LAMPIRAN
ISI BUKU
Dramatari Barong
Dramatari Barong seringkali disamakan dengan Calonarang. Walaupun kedua dramatari ini sama-sama menampilkan tokoh Barong dan Rangda, tetapi sumber cerita dari kedua dramatari ini bisa jadi sangat berbeda. Dramatari Calonarang adalah dramatari yang melakonkan kisah Sang Tokoh utamanya yang bernama Calonarang, seorang janda dari desa Girah (dengan alur cerita yang berbeda-beda). Di lain piihak, Dramatari Barong mengambil lakon cerita-cerita rakyat seperti: Japatuan, M ereng, Bendesa Gerih, I Krerek, dan lain-lain. Berikut jenis-jenis Barong: (1) Tari Barong, (2) Barong Landung, dan (3) Calonarang.
Tari Barong
Barong itu sendiri merupakan figur sakral di Bali. Kemungkinan nama Barong berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu kata bahrwang yang artinya adalah beruang. Beruang memang tidak eksis di Bali sekarang ini, akan tetapi istilah ini mengacu pada hewan mitologi yang memiliki kekuatan magis yang luar biasa. Barong yang tergambarkan dalam bentuk topeng yang memiliki empat kaki ini dipercaya sebagai
pelindung orang-orang Bali. Namun pada kenyataannya, semua topeng binatang di Bali dapat disebut Barong.
Barong sebenarnya dapat direpresentasikan oleh banyak binatang, seperti misalnya macan, babi hutan, anjing, sapi, gajah, dan lain sebagainya. Akhir-akhir ini, karena fungsinya yang sebagai pelindung, Barong dianggap sebagai manifestasi kekuatan baik yang selalu berperang melawan kekuatan jahat. Kekuatan jahat itu sendiri biasanya mengambil bentuk Rangda, setan wanita yang liar.
Kisah mengenai kemunculan Barong dimulai dari Nusa Penida, sebuah pulau yang berlokasi di sebelah selatan pulau Bali. Alkisah pulau ini ditinggali oleh banyak setan yang mengganggu kehidupan rakyat Bali. Pemimpin dari para setan ini adalah seorang setan wanita yang menakutkan bernama Ratu Gede M ecaling, berwujud raksasa bertaring.
Suatu hari di Sasih ke-enem, atau bulan keenam berdasarkan kalender Bali, Ratu Gede M ecaling datang ke Bali bersama dengan semua setan-setan atau leyak-leyaknya. Setelah tiba di Bali, mereka menetap di Kuta, sebuah desa di selatan Bali, dan menyamar menjadi Barong. Ratu Gede M ecaling memerintahkan leyak-leyaknya untuk mengganggu kedamaian rakyat Bali dan akibatnya banyak orang meninggal. Akan tetapi ada seorang pendeta di Bali yang menguasai kanda-empat, formula empat prinsip magis putih yang digunakan untuk melawan dan mengusir roh jahat. Salah satu yang terkuat dari para figur di kanda-empat adalah Banaspati Raja, Sang Penguasa Hutan. Pendeta tersebut kemudian menghidupkan Banaspati Raja. Banaspati Raja inilah yang kemudian mengambil wujud Barong.
Sang Pendeta kemudian memerintahkan rakyat Bali untuk membiarkan Barong Banaspati Raja mengelilingi pulau dan menakut-nakuti Barong Ratu Gede M ecaling
beserta leyaknya. Cara ini berhasil dan Ratu Gede M ecaling bersama
leyak-leyaknya yang ketakutan kembali ke Nusa Penida. Bercermin dari kesuksesan ini,
pendeta ini kemudian meminta rakyat Bali untuk membuat Barong dan membawanya keluar berkeliling ketika terjadi epidemik atau bencana.
