• Tidak ada hasil yang ditemukan

Monopoli perdagangan VOC di Cirebon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Monopoli perdagangan VOC di Cirebon"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

LATAR BELAKANG

Perdagangan yang terjadi di Nusantara sudah berlangsung sejak beribu–ribu tahun lamanya. Perdagangan yang dilakukan dengan bangsa asing sudah terjalin seperti dengan bangsa Cina, India, dan Arab. Barang komoditi yang diperjualbelikan seprti keramik yang berasal dari Cina, karpet yang dari Bangsa Arab, dan lain sebagainya. Sedangkan barang komoditi yang berasal dari Nusantara itu berupa rempah-rempah yang dilakukan dengan cara barter. Sesuai dengan perkembangannya perdagangan di Nusantara mulai mengalami kemajuan setelah mengenal mata uang dan mata uang tersebut berlaku untuk barang-barang komoditi yang diperjualbelikan di Nusantara.

Sekitar abad ke-15 tepatnya pada tahun 1453 menurut Ricklefs (2008:40) terjadilah suatu peristiwa ditutupnya laut tengah dimana laut tengah merupakan penghubung untuk barang komoditi yang berasal dari timur atau Asia menuju ke barat atau Eropa, oleh sebab itulah bangsa Eropa terpaksa untuk mencari barang komoditi yang berasal timur atau Asia seperti rempah-rempah langsung menuju sumber barang komoditi tersebut tanpa melalui jalur perdagangan di laut tengah. Bangsa Eropa yang mempelopori mencari jalur perdagangan yang baru adalah Portugis dan Spanyol atas perintah dari pihak gereja. Beberapa tahun setelahnya bangsa Eropa yang lain mengikuti jejak kedua negara tersebut salah satunya Belanda.

(2)

dengan membawa cukup banyak rempah-rempah di atas kapal mereka menunjukan bahwa mereka mendapat keuntungan (Ricklefs 2008:50) .

Pada tahun 1598 dimulailah zaman yang dikenal sebagai zaman pelayaran-pelayaran liar atau tidak teratur (wilde vaart), yaitu ketika perusahaan-perusahaan ekspedisi Belanda yang saling bersaing untuk memperoleh rempah-rempah Nusantara. Maka dari itu untuk menghindari secara terus menerus persaingan yang terjadi diantara perusahaan-perusahaan Belanda dibentuklah VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) atau Perserikatan Maskapai Hindia Timur pada bulan Maret 1602. Tujuan didirikannya VOC ini untuk menggabungkan perseroan-perseroan yang saling bersaing yang diwakili oleh sistem majelis (kamer) untuk masing-masing dari enam wilayah di negeri Belanda. (Ricklefs 2008:50).

Selain itu VOC merupakan alat organisasi Belanda dalam peperangan melawan Portugis dan Spanyol dalam hal perluasan wilayah kekuasaan di Nusantara. Hal ini dikarenakan Bangsa Belanda pada saat itu sedang berperang melawan kedua negara tersebut. Usaha VOC untuk mengatur semua kepentingannya di Nusantara yaitu mendirikan Batavia sebagai suatu kesatuan pimpinan dalam keadaan perang dan menjadi pusat pemerintahan bagi VOC di Nusantara seperti halnya dengan Portugis yang mempunyai pusat di Goa. Tujuan pendirian pusat pemerintahan di Batavia ini pun sebagai salah satu upaya untuk menjalankan kepentingannya yaitu melawan Portugis dan Spanyol yang berada di Nusantara (Burger,1962:50).

(3)

usaha kekerasanpun sering dilakukan untuk menguasai suatu wilayah atau pusat perdagangan. Pada awalnya persaingan perdagangan itu belum memberikan dampak pokok terhadap kemunduran perdagangan atau pelayaran orang-orang Jawa, karena pada saat itu sekitar pertengahan abad 17 VOC belum melakukan kebijakan monopoli perdagangan di Jawa. Akan tetapi pada akhir abad 17 VOC melakukan monopoli perdagangan. Monopoli perdagangan yang pertama di pulau Jawa yaitu di Mataram. Monopoli perdagangan itu mengakibatkan perdagangan di Mataram mengalami kemunduran. Akan tetapi kemunduran perdagangan di Mataram itu tidaklah mencegah timbulnya atau berkembangnya perdagangan di berbagai wilayah di Nusantara salah satunya di Cirebon.

