BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Kota telah lama difungsikan sebagai pasar, selain untuk permukiman dan
pemerintahan. Fungsi kota sebagai pasar memberikan corak tersendiri dalam
membentuk bentanglahan kekotaan. Corak tersebut dapat diamati melalui keberadaan
sekelompok penjual dan deretan toko dalam lokasi tertentu. Keanekaragaman jenis
dan sebaran bermacam toko telah lama menjadi perhatian ahli Geografi Kekotaan dan
juga ahli Geografi Ekonomi, tema kajian tersebut tercakup dalam geografi retailing.
Nick Blomley (2009) (dalam Gregory, et al. 2009) mendefinisikan Geografi Retailing sebagai studi tentang keterkaitan antara pola-pola spasial lokasi retail
dengan pengorganisasianya di satu sisi, dan perilaku konsumen di sisi lainnya. Studi
tentang interelasi antara pola spasial retail dengan pengorganisasian retail telah lama
dikembangkan oleh seorang ahli Geografi dari Jerman, Walter Christaller, pada
sekitar tahun 1930-an. Christaller berpandangan bahwa jenis-jenis toko yang
berbeda-beda lebih cenderung mengelompok dalam suatu pusat perbelanjaan (shopping center), di mana Christaler menyebutnya sebagai central place. Tiap jenis toko memerlukan ukuran wilayah tertentu. Ukuran wilayah tersebut tersusun dari sebuah
teritori tempat di mana konsumen potensial dapat menjangkau setiap jenis toko yang
tersedia dalam teritori tersebut (Malinowski, J.C dan Kaplan, D.H, 2012). Pada era
yang sama, Malcolm Proudfoot (1937) meneliti pola sebaran spasial retail dari
perspektif analisis bentuk dan fungsi. Proudfoot menyimpulkan bahwa, dalam studi
lanjutannya di sekitar Daerah Pusat Kegiatan (Central Business District--CBD) Philadelpia, daerah CBD atau pusat kota ditandai dengan memusatnya toko-toko
barang belanjaan (shooping goods) yang melayani semua kebutuhan warga yang terletak di sepanjang jalan kota yang mudah diakses oleh seluruh warga. Di sisi lain
pada sepanjang pinggiran dan di luar CBD, didominasi oleh toko-toko barang
konvesional (convesional goods) yang tidak terlalu kompetitif pada sepanjang jalan lokal.
Bromley, R.D.F dan Thomas. C.J (1993) kemudian mengamati bahwa pada era
1970-an mulai terjadi perubahan besar pada lingkungan retail. Perubahan tersebut
terjadi dalam konteks kencenderungan perubahan sosial-ekonomi yang terjadi secara
meluas. Menurut Bromley dan Thomas, ada empat faktor penyebab perubahan
tersebut. Pertama, meningkatnya kesejahteraan yang diasosiasikan dengan meningkatnya jumlah kepemilikan kendaraan bermotor dan perbaikan infrastruktur
jalan raya sehingga berpengaruh pada makin tingginya mobilitas penduduk. Kedua, terjadinya perubahan dalam redistribusi spasial dan komposisi penduduk pada era
1970-an. Yaitu terjadi perubahan pola sebaran penduduk ke arah wilayah yang relatif
kurang padat di pinggiran kota. Ketiga, faktor perubahan karakter populasi pekerja. Pekerja paruh waktu, baik perempuan maupun laki-laki jumlahnya meningkat tajam
semenjak era 1970-an hingga 1980-an, dan retailing telah menjadi sektor yang paling
menonjol peranannya. Selain itu, proporsi perempuan dalam pekerjaan juga
Keempat, yaitu berubahnya perilaku sosial masyarakat di mana waktu luang lebih
banyak diisi melalui aktivitas rekreasi belanja.
Kecenderungan perubahan lingkungan retail di atas, secara tidak langsung,
berpengaruh terhadap struktur keruangan komersial kota. Struktur keruangan
komersial kota tidak lagi memusat di tengah CBD, melainkan mulai menyebar ke
arah pinggiran kota mengikuti perkembangan permukiman penduduk. Clifford M.
