• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI BAKTERI ENTEROPATOGENIK PADA PRODUK KEMASAN KALENG YANG DIPEROLEH DARI WARUNG TRADISIONAL DAN PASAR SWALAYAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETEKSI BAKTERI ENTEROPATOGENIK PADA PRODUK KEMASAN KALENG YANG DIPEROLEH DARI WARUNG TRADISIONAL DAN PASAR SWALAYAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

603

Tema 3: Pangan, Gizi dan Kesehatan

DETEKSI BAKTERI ENTEROPATOGENIK PADA PRODUK

KEMASAN KALENG YANG DIPEROLEH DARI WARUNG

TRADISIONAL DAN PASAR SWALAYAN

Oleh

Dian Kristi

1,a )

, Tri Yahya Budiarso

1, b)

, Charis Amarantini

1, c)

,

Podi Studi Biologi Fakultas Bioteknologi

Universitas Kristen Duta WacanaYogyakarta

a)

diankristi_dkr@yahoo.com

b)

yahya@staff.ukdw.ac.id

c)

charis@staff.ukdw.ac.id

ABSTRAK

Pengalengan pangan adalah proses pengolahan pangan dengan menggunakan kaleng. Proses sterilisasi dalam pengalengan bertujuan untuk membunuh mikrobia pada produk pangan dan wadahnya. Destruksi panas dalam sterilisasi dapat memberi efek membunuh atau hanya menyebabkan injury (luka). Mikrobia yang mengalami injury dapat sehat kembali pada masa penyimpanan, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pangan dan menyebabkan penyakit. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kontaminasi bakteri enteropatogenik pada produk kemasan kaleng yang di peroleh dari warung tradisional dan pasar swalayan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, susu kental manis, jagung, sarden, kornet dan minuman kelapa. Masing-masing sampel dilakukan lima kali pengulangan sehingga total terdapat 25 sampel. Deteksi bakteri enteropatogenik dilakukan melalui tahap resusitasi, enrichment, dan skrining menggunakan media selektif diferensial Chromocult Coliform Agar (CCA). Hasil penelitian menunjukkan hanya ada satu jenis sampel yang terkontaminasi bakteri enteropatogenik, yaitu pada susu kental manis. Berdasarkan hasil identifikasi secara biokimia menggunakan API 20E ditemukan dua jenis bakteri patogen yaitu, Klebsiella pneumoniae dan Klebsiella oxytoca dengan persen ID 98 % dan 98,7 %.

Kata kunci: Bakteri enteropatogenik, produk kemasan kaleng, Klebsiella.

ABSTRACT

Canned food is a food preservation process using cans. The process of sterilization in canning aims to kill microbes in food products and containers. Destruction of heat in sterilization can give a killing effect or just cause injured. Injury induced microbes can be healthy again in storage, which can lead to food damage and disease. This study aims to detect contamination of enteropathogenic bacteria in canned packaging products obtained from traditional shops and supermarkets. Sample used in this research were sweetened condensed milk, corn, sardines, corned beef and coconut drink. Each sample was done five repetitions so that there were totally 25 samples. Detection of enteropatogenic bacteria was done through the resuscitation, enrichment, and screening steps using Chromocult Coliform Agar (CCA) as differential selective media. The results showed there was only one type of sample contaminated enteropatogenik bacteria, namely in sweetened condensed milk. Based on the results of

(2)

604

biochemical identification using API 20E test found two types of pathogenic bacteria, they were Klebsiella pneumoniae and Klebsiella oxytoca with %ID: 98% and 98.7%.

Keywords: Enteropathogenic bacteria, Canned food, Klebsiella.

PENDAHULUAN

Teknologi pengolahan pangan di era modern yang selalu berkembang, menuntut inovasi baru dalam keanekaragaman jenis produk maupun kemasan. Dengan adanya kemasan produk pangan ini sangat membantu dalam pengawetan berbagai jenis bahan pangan. Produk kemasan juga sangat diminati dari berbagai kalangan masyarakat karena kepraktisannya. Kemasan merupakan tempat yang digunakan untuk mengemas suatu produk yang dilengkapi dengan label atau keterangan dari isi kemasan. Pengemasan mempunyai peranan dan fungsi yang penting dalam menunjang distribusi produk terutama yang mudah mengalami kerusakan (Rahmawati, 2013).

