• Tidak ada hasil yang ditemukan

Histologi Saluran Pernafasan Bawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Histologi Saluran Pernafasan Bawah"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TRAKEA

Trakea adalah saluran dengan panjang 12–14 cm dan di lapisi mukosa respiratorik (Gambar 17-5). Di lamina propia, terdapat sejumlah besar kelenjar seromukosa menghasilkan mucus encer dan di submukosa, 16-20 cincin kartilago hialin berbentuk C menjaga agar lumen trakea tetap terbuka terbuka dari cincin kartilago ini terbadap di permukaan posterior trakea, menghadap esophagus dan di hubungkan oleh suatu berkas otot polos (m.trakealis) dan suatu lembar jaringan fibro elastis yang melekat pada perikondrium. Keseluruhan organ dikelilingi oleh lapisan adventisia.

Gambar 17-5. Trakea. Dinding trakea dilapisi oleh epitel respiratorik (E) khas yang terletak di bawah jaringan ikat

(CT) dan kelenjar seromukosa (G) pada lamina propria. Submukosa memiliki cincin kartilago hialin (C) berbentuk huruf C yang dilapisi oleh perikondrium (P). Cairan mukosa encer yang dihasilkan sel goblet dan kelenjar membentuk suatu Iapisan yang memungklnkan pergerakan silia mendorong partikel asing secara kontinu keluar dari sistem pernapasan di eskalator mukosiliar. Pintu masuk pada cincin kartilago berada pada permukaan posterior, yang berhadapan dengan esofagus, dan memiliki otot polos dan jaringan elastis. Hal ini memungkinkan distensi lumen trakea ketika sebagian makanan melewati esofagus. M. trachealis di pintu masuk kartilago C juga berkontraksi selama refleks batuk untuk menyempitkan lumen trakea dan menghasilkan dorongan udara dengan kuat dan mengeluarkan mukus dari saluran napas. 50x. H&E.

(2)

Trakea menjadi rileks selama menelan untuk mempermudah pasase makanan dengan memiungkinkan esophagus menonjol ke dalam lumen trakea, dengan lapisan elastis yang mencegah peregangan berlebih di lumen. Pada refleks batuk, otot berkontraksi untuk menyempitkan lumen trakea dan meningkatkan kecepatan pengeluaran udara dan melonggarkan materi pada pasase udara.

PERCABANGAN BRONKUS & PARU

Trakea terbagi menjadi 2 bronkus primer yang memasuki paru di hilus beserta arteri, vena, dan pembuluh limfe. Setelah memasuki paru, bronkus primer menyusur ke bawah dan keluar dan membentuk 3 bronkus sekunder (lobaris) dalam paru kanan dan 2 buah di paru kiri (Gambar 17-6), dan masing-masing memasok sebuah lobus paru. Bronkus lobaris ini terus bercabang dan membentuk bronkus tersier (segmental). Setiap bronkus tersier, beserta cabang kecil yang dipasoknya, membentuk segmen bronkopumonal – sekitar 10-12% setiap paru dengan simpai jaringan ikat dan suplai darahnya sendiri. Keberadaan segmen paru semacam itu mempermudah reseksi jaringan paru yang sakit melalui pembedahan tanpa mempengaruhi jaringan sehat di sekitarnya.

(3)

Gambar 17-6. Percabangan bronkus. Trakea bercabang sebagai bronkus primer kanan dan kiri yang memasuki

hilus di sisi posterior setiap paru sepanjang pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf paru. (a): Di dalam setiap paru,bronkus bercabang lebih lanjut membentuk percabangan bronkus, komponen terakhir sistem hantaran udara.

(b): Diagram memperlihatkan kode warna cabang utama percabangan bronkus.