Hingga saat ini, hampir setiap desa di Bali memiliki Barong sendiri untuk melindungi rakyat desa tersebut dari penyakit dan bencana. Barong tersebut biasanya disimpan di Pura Dalem, atau di Pura kecil dekat bale banjar. Barong ini dianggap sebagai pelindung yang memiliki kekuatan magis putih, yang biasanya berpusat di matanya dan janggutnya yang terbuat dari rambut manusia. Desa-desa yang tidak memiliki Barong akan memanggil Barong dari desa lain ketika terjadi epidemik dan pentas Barong diperlukan. Desa-desa seperti ini adalah desa yang Hindu Balinya masih asli Bali dan tidak mendapat pengaruh M ajapahit.
Jika sebuah desa terinfeksi epidemik serius, seorang pendeta akan membasahi janggut Barong ke dalam semangkuk air bersih dan air tersebut kemudian akan terisi dengan kekuatan magis putih yang digunakan untuk menyelamatkan jiwa orang-orang. Air ini pula yang biasanya digunakan untuk melindungi penari kris yang terhanyut perannya (kerauhan atau kerasukan). Di desa Singapadu, Gianyar, minyak yang menetes dari mata Barong bahkan digunakan untuk menyembuhkan orang-orang yang menderita
scabies.
Sekarang ini di Bali, terdapat banyak jenis Barong dan masing-masing desa memiliki tipe masing-masing yang unik. Kostum Barong sangat rumit. Tubuhnya dibangun dari rangka dan rangkaian bamboo atau rotan. Rangka ini ditutupi berbagai macam bahan untuk memperlihatkan binatang tertentu yang diwakilinya. Dalam prosesinya atau pertunjukkannya, barong digerakkan oleh dua penari, satu
mengendalikan kepala dan kaki depan, dan satu lagi mengendalikan kaki belakang dan ekor. Berikut beberapa jenis Barong: (1) Barong Ket, (2) Barong Bangkal, (3) Barong Asu, (4) Barong Macan, (5) Barong Gajah.
1. Barong Ket
Barong Ket atau Keket juga dikenal sebagai Banaspati Raja, Sang Penguasa Hutan. Ekspresi dari wajahnya yang seperti monster adalah kombinasi dari singa, macan, sapi, dan kambing yang diangkat ketingkat supernatural yang brilian. Barong ini adalah sakral di Bali dan disimpan di Pura Dalem. Jubah dari Barong Ket terbuat dari duk atau praksok, yang digantungkan di rangka yang terbuat dari rotan. Sebuah Barong di Tegaltamu Gianyar, menggunakan bulu burung M erak sebagai jubahnya.
Barong Ket memiliki Sekar-taji, semacam sayap yang terbuat dari kulit dengan ukiran rumit dan diwarnai emas. Sekar-taji digantung dibelakang topeng Barong. Barong Ket juga memiliki ekor yang melengkung keatas yang terbuat dari bahan kulit yang diukir, yang dilengkapi sebuah cermin berbentuk persegi dengan
gongseng, bel kecil yang akan berkerincing setiap kali Barong bergerak.
2. Barong Bangkal
Bangkal berarti babi hutan, karena ekspresi dari Barong ini mirip dengan babi
hutan yang ditemukan sekarang ini di Bali. Jubah Barong Bangkal terbuat dari kain beludru berwarna hitam, putih, kuning, dan merah yang menutupi rangka bambu badannya. Dua orang penari membawakan Barong Bangkal untuk setiap prosesi atau pertunjukkan. Barong Bangkal hanya digelar ketika Hari Raya Galungan. Pertunjukkan ini digelar di jalan raya dan berpindah dari satu desa ke desa lainnya.
Para penduduk desa meyakini bahwa Barong Bangkal akan menyelamatkan mereka dari sakit. Dua buah tabuh, simbal, dan gong menciptakan musik yang mengiringi pertunjukkan Barong Bangkal.