Guy dan J. Dennis Lord (2003), Pacione (2005), Arthur Gethis, et al (2008) memahami proses tersebut sebagai proses desentraliasi kota, yaitu proses perubahan
spasial kota yang dipengaruhi oleh gaya sentrifugal (centrifugal force). Desentralisasi lokasi retail, menurut Rachmawati (2014:54), juga akibat dari fenomena urban sprawl. Kejenuhan akibat kemacetan, mahalnya harga sewa lahan dan kurang sehatnya lingkungan, serta tingginya tingkat kompetisi di pusat kota telah mendorong
pengembang perumahan, pengusaha retail serta investor mengalihkan perhatiannya
pada daerah pinggiran kota. Proses tersebut, dengan demikian, meruntuhkan dominasi
pusat kota yang selama ini dianggap memberi peran besar bagi aktivitas komersial.
Sayangnya fenomena aktivitas kewirausahaan dalam menanggapi perubahan
pasar akibat perubahan faktor-faktor geografis tersebut masih terabaikan oleh
sebagian ahli dan peneliti. Penelitian ekonomi lebih banyak menekankan pada aspek
kondisi equilibrium pasar sedangkan ahli geografi lebih banyak mengkaji pada aspek perubahan lahan. Kedua-duanya mengabaikan fakta bahwa penggerak utama
perubahan tersebut ialah pada elemen kewirausahaan dalam mengubah lanskap ruang
dan dari satu fungsi retail ke fungsi retail yang lain. Melalui aktivitas kewirausahaan,
para pengusaha retail mencoba secara aktif mencari wilayah potensial untuk
mengembangkan usaha. Para pengusaha dihadapkan pada pilihan-pilihan strategi
lokasi yang berbeda-beda menurut pengetahuan subjektif-nya. Ada yang memilih
menjauh terhadap pesaing dan ada yang memilih mendekat terhadap para pesaing.
Persoalannya, kondisi dan perkembangan setiap kota memiliki ciri-ciri
tersendiri, yang secara struktural, juga mempengaruhi bentuk, tipe dan perkembangan
yang berbeda. Selain itu, kerangka teori yang digunakan setiap peneliti juga
berkembang seiring dengan perubahan-perubahan paradigma penelitian. Penelitian ini
berpijak dari kerangka pemahaman kontekstual dan mendasarkan analisis tipe dan
retail skala tertentu, yaitu retail skala besar. Penelitian ini mencoba melihat aspek
spasial dari pilihan-pilihan dan tindakan-tindakan kewirausahaan, yang dalam hal ini
menggunakan faktor kompetisi lokasional sebagai dasar pijakan berfikir. Proses
kompetisi memberikan kondisi pada pelaku pasar retail untuk melakukan adaptasi
agar mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar. Salah satunya ialah
adaptasi terhadap strategi lokasional. Fleksibilitas pelaku pasar retail dalam
melakukan inovasi lokasional, dengan demikian, juga dianggap ikut berperan dalam
menciptakan struktur keruangan retail dan dinamika keruangan pasar retail.
1. 2 Permasalahan Penelitian
Penyelidikan permasalahan urban retail bisa dilihat dari dua sisi. Pertama, sektor
dampaknya terhadap perkembangan struktur kota. Persoalan pertama seringkali dikaji
oleh ahli ekonomi dan persoalan kedua menjadi subjek permasalahan ilmu-ilmu
spasial, termasuk geografi kekotaan khususnya urban retail. Permasalahan urban
retail menjadi sangat kompleks disebabkan perbedaan cara pandang mengenai arti
penting perubahan lokasional dan dampak lanjutan dari perkembangan sektor retail
dalam suatu kota. Pihak-pihak yang menganggap perkembangan retail menjadi suatu
masalah melihat dari sisi dampak negatif alih fungsi lahan perkotaan yang
menciptakan bermacam konflik sumberdaya dan kepentingan. Kalangan yang
menganggap perkembangan kota menjadi masalah seringkali mewacanakan
pentingnya pengendalian terhadap proses perambatan (sprawl) permukiman kota. Di lain pihak, sebagian ahli menganggap bahwa perkembangan sektor retail yang
mengarah pada pertumbuhan bisa dilihat sebagai hal yang positif. Pertumbuhan
sektor retail, sebagai dampak dari makin meningkatnya pertumbuhan penduduk,
kesejahteraan dan peningkatan daya beli, merupakan hal yang tidak dapat dihindari.