Cirebon yang merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar bangsa. Cirebon juga terletak diantara Jawa Tengah dan Jawa Barat. Berita tentang nama Cirebon menurut Tome Pires yang menyebut Cirebon dengan Chorobon menurut catatan Pires, Cirebon adalah sebuah pelabuhan yang indah dan selalu ada empat sampai lima kapal yang berlabuh disana. Sejak awal berdirinya, kota pelabuhan Cirebon menduduki posisi yang sentral dibidang pelayaran dan perdagangan di Jawa Barat. Dibidang pelayaran Cirebon yang merupakan kota pelabuhan menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa memiliki peran sebagai pusat perdagangan. Perdagangan dilakukan tidak hanya dengan penduduk setempat melainkan ada pula hubungan perdagangan dengan bangsa asing yang pada waktu musim-musim tertentu datang dan bahkan banyak pedagang asing yang menetap di Cirebon. Komoditi yang dihasilkan dari wilayah Cirebon adalah bahan pangan seperti sayur-sayuran, air tawar, beras dan sebagainya untuk persediaan para saudagar lokal maupun asing dalam perjalanan. Khusus mengenai beras, Tome Pires memberitakan bahwa Cirebon justru berkaitan dengan kenyataan Cirebon dan daerah sekitarnya menghasilkan beras yang berlimpah sehingga dapat diekspor sampai ke Malaka. Dan dari daerah pedalaman Cirebon diekspor pula kayu dengan kualitas yang baik.(Zuhdi,1996:116-117)

(4)

perdagangan dan pelayaran sudah banyak dilakukan oleh orang muslim. Dari cerita Purwaka Caruban Nagari diperoleh informasi bahwa terjadi perpindahan Bandar perdagangan. Bandar dagang yang dahulunya terlertak pada Bandar Muhara Jati di dukuh Pasambangan dipindah kearah selatan yaitu ke Caruban. Alasan mengapa Bandar dagang dipindahkan, menurut cerita Bandar dagang di Muhara jati mulai berkurang keramaiaannya. Caruban sendiri dibangun oleh Walangsungsang atau Ki Samadullah atau Cakrabumi sebagai kuwu dan seterusnya. Sejak Syarif Hidayatullah, Bandar-bandar di Cirebon makin ramai dan makin baik untuk berhubungan dengan Parsi-Mesir, Arab, Cina, Campa, dan lainnya, hal ini diungkap oleh Anwar Falah (Susanto Zuhdi, 1997:56). Dalam bidang politik sejak pertama kali islam masuk ke wilayah Cirebon pada awal abad ke 15. Sunardjo (1983:37-45) yang menjadi kepala pemerintahan di Cirebon yaitu seseorang yang mempunyai latar belakang Islam sampai pada masa pemerintahan kesultanan-kesultanan Cirebon yaitu pada abad ke 17, pemerintahan di Cirebon tetap dipimpin oleh orang beragama Islam. Oleh karena itu para pedagang Islam yang berasal dari negeri seberang sangat dihormati di Cirebon. bahkan sampai pada periode kedatangan VOC di Cirebon.

(5)

buffer (penyangga) antara Banten dengan Batavia dan Mataram, dan juga agar kedua Sultan Cirebon membantu Banten dalam upaya menaklukan Sumedang dan daerah-daerah Priangan lainnya. Pihak kerabat Cirebon sendiri tampaknya menerima keadaan ini, dengan prasangka baik, mengingat Banten dan Cirebon didirikan oleh leluhur yang sama yaitu Sunan Gunung Jati.

Konflik internal yang terjadi diantaranya yaitu ketika Pangeran Martawijaya atau Sultan Sepuh I mendirikan keraton yang baru di sebelah barat keraton Pakungwati dan disebut dengan keraton Kasepuhan, sedangkan Pangeran Kartawijaya atau Sultan Anom I mendirikan keraton yang letaknya kurang lebih satu kilometer sebelah utara keraton Pakungwati yang dikenal dengan keraton Kanoman. Sementara itu, Pangeran Wangsakerta tidak memiliki wilayah kekuasaan dan keraton sendiri, namun berdiri sebagai kaprabonan (paguron) (Sunardjo, 1996: 39,41). Ketiga penguasa Cirebon ini berusaha untuk menjadikan diri sebagai penguasa tunggal. Sultan Sepuh merasa bahwa ia yang berhak atas kekuasaan tunggal karena ia anak tertua. Sementara Sultan Anom, juga berkeinginan yang sama sehingga ia mencoba mencari dukungan kepada Sultan Banten. Di lain pihak, Pangeran Wangsakerta , yang menjadi pengurus kerajaan saat kedua kakaknya dibawa ke Mataram, merasa berhak juga menjadi penguasa tunggal. Sultan Sepuh mencoba mendapat dukungan VOC dengan menawarkan diri menjadi vassal VOC. VOC sendiri tidak pernah mengakui gelar sultan pemberian Sultan Banten dan selalu menyebut mereka panembahan (Sunardjo, 1996:42, 51).