3. Barong Asu
Asu berarti anjing gila atau pemarah. Barong ini juga merupakan Barong yang sakral yang hanya dapat ditemukan di Pura Pacung, Pura induk Pacung daerah Tabanan. Pertunjukkannya hanya diadakan ketika ada upacara di Pura Pacung itu sendiri. Setiap Galungan para penduduk desa membawa Barong ini berkeliling ke desa-desa terdekat. Biasanya banya persembahan dibuat selama pertunjukkan sebagai ungkapan rasa sayang dan terimakasih atas keselamatan hidup penduduk desa. Jubah dari Barong Asu terbuat dari berbagai macam bahan beludru.
4. Barong Macan
Barong M acan adalah Barong yang ekspresi wajahnya mengingatkan kita akan macan Sumatra. Barong M acan juga dapat ditemukan di Pura Pacung. Kostum Barong M acan terbuat dari berbagai macam bahan dengan desain berwarna-warni.
5. Barong Gajah
Barong Gajah mengambil bentuk gajah yang spesiesnya dapat ditemukan di Denpasar.
Barong Landung benar-benar berbeda dari Barong-Barong sebelumnya. Barong Landung tidak melambangkan hewan liar melainkan adalah sebuah boneka raksasa.
Landung berarti tinggi, dan memang figur Barong Landung menjulang diatas
pembawanya dan peserta prosesi lainnya setinggi 10 kaki. Boneka ini memiliki wajah dan fitur manusia.
Terdapat lima dari mereka yang bersama menjadi set yang lengkap: Jero Gede (laki-laki besar), Jero Luh (istrinya), dan ketiga anak mereka. Jero Luh memiliki fitur orang Cina dan memiliki kulit berwarna kuning sedangkan suaminya, yang disatu versi dikatakan sebagai perwujudan Raja Bali dan versi lainnya mengatakan pengembara dari India kuno, memiliki kompleksi wajah yang hitam, rambut yang panjang serta taring. Anak-anak mereka memiliki tinggi yang lebih pendek dan mengenakan topeng, dimana topeng ini mengingatkan para pelihatnya akan topeng yang digunakan dalam dramatari Topeng Telek.
Barong Landung, seperti tipe Barong lainnya, adalah milik desa. Penarinya dipilih dari pemuda yang terkuat yang mampu mengatasi ukuran dan berat dari figur raksasa tersebut sendirian, dimana masing-masing figur tersebut diangkat dan dioperasikan oleh seorang pelaku. Hampir sepanjang tahun, Jero Luh dan Jero Gede serta ketiga anak mereka bertempat di tempat penyimpanan di banjar, tetapi saat Galungan mereka muncul di jalan-jalan raya Kota Denpasar di sore hari. Pada waktu seperti ini, sebuah grup dengan satu set Barong Landung berjalan dari desa, menari dan menyanyikan lagu-lagu Bali dengan diiringi gamelan betel.
Ketika prosesi ini sampai di bale banjar dari desa yang mereka kunjungi, lingkaran kecil penonton berkumpul mengelilingi figur-figur yang berlalu-lalang ini. Akan ada drama domestik sederhana dalam bahasa Bali yang dituturkan melalui lagu dan pidato;
subyeknya berasal dari kehidupan sehari-hari. Pentas ini mengandung komedi dan bisnis yang lucu, bersamaan dengan sedikit nasihat-nasihat keluarga yang baik dari orangtua kepada anak. Sang Suami dan istri bertengkar dan berargumen dalam waktu singkat, tetapi tidak ada adegan berkelahi. Pentas drama kecil ini disempurnakan dengan lagu-lagu yang dibawakan oleh karakter utama, dan kemudian prosesi ini kembali melanjutkan perjalanan ke desa selanjutnya.
Calonarang
Jika ketika dalam bentuk tarian Barong biasanya mengambil ceritanya dari legenda Bali yang diambil dari M ahabharata dan Ramayana, salah satu cerita terkenal yang digunakan untuk pagelaran Barong, terutama yang digunakan untuk pertunjukan Barong Ket, disebut Calonarang. Kisah cerita Calonarang terkonsentrasi pada kejadian semi-sejarah pada awal abad ke-11 di Kerajaan Kahuripan dari Jawa Timur dimana, tetapi, diri Calonarang sendiri yang merupakan tokoh utama dalam dramatari ini, cukup tidak dikenal.
