• Tidak ada hasil yang ditemukan

PSIKOLOGI PENDIDIKAN dalam pembelajaran sastra (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PSIKOLOGI PENDIDIKAN dalam pembelajaran sastra (1)"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

PENGANTAR

ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN

DEFINISI PENDIDIKAN

SEJARAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI

TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN

(3)

A. PENGANTAR

Manfaat Psikologi Pendidikan

Psikologi Pendidikan = Ilmu Terapan

(4)

B. ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN

Pendidikan Informal

Pendidikan Formal

(5)

B. ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN

1. Pendidikan Informal

Proses belajar yang relatif tak disadari yang

kemudian menjadi kecapakan dan sikap hidup

sehari-

hari”

Contoh: pendidikan di rumah, tempat ibadah,

(6)

B. ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN

2. Pendidikan Formal

“Pendidikan yang dilaksanakan dengan sengaja

dengan tujuan dan bahan ajar yang dirumuskan

secara jelas dan diklasifikasikan secara tegas”.

(7)

B. ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN

3. Pendidikan Non Formal

“Pendidikan yang dilaksanakan dengan sengaja

tetapi tidak memenuhi syarat untuk termasuk

dalam jenjang pendidikan formal”.

(8)

C. DEFINISI PENDIDIKAN

Definisi Awam

Definisi Psikologi

(9)

C. DEFINISI PENDIDIKAN

1. Definisi Awam

“Suatu cara untuk mengembangkan ketrampilan,

kebiasaan dan sikap-sikap yang diharapkan dapat

membuat seseorang menjadi warga negara yang

baik”.

(10)

C. DEFINISI PENDIDIKAN

2. Definisi Psikologi

PROSES

“Mencakup segala bentuk aktivitas yang akan

memudahkan dalam kehidupan

bermasyarakat”

HASIL

“Mencakup segala perubahan yang terjadi

sebagai konsekuensi atau akibat dari

(11)

D. SEJARAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

JOHN HEINRICH

PESTALOZZI

FRANCIS GALTON

STANLEY HALL

WILLIAM JAMES

CATTEL

BINET

(12)

E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI

PENDIDIKAN BAGI TEORI &

PRAKTEK PENDIDIKAN

Kontribusi Bagi Proses Pendidikan

Kontribusi Bagi Peserta Didik

(13)

E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI TEORI

& PRAKTEK PENDIDIKAN

1. Kontribusi Bagi Proses Pendidikan

Penggunaan

audio visual aids

Membantu dalam pengelolaan sekolah

Membantu dalam penyusunan jadwal pelajaran

Membantu terhadap produksi buku pelajaran

(14)

E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI

TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN

2. Kontribusi Bagi Peserta Didik

Mengerti hakekat belajar

Pendidikan yang lebih kooperatif dan demokratif

bagi siswa

Membantu perkembangan kepribadian siswa

(15)

E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI

TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN

3. Kontribusi Bagi Pendidik

Pendidik lebih terbuka terhadap perbedaan

individu

Mengetahui metode mengajar yang efektif

Memahami permasalahan anak didik

Membantu dalam evaluasi belajar

Meningkatkan kemampuan meneliti

Mengarahkan pendidik dalam menangani

(16)

F. METODE-METODE DALAM

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Introspeksi

Observasi

Metode Klinis

Metode Diferensial

Metode Ilmiah

(17)

F. METODE-METODE DALAM

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

1. Instrospeksi

(18)

F. METODE-METODE DALAM

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

2. Observasi

Kegiatan melihat sesuatu di luar diri sehingga

yang diperoleh merupakan data

overt behavior

(19)

F. METODE-METODE DALAM

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

3. Metode Klinis

Digunakan untuk mengumpulkan data secara lebih

rinci mengenai perilaku penyesuaian dan

kasus-kasus perilaku menyimpang.

