• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab IV Hasil Dan Pembahasan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Bab IV Hasil Dan Pembahasan

IV.1 Penurunan Kekeruhan (Turbiditas)

Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air. Kekeruhan akan menyebabkan perubahan nyata dari segi estetika maupun dari segi kualitas air. Kekeruhan dalam air dapat diturunkan dengan cara mengendapkan partikel-partikel dalam air tersebut (Efendi, 2003). Cara yang paling umum dilakukan adalah dengan cara pengendapan/sedimentasi. Apabila partikel dalam air berukuran sangat kecil maka pengendapan terjadi dalam waktu yang lama. Proses pengendapan dapat dipercepat dengan pemberian koagulan, sehingga partikel yang tersuspensi dapat diendapkan dengan baik (Totok, S., 2006).

Salah satu faktor yang mempengaruhi proses koagulasi adalah pH (Underwood, 1996). Pada penelitian ini dilakukan terlebih dahulu percobaan pengaruh pH terhadap kekeruhan air tanpa perlakuan pemberiaan kelor (Moringa oleifera), sehingga didapat batasan pH yang tidak mempengaruhi kekeruhan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada pH 3-7 tidak mempengaruhi penurunan konsentrasi kekeruhan dalam sampel air, seperti yang terlihat pada gambar IV.1.

29.78 18.95 1.7 17.95 0.5 0.3 0.5 0.2 0.1 0 5 10 15 20 25 30 35 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 pH % P e nur una n

Gambar IV.1. Kurva penurunan kekeruhan dengan variasi pH tanpa penambahan kelor

(2)

28

Pada batasan pH ini dilakukan percobaan untuk melihat pH optimum efektifitas penurunan kekeruhan oleh kelor (Moringa oleifera). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan nilai kekeruhan maksimum terjadi pada pH 4, seperti yang terlihat pada pada gambar IV.1.

93.16 93.75 92.75 91.30 92.20 91 91.5 92 92.5 93 93.5 94 2 3 4 5 6 7 8 pH % pe nur una n

Gambar IV.2 Kurva efektifitas kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan kekeruhan pada variasi pH

Nilai awal kekeruhan dari sampel air adalah 300 NTU setelah penambahan biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dengan konsentrasi 1100 ppm nilai kekeruhan berkurang hingga 12,957 NTU atau menurun sebesar 95,681%. Penambahan biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dengan konsentrasi 1150 ppm pada sampel menurunkan kekeruhan hingga 1,782 NTU atau menurun sebesar 99,406%. Pada saat konsentrasi biokoagulan ditingkatkan lagi sebesar 1200 hingga 1450 ppm, terjadi penurunan kekeruhan sebesar 9,232 hingga 98,601 NTU, seperti terlihat pada gambarl IV.3.

(3)

29

Gambar IV.1 Kurva efektifitas kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan kekeruhan

Penambahan biokoagulan kelor (Moringa oleifera) pada sampel air keruh membuat partikel koloid tidak stabil akibatnya gaya tolak menolak berkurang dan partikel koloid dapat bergabung. Adanya pengadukan lambat (60 rpm) menyebabkan terjadinya gerakan fluida yang menghomogenkan biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dengan air. Partikel-partikel yang terdestabilisasi bersentuhan dan saling mendekat satu sama lain membentuk mikroflokulan. Pada konsentrasi koagulan yang tepat menyebabkan seluruh koloid dapat terikat dan bergabung menjadi flok yang besar.

Mekanisme kerja biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dalam proses koagulasi dapat mengikuti salah satu dari berbagai tipe destabilisasi koloid yang terjadi pada proses koagulasi. Biokoagulan kelor (Moringa oleifera) yang berasal dari biji kandungan utamanya adalah protein, dimana jika biji kelor (Moringa oleifera) dilarutkan dalam air akan terbentuk polimer yang bermuatan positif. Sehingga mekanisme penurunan kekeruhan oleh biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dapat mengikuti mekanisme destabilisasi tipe 4, yaitu teori pengikatan partikel koloid oleh polimer. Muatan polimer dapat mendistabilisasi koloid melalui formasi jembatan. Pada formasi ini molekul polimer akan mengikat partikel koloid pada satu sisi sementara bagian dari rantai yang tidak mengikat koloid meluas ke dalam larutan dan sisi yang meluas itu dapat berikatan dengan rantai lain yang telah mengikat koloid.