Calonarang juga dikenal dengan nama Rangdaning Girah, seorang janda dari desa Girah. Dia mempunya seorang puteri cantik yang bernama Ratna M enggali. M engetahui bahwa Ratna M enggali adalah puteri dari penyihir terkenal, tidak seorangpun melamarnya, walaupun dia sangatlah cantik. Disebabkan nasib Ratna M enggali yang menyedihkan, Calonarang menjadi murka dan memohon kepada Dewi Durga, Sang Dewi Penghancur, untuk mengizinkannya menghancurkan Kerajaan Kahuripan. Di hari berikutnya epidemik menghancurkan kedamaian kerajaan yang dipimpin oleh Raja Erlangga dan banyak orang yang meninggal akibatnya. M empelajari sumber masalah
ini, Raja Erlangga mengirim pasukannya menuju desa Girah untuk membunuh Calonarang, tetapi mereka terkalahkan oleh kekuatan magis hitamnya. M engetahui bahwa Calonarang adalah seorang penyihir yang sakti, Sang Raja meminta bantuan pertapa sakti yang bernama Empu Bharadah dari desa Lemah Tulis yang tersohor akan kekuatan magis putihnya. Empu Bharadah mengirim puteranya, Empu Bahula, untuk mencari formula rahasia dari kekuatan magis hitam Calonarang. Setelah kedatangannya, Empu Bahula meminta Ratna M enggali untuk menjadi istrinya. Calonarang menerima lamarannya, karena Empu Bahula adalah seorang pemuda yang tampan. Di tengah-tengah bercinta, Empu Bahula bertanya pada istrinya mengenai sumber kekuatan jahat Calonarang, dan Ratna M enggali mengatakan padanya bahwa hal itu dapat ditemukan di
lontar, buku dari daun palem yang sakral. Empu Bahula kemudian mencuri lontar
tersebut dan memberikannya pada ayahnya. Sekarang setelah mengetahui sumber kekuatan Calonarang, Empu Bharadah pergi menemuinya dalam usaha meyakinkannya bahwa tindakannya itu adalah salah dan layak dipermasalahkan. Pertarungan pun mulai, dan Empu Bharadah pada akhirnya berhasil mengalahkan Calonarang melalui kekuatan magis putihnya.
Pertunjukan Dramatari Calonarang biasanya berlokasikan di kuburan yang berada dekat Pura Dalem. Pertunjukan dimulai kira-kira pada pukul 21.00 wita dan terus berlangsung hingga pukul 03.00 wita dini hari. Panggungnya biasanya dikelilingi oleh batang pohon pisang dengan pohon pepaya ditengahnya.
Adalah penting untuk dicatat bahwa penonton Bali terlibat secara aktif di dalam pertunjukkan Calonarang; mereka melakukan tugas tertentu, masuk ke dalam situasi
trance dan kegembiraan luar biasa selama pertunjukkan dan menunjukkan persetujuan
pentingnya pertunjukan tersebut bagi komunitas dan oleh fakta bahwa pelakon perunjukkan dipilih dari komunitas itu sendiri.
Pertunjukan Calonarang terbentuk dari berbagai macam adegan seperti pegunem (adegan pertemuan), pengipuk (adegan percintaan), sedih (adegan sedih), pangkat (adegan keberangkatan), siluman (adegan transformasi penyamaran), dan pesiat (adegan pertarungan). Setiap adegan ditemani oleh musik pengiring spesial, yang mana membuat nuansa dan rasa dari adegan sesuai dengan yang dituju dalam drama.