Studi Kasus Klinis

Studi Kasus Perkembangan

Longitudinal

(20)

F. METODE-METODE DALAM

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

4. Metode Diferensial

Digunakan untuk meneliti perbedaan-perbedaan

individual yang terdapat di antara anak didik.

(21)

F. METODE-METODE DALAM

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

5. Metode Ilmiah

Merupakan prosedur yang sistematik dalam

memecahkan permasalahan dan merupakan suatu

pendekatan objektif yang terbuka untuk

dikritik,dikonfirmasikan, dimodifikasi atau bahkan

mungkin ditolak kebenarannya oleh penelitian

berikutnya.

(22)

F. METODE-METODE DALAM

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

6. Metode Eksperimen

Melakukan pengontrolan secara ketat terhadap

faktor-faktor atau variabel-variabel yang

(23)

BAB II

BAKAT & INTELEGENSI

PENDAHULUAN

INTELEGENSI

BAKAT

LINGKUNGAN & HEREDITAS

KELAS SOSIAL & IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

DIKOTOMI DESA-KOTA

(24)

A. PENDAHULUAN

(25)

B. INTELEGENSI

Sejarah Intelegensi

Pengertian Intelegensi

Teori-teori Intelegensi

Pengukuran Intelegensi

(26)

B. INTELEGENSI

1. Sejarah Intelegensi

 Wundt(Jerman), Galton(Inggris), Cattel(AS) tes untuk anak-anak. Hasilnya:ada perbedaan ketepatan dan

kecepatan individu dalam mengerjkan tes.

 Pra 1800-an  tes hanya untuk mengukur satu kemampuan

 1880  Ebbinghause menemukan berbagai tes memori

 Alfred Binet & Theopile Simon

membedakan

intelegensi anak normal dengan anak lemah pikir

Tes Binet-Simon

(27)

B. INTELEGENSI

2. Pengertian Intelegensi

 TERMAN  Suatu kemampuan untuk berpikir berdasarkan atas gagasan yang abstrak.

 BINET  Intelegensi mencakup 4 hal yaitu:pemahaman, hasil penemuan, arahan dan pembahasan.

 STREN  Kapasitas umum dari individu yang secara sadar dapat menyesuaikan jiwa yang umum dengan masalah dan kondisi hidup baru.

(28)

B. INTELEGENSI

3. Teori-teori Intelegensi

CHARLES SPEARMAN

Dua faktor intelegensi, yaitu:

Faktor G: mencakup semua kegiatan

intelektual dan dimiliki oleh semua orang.

(29)

B. Intelegensi

3. Teori-teori Intelegensi

THURSTONE

 Intelegensi beroperasi pada empat tingkat trial & error yaitu :  Perilaku nyata (trial & error)

 Perseptual (trial & error)

Ideational

(30)

B. INTELEGENSI

3. Teori-teori Intelegensi

KEMAMPUAN KONSEPTUAL THURSTONE:

Verbal Comprehention (V)

Number (N)

Spatial Relation (S)

Word Fluency (W)

Memory (M)

(31)

B. INTELEGENSI

4. Pengukuran Intelegensi

KUALITATIF

Perbedaan intelegensi

disebabkan karena kualitas individu yang berbeda.

KUANTITATIF

Perbedaan intelegensi

(32)

B. INTELEGENSI

4. Pengukuran Intelegensi

ALFRED BINET

IQ = Intelligence Quotient

MA = Mental Age

(33)

B. INTELEGENSI

4. Pengukuran Intelegensi

Klasifikasi IQ Menurut Stanford-Binet

KLASIFIKASI IQ

(34)

B. INTELEGENSI

4. Pengukuran Intelegensi

DAVID WECHSLER

Wechsler-Bellevue Intellegence Scale

(1939)

Wechsler Intellegence Scale for Children

(1949)

(35)

B. INTELEGENSI

4. Pengukuran Intelegensi

Klasifikasi IQ Menurut Wechsler

KLASIFIKASI

IQ

Very Superior 130 ke atas

(36)