Fenomena tersebut dapat dilihat dari indikasi adanya perubahan lokasional
aktivitas-aktivitas ekonomi di dalam kota yang mulai mengarah ke arah pinggiran kota. Proses
desentralisasi atau dekonsentrasi retail dianggap dapat mengurangi
permasalahan-permasalahan yang sering muncul dalam pusat kota. Bahkan, menurut Bourne (2001),
kebijakan anti-perambatan (anti-sprawl) merupakan wacana yang salah arah, sebab persoalanya justru bukan pada proses perambatan itu sendiri melainkan pada
meningkatnya jumlah penduduk kota yang kesemuanya memerlukan akomodasi.
Peneliti-peneliti dalam bidang Geografi Retailing seperti Walter Christaler
(1933), Malcolm Proudfoot (1937), Brian Joe Lobley Berry (1958) dan Arthur Getis
(1961) telah dengan tuntas menjawab pertanyaan-pertanyaan medasar terkait adanya
tatanan (orde) dalam struktur komersial kota. Namun demikian, pengujian secara sistematis dalam konteks lokasi dan tempat yang berbeda nampaknya merupakan
salah hal yang (dianggap) penting untuk dilakukan. Berdasar pada pertimbangan
tersebut, studi ini mengambil seting Kota Palembang dengan melakukan uji empiris
pada skala intra-urban terhadap fenomena dekonsentrasi retailing. Penelitian ini tidak
mengkaji hubungan antara proses perambatan permukiman terhadap proses
dekonsentrasi retailing, melainkan berfokus pada sudut pandang proses kompetisi
lokasional retail dan pengaruhnya terhadap struktur kegiatan komersial serta
dinamika keruangan pasar retail yang ada di Kota Palembang. Fokus penelitian
tersebut diambil dengan pertimbangan bahwa sebelum menganalisis dampak
eksternalitas negatif dari perkembangan kegiatan komersial kota, permasalahan
struktur keruangan pasar dalam sebuah kota semestinya dikenali terlebih dahulu,
sebelum menganalis ke persoalan-persoalan negatif yang lainya.
Pertanyaan yang ingin diajukan dalam penelitian ini, ialah (1) Bagaimana
karakteristik struktur keruangan urban retail yang ada di Kota Palembang? (2)
Bagaimana tingkat kompetisi lokasional antar tipe pasar retail yang ada di Kota
Palembang? (3) Bagaimana pola spasial hirarki orde barang pada retail tipe pasar
yang ada di Kota Palembang? (4) Apakah terdapat perbedaan dinamika antara
Palembang dan jika memang terdapat hubungan, bagaimana dinamika tersebut
terjadi?
Melalui pengkajian secara sistematis baik dari sisi struktur ruang (geografi),
kompetisi lokasional (ekonomi) dan dinamika pasar (sejarah) dalam satu kerangka
sistematis penelitian diharapkan pertanyaan-pertanyaan di atas akan terjawab dan
jawabanya (diharapkan juga) dapat menjadi kerangka penjelas dari proses keruangan
retailing. Meskipun aspek-aspek struktur sosial dan psikologis, semacam nilai
budaya, cita rasa, perubahan teknologi, perilaku konsumen dan penilaian
kewirausahaan tidak (atau belum) diperhatikan dalam penelitian ini.
1. 3 Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola sebaran
spasial retail kota yang ada di Palembang, dengan maksud untuk mendapatkan
kejelasan tentang karakteristik dari struktur ruang dan dinamika ruang pasar retail
yang ada di Palembang dilihat dari aspek kompetisi lokasionalnya. Adapun tujuan
tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
1. Menganalisis struktur keruangan urban retail di Kota Palembang.
2. Menganalisis pola kompetisi lokasional pasar retail di Kota Palembang.
3. Menganalisis pola spasial hirarki orde barang retail tipe pasar di Kota Palembang
4. Menganalisis dinamika perkembangan kompetisi lokasional pasar retail di Kota
1. 4 Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dalam memberi acuan dasar bagi studi Geografi Perkotaan pada
umumnya dan studi Geografi Retailing pada khususnya. Manfaat khusus yang dapat
diambil dari penelitian ini adalah sumbanganya pada pemahaman aspek-aspek proses
pasar yang terjadi dalam wilayah kota. Pemahaman tersebut penting artinya bagi
pelaku pasar ataupun pemerintah kota agar mampu meminimalisir kesalahan dalam
pengambilan keputusan ataupun kebijakan terkait kekotaan ataupun, bagi pengusaha,
dapat digunakan untuk merencanakan strategi pengembangan pasar yang lebih
terarah. Selain itu penelitian ini juga diharapkan mampu memberi inspirasi bagi
penelitian-penelitian lanjutan dalam ikut serta melakukan pencerahan terhadap
masyarakan umum.