Bronkus tersier membentuk bronkus yang semakin kecil dengan cabang terminal yang di sebut bronkiolus. Setiap brokiolus memasuki sebuah lobulus paru tempat bronkiolus tersebut bercabang membentuk 5 hingga 7 bronkiolus terminalis. Lobulus paru berbentuk piramida dengan apeks yang berhadapan langsung dengan hilus paru. Setiap lobulus dibatasi oleh suatu septa jaringan ikat tipis, yang paling jelas terlihat pada fetus. Pada orang dewasa, septa ini sering tidak utuh sehinggas batas lobulus paru menjadi tidak jelas. Melalui bronkus dan bronkiolus

(4)

yang semakin kecil menuju komponen respiratorik, susunan histologis epitel dan lamina propria di bawahnya semakin sederhana.

Bronkus

Setiap bronkus primer bercabang cabang dengan setiap cabang yang mengecil sehingga tercapai diameter sekitar 5 mm. mukosa bronkus besar secara struktural mirip dengan mukosa trakea, kecuali pada susunan kartilago dan otot polosnya (Gambar 17-7). Di bronkus primer, kebanyakan cincin kartilago sepenuhnya mengelilingi lumen bronkus, tetapi dengan seiring mengecilnya diameter bronkus, cincin kartilago secara perlahan digantikan lempeng kartilago hialin. Sejumlah besar kelenjar mukosa dan serosa juga ditemui dengan saluran yang bermuara ke dalam lumen bronkus. Di lamina propria bronkus, terdapat berkas menyilang otot polos yang tersusun spiral (Gambar 17-7 dan 17-8), yang menjadi lebih jelas terlihat di cabang bronkus yang lebih kecil kontraksi lapisan otot ini bertanggung jawab atas tampilan berlipat mukosa bronkus yang diamati pada sediaan histologis.

Gambar 17-7. Bronkus (segmental) tersier. Pada potongan melintang bronkus besar, lapisan epitel respiratorik (E)

dan mukosa terlipat akibat kontraksi otot polosnya (SM). Pada tahap ini di percabangan bronkus, dindingnya juga dikelilingi oleh banyak bagian kartilago hialin (C) dan memiliki banyak kelenjar seromukosa (G) di submukosa yang bermuara ke dalam lumen. Pada jaringan ikat yang mengelilingi bronkus dapat terlihat arteri dan vena (V), yang juga bercabang sebagai pembuluh kecil yang mendekati bronchiolus respiratorius. Semua bronkus dikelilingi oleh jaringan paru khas (LT) yang memperlihatkan banyak ruang kosong di alveoli paru. 56x. H&E.

(5)

Lamina propria juga mengandung serat elastin dan juga memiliki banyak kelenjar serosa dan mukosa (Gambar 17-8), dengan saluran yang bermuara ke dalam lumen bronkus. Banyak limfosit ditemukan baik di lamina propria dan di antara sel-sel epitel. Terdapat kelenjar getah bening dan terutama banyak dijumpai di tempat percabangan bronkus. Serat elastin, otot polos, MALT relatif bertambah banyak seiring dengan mengecilnya bronkus dan berkurangnya kartilago dan jaringan ikat lain.

Gambar 17-8. Dinding bronkus. (a): Pandangan dengan pembesaran kuat bronkus memperlihatkan epitel (E) yang

terutama berupa sel silindris bersilia bertingkat. Lamina propria (LP) mengandung lapisan otot polos (SM) yang mengelilingi seluruh bronkus. Submukosa adalah tempat kartilago (C) penyangga dan adventisia mencakup pembuluh darah (V) dan saraf (N). Jaringan paru (LT) secara langsung mengelilingi adventisia bronkus. 140x. H&E.

(b): Mikrograf ini memperlihatkan epitel bronkus yang lebih kecil dengan epitel yang terutama berupa sel kolumnar

dengan silia (panah), dengan lebih sedikit sel goblet. Lamina propria memiliki otot polos (SM) dan kelenjar serosa kecil (G) di dekat kartilago (C). 400x. H&E.