(6)

melalui perjanjian pada tahun 1681, antara Cirebon dengan VOC yang sangat mempengaruhi perjalanan Cirebon sebagai kota dagang adalah bahwa VOC mendapatkan hak monopoli impor pakaian, kapas, opium, dan monopoli ekspor seperti lada, kayu, gula, beras dan produk lain.

Keadaan perekonomian di Cirebon itu diperjelas oleh Sulistiyono (Susanto Zuhdi,1996:121). Apapun yang dikehendaki oleh VOC yang semuanya itu bebas dari bea impor yang sebelumnya pernah dikenakan oleh Keraton sebesar 2% dari nilai barang. Perjanjian itu jugan mengartur bahwa pelayaran pribumi harus mendapatkan lisensi dari VOC dan sangat dibatasi. Tidak semua kapal boleh masuk kecuali atas izin dari VOC. Dan tanaman lada yang diusahakan di wilayah Cirebon diatur oleh VOC dan VOC pula yang menentukan harganya. Dengan adanya perjanjian tersebut maka secara politis maupun militer Cirebon telah berada dibawah perlindungan langsung dari VOC. Dalam situasi seperti ini kedudukan para penguasa Cirebon tidak lebih hanya sebagai perantara antara VOC dengan masyarakat pedesaan di pedalaman. Sebagai konsekuensi selanjutnya kerton semakin berorientasi ke dalam (inward orientation) dengan mengembangkan kehidupan kesenian, kerohanian, gaya hidup, dan upacara-upacara keraton yang adiluhung dengan landasan ekonomi agraris yang berpusat di keraton.

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, masalah utama yang dikaji adalah “Monopoli perdagangan Verenigde Oost Indische Compagnie di Cirebon 1681-1705 (Dampaknya terhadap kehidupan ekonomi dan politik di Cirebon)”. Terdapat beberapa rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa latar belakang VOC melakukan monopoli perdagangan di Cirebon? 2. Bagaimana dampak monopoli perdagangan VOC terhadap kehidupan

ekonomi masyarakat Cirebon?

(7)

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang Monopoli Perdagangan Verenigde Oost Indische Compagnie di Cirebon pada tahun 1681-1705 dan dampaknya terhadap kehidupan ekonomi dan politik di Cirebon. Selain itu penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui latar belakang VOC melakukan monopoli perdagangan di Cirebon. 2. Mengetahui dampak monopoli perdagangan VOC terhadap kehidupan ekonomi

masyarakat Cirebon.

3. Mengetahui dampak monopoli perdagangan VOC terhadap kehidupan politik Kesultanan Cirebon.

MANFAAT PENELITIAN 1. Secara Teoritik

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai dua konsep yaitu ekonomi dan politik. Dimana dua konsep tersebut dalam kehidupan bernegara seringkali saling mempengaruhi satu sama lain.

2. Secara praktik

a. Manfaat bagi penulis adalah sebagai salah satu karya ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

b. Bagi lembaga terkait adalah memperkaya pengetahuan akan sejarah lokal yang ada di daerahnya sendiri.

c. Karya ilmiah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan, pemikiran dan perbandingan dalam penulisan sejarah lainnya.

KAJIAN PUSTAKA

(8)

Penerbit : Balai Pustaka 1985 Halaman : 107 halaman

Sebelum mengungkapkan tentang hubungan Cirebon dengan VOC, sebelumnya dalam buku ini dijelaskan mengenai masuknya islam di Indonesia khususnya di Jawa Barat, sislsilah sunan gunung jati baik dari dari keturunan ayah maupun ibu beserta riwayat singkatnya, sampai pada digabungkannya wilayah indramayu, kuningan, majalengka ke wilayah cirebon selain itu dalam buku ini dijelaskan latar belakang Cirebon tidak ersatu dengan mataram yaitu Pada masa pemerintahan Panembahan Girilaya, Cirebon terjepit di antara dua kekuatan, yaitu kekuatan Banten dan kekuatan mataram. Banten curiga, sebab cirebon dianggap mendekat ke mataram. Di lain pihak, mataram pun menuduh cirebon tidak lagi sungguh-suingguh mendekatkan diri, karena panembahan Girilaya dan Sultan Ageng dari banten adalah sama-sama keturunan pajajaran. Kondisi panas ini memuncak dengan meninggalnya panembahan Girilaya saat berkunjung ke Kartasura. Ia lalu dimakamkan di bukit Girilaya, Gogyakarta, dengan posisi sejajar dengan makam sultan Agung di Imogiri. Perlu diketahui, panembahan Girilaya adalah juga menantu Sultan Agung Hanyakrakusuma. Bersamaan dengan meninggalnya panembahan Girilaya, Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya, yakni para putra panembahan Girilaya di tahan di mataram. Dengan kematian panembahan Girilaya, terjadi kekosongan penguasa. Sultan ageng tirtayasa segera dinobatkan pangeran Wangsakerta sebagai pengganti panembahan Girilaya, atas tanggung jawab pihak Banten. Sultan ageng tirtayasa pun kemudian mengirimkan pasukan dan kapal perang untuk membantu trunajaya, yang pada saat itu sedang memerangi Amangkurat I dari mataram. Dengan bantuan Trunajaya, maka kedua putra penembahan Girilaya yang ditahan akhirnya dapat dibebaskan, dan dibawa kembali ke Cirebon. Bersama satu lagi putra panembahan Girilaya, mereka kemudian dinobatkan sebagai penguasa kesultanan Cirebon.