99.232 95.681 99.405 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 1000 1050 1100 1150 1200 1250 1300 1350 1400 1450 1500 Konsentrasi Kelor (ppm) % p e n u r u n a n

(4)

30

Rangkaian tersebut membentuk suatu jembatan kimia. Makin banyak ikatan yang terjadi maka makin banyak koloid yang bergabung. Penggabungan tersebut membentuk gumpalan atau flok yang dapat mengendap (Larry & Joseph, 1982). Pada tabel IV.2 dapat terlihat bahwa peningkatan konsentrasi kelor melebihi jumlah optimum justru akan menurunkan % pengurangan biokoagulan kelor (Moringa oleifera), hal ini disebabkan pada penambahan koagulan berlebih dapat terjadi kegagalan pembentukan flok. Mekanismenya adalah polimer-polimer yang berlebih akan menutupi seluruh permukaan partikel koloid. Sehingga tidak ada tempat untuk rantai akhir menempel dan proses flokulasi tidak terjadi. Keadaan ini bisa mengakibatkan partikel koloid kembali stabil atau tidak dapat bergabung dengan partikel lain karena memiliki muatan yang sama (reaksi 4) (Larry & Joseph, 1982).

Koloid umumnya bermuatan listrik, ada yang positif dan ada yang bermuatan negatif, tergantung dari asalnya. Bila berasal dari bahan anorganik maka muatan listriknya positif, sedangkan yang berasal dari bahan organik muatan listriknya negatif (Cohen, J.M., & Hanna, (1971).

Biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dicampur dengan air merupakan protein yang bersifat serupa dengan polielektrolit positif, selain mengandung protein biji buah kelor (Moringa oleifera) mengandung logam alkali kuat seperti K dan Ca logam ini merupakan kutub positif (Duke, J.A., 1998).

Penambahan biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dalam dosis tertentu meningkatkan jumlah kation yang berfungsi untuk menetralkan muatan negatif dari partikel-partikel koloid. Penambahan ion positif ini akan menyebabkan terjadi pengurangan gaya tolak menolak sesama koloid, sehingga terjadi destabilisasi sistem koloid, yang memungkinkan koloid saling mendekat dan membentuk mikroflok. Mikroflok-mikroflok tersebut cenderung untuk bersatu dan membentuk makroflok karena sudah mengalami destabilisasi dan akhirnya mengendap (Pontius, Frederick, W., 1990).

(5)

31

Menurut Amirtharajah dan O’ Melia (1990) dan Raju (1995) mekanisme destabilisasi koloid terjadi pada penekanan lapisan ganda, dimana interaksi koagulan terhadap satu partikel koloid murni bersifat elektrostatik. Ion koagulan yang memiliki muatan listrik yang sama dengan koloid akan ditolak, sedangkan yang memiliki muatan listrik berbeda akan ditarik. Apabila koagulan dengan konsentrasi tinggi ditambahkan ke dalam persebaran koloid, maka konsentrasi ion berbeda muatan akan meningkat sehingga ketebalan lapisan ganda akan berkurang. Penipisan lapisan ini cukup untuk menanggulangi rintangan energi, dan dengan cara ini partikel dapat bergabung. Netralisasi muatan listrik partikel koloid dapat dilakukan oleh molekul berbeda muatan yang memiliki kemampuan adsobsi koloid (Donald, W., et all, 1979).

Pada pH optimum 4, efektifitas biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan kekeruhan dengan variasi konsentrasi sampel terlihat terjadi penurunan kekeruhan sebesar 99,868 % pada konsentrasi sampel 290 NTU, seperti yang terlihat pada gambar IV.4.