B. INTELEGENSI

(37)

C. BAKAT

Sejarah Bakat

Pengertian Bakat

Bakat & Intelegensi

(38)

C. Bakat

1. Sejarah Bakat

Pendidikan = Bakat Ideal

Aplikasi Bakat pendidikan & lapangan kerja

Thorndike Tiga jenis intelegensi : Abstrak

Mekanis Sosial

(39)

C. Bakat

2. Pengertian Bakat

Crow dan Crow : Bakat merupakan kualitas yang dimiliki oleh semua orang dalam tingkat yang beragam

William B. Michael : bakat adalah kapasitas seseorang dalam melakukan tugas, yang dedikit sekali dipengaruhi atau

tergantung dari latihan

Brigham : Bakat kondisi, kualitas, atau sekumpulan kualitas yang dititik beratkan pada apa yang dapat dilakukan individu (segi performance/kinerja) setelah individu mendapat latihan. 

(40)

C. Bakat

2. Pengertian Bakat

Woodworth dan Marquis : bakat adalah prestasi yang dapat diramalkan dan dapat diukur melalui tes khusus.

Bakat merupakan kemampuan yang memiliki tiga arti, yaitu: 1. Achievement Kemampuan aktual

2. Capacity Kemampuan potensial 3. Aptitude Kualitas

(41)

C. Bakat

2. Pengertian Bakat

Guilford : bakat adalah kemampuan kinerja yang mencakup dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual

Suryabrata : Analisis mengenai bakat selalu merupakan analisis mengenai tingkah laku. Tingkah laku mengandung tiga aspek :

aspek tindakan (performance/act)

aspek sebab atau akibatnya (a person causes a result)

aspek ekspresif

(42)

C. Bakat

3. Bakat dan Intelegensi

 Binet dan Weschler menekankan pada

berfungsinyaseluruh kemampuan mental individu.

 Hasil tes intelegensi bisa mengukur bakat.

 Pengukuran intelegensi bersifat meramalkan tentang keberhasilan seseorang dalam

menyelesaikan beberapa tugas pekerjaan yang memerlukan kemampuan mental.

 Pengukuran bakat bertujuan menunjukkan

(43)

C. Bakat

4. Pengukuran Bakat

Prosedur pengukuran bakat (Suryabrata, 1995) :

a. Analisis jabatan/lapangan

b. Deskripsi jabatan/lapangan studi

c. Menemukan persyaratan yang diperlukan

(44)

D. LINGKUNGAN & HEREDITAS

Studi terhadap keluarga

(45)

D. Lingkungan & Hereditas

1. Studi terhadap Keluarga

Galton orang tua IQ tinggi = IQ anak tinggi

 Asumsi dulu: IQ dipengaruhi faktor keturunan

(46)

D. Lingkungan & Hereditas

2. Studi terhadap Anak Kembar

Penelitian Hardy dan Heyes, 1988:

 Kembar monozigotik dibesarkan bersama:

 IQ hampir sama faktor nature berperan besar

 IQ yang berbeda jauh faktor nuture berperan besar

 Kembar monozigotik dibesarkan, terpisah

 IQ hampir sama faktor nature berperan kecil

(47)

E. KELAS SOSIAL

Havighurst

kelas sosial & intelegensi, laki-laki &

perempuan

Makin tinggi kelas sosial, makin tinggi tingkat

intelegensi

(48)

F. DIKOTOMI DESA-KOTA

Crow & Crow (1989)

intelegensi anak kota

anak desa

(49)

G. JENIS KELAMIN

(50)

G. JENIS KELAMIN

Perbedaan laki-laki & perempuan (Cage & Berliner,

1979):

Kemampuan verbal (p

l)

Kemampuan matematika (l

p)

Kemampuan spasial (l

p)

Problem solving (l

p)

(51)