Guna memenuhi hal tersebut industri makanan pada umumnya memilih menggunakan kemasan kaleng. Kemasan kaleng mempunyai tingkat keamanan dan tahan lama karena teknik pengawetan bahan pangan yang dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) Pratiwi (2004). Makanan kaleng harus aman dikonsumsi, tidak tercemar dan telah melewati proses yang tepat dan tidak merusak gizi pada makanan, dan tidak menggangu kesehatan manusia. Namun, makanan kaleng juga dapat mengalami cemaran. Cemaran pada produk makanan bisa secara fisik, kimia, dan mikrobia. Cemaran fisik dan kimia masih dapat dikendalikan dibanding cemaran mikrobia.

Cemaran mikrobia lebih sulit untuk di atasi karena makanan kaleng tidak mengalami kerusakan, dan tidak ada tanda bahwa makanan tersebut rusak. Mikrobia, terutama bakteri enteropatogenik bisa berasal dari bahan baku yang digunakan maupun bahan tambahan lainnya, pekerja pengolahan makanan, dan lingkungan pengolahan. Ada dua kerusakan yang disebabkan mikrobia pada makanan kaleng yaitu, food spoilage dan foodborne pathogen. Food spoilage merupakan kebusukkan pada makanan, kerusakan dapat dilihat dan diketahui melalui uji indrawi. Namun, jika bahan pangan mengalami foodborne pathogen oleh bakteri terutama bakteri enteropathogenik dapat menyebabkan sakit. Foodborne pathogen ini tidak dapat di uji lewat indra karena tidak ada tanda bahwa suatu bahan pangan tercemar bakteri. Bahan pangan yang mengalami foodborne pathogen ini sangat berbahaya bagi kesehatan, karena dapat menyebabkan sakit atau keracunan pada manusia, hal ini yang sering disebut dengan foodborne disease (Adams & Moss, 2008) .

(3)

605

Alasan yang dapat menyebabkan foodborne disease kemungkinan pada saat proses pemanasan tidak semua bakteri dapat mati, tetapi masih ada beberapa bakteri yang dapat bertahan hidup, bakteri tersebut hanya mengalami injury. Bakteri enteropatogenik yang mengalami injury dapat pulih atau sehat kembali pada saat penyimpanan makanan. Karena menemukan lingkungan dan nutrisi yang mendukung pada produk pangan sehingga membuat bakteri hidup dan tumbuh. Selain itu, kemungkinan lain pada saat masih di dalam kaleng bakteri belum sehat dan masih mengalami injury sehingga bakteriinaktif. Tetapi saat makanan kaleng dikonsumsi, bakteri akan ikut masuk ke dalam tubuh dan akan aktif kembali pada usus manusia karena bakteri enteropatogenik yang merupakan flora normal pada usus telah menemukan habitat asli yang dapat membuat bakteri untuk aktif kembali karena tersedia nutrisi dan lingkungan yang sesuai. Hal ini yang dapat berbahaya bagi kesehatan manusia ketika mengkonsumsi makanan kaleng tersebut dan menyebabkan foodborne disease. Bakteri enteropatogenik merupakan salah satu bakteri yang sering menyebabkan foodborne disease pada manusia (Ray & Bhunia, 2007).