Pertunjukkan ini dimulai dengan satu serti tarian pembukaan. Barong Ket dari desa setempat akan menari, dioperasikan oleh penari undangan dari desa lain yang jauh. Kemungkinan terdapat tiga pasang penari yang akan menganimasikan monster luar biasa ini, mendemonstrasikan virtualitas mereka masing-masing; disini Barong tersebut tidak memainkan peran tertentu, dan level tarian dipentingkan. Kemudian Jauk dan Telek masuk panggung melalui tingga (pondok yang diangkat) untuk menunjukkan kemampuan menari mereka menuruni tangga yang bergerak-gerak dengan mengenakan topeng dan kostum yang berat. Jauk melambangkan roh jahat sedangkan Telek melambangkan kekuatan baik.
Topeng lainnya yang digunakan dalam Dramatari Calonarang mencakup: Rangda, menjadi ibu penyihir; Pangpang, ibu penyihir level kedua; Garuda, burung mitologi;
Bojog, monyet; Asu, anjing; Kambing; dan Bondres, karakter topeng lawak. Calonarang
diiringi gamelan bebarongan, sebuah orkestra yang mengiringi pertunjukkan Barong dan Calonarang, yang diatur menjadi lima suara semarpagulingan (musik Legong) tanpa penggunaan trompeng (barisan gong kecil yang berjajar ditidurkan) yang digantikan oleh gender rambat. Iramanya mirip dengan musik yang digunakan dalam mengiringi Tari Legong yang berakar langsung dari irama gambuh.
Topeng Pajegan
Topeng Pajegan adalah dramatari topeng yang paling menuntut dalam hal kemampuan tampil (menari dan akting) dan juga pengetahuan akan praktek ritual dan sumber-sumber narasi. Kata Pajegan berasal dari kata majeg yang berarti “to purchase
an entire field’s crop of rice”. Oleh karena itu bentuk pajegan dalam topeng disebut
sebagai pertunjukan tunggal (satu orang) dramatari topeng, dimana pelakonnya melakoni banyak karakter berbeda sesuai jumlah karakter yang muncul, berganti topeng dan melakukan sedikit perubahan dalam kostum busana tunggalnya sebelum muncul kembali dari belakang layar.
Secara singkat, dalam pertunjukkannya topeng ini hanya di bawakan oleh satu orang pemain yang memborong (majeg) semua peran yang ditampilkan. Untuk melakukan perubahan peran, pemain melakukan pergantian topeng dan hiasan kepala tanpa pergantian busana utama.
Topeng Pajegan adalah varian dramatari topeng Bali yang diperkirakan adalah yang paling tua di Bali dan diperkirakan sudah muncul sejak abad ke-XVI, sejak zaman pemerintahan Waturenggong (1460-1550) di Bali. Berdasarkan tradisi, Topeng Pajegan
pertama kali dipertunjukkan di Gelgel dengan menggunakan topeng dari Blahbatuh/ Blambangan yang disebutkan sebelumnya dalam sejarah dramatari topeng di Bali, oleh beberapa cucu dari I Gusti Ngurah Jelantik, patih utama atau perdana mentri (1665-1686) yang pertama kali membawa topeng-topeng tersebut ke Bali.
Topeng Pajegan di bawakan oleh anggota dari keluarga spesifik yang mempertahankan tradisi melalui beberapa generasi. Pameran terbuka untuk publik yang terkadang dilakukan dan upacara penyucian ulang topeng yang telah diberi kekuatan spiritual juga dilakukan untuk memperkuat tradisi dan posisi keluarga di masyarakat, dimana terdapat spesialis terkenal yang acapkali dipekerjakan secara professional untuk tampil saat upacara tersebut.
Walaupun Topeng Pajegan juga digelar sebagai cara mendapatkan nafkah, seperti ketika dipertunjukan di upacara pernikahan dan upacara potong gigi, Topeng Pajegan juga digelar di tempat paling suci dan paling dalam di Pura pada saat odalan. Aspek ritual dari Topeng Pajegan yang sakral ini juga dipersonifikasikan pada karakter terakhir yang muncul setelah cerita selesai: Sang wajah putih, Sidakarya tersenyum, yang melakukan ritual memberkati anak-anak kecil yang kemudian di persembahkan kepada para Dewa di depan altar tempat upacara berlangsung.