BAB III

KEMAMPUAN KHUSUS INDIVIDU &

ANTISIPASI PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

PENDIDIKAN BAGI

SLOW LEARNER

(52)

A. PENDAHULUAN

Aplikasi konsep-konsep bakat & intelegensi pada

lapangan pendidikan

(53)

B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

Kondisi di manca negara(AS, Jepang, Inggris,

Korea, Taiwan) dan di Indonesia

Anak berbakat

Identifikasi anak berbakat

Model identifikasi

(54)

B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

1. Di Mancanegara dan Indonesia

 1958; Amerika mencoba memikirkan pendidikan untuk menjaring

anak berbakat. Aplikasi teori psikologi (teori belajar dan konsep kognitif) dan pengkajian teknologi merupakan hal yang berpengaruh terhadap masalah bakat dan aktualisasi diri di AS.

 Jepang menggunakan “Sistem Nasional Pendidikan Universal” untuk

mengidentifikasi anak berbakat.

 Inggris tidak mengenal pengelompokkan Gifted & Talented. Hal itu akan membuat anak di luar kelompok itu merasa inferior secara

(55)

B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

1. Di Mancanegara dan Indonesia

 Korea. Pengembangan pendidikan anak berbakat melalui dua tingkat: a. Tingkat Nasional

b. Tingkat Swasta

Untuk penjaringan anak berbakat dengan:

a. Akselerasi

(56)

B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

1. Di Mancanegara dan Indonesia

 Taiwan. Faktor dalam pengembangan pendidikan di taiwan: kebutuhan nasional akan pendidikan bagi Gifted & Talented, kebutuhan akan

pengembangan individual dan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

 Taiwan SEL (Special Education Laws) 1984, mengartikan Gifted & Talented meliputi individu yang memiliki satu atau lebih kualitas di bawah ini:

a. Gifted dalam kemampuan umum

b. Gifted dalam bakat akademik

(57)

B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

1. Di Mancanegara dan Indonesia

 Indonesia.

1974, beasiswa bagi anak unggulan yang tidak mampu

1980, pilot project untuk identifikasi dan seleksi anak berbakat. Prosesnya:

1. Penjaringan umum 20-25 % anak berbakat dari populasi sekolah. Berdasarkan penilaian guru, nilai rapor dan tes IQ.

2. Proses seleksi dengan baterai tes IQ, tes kreativitas, skala perilaku siswa dan tes hasil belajar.

(58)

B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

2. Anak Berbakat

 Keberbakatan: beberapa anak berbakat (child giftted) yang memilik kinerja dengan tingkat potensi aktivitas manusia yang bernilai dan secara konsisten luar biasa. (Paul Witty)

 Gifted (berbakat): 1.memiliki suatu derajat kemampuan intelektual yang tinggi, IQ > 140 atau lebih; 2.memiliki satu bakat non-intelektual, misalnya musik atau olahraga sampai pada tingkat tinggi sekali.

 Talent: suatu bentuk kemampuan khusus, seperti kemungkinan musikal yang diwarisi orang tua dan memungkinkan seseorang memperoleh

(59)

B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

3. Identifikasi Anak Berbakat

 Penjaringan Anak Berbakat.

A. Didasarkan pada anggapan bahwa dalam skala makro terdapat 1 % dari seluruh populasi adalah anak berbakat unggul (Ward dalam

Semiawan, 1994).

B. Pada populasi anak berbakat terdapat 10 % dengan IQ = 120-137 (moderately gifted)

(60)

B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

3. Identifikasi Anak Berbakat

 Penyaringan Anak Berbakat

Tujuan: memberikan dasar terhadap penilaian pada kemampuan, sifat, sikap atau perilaku seseorang. Penyaringan berguna bagi peramalan tentang kinerja tertentu pada masa yang akan datang.

Identifikasi anak berbakat harus meliputi semua aspek secara komprehensif yaitu IQ, kreativitas, motivasi dan kepemimpinan.