1. 5 Keaslian Penelitian
Keaslian penelitian ini terletak pada pendekatan, metode dan fokus sasaran yang
digunakan dalam penelitian. Pendekatan yang diambil mencoba melihat dari sisi yang
lebih dinamis melalui analisis lokasional kompetisi dan dinamika spasial. Dari sisi
metode, penelitian ini menggunakan prosedur induktif-deduktif. Prosedur induktif
dilakukan dengan cara menganalisis data-data melalui analisis kecenderungan dan
geostatistik kemudian dicoba ditarik generalisasinya. Secara deduktif, rumusan
diturunkan dari sebuah teori atau gabungan teori kemudian dirumuskan ulang melalui
pembahasan untuk merpekokoh teori yang ada menjadi suatu preposisi baru yang
bersifat universal. Sedangkan dari sisi fokus, penelitian ini berfokus pada sebaran tipe
retail tertentu, skala khususnya skala besar. Selain itu fokus penelitian juga mencoba
menyelidiki kemungkinan adanya hirarki susunan barang yang coba dicari melalui
retail tipe pasar melalui data jenis perdaganganya. Pembedaan jenis barang
perdagangan ini penting dilakukan karena mempengaruhi bagaimana sebuah retail
diklasifikasikan serta dianalisis. Dari sisi aspek analisis, studi ini menekankan pada
aspek interelasi antar pola-pola spasial retail. Melalui analisis interelasi spasial
diharapkan dapat memahami pola-pola sebaran spasial retail yang sudah menjadi
tradisi dalam science geografi.
Seperti yang bisa dilihat dalam tabel keaslian penelitian, penelitian-penelitian
sebelumnya menggunakan pendekatan yang bersifat statis dan sebagian lagi lebih
berfokus pada aspek kebijakan politik yang mempengaruhi struktur retail. Adapun
sebagian penelitian tentang sebaran lokasi sektor jasa lebih banyak dilakukan oleh
ahli perencanaan kota dan manajemen dengan kajian yang terlalu spesifik pada
sektor-sektor jasa tertentu, semisal kafe dan pom bensin. Penelitian ini mencoba
memahami gejala retailing kota secara lebih komprehensif sekaligus untuk mengisi
kesenjangan yang ada antara kajian yang terlalu umum yang dilakukan oleh ahli
Geografi di Indonesia yang menekankan pada studi penggunaan lahan perkotaan
dalam skala intra-urban dengan kajian yang terlalu spesifik dari para ahli perencana
Jamil Z (1990)
of the retail structure as an approach to contemporary Arabic-Islamic planning
dan persamaan struktur
spasial kota Jeddah
dengan kota-kota di
Amerika Utara
komparatif – deskriptif-ekplanasi
perkembanganya selama abad ke-20, termasuk juga di kota Jedah.
2.Akomodasi pertokoan sepanjang shopping center tidak jauh
berbeda dengan akomodasi pertokoan dalam tipe pasar
tradisional (souq). Keduanya sama-sama memberi ruang bagi
pembeli untuk dapat melihat-lihat barang yang dipajang sepanjang kanan-kiri rute pejalan kaki.
3.Shopping center sebagian besar berlokasi di sepanjang jalan
Madinah dan sebagian lagi di jalan Mekah. Dua jalan tersebut menjadi lokasi untama untuk para pengendara bermotor. Sedangkan lokasi pasar tradisional lebih cenderung melingkari area permukiman.
Yinshe Sun (2000)
Urban Development and Retail Structure in Beijing
1.Menjelaskan proses
evolusi strukturkota dan pola retail di Beijing dari pusat kota rezim sosialis
ke kota metropolis modern. - Analisis spasio-temporal berbasis Sistem Informasi Geografis - Shift-Share Analysis - Multivariate Market Analysis - Point Pattern Analysis
1.Kebijakan politik pintu terbuka di Cina memicu
perkembangan Kota Beijing. Sebagai dampaknya memicu kompetisi dan transformasi antara fungsi kekotaan yang disebabkan oleh dorongan baru ke arah serangkaian proses spasial di dalam kota.
2.Meningkatnya pertumbuhan ekonomi serta disparitas
pendapatan, pasar retail, sebagai cerminan dari struktur tingkat belanja rumah tangga dan pola konsumsi barang-barang telah mengalami perkembangan baru selama dua dekade pasca kebijakan politik pintu terbuka. Sementara itu kesempatan kerja di sektor retail meningkat tajam baik di daerah maupun di kota, dimana daerah sub-urban dalam kota, yang banyak dipengaruhi oleh ekspansi kekotaan merupakan wilayah yang paling kompetitif dalam pertumbuhan kerja retail.