Gambar IV.4 Grafik aktivitas biokoagulan kelor (Moringa oleifera) terhadap variasi konsentrasi kekeruhan

97.857 99.868 99.007 94 95 96 97 98 99 100 101 190 210 230 250 270 290 310

konsentrasi sampel (NTU) % p e n u r u n a n

(6)

32

Pada kondisi ini efek biokoagulan yang terjadi adalah optimum dimana ini disebabkan karena polimer dari biokoagulan kelor (Moringa oleifera) mengikat partikel koloid secara maksimal dengan konsentrasi kekeruhan 290 NTU yang menggambarkan banyaknya koloid dalam sampel, disini kelebihan atau kekurangan kelor (Moringa oleifera) sebagai koagulan relatif kecil.

IV.2 Penurunan konsentrasi besi

Dari gambar IV.6 dapat dilihat bahwa efektifitas bioflokulan kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan konsentrasi ion besi dipengaruhi oleh pH. Pada penelitian ini dilakukan terlebih dahulu percobaan pengaruh pH terhadap berkurangnya ion besi dalam sampel air tanpa perlakuan pemberian kelor (Moringa oleifera) sehingga didapat batasan pH yang tidak mempengaruhi berkurangnya ion logam besi. Dari hasil penelitian pendahuluan menunjukan bahwa pada pH 1 sampai 5 tidak mempengaruhi penurunan konsentrasi ion besi, seperti yang terlihat pada gambar IV.5.

32.670 46.748 59.045 7.589 3.544 0.955 1.117 0.955 0.146 0.146 0 10 20 30 40 50 60 70 0 2 4 6 8 10 12 pH % P e nur una n

Gambar IV.5 Kurva penurunan konsentrasi ion besi dengan variasi pH tanpa penambahan kelor

(7)

33

Pada batasan pH ini dilakukan percobaan untuk melihat pH optimum efektifitas penurunan konsentrasi ion besi oleh kelor (Moringa oleifera). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan maksimum konsentrasi ion besi terjadi pada pH 5, seperti yang terlihat pada pada gambar IV.6.

44.71 79.11 41.21 64.46 70.19 30 40 50 60 70 80 90 0 1 2 3 4 5 6 pH % pe nu ru n a n

Gambar IV.6 Kurva efektifitas kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan konsentrasi ion besi pada variasi pH

Penurunan maksimum konsentrasi besi terjadi pada pH 5. Hal ini kemungkinan disebabkan pada pH 5 besi membentuk koloid, sehingga koloid ini yang di destabilkan dan akhirnya mengendap dengan penambahan biokoagulan.

Sampel awal menggunakan konsentrasi besi sebesar 10 ppm, dan setelah penambahan biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dengan konsentrasi 1200 ppm konsenrasi besi berkurang hingga 0,596 atau menurun sebesar 94,039%. Penambahan biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dengan konsentrasi 1250 ppm pada sampel menurunkan konsentrasi besi hingga 0,436 atau menurun sebesar 95.641%. Pada saat konsentrasi biokoagulan ditingkatkan lagi sebesar 1300 hingga 1500 ppm, terjadi penurunan konsentrasi besi sebesar 95,219 hingga 90,835 %, seperti yang terlihat pada gambar IV.7.

(8)

34

Gambar IV.7 Kurva efektifitas kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan konsentrasi ion besi

Mekanisme koagulasi dan penurunan konsentrasi logam oleh biokoagulan kelor (Moringa oleifera) belum diketahui dengan jelas (Sajidu, S.M.I, Hendri, E.M.T., 2006). Tetapi dimungkinkan penurunan konsentrasi logam terjadi karena selain pada pH 5 besi membentuk koloid yang dapat dikoagulasi dengan mekanisme yang sama seperti pada koloid penyebab kekeruhan, biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dalam air akan membentuk polielektrolit kation, yang mana ini disebabkan karena adanya protein pada biji kelor (Moringa oleifera) yang mengandung gugus karboksilat (-COOH) dan amina (-NH2) yang dapat bereaksi dengan ion besi (Darmono, 1995). Dari tabel IV.5 dapat di lihat bahwa dengan meningkatnya konsentrasi kelor (Moringa oleifera), efektifitas penurunan logam besi justru menurun. Ini disebabkan karena ketika konsentrasi optimum protein dalam mengikat ion logam sudah terlampaui maka penambahan biokoagulan tidak akan memperbaiki efektifitas biokoagulan. (Darmono, 1995)

Pada pH optimum 5, efektifitas biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan konsentrasi besi dengan variasi konsentrasi sampel terlihat bahwa terjadi penurunan sebesar 99,529% pada konsentrasi sampel 9 ppm, seperti yang terlihat pada gambar IV.8.