(61)

B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

4. Model Identifikasi Renzulli

IQ > Rata-rata

Task comitment

Kreativitas

(62)

B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

4. Model Identifikasi Triandis

Sekolah Teman Sebaya

Keluarga Intelegensi

Kreativitas Keuletan

(63)

B. PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

5. Layanan Pend.Anak Berbakat

Menurut Ward, Kitano & Kirby (dalam Semiawan, 1994):

 Pendidikan anak berbakat seyogyanya berbeda dengan menekankan pada aspek intelektual.

 Diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas sesuai kemampuan anak berbakat di atas rata-rata.

 Penekanan pada perkembangan kreatif dan proses berpikir tinggi.

 Penekanan pada orientasi penemuan dan pendekatan induktif.

 Memerlukan pertimbangan khsusus dalam pendidikan.

(64)

C.

MENTAL RETARDATION

Karakteristik MR

Kategori MR

(65)

C.

MENTAL RETARDATION

1. Karakteristik MR

Menurut PPDGJ III:

a. IQ = 75 ke bawah

b. Kesulitan dalam memenuhi tuntutan sosial

c. Adaptive behavior buruk

MR merupakan fenomena sosiokultural yang kompleks karena melibatkan hal-hal yang kompleks:

 hubungan antar keluarga

 menjadi beban semua orang

(66)

C.

MENTAL RETARDATION

2. Kategori MR

1). Ditinjau dari skala IQ

a. Mild MR

- Stanford Binet : 52 - 67

- Wechsler : 55 - 69

b. Moderate MR

- Stanford Binet : 36 - 51

(67)

C.

MENTAL RETARDATION

2. Kategori MR

c. Severe MR

- Stanford Binet : 20 - 35

- Wechsler : 25 - 39

d. Profound MR

- Stanford Binet : <= 19

(68)

C.

MENTAL RETARDATION

2. Kategori MR

2). Ditinjau dari istilah dalam psikologi dan kesehatan:

a. Debil : IQ 50 - 75

b. Imbicil : IQ 25 - 49

c. Idiot : IQ < 25

3). Ditinjau dari istilah dalam pendidikan:

a. Dull : IQ 75 - 85

b. Educable : IQ 50 - 74

c. Trainable : IQ 25 - 49

(69)

C.

MENTAL RETARDATION

3. Faktor Penyebab MR

 Sebab Biologis

A). Pranatal: infeksi, detoksifikasi, virus rubella, oabt, AIDS, herphes simplex, siphilis, hypoxia, radiasi, kelainan metabolisme.

B). Masa pranatal dengan penyebab tidak jelas: microcephallus, hydrocephallus, meningocelle, kelainan kromosom, BB <

minimum, bayi dari ibu psikosis

 Sebab Psikologi dan sosial

(70)

D.

EXCEPTIONAL PEOPLE

Pengertian

(71)

D.

EXCEPTIONAL PEOPLE

1. Pengertian

Individu yang secara jelas/signifikan dan sifatnya menetap berbeda dari yang normal dan mengalami hambatan untuk mencapai suskes dalam aktivitas sosial, personal dan pendidikan yang sangat dasar (Harring, 1982).

Beberapa istilah terkait:

Disabled

Impaired

Disordered

Handicaped

(72)

D.

EXCEPTIONAL PEOPLE

2. Kategori

Exceptional People

Kategori Harring (1982):

Sensory Handicapped

Mental Deviation

Communication Disorder

Learning Disabilities

Behavioral Disorders

(73)

D.

EXCEPTIONAL PEOPLE

2. Kategori

Exceptional People

Kategori Indonesia:

a. Tuna Netra (SLB A)

b. Tuna Wicara & Tuna Rungu (SLB B)

c. Tuna Grahita (SLB C)

d. Tuna Daksa (SLB D)

e. Tuna Laras (SLB E)

(74)

BAB IV

PERENCANAAN KEGIATAN

BELAJAR-MENGAJAR

PENDAHULUAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL

MODEL INSTRUKSIONAL

KURIKULUM

(75)

A. PENDAHULUAN

“Apa yang akan saya lakukan?”

“Perubahan apa yang saya inginkan dari siswa

(76)

B. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Guru yang efektif

Model tujuan instruksional yang bertujuan

(77)

C. MODEL INSTRUKSIONAL

Penentuan tujuan-tujuan spesifik

Penilaian Pendahuluan

Pengajaran Evaluasi

(78)

C. MODEL INSTRUKSIONAL

Penentuan tujuan-tujuan spesifik

Penilaian

Pendahuluan Pengajaran Evaluasi Jika tujuan tidak tercapai, perbaiki

Jika tujuan tercapai, kembangkan

(79)

D. KURIKULUM

Definisi kurikulum

(80)

D. KURIKULUM

1. Definisi Kurikulum

(81)

D. KURIKULUM

2. Model Pemilihan Tujuan (Ralph Tyler)

Komponen-komponen dalam kurikulum (Model Tyler):

 Siswa

 Masyarakat

 Bidang studi

(82)

BAB V

PROSES BELAJAR

KOMUNIKASI

(83)

A. KOMUNIKASI

Pengertian komunikasi

Unsur-unsur dalam komunikasi

Model proses persuasi

(84)

A. KOMUNIKASI

1. Pengertian Komunikasi

Berasal dari bahasa Latin “communicere” = “memberitahukan”, “berpartisipasi”, “menjadi milik bersama”

Susanto (1973): komunikasi berarti memberitahukan (dan menyebarkan) untuk menggugah partisipasi agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama (commoness).

Hovland, Janis, Kelly: komunikasi merupakan suatu proses dimana

(85)

A. KOMUNIKASI

1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi primer - sekunder

Komunikasi langsung - tidak langsung

(86)

A. KOMUNIKASI

2. Unsur-unsur dalam Komunikasi

 Komunikator (pemberi informasi, berita atau pesan) dan

Komunikan / receiver (penerima informasi, berita atau pesan).

 Informasi, berita dan pesan.

(87)

A. KOMUNIKASI

terjadi dalam wujud tindakan

(88)

A. KOMUNIKASI

3. Model Proses Persuasi

Pesan yang

persuasif Batasan(Batasan kembali proses sosbud kelompok)

(89)

A. KOMUNIKASI

4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-Mengajar

Tiga fungsi sosial pendidik dalam pendidikan:

 Fungsi sebagai komunikator

 Fungsi sebagai inovator

(90)

A. KOMUNIKASI

4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-Mengajar

Tiga tipe kemampuan seseorang memperoleh atau menerima tanggapan :

Tipe Visual

Tipe Auditif

(91)

A. KOMUNIKASI

4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-Mengajar

Metode untuk memperoleh umpan balik dalam komunikasi proses belajar dan mengajar :

•Metode tanya jawab

•Metode diskusi dan seminar

•Metode tugas

(92)

B. PEMBELAJARAN AKTIF

Latar belakang& pengertian

Untuk apa

Mengapa

Bagaimana

(93)

B. PEMBELAJARAN AKTIF

1. Latar Belakang & Pengertian

Upaya untuk meningkatkan layanan pendidikan :

Secara Kuantitatif

Secara Kualitatif

Pendidikan yang semakin merata.

(94)

B. PEMBELAJARAN AKTIF

1. Latar Belakang & Pengertian

CBSA (Raka Joni, 1993):

 Melihat kegiatan belajar mengajar sebagai pemberian makna secara konstruktivistik terhadap pengalaman bagi peserta didik.

(95)

B. PEMBELAJARAN AKTIF

2. Untuk Apa

Tuntutan masa depan

kreatif

ekspresif

(96)

B. PEMBELAJARAN AKTIF

3. Mengapa

 Memberikan umpan bagaiman peserta didik belajar

membentuk sikap yang diperlukan, mengelola perolehannya untuk menjadi bekal dan dasar bagi pengalaman belajar

berikutnya, atas prakarsa sendiri.