Pada masa lampau, Topeng Pajegan adalah identik dengan topeng Sidakarya karena hanya Topeng Pajegan yang menampilkan tokoh Sidakarya di akhir pertunjukkannya. Dalam perkembangannya kemudian, Topeng Pajegan dan topeng Sidakarya telah menjadi dua jenis yang terpisah. Dengan kata lain, topeng Sidakarya tidak selamanya dilakukan dalam bentuk Topeng Pajegan, dan Topeng Pajegan tidak selalu diakhiri dengan penampilan topeng Sidakarya. Oleh sebab itu, hanya Topeng Pajegan Sidakarya yang biasanya ditampilkan untuk kepentingan upacara (wali atau
bebali) sedangkan Topen Pajegan tanpa Sidakarya bisa ditampilkan sebagai tontonan
sekuler. Lakon dalam Topeng Pajegan biasanya bersumber pada Purana, Babad Bali, dan M ahabharata, dikemas sedemikian rupa untuk menyesuaikan dengan upacara yang diiringi atau yang sedang berlangsung.
Pertunjukkan Topeng Pajegan memerlukan area tampil yang cukup kecil, dengan diiringi gong gamelan. Para penari meletakkan kotak penyimpanan topeng mereka, yang terbuat dari anyaman bambu, diatas meja dibelakang layar yang digantung dan, setelah upacara pembangunan topeng dan doa-doa, Sang Penari akan memulai pertunjukkan.
Struktur Pagelaran Topeng Pajegan
Secara umum, ada enam bagian utama dalam pertunjukkan Topeng Pajegan. Keenam bagian yang dimaksud yakni: (1) Petegak, (2) Pangelembar, (3) Penasar, (4) Patangkilan, (5) Bondres, dan (6) Sidakarya.
Selain dalam keenam bagian tersebut, sebenarnya ada bagian persiapan. Bagian persiapan mencakup banten sesajen, membangunkan topeng-topeng, menyucikan tempat, gamelan musik, dan mengumpulkan penonton.
1. Petegak
Petegak biasanya ditandai dengan sajian tabuh-tabuhan gamelan yang
dimainkan oleh penabuh segera setelah mereka masuk dan duduk di atas panggung. Tabuh-tabuh yang dimainkan ini dimaksud untuk memberi tahu penari/aktor dan penonton bahwa pertunjukkan topeng akan segera dimulai.
2. Pangelembar
Pangelembar adalah bagian pertunjukan topeng yang menampilkan sajian tari
umumnya, pada bagian ini ditampilkan dua jenis tarian dengan watak yang berbeda yakni topeng keras atau disebut Patih Keras dan topeng tua. Kedua tokoh ini tampil secara terpisah dari lakon yang dibawakan.
3. Penasar
Penasar adalah tokoh abdi yang menandakan dimulainya bagian naratif atau lampahan (sajian lakon) dari pertunjukkan topeng. Penasar memberikan sejenis
pengantar terhadap jalannya lakon kepada penonton.
4. Patangkilan
Patangkilan adalah salah satu bagian terpenting dari pertunjukkan topeng,
berisikan adegan pertemuan abdi istana dengan rajanya. Oleh sebab itu, pada bagian ini tampil tokoh-tokoh utama dalam lakon seperti raja dan patihnya. Pendeta penasihat religius bisa juga tampil pada bagian ini.
Pada bagian adegan pertemuan dua tokoh, sebagai contoh pertemuan abdi istana dengan rajanya, pelakon keluar sebagai raja untuk menyampaikan pesan melalui gerakan tarian dan gestur tubuhnya. Kemudian pelakon kembali ke belakang panggung untuk berganti topeng dengan topeng abdi istana. Topeng Dalem diletakkan di atas panggung agar terlihat seolah-olah abdi istana bercakap-cakap dengan rajanya.