95.641 95.219 94.039 75 80 85 90 95 100 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 Konsentrasi kelor (ppm) % P e n u r u n a n

(9)

35

Gambar IV.8 Kurva efektifitas biokoagulan kelor (Moringa oleifera) terhadap variasi konsentrasi ion besi

Pada kondisi ini efek biokoagulan yang terjadi adalah optimum dimana ini disebabkan karena protein dari biokoagulan kelor (Moringa oleifera) mengikat ion besi secara maksimal dengan konsentrasi ion besi 9 ppm dalam sampel, disini kelebihan atau kekurangan kelor (Moringa oleifera) sebagai koagulan relatif kecil. Kondisi optimum terjadi pada pH 5, Yang mana ini disebabkan pada pH tersebut biokoagulan kelor (Moringa oleifera) mengandung protein bermuatan positif yang mempunyai sifat seperti polielektrolit alum secara maksimal, dan pada pH 5 ion besi cenderung akan membentuk partikel koloid sehingga selain disebabkan karena adanya proses adsorbsi, penurunan konsentrasi logam besi juga terjadi karena adanya koagulasi koloid.

IV.3 Penurunan Konsentrasi Ion Mangan

Pada gambar IV.10 dapat dilihat bahwa pH sangat berpengaruh terhadap aktifitas biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan konsentrasi ion mangan. Pada penelitian dilakukan terlebih dahulu percobaan pengaruh pH terhadap berkurangnya konsentrasi mangan dalam sampel air tanpa perlakuan pemberian kelor (Moringa oleifera) sehingga didapat batasan pH yang tidak mempengaruhi berkurangnya konsentrasi logam mangan. Dari hasil penelitian pendahuluan di peroleh bahwa batasan pH yang tidak mempengaruhi ion mangan adalah 1 – 8, seperti terlihat pada gambar IV. 9.

99.529 95.668 99.064 95 95.5 96 96.5 97 97.5 98 98.5 99 99.5 100 0 2 4 6 8 10 12 konsentrasi sampel (ppm) % P e n u r u n a n

(10)

36 1.2 11.3 19.7 0.3 0.3 0.1 0.1 0.2 0.3 0.2 0 5 10 15 20 25 0 2 4 6 8 10 12 pH % P e nur una n

Gambar IV.9 Kurva penurunan konsentrasi ion mangan dengan variasi pH tanpa penambahan kelor

Pada batasan pH ini dilakukan percobaan untuk melihat pH optimum efektifitas penurunan konsentrasi mangan oleh kelor (Moringa oleifera). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan maksimum konsentrasi mangan terjadi pada pH 6, seperti yang terlihat pada pada gambar IV.10.

81.53 83.12 81.62 80.13 79.5 80 80.5 81 81.5 82 82.5 83 83.5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 PH % P e n u ru n a n

Gambar IV.10 Kurva efektifitas kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan konsentrasi ion mangan pada variasi pH

(11)

37

Konsentrasi optimum yang dicapai biokoagulan kelor (Moringa oleifera) untuk menurunkan konsentrasi ion mangan dengan konsentrasi 10 ppm adalah 1100 ppm dan berhasil menurunkan konsentrasi logam tersebut sebesar 96,156%. Penambahan biokoagulan dengan konsentrasi di atas 1100 ppm tidak meningkatkan efektifitas biokoagulan dalam mengurangi konsentrasi mangan. Hal ini dapat terlihat pada saat konsentrasi biokoagulan ditingkatkan lagi sebesar 1150 hingga 1500 ppm, terjadi penurunan konsentrasi ion mangan sebesar 95,261 hingga 84,022 %, seperti yang terlihat pada gambar IV.11. Hasil tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada pemberian biokoagulan dengan konsentrasi 1100 ppm.