(97)

B. PEMBELAJARAN AKTIF

4. Bagaimana

Yang perludiperhatikan:

 Persiapan pembelajaran aktif yang bermakna dan kondusif

 Mengandung unsur pengamatan terhadap objek yang dipelajari dengan memperhatikan keseimbangan otak kanan dan kiri.

 Interpretasi. Mencatat ciri khas dari suatu objek tahap

(98)

B. PEMBELAJARAN AKTIF

4. Bagaimana

 Ramalan.Perkiraan secara anlogi atau dengan

menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru maupun menggunakan pengalaman baru.

(99)

B. PEMBELAJARAN AKTIF

4. Penilaian Pembelajaran Aktif yang Bermakna

Yang perlu diperhatikan:

 Peserta didik harus menyadari kriteria apa yang akan di capai dan penting untuknya.

(100)

BAB VI

EVALUASI BELAJAR

PENDAHULUAN

FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN

ANALISIS TAKSONOMIS

(101)

A. PENDAHULUAN

Usaha melakukan evaluasi terhadap hasil belajar

siswa

(102)

A. PENDAHULUAN

1.

Usaha Melakukan Evaluasi Terhadap Hasil

Belajar Siswa

Cara-cara yang dilakukan untuk menilai hasil belajar siswa :

Ujian/ testing

Melakukan tugas tertentu

Membuat karangan

mereproduksi materi yang telah diajarkan

(103)

A. PENDAHULUAN

2.

Penilaian Dan Prediksi Terhadap Penguasaan

Materi Pada Siswa

 Penilai berusaha menentukan atau memperkirakan sejauh mana peserta didik mengalami kemajuan ke arah tujuan (pendidikan) yang harus dicapai dan/atau untuk menentukan apakah peserta didik telah memenuhi syarat dalam suatu kategori tertentu.

Penilaian hasil-hasil pendidikan biasanya disebut rapor

Bentuk-bentuk rapor :

 Mempergunakan lambang A, B, C, D, E

(104)

B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN

Dasar psikologis

Dasar didaktis

(105)

B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN

1. Dasar Psikologis

Evaluasi pendidikan berguna sebagai bahan orientasi untuk menghadapi usaha-usaha yang lebih jauh

(106)

B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN

1. Dasar Psikologis

a. Di pandang dari segi anak didik

•Anak-anak belum dapat “mandiri pribadi”

Butuh pendapat orang dewasa dalam menentukan sikap ,tingkah lakunya dan orientasi dalam suatu sikap tertentu

(107)

B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN

1. Dasar Psikologis

b. Di pandang dari segi pendidik

Orang membutuhkan untuk mengetahui sejaumana usahanya telah mencapai tujuan sebagai pedoman dan dasar untuk menentukan langkah-langkah lebih lanjut

(108)

B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN

2. Dasar Didaktis

a. Ditinjau dari segi anak didik

(109)

B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN

2. Dasar Didaktis

b. Ditinjau dari segi pendidik

Guru dapat mengetahui keberhasilan dan kegagalan

Membantu menilai readiness (kesiapan) anak dalam belajar

Mengetahui status anak dalam kelasnya

Membantu menempatkan murid dalam suatu kelompok yang tepati

Membantu memperbaiki metode belajar dan mengajar

(110)

B. FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN

2. Dasar Administratif

Memberikan data untuk menentukan status anak didik dalam kelasnya

Memberikan ihtisar hasil usaha yang telah dilakukan oleh suatu lembaga

Merupakan inti laporan tentang kemajuan murid-murid kepada orangtua, atau pejabat pemerintah , guru-guru dan murid.

(111)

C. ANALISIS TAKSONOMIS

Segi kognitif ( Tokoh : Bloom)

Segi afektif (Tokoh : Krathwohl)

(112)

C. ANALISIS TAKSONOMIS

1. SEGI KOGNITIF (Bloom)

Memperhatikan

Merespon

Menghayati Nilai

Mengorganisasikan

(113)

C. ANALISIS TAKSONOMIS

2.. SEGI AFEKTIF (Krathwohl)

Memperhatikan

Merespon

Menghayati nilai

Mengorganisasikan

(114)

C. ANALISIS TAKSONOMIS

3. SEGI PSIKOMOTORIS (E.J. Simpson)

Persepsi

Set

Respon Terbimbing

Respon Mekanistis

(115)

D. TEKNIK PENILAIAN

Tes subjektif

(116)

D. TEKNIK PENILAIAN

1. Tes Subjektif

Kelemahan Tes subjektif :

Sukar dinilai secara tepat

Sukar untuk komprehensif

Kecenderungan pendidik memberikan nilai seperti biasa

(117)

D. TEKNIK PENILAIAN

1. Tes Subjektif

Tes subjektif dapat digunakann dalam situasi :

Mengkaji pendapat siswa tentang suatu persoalan

Mengetahui hasil yang diperoleh anak didik setelah mengadakan suatu kegiatan

Mengetahui kemampuan mengarang

(118)

D. TEKNIK PENILAIAN

2. Tes Objektif

Tes benar-salah atau tes Ya-Tidak (True-False Test, Yes-No Test)

(119)

D. TEKNIK PENILAIAN

2. Tes Objektif

Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)

Kekuatan Kelemahan

Mudah, cepat dan objektif

Mengurangi faktor terkaan

 Digunakan hanya untuk menilai ingatan saja

 Sukar

 Sering terjadi lebih dari satu jawaban yang

tepat

(120)

D. TEKNIK PENILAIAN

2. Tes Objektif

Matching Test

KEKUATAN

 Dapat digunakan untuk menilai :

 Problem dengan penyelesaiannya

 Teori dengan penyusunannya sebab dan akibatnya singkatan dan kata-kata lengkapnya

 Istilah definisinya

 Mudah disusun

 Menghilangkan faktor menerka-nerka

(121)

D. TEKNIK PENILAIAN

2. Tes Objektif

Tes Isian

KEKUATAN KELEMAHAN

- Masalah yang diujikan disjikan dalam

keseluruhannya

- Baik untuk menyelidiki pengetahuan pelajar

 Seringkali hanya untuk menilai kecakapan

(122)

TERIMA KASIH

Referensi

Dokumen terkait

Talippuki Kec.Mambi

Penyampaian tujuan dan memotivasi Peserta didik Peserta didik menyimak penyampaian guru tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai yaitu menentukan hasil

Asyhar (2011:121) menjelaskan bahwa pengembangan media pembelajaran merupakan kegiatan yang terintegrasi dengan penyusunan dokumen pembelajaran lainnya,

Buku Petunjuk Pendaftaran Mahasiswa Baru Universitas Airlangga tahun 2013 ini merupakan satu-satunya petunjuk dalam pengisian formulir pendaftaran elektronik,

TARIKH / MASA KURSUS KOD KURSUS PROGRAM PENSYARAH JUMLAH. CALON BSS 3313 SMPS 3 SMPS 2 2 7 USTAZAH

Pemenang wajib melunasi seluruh harga lelang dalam jangka waktu 2 (Dua) hari setelah lelang dilaksanakan Pada Hari Selasa dan Rabu 13 dan 14 September 2016, apabila dalam

14 TKSP yang telah Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan 1 Orang 6.748.667 30 Orang / Angkatan. Manajemen Pelayanan Kesejahteraan Sosial di

Dalam konteks ini, weber melihat kenyataan sosial sebagai suatu yang di dasarkan pada motivasi individu dan tindakan sosial, Sosiologi bagi weber merupakan ilmu yang empiris