3.Sejak dilakukan reformasi politik, terjadi perubahan retail di Beijing. Dengan dicirikan munculnya beranekaragam jenis format retail, kepemilikan dan standar operasinya. Pada saat
terjadi peningkatan pesat dalam jenis-jenis retail,
departerment-departerment store juga mengalami peningkatan
tajam, baik dalam jumlah pegawai, jumlah lantai dan volume
penjualan. Hampir semua departerment store berada di luar
pusat kegiatan (CBD).
1
(2006) Change examined through the Retail Sector
Kota Lahr melalui
indikator perubahan
sektor retail
1. Migrasi masuk dan migrasi keluar Pasukan Kanada yang
bermukim hampir selama 100 tahun di Kota Lahr telah
menciptakan ketergantungan sektor retail terhadap
konsumen-konsumen dari Kanada. Sehingga penarikan Pasukan dari Kanada berdampak bangkrutnya pengusaha-penguasaha retail di kota tersebut.
2. Perubahan mata uang dari Deutsche Mark ke Euro
menciptakan fokus kebijakan moneter yang terpusat diarahkan kepada peningkatan ekonomi Eropa Timur.
Dampaknya kondisi perekonomian memburuk dan
mempengaruhi kinerja sektor retail di Kota Lahr. Peeradorn
Kaewlai (2007)
Modern Trade and
Urbanism: The
Reciprocity between Retail Business and
Urban Form in
Bangkok and its
Periphery 1. Menjelaskan hubungan sejarah perkembangan retail terhadap pembangunan kota metropolitan Bangkok - Analisis Histori - Analisis Spasial
Pembentukan Kota Bangkok dipengaruhi terutama oleh pembangunan kantor-kantor pemerintahan, infrastruktur jalan raya, perumahan dan jasa retail. Seiring waktu, retail modern mengalami perkembangan lanjutan dan membentuk pusat-pusat
pertumbuhan hampir semua wilayah kota. Bermacam
stakeholder berperan besar dalam pembentukan landskap retail kota Bangkok, terutama pemerintah dan kelompok bisnis Cina. Titik perubahan besar terjadi pada lanskap retail kota Bangkok setelah krisis ekonomi 1997, ketika retail jenis Big-box milik asing diberi ijin untuk mengembangkan usaha di seluruh wilayah kota Bangkok.
Adityo Setyawarman (2009)
Pola Sebaran dan
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi
Pemilihan Lokasi
Retail Modern (Studi
Kasus Kota
Surakarta)
1.Mengetahui pola sebaran
dan faktor yang
mempengaruhi pemilihan lokasi retail modern.
- Analisa tetangga
terdekat (nearest neighbour
analysis)
- Analisis faktor
1. Retail modern cenderung terkonsentrasi ke area dengan
kondisi sosio-ekonomi menengah bawah.
2. Faktor demografi, sosio-ekonomi konsumen, psikografi,
aksesibilitas, persaingan dan perubahan permintaan
merupakan faktor penentu keputusan pemilihan lokasi retail.
3. Terdapat hubungan searah antara struktur sebaran retail
dengan struktur jaringan jalan yang dibentuk oleh struktur kota. Itu artinya variabel aksesibilitas memiliki peran kuat terhadap keputusan lokasional pengusaha retail.
1
Sukmajati, H (2006) Penentuan Lokasi Potensial Perbelanjaan di Kota Palembang Melalui Model Interaksi
Spasial dan Analisis Peta
1. Menentukan kawasan/lokasi
potensial pusat perbelanjaan di Kota Palembang
- Analisis Interaksi Spasial
- Analisis Peta
1. Lokasi paling potensial untuk pusat
perbelanjaan yang sudah ada terletak di kawasan rumah susun sedangkan kawasan yang memiliki potensi terendah ada di kawasan 16 Ilir.
2. Untuk pembangunan Pusat perbelanjaan baru
terdapat beberapa alternatif lokasi potensial, yakni di sepanjang Jl. Basuki Rahmat, R. Sukamto, Veteran, Angkatan 45, Kolonel Atmo, Letkol Iskandar, Perintis Kemerdekaan dan Demang Lebar Daun.
1