Bronkiolus

Bronkiolus, yaitu jalan nafas intralobular berdiameter 5 mm atau kurang, terbentuk setelah generasi ke 10 percabangan dan tidak memiliki kartilago maupun kelenjar dalam mukosanya (Gambar 17-9). Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya masih epitel bertingkat

(6)

silindris bersilia, tetapi semakin memendek dan sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid di bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Sel goblet menghilang selama peralihan ini, tetapi epitel bronkiolus terminalis juga mengandung sejumlah besar sel kolumnar lain: sel bronkiolar eksokrin, yang lazim disebut sel Clara (Gambar 17-10). Sel yang aktif bermitosis ini menyekresi komponen surfaktan dan memiliki berbagai fungsi pertahanan yang penting. Sebaran sel neuro endoktrin juga dijumpai, yang menghasilkan serotonin dan peptida lain yang membantu mengatur tonus otot polos setempat. Kelompok sel serupa, yang disebut badan neuroepitel, dijumpai di sejumlah bronkiolus dan pada tingkat yang lebih tinggi di percabangan bronkus. Badan ini dipersarafi oleh serabut saraf sensoris dan autonom serta sejumlah sel tampaknya berfungsi sebagai reseptor kemosensorik dalam memantau kadar O2

udara. Sel punca epithelial juga dijumpai pada kelompok sel-sel tersebut.

Gambar 17-9. Bronkiolus. Percabangan bronkus berdiameter lebih kecil dari 5 mm tidak memiliki kartilago

penyangga dan disebut bronkiolus. (a): Sebuah bronkiolus besar memiliki epitel respiratorik (E) yang terlipat dan otot polos yang mencolok (panah), tetapi disangga hanya oleh jaringan ikat fibrosa (C) tanpa kelenjar. 140x. H&E.

(7)

berhubungan dengan otot bronkiolus yang lebih kecil (B) dengan epitel berupa epitel kolumnar. Serat elastin yang terpulas gelap juga ditemukan di tunica media arteriol besar (A) di dekatnya dan dalam jumlah yang lebih sedikit di venula (V) penyerta. Jaringan ikat mencakup banyak limfosit (L) MALT dan nodul limfoid juga umum ditemukan

pada tingkat ini. 180x. pulasan elastin. (c): Di bronkiolus yang sangat kecil, epitel (E) berkurang menjadi epitel kolumnar rendah selapis dan sejumlah lapisan sel otot polos (panah) membentuk sebagian besar dinding. 300x.

H&E.

Lamina propria bronkiolus sebagian besar terdiri atas otot polos dan serat elastin. Otot-otot bronkus dan bronkiolus berada di bawah kendali nervus vagus dan system saraf simpatis, selain pengaruh peptida neuroendokrin. Stimulasi nervus vagus mengurangi diameter struktur-struktur tersebut : stimulasi simpatis menghasilkan efek sebaliknya.

Bronkiolus Respiratorius

Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 lebih bronkiolus respiratorius yang berfungsi sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi dan bagian respiratorik sistem pernafasan (Gambar 17-10). Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis kecuali dindingnya yang diselingi oleh banyak alveolus tempat terjadinya pertukaran gas. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel-sel alveolus gepeng (sel alveolus tipe I). Semakin ke distal di sepanjang bronkiolus ini, jumlah alveolusnya semakin banyak, dan jarak diantaranya semakin pendek. Diantara alveolus, epitel bronkiolusnya terdiri atas epitel kuboid bersilia. Otot polos dan jaringan ikat elastis terdapat di bawah epitel bronkiolus respiratorius.

(8)

Gambar 17-10. Bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, dan alveoli. Bronchiolus terminalis

bercabang menjadi bronchiolus respiratorius, yang kemudian bercabang lebih lanjut menjadi ductus alveolaris dan setiap alveoli. Bronchiolus respiratorius mirip dengan sebagian besar bronchiolus terminalis kecuali adanya sebaran alveoli di sepanjang permukaannya. (a): Diagram memperlihatkan hubungan percabangan, dan pembuluh darah paru yang berjalan dengan bronkiolus dan lapisan padat percabangan kapiler yang mengelilingi setiap alveolus untuk pertukaran gas antara darah dan udara. (b): Mikrograf memperlihatkan sifat percabangan bronkiolus dalam dua dimensi. 60x. H&E. (c): SEM memperlihatkan hubungan tiga-dimensi alveoli terhadap bronchioles terminalis dan bronchiolus respiratorius. 180x

(9)

Ductus Alveolaris

Semakin ke distal pada bronkiolus respiratorius, jumlah muara alveolus ke dalam dinding bronkiolus semakin banyak. Bronkiolus respiratorius bercabang menjadi saluran yang disebut ductus alveolaris yang sepenuhnya dilapisi oleh muara alveoli (Gambar 17-11). Ductus alveolaris dan alveolus dilapisi oleh sel alveolus gepeng yang sangat halus. Di lamina propria yang mengelilingi tepian alveolus terdapat anyaman sel otot polos, yang menghilang di uiung distal ductus alveolaris. Sejumlah besar matriks serat elastin dan kolagen memberikan sokongan pada duktus dan alveolusnya. Duktus alveolaris bermuara ke dalam atrium di dua saccus alveolaris atau lebih (Gambar 17-11). Serat elastin dan reticular membentuk jalinan rumit yang mengelilingi muara atrium, saccus alveolaris, dan alveoli. Serat-serat elastin memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi dan berkontraksi secara pasif selama ekspirasi. Serat-serat retikular berfungsi sebagai penunjang yang mencegah pengembangan berlebih dan kerusakan kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis. Kedua serabut tersebut menunjang jaringan ikat yang menampung jalinan kapiler di sekitar setiap alveolus.

Gambar 17-11. Bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris dan alveoli. Jaringan paru memiliki struktur berbusa

karena banyaknya kantong dan saluran udara yang disebut alveoli. (a): lrisan jaringan paru yang meliputi banyak bronkiolus, dan beberapa di antaranya berupa bronchiolus respiratorius (RB) yang terpotong memanjang, dan memperlihatkan kontinuitas percabangan dengan ductus alveolaris (AD) dan saccus alveolaris (AS). Bronchiolus respiratorius masih memiliki lapisan otot polos dan sejumlah regio epitel kuboid, tetapi ductus alveolaris memiliki untaian otot polos dan epitel yang terdiri atas serangkaian alveoli yang berdekitan. Serabut otot polos berbentuk seperti sfingterdan tampak seperti tonjolan di antara alveoli yang berdekatan. Setiap alveolus (A) terbuka ke dalam saccus atau ductus. Bronchiolus respiratorius berjalan di sepanjang cabang a. pulmonalis (A) yang berdindingtipis, yang memiliki dinding yang relatif tipis, sementara cabang v. pulmonalis (V) berjalan di tempat lain di parenkim. 14x. H&E. (b): Pembesaran kuat memperlihatkan hubungan alveoli (A) bulat berdinding tipis dengan ductus alveolaris (AD). Ductus alveolaris berakhir dalam dua atau lebih kumpulan alveoli yang disebut saccus alveolaris

(10)

(AS). Alveoli tersebut yang terlihat di sini dan tidak menampakkan pintu masuk ke ductus atau saccus, memiliki hubungan dengan bagian lain dalam bidang yang berdekatan. 140x. H&E.

Alveolus

Merupakan evaginasi mirip kantong (berdiameter sekitar 200 µm) di bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan saccus alveolaris. Alveoli bertanggung jawab atas terbentuknya struktur berongga dalam paru (Gambar 17-10 dan 17-11). Secara structural, alveolus menyerupai kantong kecil yang terbuka di satu sisinya, yang mirip dengan sarang lebah. Di dalam struktur mirip mangkuk ini, berlangsung pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan

darah. Struktur dinding alveolus dikhususkan untuk memudahkan dan memperlancar difusi antara lingkungan luar dan dalam. Umumnya, setiap dinding terletak di antara 2 alveolus yang bersebelahan sehingga disebut sebagai septum interalveolus. Satu septum interalveolar memiliki sel dan matriks ekstrasel jaringan ikat, pertama serat elastin dan kolagen, yang diperdarahi oleh sejumlah besar jaringan kapiler tubuh (Gambar 17-10).

Udara dalam alveolus dipisahkan dari darah kapiler oleh tiga komponen yang secara kolektif disebut sebagai membran respiratorik atau sawar darah-udara:

. Lapisan permukaan dan sitoplasma sel alveolus,

. Lamina basal yang menyatu dari sel alveolus dan sel endotel kapiler, dan . Sitoplasma sel endotel (Gambar 17-12, 17-13, dan 17-14).

(11)

Gambar 17-12. Alveoli dan sawar darah-udara. Pertukaran udara antara udara dan darah terjadi di sawar

bermembran di antara setiap alveolus dan kapiler yang mengelilinginya. Area total pada sawar darah-udara di setiap paru diperkirakan mencapai sekitar 70 m2. (a): Diagram ini memperlihatkan hubungan antara kapiler dan dua atau

lebih alveoli yang menyerupai kantong. (b): Sawar darah-udara terdiri atas sel alveolar tipe l, sel endotel kapiler, dan membran basalnya yang menyatu. Oksigen berdifusi dari udara alveolar ke dalam darah kapiler dan karbon dioksida bergerak dalam arah berlawanan. Lapisan internal alveoli dilapisi oleh selapis surfaktan, yang tidak tergambar disini, yang menurunkan tegangan permukaan cairan dan membantu mencegah kolapsnya alveoli.

Tebal keseluruhan ketiga lapisan ini bervariasi dari 0,1 sampai 1,5 µm. Di dalam septum interalveolus, anastomosis kapiler paru ditunjang oleh jalinan serat retikular dan elastin, yang merupakan penyangga struktural utama alveolus. Makrofag dan leukosit lain dapat juga ditemukan di dalam interstisium septum (Gambar 17-12 dan 17-13). Lamina basal sel endotel kapiler dan sel epitel (alveolar) bersatu sebagai satu struktur bermembran (Gambar 17-12 dan17-14).

(12)

Gambar 17-l3. Dinding alveolus. Dinding antara alveoli (A) mengandung sejumlah tipe sel. Seperti terlihat di sini.

Kapiler (C) mengandung eritrosit dan leukosit. Alveoli terutama dilapisi oleh sel alveolar skuamosa tipe I (l), yang melapisi hampir seluruh permukaan alveolus dan tempat terjadinya pertukaran gas. Sel alveolar tipe ll melapisi setiap alveolus dan merupakan sel bulat, yang sering menonjol ke dalam alveolus (ll). Sel tipe ll ini memiliki banyak fungsi sel Clara, termasuk produksi surfaktan. Makrofag alveolar (A) juga ditemukan pada gambar ini, terkadang disebut sel debu, yang dapat berada di alveoli dan septa interalveolar.

Pori berdiameter 10-15 µm dijumpai pada septum interalveolus (Gambar 17-13) dan menghubungkan alveolus yang berdekatan dan bermuara ke berbagai bronkiolus. Pori-pori tersebut menyetarakan tekanan udara di alveolus dan meningkatkan sirkulasi kolateral udara ketika sebuah bronkiolus tersumbat.

O2 dari udara alveolus masuk ke darah kapiler melalui sawar udara-darah; CO2 berdifusi

ke arah yang berlawanan. Pembebasan CO2 dari H2CO3 dikatalisis oleh enzim karbonat

anhidrase yang terdapat dalam eritrosit. Sekitar 300 juta alveoli dalam paru menambah luas

permukaan internal paru-paru untuk berlangsungnya pertukaran gas, yang diperkirakan mencapai 140 m2.

(13)

Gambar 17-14. Ultrastruktur sawar darah-udara. TEM potongan transversal kapiler (C) di septum interalveolar

memperlihatkan area pertukaran gas antara darah dan udara di ketiga alveolus (A). Endotel sangat tipis tetapi tidak bertingkap dan lamina basalnya bersatu dengan lamina basal sel alveolar. Sebuah fibroblas (F) dapat terlihat di septum dan regio inti tebal pada kedua sel endotel (E) juga tampak. lnti di bagian bawah gambar adalah inti sel endotel atau leukosit yang beredar. 30.000x

Sel endotel kapiler sangat tipis dan sering disalah-tafsirkan sebagai sel epitel alveolus

tipe I. Lapisan endotel kapiler bersifat kontinu dan tidak bertingkap (Gambar 17-14). Berkumpulnya inti dan organel lain menyebabkan sisa daerah sel menjadi sangat tipis sehingga efisiensi pertukaran gas meningkat. Ciri utama sitoplasma di bagian sel yang tipis adalah banyaknya vesikel pinositotik.

Sel alveolus tipe I (juga disebut pneumosit tipe I atau sel alveolar skuamosa) merupakan

se1 yang sangat tipis yang melapisi permukaan alveolus. Sel tipe I menempati 97% dari

permukaan alveolus (sisanya ditempati sel tipe II). Sel-sel ini begitu tipisnya (kadang-kadang hanya setebal 25 nm) sehingga pembuktian dengan mikroskop elektron bahwa semua alveolus ditutupi oleh suatu lapisan epitel, diperlukan (Gambar 17-14). Organel-organel seperti retikulum endoplasma, apparatus Golgi, dan mitokondria berkumpul di sekitar inti sehingga sebagian besar daerah sitoplasma hampir bebas dari organel dan mengurangi ketebalan sawar darah-udara. Sitoplasma di bagian tipis mengandung banyak vesikel pinositotik, yang dapat berperan pada

(14)

pergantian surfaktan dan pembuangan partikel kontaminan kecil dari permukaan luar. Selain desmosom, semua sel epitel tipe I memiliki taut kedap yang berfungsi mencegah perembesan cairan jaringan ke dalam ruang udara alveolus (Gambar 17-15). Fungsi utama sel ini adalah membentuk sawar dengan ketebalan minimal yang dapat dilalui gas dengan mudah.

Gambar 17-15. Ultrastruktur sel alveolar tipe ll. TEM sel alveolar tipe ll yang menonjol ke dalam lumen alveolus

memperlihatkan gambaran sitoplasma yang tidak biasa. Panah menunjukkan badan lamelar yang menyimpan surfaktan paru yang baru disimpan pemrosesan setelah komponennya di RE kasar (RER) dan apparatus Golgi (G). Badan multivesikular yang lebih kecil dengan vesikel intraluminal juga sering dijumpai. Mikrovili pendek juga dijumpai dan sel tipe ll melekat melalui kompleks taut (Jc) dengan sel epitel tipe I yang sangat tipis Matriks ekstrasel mengandung serat retikular (RF) yang mencolok. 17.000x. (Diproduksi ulang atas-izin dari Dr. Mary c. williams, Pulmonary center and Department of Anatomy, Boston University school of Medicine.)

Sel alveolus tipe II (pneumosit tipe II) tersebar di antara sel-sel alveolus tipe I dengan

taut kedap dan desmosom yang menghubungkannya dengan sel tersebut (Gambar 17-15). Se1 tipe II berbentuk bundar yang biasanya berkelompok dengan jumlah dua atau tiga di sepanjang permukaan alveolus di tempat pertemuan dinding alveolus. Sel ini berada di membrane basal dan

(15)

merupakan bagian dari epitel, dan memiliki asal yang sama dengan sel tipe I yang melapisi dinding alveolus. Sel-sel ini membelah dengan cara mitosis untuk mengganti populasinya sendiri dan juga mengganti populasi sel tipe I. Pada sediaan histologi, sel-sel tipe II menampilkan ciri sitoplasma bervesikel yang khas atau berbusa. Vesikel ini disebabkan adanya badan lamela (Gambar 17-15 dan 17-16) yang tetap terpelihara dan terdapat dalam jaringan yang dipersiapkan untuk studi mikroskop elektron. Badan lamela, yang berdiameter rerata 1-2 µm, mengandung lamela konsentris atau paraiel yang dibatasi oleh suatu membran unit. Kajian histokimia memperlihatkan bahwa badan-badan ini, yang mengandung fosfolipid, glikosaminoglikan, dan protein diproduksi secara kontinu dan dilepaskan di permukaan apikal sel. Badan berlamel menghasilkan materi yang menyebar di atas permukaan alveolus berupa surfaktan paru membentuk lapisan ekstrasel yang menurunkan tegangan permukaan.

Gambar 17-16. Fungsi sel alveolar tipe ll. Diagram memperlihatkan sekresi surfaktan oleh sel tipe ll. Surfaktan

mengandung kompleks lipid-protein yang awalnya disintesis dalam retikulum endoplasma dan kompleks Golgi, dengan pemrosesan dan penyimpanan lebih lanjut pada organel besar yang disebut badan lamela. Badan multivesikular merupakan organel yang lebih kecil dari kebanyakan badan lamelar yang sering terlihat pada sel alveolar tipe ll. Badan ini terbentuk ketika komponen membran endosom tahap awal dipilih, berinvaginasi, dan terlepas dalam bentuk vesikel kecil ke dalam lumen endosom. Badan multivesikular berinteraksi dengan kompleks Golgi, dengan beberapa atau sebagian besar komponen vesikel intraluminal yang mengalami ubikuitinasi untuk

(16)

degradasi sementara komponen lain dan membran sekitarnya didaur ulang ke membran sel, atau pada kasus sel alveolar tipe ll, mula-mula ditambahkan ke kandungan badan lamelar. Surfaktan disekresi secara kontinu melalui eksositosis dan membentuk selapis lipid monomolekular yang menutupi hipofase aquosa yang mengandung protein. Taut kedap di bagian tepi sel epitel mencegah bocornya cairan jaringan ke dalam lumen alveolus

PEMBULUH DARAH & SARAF PARU

Sirkulasi dalam paru mencakup pembuluh nutrien (sistemik) maupun pembuluh fungsional (pulmonal). Arteri-arteri dan vena-vena paru menggambarkan sirkulasi fungsional dan arteri tersebut memiliki dinding yang tipis akibat tekanan yang rendah (25 mmHg sistolik dan 5 mmHg diastolik) di dalam sirkulasi paru. Di dalam paru, a. pulmonalis bercabang mengikuti percabangan bronkus (Gambar 17-10 dan 17-11), dengan cabang-cabang yang dikelilingi adventisia bronkus dan bronkiolus. Di tingkat ductus alveolaris, cabang-cabang arteri ini membentuk jalinan kapiler di dalam septum interalveolus dan berkontak erat dengan alveolus. Paru-paru mempunyai jalinan kapiler yang paling berkembang di dalam tubuh, dengan kapiler di antara semua alveoli, termasuk kapiler dalam bronchiolus respiratorius.

Venula yang berasal dari jalinan kapiler ditemukan satu-satu di dalam parenkim, dan agak menjauh dari jalan napas (Gambar 17-10 dan 17-11), yang ditopang oleh selapis tipis jaringan ikat. Setelah meninggalkan lobulus, vena mengikuti percabangan bronkus ke arah hilus. Pembuluh nutrien mengikuti percabangan bronkus dan mendistribusikan darah ke sebagian besar paru sampai pada bronchiolus respiratorius, di tempat pembuluh ini beranastomosis dengan cabang-cabang kecil dari a. pulmonalis. Pembuluh limfe muncul di iaringan ikat bronkiolus. Pembuluh ini mengikuti bronkiolus, bronkus dan pembuluh-pembuluh pulmonal serta semuanya mencurahkan isinya ke dalam kelenjar getah bening di daerah hilus. Jalinan limfatik ini disebut

jalinan dalam untuk membedakannya dari jalinan superfisial pembuluh limfe di pleura viseral.

Kedua jalinan tersebut bermuara menuju hilum, baik dengan mengikuti pleura maupun setelah memasuki jaringan Paru melalui septa interlobularis. Pembuluh limfe tidak ditemukan di bagian terminal percabangan bronkus atau di luar ductus alveolaris. Serabut saraf simpatis maupun parasimpatis menginervasi paru dan serabut aferen viseral umum, yang membawa sensasi nyeri yang kurang terlokalisasi. Kebanyakan saraf terdapat dalam jaringan ikat di sekitar saluran napas besar.

(17)

Permukaan luar paru dan dinding internal rongga toraks dilapisi oleh suatu membran serosa yang disebut pleura (Gambar 17-17). Membran yang melekat pada jaringan paru disebut pleura viseralis dan membran yang melapisi dinding toraks adalah pleura parietalis. Kedua membran tersebut menyatu di hilum dan keduanya terdiri atas sel-sel mesotel skuamosa selapis yang berada pada lapisan jaringan ikat tipis yang mengandung serat kolagen dan elastin. Serat-serat elastin pleura viseral menyatu dengan Serat-serat elastin parenkim paru.

Gambar 17-17. Pleura. Pleura merupakan membran serosa yang berhubungan dengan setiap paru dan rongga

toraks. (a): Diagram ini menggambarkan pleura parietalis yang melapisi permukaan internal rongga toraks dan pleura viseralis yang melapisi permukaan eksternal paru. Di antara kedua lapisan tersebut, terdapat celah sempit rongga pleura. (b): Kedua lapisan serupa secara histologis dan terdiri atas mesotel skuamosa selapis (M) atau pada

selapis tipis jaringan ikat, seperti yang diperlihatkan pada gambar ini untuk pleura viseralis yang melapisi alveoli (A). Jaringan ikat kaya akan serat kolagen dan elastin serta mengandung pembuluh darah (V) dan pembuluh limfe

(18)

Rongga pleura yang sempit (Gambat 17-17) di antara lapisan parietal dan viseral seluruhnya dilapisi sel-sel mesotel yang normalnya membentuk suatu lapisan cairan serosa tipis yang bekerja sebagai pelumas, yang memudahkan pergeseran antar permukaan pleura selama gerakan pernapasan.

Pada keadaan patologis tertentu, rongga pleura dapat mengandung cairan atau udara. Seperti dinding rongga peritoneal dan perikardial, serosa rongga pleura cukup permeabel untuk air dan cairan yang keluar melalui eksudasi dari plasma darah sering menumpuk (berupa efusi pleura) dalam rongga ini dalam keadaan abnormal.

Referensi : Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junqueira Edisi 12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Gambar

Gambar 17-5. Trakea. Dinding trakea dilapisi oleh epitel respiratorik (E) khas yang terletak di bawah jaringan ikat (CT) dan kelenjar seromukosa (G) pada lamina propria
Gambar 17-6. Percabangan bronkus. Trakea bercabang sebagai bronkus primer kanan dan kiri yang memasuki hilus di sisi posterior setiap paru sepanjang pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf  paru
Gambar 17-7. Bronkus (segmental) tersier. Pada potongan melintang bronkus besar, lapisan epitel respiratorik (E) dan mukosa terlipat akibat kontraksi otot polosnya (SM)
Gambar 17-8. Dinding bronkus. (a): Pandangan dengan pembesaran kuat bronkus memperlihatkan epitel (E) yang terutama berupa sel silindris bersilia bertingkat
+7

Referensi

Dokumen terkait