Gambar IV.11 Kurva efektifitas kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan konsentrasi ion mangan

Dengan menggunakan konsentrasi biokoagulan sebesar 1100 ppm terjadi penurunan ion mangan secara maksimum, hal tersebut dikarenakan pada konsentrasi ini biokoagulan mampu menyediakan tempat untuk mengikat ion logam mangan secara maksimal dan membentuk ikatan yang terbentuk mempunyai ikatan yang stabil dengan protein. Sebaliknya pada konsentrasi biokoagulan berlebih kestabilan ikatan tersebut akan terganggu sehingga ion logam akan mudah lepas. Hal ini dapat terlihat pada hasil penelitian dimana setelah jumlah biokoagulan optimum tercapai maka penambahan melebihi jumlah optimum justru akan menurunkan efektifitas biokoagulan kelor (Moringa oleifera) (Darmono, 1995). 96.156 96.075 79.707 75 80 85 90 95 100 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 Konsentrasi Kelor (ppm) % p e n u r u n a n

(12)

38

Pada pH optimum 6, efektifitas biokoagulan kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan konsentrasi ion mangan dengan variasi konsentrasi sampel terlihat terjadi penurunan konsentrasi sebesar 99,355% pada konsentrasi sampel 8 ppm, seperti yang terlihat pada gambar IV.12.

Gambar IV.12 Kurva efektifitas biokoagulan kelor (Moringa oleifera) terhadap variasi konsentrasi ion mangan

Pada kondisi ini efek biokoagulan yang terjadi adalah optimum dan ini disebabkan karena protein dari biokoagulan kelor (Moringa oleifera) mengikat ion mangan secara maksimal dengan konsentrasi ion mangan 8 ppm dalam sampel, disini kelebihan atau kekurangan kelor (Moringa oleifera) sebagai koagulan relatif kecil. Kondisi optimum terjadi pada pH 6, yang mana ini disebabkan pada pH tersebut biokoagulan kelor (Moringa oleifera) mengandung protein bermuatan positif yang mempunyai sifat seperti polielektrolit alum secara maksimal, dan pada pH 6 mangan cenderung akan membentuk partikel koloid sehingga selain disebabkan karena adanya proses adsorbsi, penurunan konsentrasi logam mangan juga terjadi karena adanya koagulasi koloid (Al-Khalili, R.S., et all., 1997). 99.355 95.423 95.636 86 88 90 92 94 96 98 100 0 2 4 6 8 10 12 Konsentrasi Sampel (ppm) % P e n u r u n a n

Gambar

Gambar IV.1.    Kurva penurunan kekeruhan dengan variasi pH tanpa   penambahan kelor
Gambar IV.2   Kurva efektifitas kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan       kekeruhan pada variasi pH
Gambar IV.1    Kurva efektifitas kelor (Moringa oleifera) dalam menurunkan        kekeruhan
Gambar IV.4    Grafik aktivitas biokoagulan kelor (Moringa oleifera) terhadap       variasi konsentrasi kekeruhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada pasien ini juga ditemukan beberapa faktor resiko untuk terjadinya stroke, yaitu berdasarkan jenis kelamin stroke lebih sering terjadi pada pria dan riwayat

Pada penelitian ini akan dibahas hasil eksperimen yang telah dilakukan untuk menentukan frekuensi karakteristik Saccharomyces cerevisiae pada proses dielektroforesis

Pietilä 1997, 119 Deweyn idea lehdistön roolista keskustelun luojana ja demokratian ylläpitäjänä voidaan siis nähdä modernin kansalaisjournalismin edeltäjänä, sillä

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka diperoleh model yang sesuai untuk data kepekatan particulate matter (PM10) di daerah Kajang Malaysia adalah model AR(1). Model

Rasul menjalankan tugasnya dengan metode bi al-hikmah, dimana metode ini dilakukan rasul selama berdakwah, tidak hanya sembunyi-sembunyi tetapi juga pada

artinya dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel Kompetensi terhadap implikasi terjadinya Fraud Akademik Akuntan Pendidik pada

MARGARETTA Suryadi General Superintendent Diperiksa Oleh: KONSULTAN PENGAWAS CV..

Dapat disimpulkan bahwa compartment syndrome adalah sindrom yang disebabkan oleh peningkatan tekanan dari suatu edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang