masing

Lakukan penanganan untuk sampah anorganik menjadi barang yang bermanfaat

Tabel 4.3: Contoh Pengerjaan 3R pada Fasilitas Umum

Penanganan 3R Cara pengerjaan

R1 1. 2. 3. 4. 5.

Gunakan kedua sisi kertas untuk penulisan dan fotokopi Gunakan alat tulis yang dapat diisi kembali

Sediakan jaringan informasi dengan komputer (tanpa kertas)

Maksimumkan penggunaan alat-alat penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan ditulis kembali

Khusus untuk rumah sakit, gunakan incinerator untuk sampah medis Gunakan produk yang dapat diisi ulang (refill)

Kurangi penggunaan bahan sekali pakai R2

1. 2.

Gunakan alat kantor yang dapat digunakan berulang-ulang

Gunakan alat-alat penyimpan elektronik yang dapat dihapus dan ditulis kembali R3 1. 2. Olah sampah kertas menjadi kertas/karton kembali Olah sampah organik menjadi kompos

Tabel 4.4 : Contoh Pengerjaan 3R pada Daerah Komersial

Penanganan 3R Cara pengerjaan

R1 1. 2. 3. 4. 5.

Berikan insentif oleh produsen bagi pembeli yang mengembalikan kemasan yang dapat digunakan kembali

Berikan tambahan biaya bagi pembeli yang meminta kemasan/bungkusan untuk produk yang dibelinya

Memberikan kemasan/bungkusan hanya kepada produk yang benar-benar memerlukannya

Sediakan produk yang kemasannya tidak menghasilkan sampah dalam jumlah besar Kenakan biaya tambahan untuk permintaan kantong plastik belanjaan

Jual atau berikan sampah yang telah terpilah kepada yang memerlukannya

R2

1. 2.

Gunakan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkkan untuk produk lain, seperti pakan ternak

Berikan insentif bagi konsumen yang membawa wadah sendiri, atau wadah belanjaan yang diproduksi oleh swalayan yang bersangkutan sebagai bukti pelanggan setia Sediakan perlengkapan untuk pengisian kembali produk umum isi ulang (minyak, minuman) R3 1. 2. 3. 4.

Jual produk-produk hasil daur ulang sampah dengan lebih menarik

Berilah insentif kepada masyarakat yang membeli barang hasil daur ulang sampah Olah kembali buangan dari proses yang dilakukan sehingga bermanfaat bagi proses lainnya

Lakukan penanganan sampah organik menjadi kompos atau memanfaatkan sesuai dengan kebutuhan

(7)

4.5 Peran Sektor Informal di Indonesia

Daur ulang sampah di Indonesia banyak dilakukan oleh sektor informal, terutama oleh pemulung, mulai dari rumah tangga sampai ke TPA (Gambar 4.4] Tetapi metode daur ulang yang dilakukan oleh pemulung terbatas pada pemisahan atau pengelompokan. Berdasarkan komposisinya, sampah terbagi dalam dua kategori besar, yaitu sampah organic (atau sampah basah) dan sampah anorganik (atau sampah kering). Dari komposisi sampah tersebut, para pemulung memungut sampah anorganik yang masih bernilai ekonomis dan dapat didaur ulang sebagai bahan baku industri atau langsung diolah menjadi barang jadi yang dapat dijual. Barang-barang buangan yang dikumpulkan oleh para pemulung adalah yang dapat digunakan sebagai bahan baku primer maupun sekunder bagi industri tertentu. Bahan-bahan anorganik yang biasa dipungut oleh para pemulung mencakup jenis kertas, plastik, metal/logam, kaca/gelas, karet, dan lain-lain. Sampah yang dipisahkan umumnya adalah sampah yang dapat dimanfaatkan kembali secara langsung, misalnya sampah botol, kardus, koran, barang-barang plastik, dan sebagainya. Terdapat pula aktivitas pemilahan sampah sisa makanan dan/atau sampah dapur yang dapat digunakan sebagai makanan ternak, bahan kompos dan sebagainya, seperti terlihat di Denpasar.

Berdasarkan cara kerja pemulung yang sebagian besar beroperasi di kawasan-kawasan pemukiman, pasar, perkantoran maupun di TPS sampai ke TPA, maka dapat dikatakan bahwa sampah anorganik yang diserap oleh pemulung merupakan sampah yang belum dapat tertanggulangi oleh Pemerintah Daerah. Hal ini di satu sisi menunjukkan bahwa kegiatan pemulungan memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah dalam hal penanganan sampah. Namun di sisi yang lain, bantuan kegiatan pemulungan terhadap penaggulangan masalah sampah menjadi tidak nyata terasa manfaatnya, karena mungkin Pemerintah Daerah menganggap bahwa kegiatan pemulungan merupakan hal yang sudah semestinya terjadi, dengan mengabaikan segi bantuannya terhadap penanganan kebersihan kota.

Menurut prakiraan Agenda 21 Indonesia [39] potensi daur-ulang sampah kering adalah 15-25%, sedang potensi sampah basah yang dapat dikomposkan adalah 30-40%, sehingga potensi daur-ulang sampah diprakirakan sebesar 45-65 %. Namun tingkat daur-ulang di kota-kota di Indonesia baik melalui usaha pemulung maupun usaha daur-ulang di rumah tangga, dan pengomposan jumlahnya diprakirakan hanya sebesar 8,l % [40] Kehadiran kelompok pemulung dalam sistem pengelolaan persampahan menimbulkan dua pendapat controversial yang berbeda, yaitu mereka yang menganggap bahwa aktivitas ini disamping memberikan kesempatan pada masyarakat tidak mampu untuk berusaha di sektor ini, juga akan membantu mengurangi sampah yang harus diangkut. Pendapat lain menganggap bahwa upaya

ini dari sudut harga diri bangsa tidaklah baik. Sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga akan berkurang beratnya sesuai dengan perjalanan sampah tersebut ke tempat pembuangan akhir. Secara skematis aktivitas pemulungan ini ditunjukkan dalam Gambar 4.4 berikut ini. Sampah yang dipisahkan umumnya sudah tidak murni lagi (kotor, basah, dan sebagainya) karena sampah tersebut sudah tercampur dengan sampah lainnya dari berbagai sumber. Oleh karena itu, kondisi sampah yang dihasilkan oleh pemulung umumnya memiliki kualitas yang tidak begitu baik dibandingkan dengan yang dipisahkan di sumber sampah. Pemisahan sampah oleh pemulung ini relatif masih sedikitl, diprakirakan kurang dari 2% dari jumlah sampah yang terkumpul di TPS. Selain di TPS, pemulungan sampah juga terjadi di TPA. Seperti halnya pemulungan di TPS, hasil

pemulungan sampah di TPA juga memiliki kualitas yang rendah atau bahkan lebih rendah

dibandingkan di TPS. Tetapi bila dibandingkan dengan di TPS, pemulungan di TPA memiliki persentase yang lebih besar, yaitu kira-kira 5% dari sampah yang tiba di TPA.

Daur-ulang sampah kota sudah sejak tahun 1980-an y1980-ang lalu telah dirasak1980-an pentingnya, dalam upaya pengurangan sampah yang harus diangkut. Aktivitas pemulung yang banyak dijumpai di kota-kota dalam mendaur-ulang sampah kering dinilai dapat membantu menurunkan jumlah sampah yang harus diangkut ke final disposal. Konsep kawasan industri sampah sudah diperkenalkan sejak tahun 1980-an oleh Proh. Hasan Poerbo melalui PPLH ITB dalam upaya membantu pengelola

persampahan mengurangi sampah yang perlu diangkut. Sarana yang terletak di kawasan permukiman ini diproyeksikan menerima dan memilah sampah sesuai jenisnya untuk didaur-ulang [29]. Residu sampah yang tidak terdaur-didaur-ulang akan diangkut ke pembuangan akhir. Secara bertahap konsep pengolahan sampah secara terpadu tersebut telah dicoba diterapkan dalam skala terbatas di beberapa kota di Indonesia, namun umumnya tidak berlangsung lama. Konsep ini kurang mendapatkan tanggapan yang positif dari pemerintah Indonesia, khususnya dari sebagian besar pengelola persampahan. Terdapat kehawatiran mereka bahwa upaya ini akan mengganggu sistem operasional yang telah baku yaitu dengan konsep “kumpul – angkut – buang”. Penyebab lain adalah karena pengelola sampah di kota-kota Indonesia belum secara penuh

menganggap bahwa konsep ini sebagai bagian dari sistem penanganan sampah kota. Mereka lebih melihat sarana ini sebagai upaya untuk

memperoleh penghargaan dari pemerintah, bahwa mereka telah memasukkan upaya daur-ulang dalam sistem pengelolaan persampahannya, khususnya dalam upaya memperoleh penghargaan kota terbaik yang secara rutin diberikan oleh pemerintah [7].

Sampah kering merupakan obyek daur-ulang yang paling banyak dijumpai di kota-kota besar di Indonesia, dengan melibatkan aktivitas sektor

(8)

informal lainnya yaitu dari ibu rumah tangga, petugas kebersihan, penjual barang bekas, juga pemulung. Baju bekas, kertas koran, botol bekas, kartas bekas semen, dsb di sebagian rumah tangga dianggap bukan sampah tetapi barang yang dapat dijual kembali. Pedagang perantara hadir di pelosok-pelosok kampung di kota-kota di Indonesia untuk membeli barang-barang bekas ini langsung dari rumah ke rumah. Tabel 4.5 berikut

menggambarkan pengurangan sampah dari sumber sampai ke TPA, khususnya melalui aktivitas daur-ulang yang ada di Indonesia. Studi yang dilakukan di Bandung [42]

mengungkapkan bahwa sampah kering yang didaur ulang dari lingkungan permukiman besarnya antara 10,9% - 14,6% untuk permukiman kelas menegah ke atas, dan antara 21,9% - 26,5% untuk permukiman menengah ke bawah. Bahan yang didaur-ulang oleh aktivitas pemulung adalah plastik (PE, PS, PP, HDPE, LDPE, PVC dan drum), kertas (warna, duplex, arsip, cone, koran, HVS), logam (alumunium, tembaga, kuningan, seng, besi, drum), kain (majun, polyster, kapas), gelas/kaca (botol bir, botol kecap, botol obat), dan karet. Sedang sampah yang dinilai tidak terdaur-ulang oleh pemulung antara lain adalah sisa makanan, plastik kemasan makanan ringan, batu batere, lampu.

Pengomposan merupakan salah satu teknik pengolahan limbah yang mengandung bahan organik biodegradabel (dapat diuraikan oleh mikroorganisme). Fungsi kompos adalah selain sebagai pupuk organik, akan berfungsi pula untuk memperbaiki struktur tanah, memperbesar kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air serta zat hara yang lain. Dilihat dari komposisi, maka sebagian sampah kota di Indonesia adalah tergolong sampah hayati, atau secara umum dikenal sebagai sampah organik, atau sampah basah. Melihat komposisinya yang sebagian besar adalah sisa-sisa makanan, khususnya sampah dapur, maka jenis sampah ini akan cepat

membusuk, atau terdegradasi oleh mikroorganisme yang berlimpah di alam ini. Bila ini terjadi,

massanya akan berkurang dengan besar. Cara inilah yang sebetulnya dikembangkan oleh manusia dalam bentuk pengomposan dan biogasifikasi. Namun bila mekanisme ini berlangsung secara alamiah, khususnya di lingkungan yang sudah jenuh daya dukungnya, maka akan timbullah masalah estetika serta gangguan lainnya terutama karena adanya bau, seperti terjadi di timbunan sampah yang tidak terurus dengan baik. Dengan kondisi kelembaban yang tinggi, serta temperatur yang relatif tinggi seperti di Indonesia ini, maka kecepatan mikroorganisme dalam menguraikan

materi-materi sampah yang biodegradabel ini akan lebih baik pula. Cara-cara inilah yang mendorong misalnya untuk :

− Pengembangan ‘composter’ individual di rumah-rumah [43, 44] yang sudah diuji cobakan di beberapa permukiman di Indonesia,

− Pembuatan kompos di lingkungan permukiman atau di final disposal [43]

− Uji coba penggunaan cacing tanah sebagai pemusnah sampah basah [45]

Pengomposan secara tradisional telah dikenal di Indonesia. Beberapa kota besar di Indonesia telah menerapkan cara ini. Namun permasalahan utama yang dijumpai adalah masalah pemasaran. Banyak usaha pengomposan tidak dapat berlanjut, karena tidak tersedianya pasar yang dapat menyerap produk yang dihasilkan. Disamping masalah harga yang perlu memperhitungkan ongkos

pengangkutan, juga karena kualitas yang dihasilkan belum memenuhi keinginan pasar. Penelitian-penelitian skala laboratorium maupun lapangan terus berlanjut untuk meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan, misalnya mencampur dengan dedak, penggunaan enzim sellulase untuk mempercepat masa pengomposan [43]. Uji coba individual composter telah menunjukkan hasil yang positif. Sebuah composter dengan kapasitas 60 m3 yang rata-rata menerima sampah dapur dari 5 orang perhari, dapat digunakan sampai 6 bulan. Setelah 6 bulan akan dihasilkan kompos yang kualitasnya cukup baik. Beberapa kota di Indonesia telah mencoba cara ini di beberapa permukiman. Bila cara ini dapat diterapkan dan diterima oleh masyarakat, maka sebagian sampah dari permukiman akan dapat tertangani. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah

memanfaatkan sampah basah sebagai makanan cacing. Cacing yang digunakan umumnya dari jenis Lumbricus. Masalah utama yang perlu mendapat perhatian adalah pemisahan sampah di sumber, yaitu untuk memperoleh sampah yang cocok untuk makanan cacing. Sampah yang telah dipilah tersebut kemudian dikomposkan selama 2 minggu. Berdasarkan uji coba skala permukiman [45], maka sebanyak 40% sampah basah dari rumah tangga melalui pemilahan manual yang dapat

dimanfaatkan untuk makanan cacing. Dari kegiatan ini akan diperoleh casting yaitu bahan sejenis kompos, dengan kualitas yang baik dan dengan ukuran butir yang sudah halus dan siap dijual. Disamping itu dihasilkan biomas cacing yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein, misalnya untuk pakan ternak dan ikan.

(9)

Gambar 4.4: Alur aktivitas daur-ulang sector informal [modivikasi dari Manfred Oepen,1992] Tabel 4.5: Pengurangan sampah dari sumber ke final disposal [26, 11]

Sumber sampah Perlakuan sampah

Rumah Dipilah oleh ibu rumah tangga Dipilah oleh pembantu Dibakar, tercecer di tanah Bak sampah Dipulung oleh pemulung

Dibakar, tercecer di tanah Gerobak sampah Dipilah oleh petugas

Tercecer ke tanah Penampungan sementara Dipulung oleh pemulung

Tercecer ke tanah Pengangkutan sampah Dipilah petugas

Tercecer ke tanah

TPA Dipulung pemulung

Dikomposkan, dsb Dibakar

Diurug dalam tanah

Recovered materials

Prcocessed Goods

Bandar Suppliersand Factories Intermediate Market Bos Lapak Mobile Scavengers Waste Trades Scavengers Temporary Dumping Scavengers Final Disposal Handcart Crews Drivers Team

Gambar

Gambar 4.2 adalah contoh bentuk skema pembuat  kertas yang pernah dibuat ITB.
Gambar 4.1 : Mesin Pembuat Kertas Daur Ulang [37]
Gambar 4.3: Contoh Neraca Persentase Sampah mulai Sumber sampai ke TPA
Tabel 4.3: Contoh Pengerjaan 3R pada Fasilitas Umum
+2

Referensi

Dokumen terkait

Judul : Daur Ulang Limbah Plastik dan Logam Untuk Pengembangan Science Equipment Suatu Upaya Pemberdayaan Masyarakat Pemulung Dalam.. Bentuk Kemitraan Sekolah

Peserta didik membuat laporan tentang cara pembuatan pembuatan bahan daur ulang menjadi barang yang bermanfaat, dengan sistematika:. Alat atau bahan

Sasaran dalam penelitian ini meliputi identifikasi karakteristik dari LDUS Tambakboyo, identifikasi indikator-indikator kinerja dari kegiatan daur ulang sampah di LDUS

Hasil pengolahan data pada penelitian ini didapatkan potensi daur ulang rata-rata sampah makanan kawasan Kampus UPI sebesar 83,58% dan yang tidak berpotensi untuk di

Untuk mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca dari kegiatan penimbunan sampah dan pembakaran sampah secara terbuka, proses daur ulang dan pengomposan perlu dilakukan. Proses daur

Operasional pengumpulan dan pengangkutan sampah mulai dari sumber sampah hingga ke lokasi pemrosesan akhir atau ke lokasi pemrosesan akhir, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

Oleh karena ini, penelitian mengenai Pola Persebaran dan Jangkauan Pelayanan Pengepul Besar dalam Kegiatan Daur Ulang Sampah Kota Semarang (Studi kasus: Kelurahan

Jumlah aki bekas kendaraan bermotor pada pelaku daur ulang informal di Kota Bandung adalah 19,5 ton/bulan pada pemulung, 5,9 ton/bulan pada tukang loak, 1,2 ton/bulan pada lapak, 1,6