Bondres adalah adegan rakyat. Pada adegan ini ditampilkan tokoh-tokoh kerakyatan yang sering kali berwajah lucu. Bagian ini sering difungsikan sebagai selingan sebelum sampai pada puncak pertunjukkan.
6. Sidakarya
Sidakarya (dalam Topeng Pajegan Sidakarya) adalah bagian penutup pertunjukkan topeng. Pada bagian ini juga terdapat ritual memohon keselamatan penonton, dan penyucian topeng-topeng.
Karakter Topeng dalam Topeng Pajegan
Terdapat banyak karakter topeng dalam Topeng Pajegan, akan tetapi tidak semua topeng ini akan dikeluarkan atau dipakai oleh Sang penari atau pelakon. Hal ini ditentukan oleh cerita yang digunakan dalam upacara. Adapun karakter-karakter atau topeng yang muncul dalam Topeng Pajegan antara lain: (1) Patih Keras, (2) Patih Manis, (3) Topeng Tua, (4) Dalem, (5) Penasar Kelihan, (6) Penasar Cenikan, (7) Pedanda, (8) Penasar Mata Bolong, (9) Patih Demung, (10) Bedaulu, (11) Raja Putri, (12) Bondres Pasek, (13) Bondres Bongol, (14) Bondres Bues, (15) Bondres Keta, (16) Bondres Dukuh, (17) Bondres Cungih, (18) Gede Mecaling, (19) Nyoman Semariani, dan terakhir adalah (20) Sidakarya.
1. Patih Keras
Topeng Patih Keras seringkali disebut Topeng Keras. M ata, hidung, dan bibir topeng lebih tebal dari karakter Topeng Patih M anis, dan wajah yang kasar tersebut menggambarkan ambisi yang besar dan tipe patih yang arogan dan mudah marah.
Patih M anis adalah patih yang memiliki sifat yang manis dibandingkan Patih Keras.
3. Topeng Tua
Topeng Tua adalah salah satu karakter yang muncul dalam tarian pembukaan. Terkadang Topeng ini akan muncul kembali ditengah-tengah cerita sebagai mentri senior, orang tua bijaksana, ataupun pensiunan raja. Karakter ini memiliki harga diri yang tinggi, tabah dan juga kepolosan kanak-kanak.
4. Dalem
Topeng Dalem adalah topeng untuk karakter Raja ataupun karakter pahlawan yang memimpin di dalam cerita. Topeng ini mempresentasikan kualitas yang diinginkan dalam seorang pemimpin: cerdas, anggun, serta temperamen yang positif dan memaksa. Pembuat Topeng Dalem bertekad membuat wajah tampan yang tidak biasa, karena seringkali Dalem adalah seorang karakter pahlawan yang romantis, dan secara tradisional memiliki banyak istri dan selir. Seringpula disebut sebagai Topeng M anis atau Arsa Wijaya.
5. Penasar Kelihan
Kakak tertua dari dua bersaudara pelayan yang tampil di cerita utama, Penasar Kelihan adalah karakter yang penuh kebanggaan, harga diri, dan angkuh. Ia menilai dirinya tinggi yang tercermin di matanya yang membelalak dan besar. Penasar Kelihan adalah karakter yang serius dan lebih banyak berbicara.
Penasar Cenikan adalah adik dari Penasar Kelihan. Ia adalah karakter yang rendah tetapi cerdas, serta penuh humor. Tidak ada yang lepas dari sasaran humornya.
7. Pedanda
Pedanda adalah karakter yang tua, dengan mata terbuka (bolong pada topeng), memiliki tulang pipi yang tinggi, dan kumis yang terbuat dari rambut manusia, serta
cudamanis (mata ketiga) di tengah keningnya yang kesemuanya menyimbolkan
karakternya yang penuh harga diri.
8. Penasar Mata Bolong
Penasar M ata Bolong merupakan versi lain dari Topeng Penasar Kelihan. M atanya yang bolong memberikan keleluasaan gerak bagi penarinya. Biasanya topeng ini digunakan dalan pentas Topeng Panca dan juga Topeng Prembon.