Bakteri enteropatogenik merupakan bakteri berbentuk batang yang bersifat Gram negatif umumnya dapat menginfeksi saluran pencernaan manusia yang dapat berasal dari makanan dan air. Bakteri ini juga banyak ditemukan dalam tubuh manusia sebagai flora normal, sehingga ketika bakteri enteropatogenik ada dalam makanan dan terbawa masuk dalam tubuh bakteri akan bertumbuh memperbanyak diri dengan cepat, dan jika jumlah bakteri melebihi standar normal didalam tubuh maka akan menyebabkan sakit pada manusia. Famili yang termasuk bakteri enteropatogenik yang umumnya menyebabkan foodborne disease mencakup beberapa genus, diantaranya Escherichia, Salmonella, Shigella, Enterobacter, Klebsiella, Serratia,Proteus, dan lain-lain (Ray & Bhunia, 2007). Produk kemasan kaleng yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari warung tradisonal dan pasar swalayan. Dalam keseharian, banyak yang menganggap bahwa makanan kaleng yang diperoleh dari pasar swalayan lebih aman dibandingkan yang dari pasar swalayan. Penelitian bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya kontaminasi bakteri enteropatogenik pada produk kemasan kaleng dan jenis - jenis bakteri enteropatogenik sebagai gambaran tingkat keamanan produk kemasan kaleng.

METODE PENELITIAN

Deteksi bakteri enteropatogenik pada prosuk kemasan kaleng dilakukan melalui beberapa tahapan. Makanan kaleng sebnayak 25 sampel dilakukan tahap resusitasi dengan media pepton 5%, diinkubasi dalam shaker selama 12 jam. Kemudian dipindahkan ke media m-Trytone Soy Broth (TSB) untuk tahap pre-enrichment, diinkubasi selama 16 jam pada suhu ruang. Kultur dari pre-enrichment dilanjutkan dalam tahap enrichment menggunakan media Choromocult Coliform Agar (CCA), yang

(4)

606

bertujuan menumbuhkan bakteri enteropatogenik, diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Media CCA mengandung dua macam substrat kromogenik, yaitu substrat untuk glukoridanase dan β-galaktosidase yang akan memberikan warna pada media (Turner et al., 2000). Setelah itu dilakukan tahapan pemurnian bakteri pada media CCA ssampai mendapatkan koloni tunggal.

Koloni tunggal yang sudah didapat kemudian dikonfirmasi secara biokimia menggunakan uji Indol, uji Methyl Red- Voges Proskauer (MR-VP), uji Simon Sitrat, uji Urea dan uji TSIA. Untuk mengetahui lebih lanjut spesies apa yang didapat dengan tingkat akurasi yang lebih tinggi dilakukan uji biokimia menggunakan API 20E (Biomeroux)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini dilakukan pemeriksaan cemaran bakteri dari produk kaleng, yang bertujuan untuk mengetahui keberadaan bakteri enteropatogenik yang kemungkinan masih ada di dalam makanan kaleng. Produk kemasan kaleng yang digunakan dalam penelitian sebagai sampel, ada lima jenis yang diperoleh dari warung tradisional dan pasar swalayan, yaitu susu kental manis, jagung, sarden, kornet, dan minuman kelapa. Susu kaleng, sarden, dan kornet diperoleh di warung tradisional sedangkan jagung dan minuman kelapa di pasar swalayan, dan produk kaleng merupakan produk yang masih bagus dan belum kadaluarsa. Total bakteri yang terdeteksi pada produk kemasan kaleng tersebut ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat hanya produk susu kental manis yang terdeteksi positif tercemar bakteri. Dari lima kali pengulangan, bakteri di dalam susu kental manis ditemukan pada empat sampel, sehingga bisa dikatakan probabilitas kemunculannya sangat tinggi. Sedangkan pada sampel lainnya yaitu jagung, sarden, kornet dan minuman kelapa tidak ada pertumbuhan bakteri.

Tabel 1. Total Bakteri pada Sampel Produk Susu Kental Manis, Jagung, Sarden, Kornet, Minuman Kelapa.

Ditemukan probabilitas cemaran yang tinggi pada sampel susu kental manis dikarenakan faktor teknik pengolahan yang berbeda, pengolahan susu kental manis berbeda dari sarden, jagung, kornet dan

Sampel Asal

Tanggal Kadaluarsa

Total Bakteri CFU/mL

U1 U2 U3 U4 U5

Susu Kental manis Warung 05 – 18 4,3 x 102 32 x 102 49 x 102 0 38 x 102

Jagung Swalayan 24 -09 -19 0 0 0 0 0

Sarden Warung 05-06 -19 0 0 0 0 0

Kornet Warung 25-04-19 0 0 0 0 0

(5)

607

minuman kelapa. Selain itu masing - masing produk makanan memiliki jenis bahan yang berbeda. Setiap suhu yang digunakan dalam pengolahan juga berbeda, suhu pada susu kental manis lebih rendah dibandingkan produk yang lain, serta jangka waktu sterilisasinya lebih pendek karena pemanasan yang berlebihan dapat merusak kandungan yang ada di dalam susu kental manis (Yuswita, 2014). Selain itu, viskositas (kekentalan) juga mempengaruihi dalam proses sterilisasi, karena semakin kental suatu produk maka efektifitas hantaran panasnya semakin rendah. Viskositas suatu produk berhubungan dengan cepat atau lambatnya laju pindah panas pada bahan yang dipanaskan yang mempengaruhi efektifitas proses panas. Pada produk yang memiliki viskositas rendah (cair) pindah panas berlangsung secara konveksi yaitu merupakan sirkulasi dari molekul-molekul panas sehingga hasil transfer panas menjadi lebih efektif. Sedangkan pada produk yang memiliki viskositas tinggi (padat), transfer panas berlangsung secara konduksi, yang mengakibatkan terjadinya tumbukan antara yang panas dan yang dingin sehingga efektifitas pindah panas menjadi berkurang (Utami, 2012). Dari kelima produk kaleng yang diuji, susu kental manis mempunyai kekentalan paling tinggi, hal ini bisa menyebabkan susahnya panas untuk menyebar ke seluruh kaleng, dibandingkan produk yang lain memiliki tingkat kekentalan yang rendah sehingga panas lebih mudah masuk dan menyebar.

Tempat penyimpan makanan kaleng juga berpengaruh terhadap kontaminasi bakteri. Suhu penyimpanan yang kurang tepat akan menjadi faktor penyebab bakteri yang injury untuk sembuh dan bertumbuh. Penyimpanan produk kaleng yang terpapar sinar matahari secara langsung dan terus menerus akan menjadi lingkungan tumbuh yang baik untuk bakteri dan nutrisi pada produk tersebut akan menjadi nutrisi bagi pertumbuhan bakteri. Pada saat pengambilan sampel, susu kental manis diletakkan di tempat yang terbuka dan terpapar sinar matahari secara langsung sedangkan sarden dan kornet disimpan di dalam lemari kaca yang tidak terpapar cahaya secara langsung, dan untuk jagung dan minuman kelapa di peroleh dari pasar swalayan yang memiliki suhu yang tepat dan baik untuk penyimpanan makanan kaleng serta tidak terpapar cahaya matahari secara langsung. Masa kadaluarsa juga dapat mempengaruhi ketahanan pada suatu produk. Dari kelima produk makanan kaleng yang digunakan, susu kental manis yang paling mendekati masa kadaluarsa. Hal ini juga dapat menyebabkan bakteri pada susu kental manis sudah sembuh dan tumbuh kembali.

Koloni bakteri asal sampel susu kental manis yang tumbuh pada media CCA disajikan pada Gambar 1. Koloni yang tumbuh adalah koloni warna biru terang.

(6)

608

Gambar 1. Koloni bakteri dari sampel susu kental manis yang tumbuh pada medium CCA. Untuk dapat mencirikan dan mengidentifikasi suatu spesies bakteri tertentu maka perlu dilakukan tahap skrining atau identifikasi secara morfologi agar dihasilkan biakan murni (sel tunggal). Sampel setelah ditumbuhkan dalam media CCA kemudian ditumbuhkan kembali pada media CCA lagi sampai diperoleh koloni tunggal. Koloni yang berwarna biru terang, biru gelap dan putih dipilih untuk

(7)

609

dimurnikan beberapa kali sampai benar - benar menghasilkan koloni tunggal. Koloni yang sudah murni kemudian ditumbuhkan dalam media BHIA untuk selanjutnya dilakukan uji konfirmasi melalui serangkaian uji biokimia dan uji API.

Berdasarkan hasil skrining, diperoleh 17 koloni dengan ciri – ciri, warna koloni biru gelap dan biru terang. Ada 8 koloni yang mewakili koloni biru gelap dan 9 koloni biru terang. Warna koloni biru gelap dan biru terang dapat dilihat dari Gambar 2 dan Gambar 3. Hasil uji biokimia koloni biru terang dan koloni biru gelap ditunjukkan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Gambar 2. Hasil Streak Koloni Biru Gelap pada Media CCA

Gambar 3. Hasil Streak Koloni Biru Terang pada Media CCA

(8)

610

Tabel 2. Hasil Uji IMViC pada Koloni Biru Gelap.

Kode Isolat Indole Methyl Red Voges Proskauer Simon Sitrate Agar SKBG1, SKBG2, SKBG3,

SKBG4, SKBG5, SKBG6, SKBG7,SKBG8

- - - -

Untuk mengetahui lebih jelas identitas koloni tersebut, kemudian dilakukan serangkaian uji, yaitu uji IMViC. Dalam Uji IMViC terdapat empat uji yang diwakili setiap huruf. Uji yang pertama yaitu uji Indol, dengan menggunakan medium pepton yang kaya akan asam amino triptofan diinokulasikan kemudian diinkubasi selama 24 jam, jika hasilnya positif maka akan menghasilkan cincin merah. Yang kedua yaitu metil merah, yang merupakan indikator asam – basa yang berubah menjadi merah dalam medium yang sedikit asam. Jadi, jika metil merah ditambahkan pada medium biakan yang ada glukosa yang telah diinkubasi selama 24 jam, warna merah menunjukkan bahwa asam organik telah terbentuk sebagai akibat fermentasi glukosa. Uji yang ketiga yaitu, Voges – Proskauer yang mendeteksi adanya asetoin. Uji keempat yaitu uji sitrat, uji ini menentukkan apakah mikrobia yang ada bisa tumbuh dengan media simon sitrat. Uji IMViC ini dilakukan terhadap koloni bakteri yang berwarna biru gelap.

Koloni biru gelap terduga E.coli sehingga dilakukan uji IMViC, bertujuan untuk mengkonfirmasi apakah koloni biru gelap ini E.coli atau bukan. Namun setelah melakukan pengujian hasil yang di dapatkan negatif semua. Jika koloni tersebut berupa bakteri E.coli seharusnya untuk uji Indol dan uji Methyl Red positif. Karena Bakteri E.coli akan membuat enzim triptofanase yang akan membentuk indol dan bakteri E.coli akan menghasilkan asam dari fermentasi yang akan teruji lewat methyl red. Koloni biru terang terduga Salmonella sp sehingga dilakukan uji Urea dan uji TSIA, bertujuan untuk mengkonfirmasi apakah koloni biru terang ini Salmonella sp atau bukan. Namun setelah melakukan pengujian hasil yang di dapatkan negatif semua. Jika koloni tersebut berupa bakteri Salmonella sp seharusnya untuk uji Urea akan negati dan uji TSIA tidak negatif

Tabel 3. Hasil Uji UREA dan TSIA pada Koloni Biru Terang.

Kode Isolat Urea TSIA

SKBT1, SKBT2, SKBT3, SKBT4 SKBT5, SKBT6, SKBT7, SKBT8

+ -

SKBT9 - -

Uji urea mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah bakteri memiliki enzim urease yang dapat menguraikan urea membentuk amoniak. Media urea berisi indikator phenol red. Jadi, jika tidak terjadi perubahan warna media menjadi pink/merah muda maka hasilnya negatif sedangkan jika terjadi perubahan warna menjadi pink/merah muda maka hasilnya positi. Uji Urea dilakukan pada koloni yang berwarna biru terang, dari ke sembilan koloni terdapat satu koloni yang tidak

(9)

611

berubah warna menjadi pink/merah muda, artinya bakteri tersebut tidak dapat memecah urea menjadi amoniak, sedangkan delapan koloni lainnya dapat memecah urea sehingga berubah warna menjadi pink/merah muda. Gambar 5 menunjukkan perubahan warna dari uji urea.

Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar) bertujuan untuk mengetahui kemampuan bakteri untuk memfermentasi karbohidrat. Pada media TSIA berisi 3 macam karbohidrat yaitu, glukosa, laktosa, dan sukrosa. Indikator yang digunakan yaitu phenol red yang dapat mengubah warna dari merah orange menjadi kuning dalam suasana asam. Uji TSIA dilakukan pada koloni biru terang, dari kesembilan koloni yang diuji tidak terdapat perubahan warna, artinya bakteri yang ada tidak dapat memfermentasi karbohidrat. Gambar 4 menunjukkan hasil TSIA, tidak terjadi perubahan. Uji Urea dan uji TSIA dilakukan pada koloni biru terang karena terduga bakteri Salmonella sp.

Gambar 4. Hasil Uji Urea pada Koloni Biru Gelap

Gambar 5. Hasil Uji TSIA pada Koloni Biru Gelap

Ketujuhbelas koloni hasil uji IMViC, urea, dan TSIA, kemudian dipilih perwakilan empat koloni untuk dilanjutkan diidentifikasi pada uji APi 20E. Keempat koloni tersebut adalah koloni biru gelap, biru gelap zona putih, biru terang, dan biru terang zona putih. Hasil uji API dari 4 koloni disajikan pada Tabel 5.

(10)

612

Uji API bertujuan untuk mengidentifikasi jenis mikroorganisme secara luas dan lebih dari 550 spesies yang berbeda bisa diidentifikasi oleh API 20E. API 20E terdiri dari strip plastik dan terdiri dari 20 miniatur tabung atau sumur. Identifikasi yang dilakukan dengan API merupakan cara yang paling mudah karena uji API memberikan hasil identifikasi biokimia yang akurat. Koloni yang dipilih dalam uji API 20E merupakan hasil dari uji biokimia sejumlah 4 koloni (Tabel 2 dan Tabel 3) dan hasil identifikasi berdasarkan kit API 20E ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil koloni yang diuji menggunakan API 20E, 3 koloni ditemukan Klebsiella pneumonia dengan %ID yang sama sebesar 98% isolat SK-1, SK-2, SK-3 dan tipikal warna yang berbeda yaitu kode isolat SK-1 warna biru terang, SK-2 biru gelap, dan SK-3 biru gelap dan memiliki zona terang. Satukoloni diperoleh Klebsiella oxytoca dengan %ID 97,9% tipikal warna biru terang memiliki zona putih. Hal ini dikuatkan dengan ONPG pada kode isolat SK-1, SK-2, SK-4 diperoleh hasil positif dengan berubahnya warna medium menjadi kuning hal ini dikarenakan adanya fermentasi karbohidrat menjadi asam. Selain itu pada uji VP diperoleh hasil positif pada semua isolat. Klebsiella pneumonia merupakan bakteri dengan VP positif. Pada media GLU diperoleh hasil positif pada 3 isolat SK-2, SK-3, SK-4dan diperoleh hasil negatif isolat SK-1. Media MAN-MEL, AMY-ARA semua isolat diperoleh hasil positif hal ini menandakan bakteri mampu melakukan fermentasi terhadap glukosa, amyglain dan arabinosa.

Klebsiella pneumoniae adalah bakteri dari anggota famili Enterobacteriaceae, yang merupakan bakteri gram negatif yang tidak berspora, tidak bergerak, dan dapat memfermentasi laktosa. Bakteri ini biasanya terkait dengan infeksi saluran kencing, pernafasan, septicemia. Klebsiella pneumoniae juga ditemukan sebagai agen utam, coliform mastitis pada kelompok susu (Seidler et al., 1975). Klebsiella pneumoniae menjadi penyebab penting mastitis. Mastitis yang disebabkan oleh Klebsiella pneumoniae mengakibatkan tingginya kehilangan susu dan kematian pada sapi yang terkena dampak. Oleh karena itu, pencegahan infeksi Klebsiella pneumoniae pada produk susu sangat penting. Sumber Klebsiella pneumoniae pada sapi bisa dikarenakan kandang sapi yang menggunakan kayu atau bisa juga dari kotoran sapi yang berkontribusi terhadap berbagai macam strain Klebsiella pneumoniae pada susu (Munoz et al., 2007)

(11)

613

Tabel 4. Hasil Uji API pada Isolat koloni biru gelap, biru gelap zona putih, biru terang, dan biru terang zona putih.

Uji API Kode Isolat SK1 SK2 SK3 SK4 ONPG - + + + ADH - - - - LDC - - - - ODC - - - - CIT - - - - H2S - - - - URE + + + + TDA - - - - IND - - - - VP + + + + GEL - - - - GLU - + + + MAN + + - + INO + + + + SOR + + + + RHA + + + + SAC + + + + MEL + + + + AMY + + + + ARA + + + + Prosentase 98 % 98 % 97,9 % 98 %

Bakteri terduga Klebsiella pneumoniae Klebsiella pneumoniae Klebsiella oxytoca Klebsiella pneumoniae Ciri – ciri koloni

di CCA

Biru terang Biru Gelap Biru Gelap Zona Putih

Biru Terang Zona Putih

Dengan hasil yang didapatkan, dapat dinyatakan bahwa ada susu kental manis kurang aman untuk dikonsumsi, karena terdeteksi adanya bakteri dari genus Klebsiella. Dari lima sampel susu kental manis yang digunakan, ada empat sampel yang terdeteksi. Hal ini membuktikan adanya presentase dan probabilitas yang tinggi bahwa susu kental manis tercemar bakteri enteropatogenik.

KESIMPULAN

Cemaran bakteri enteropatogen pada produk kaleng terdeteksi, dari 25 sampel ada empat sampel yang tumbuh dan ke empat sampel itu berasal dari susu kental manis. Jenis bakteri yang ditemukan yaitu Klebsiella pneumoniae dan Klebsiella oxytoca dengan menggunakan uji API 20E. Dari jumlah probabilitas yang dihasilkan menunjukkan tingkat keamanan susu kental manis kurang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adams MR, Moss MO. 2008. Food Microbiology. Third Edition. University of Surrey, Guildfold, UK.

(12)

614

Gustiani, E. (2009). Pengendalian Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal Ternak (Daging Dan Susu) Mulai Dari Peternakan Sampai Dihidangkan, 28(80).

Munoz MA, Welcome FL, Schukken YH, Zadoks RN. 2007. Molecular Epidemiology of Two Klebsiella pneumoniae Mastitis Outbreaks on a Dairy Farm in New York State.

Pratiwi, AR. 2004. Aspek Mikrobiologi Produk Makanan Kaleng. Makalah Falsafah Sains (PPS 702). Sekolah Pascasarjana S3. IPB. URL: http://www:rudyct.com/PPS702-ipb/09145/a_rika_pratiwi.pdf

Rahmawati, F. (2013). Pengemasan dan Pelabelan. Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan Busana. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

Ray B, Bhunia A. 2007. Fundamental Food Microbiology. Fourth Edition.

Siagian, A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan Dan Sumber Pencemarannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Seidler RJ, Knittel MD, Brown . 1975. Potential Pathogens in Enviromnt: Cultural Reactions and Nucleic Acid Studies on Klebsiella pneumoniae from Clinical and Enviromental Sources. Utami, R. 2012. Karakteristik Pemanasan Pada Proses Pengalengan Gel Cincau Hitam [skripsi].

Institut Pertanian Bogor, Bogor. [Indonesia]

Yuswita, E. 2014. Optimasi Proses Termal Untuk Membunuh Clostridium botulinum. Program Studi Ilmu Pangan, Pasca Sarjana Institut Pertanian, Bogor.

Gambar

Tabel  1.  Total  Bakteri  pada  Sampel  Produk  Susu  Kental  Manis,  Jagung,  Sarden,  Kornet,  Minuman        Kelapa
Gambar  2.  Hasil  Streak  Koloni  Biru  Gelap  pada Media CCA
Gambar 4. Hasil Uji Urea pada Koloni Biru Gelap

Referensi

Dokumen terkait