9. Patih Demung
Patih Demung atau yang sering disebut dengan Topeng Lucu adalah karakter patih yang tidak serius dan suka melucu.
10. Bedaulu
Beda berarti berbeda, ulu berarti kepala. Bedaulu berarti adalah kepala yang berbeda.
Karakter ini adalah karakter Raja yang memiliki kepala babi. Bedaulu adalah karakter yang memiliki kekuatan magis besar dan suka memamerkannya dengan
memotong kepalanya kemudian menyambungkannya kembali. Suatu kali, kepala yang dipotongnya tanpa sengaja menggelinding ke sungai dan hanyut, pelayannya yang panik membunuh seekor babi untuk kemudian diambil kepalanya dan diberikan kepada Sang Raja sebagai pengganti kepalanya yang hilang.
11. Raja Putri
Topeng Raja Putri adalah topeng yang melambangkan karakter yang cantik, berbudi halus, menarik, dan diberkati kecerdasan. Seperti karakter Dalem, Topeng Raja Putri dikerjakan dengan halus dan detail, tetapi mata pada Topeng Raja Putri sedikit mengarah ke bawah untuk memberikan karakter dengan sikap yang patuh.
12. Bondres Pasek
Bondres Pasek adalah karakter kepala desa yang memiliki hati yang hangat. Kebijaksanaannya memposisikan dirinya sebagai penasihat Dalem, dan rasa humornya membuatnya disukai oleh rakyatnya. Ia suka bercanda dan tertawa.
13. Bondres Bongol
Karakter Bondres Bongol adalah pelawak yang sedikit tuli dan diberkati dengan kemampuan menyanyi dan pandai membacakan puisi-puisi Sanskrit untuk Dewata.
14. Bondres Bues
Bondres Bues adalah tipe penduduk yang suka mabuk. Ketika ia berbicara, pemikirannya seringkali berlompatan dari satu topik ke topik lain dengan gumaman
yang tidak jelas. Ia juga karakter yang suka menindas, suka berkelahi, dan ketika sedang tidak mabuk mempelajari seni bela diri.
15. Bondres Keta
Bondres Keta adalah karakter yang tidak beruntung, sebelumnya ia adalah seorang penyanyi dan penari ahli, namun kemampuannya ini pupus setelah kecelakaan motor/ sepeda yang dialaminya. Karakter ini mencerminkan akibat tindakan mengemudi yang sembrono dan ceroboh.
16. Dukuh
Dukuh adalah penasihat yang dipercayai Dalem. Ia juga adalah seorang pemimpin spiritual walaupun berasal dari kalangan biasa. Ia bisa sangat kuat tetapi tidak tampak dalam penampilannya. Bondres Dukuh suka melucu dan mengeluh, sedikit tuli dan buta, serta berenergi dan giginya hampir hilang semua.
17. Bondres Cungih
Bondres Cungih memiliki gigi tonggos dan bibir sumbing adalah karakter penipu yang suka berbicara dengan makna ganda (plesetan). Ia adalah karakter pemalas yang suka menghindar melakukan tugas, dan merongrong figur otoritas.
18. I Gede Mecaling
Jero Gede atau I Gede M ecaling adalah karakter yang muncul dalam Barong Landung. Topengnya berwarna hitam dengan tujuan menakuti roh-roh kecil jahat.
19. Nyoman Semariani
Nyoman Semariani adalah karakter yang tidak terlalu cerdas, tetapi pandai menyanyi dan menari. Ia sudah melewati usia untuk menikah akan tetapi belum menikah. Hal ini menyebabkan karakternya suka menggoda dan mencari pemuda. Terkadang ia disebut juga Bondres Luh.
20. Sidakarya
Topeng Sidakarya adalah topeng sakral yang muncul paling akhir di puncak cerita. Ia merupakan karakter yang paling penting, tanpa kemunculannya maka suatu upacara tidak bisa disebut upacara.