2. Judul : Kondisi Ekonomi Politik Kerajaan Cirebon Penulis : Uka Tjandrasasmita

(9)
(10)

Selain perdagangan dan pelayaran. Perekonomian Cirebon juga ditunjang oleh kegiatan masyarakatnya yang menjadi nelayan. Cirebon juga dikenal sebagai kota udang, artinya Cirebon juga memiliki satu komoditi dagang utama yaitu terasi, petis dan juga garam. Dalam kehidupan ekonomi juga masih ada peran dari orang asing. Orang asing tersebut menjadi syahbandar atau yang mengantur tentang ekspor impor perdagangan. Cirebon yang menjadi syahbandarnya yaitu orang-orang Belanda. Alasan mengapa syahbandar diambil dari orang-orang asing, karena orang-orang asing dianggap lebih mengetahui tentang cara-cara perdagangan. Di kota Cirebon juga terdapat pasar tertua yaitu pasar yang terletak di timur laut alun-alun kraton Kasepuhan dan lainnya di sebelah utara alun-alun kanoman.

3. Judul : Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon Penulis : Bockani, Sanggupri, dkk

Penerbit : CV. Sukerejo Bersinar Terbit : 2001

Kerajaan Cirebon merupakan bagian dari administratif Jawa Barat. Cirebon sendiri mempunyai arti seperti di daerah-daerah lainnya. Cirebon berasal dari bahasa sunda “ci” yang berarti air, sedangkan “rebon” berarti udang. Cirebon mempunyai ati sungai udang atau kota udang. Cirebon didirikan pada 1 Sura 1445 M, oleh Pangeran Cakrabuana. Pada tahun 1479 M Pangeran Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon yang bertempat di kraton Pakungwati Cirebon menyerahkan kekuasaannya pada Sunan Gunung Jati. Sunan Gunung Jati adalah seorang menantu Pangeran Cakrabuana dari ibu Ratu Mas Rara sasantang. Sejak inilah Cirebon menjadi negara merdeka dan bercorak Islam. Sebelum berdirinya kekuasaan politik Islam di bawah kekuasaan Sunan Gunung Jati wilayah Cirebon dibagi menjadi dua daerah, pesisir dan pedalaman. Daerah pesisir dipimpin oleh Ki Gendeng Jumajan Jati, sedangkan wilayah pedalaman dipimpin oleh Ki Gendeng Kasmaya. Keduanya adalah saudara Prabu Anggalarung dari Galuh. Sunan Gunung Jati kemudian menikah dengan Ratu Mas Pakungwati dari Cirebon pada tahun 1479 dan pada tahun itu juga di bangun Istana Pakungwati atau keraton Kasepuhan.

(11)

Penulis : Kosoh, dkk Penerbit : Balai Pustaka Terbit : 1994

Letak Cirebon yang strategis yaitu di daerah pesisir pantai Utara pulau Jawa. Cirebon sebagai pusat pelabuhan berfungsi sebagai sumber pendapatan ekonomi dan sebagai keluar –masuknya barang-barang kebutuhan pada masyarakat pedesaan, dengan luar daerah, maupun dari negeri lain. Perdagangan ini melalui 2 jalur yaitu jalur darat dan jalur laut. Jalur darat biasanya dengan alat transportasi darat seperti dengan berkuda atau mengendarai gajah. Jalurnya dari Banyumas menuju Tegal kemudian menuju Periangan. 3 wilayah pedalaman diandalkan sebagai penghasil bahan-bahan pertanian seperti sayur mayur, buah-buahan, padi. Sedangkan barang dagangan yang dibawa dari luar daerah yaitu : logam, besi, emas, perak, sutera, dan keramik. Barang-barang tersebut biasanya berasal dari Cina. Dalam transaksi perekonomian dan perdagangan Cina mempunyai peranan yang sangat besar karena barang-barang kebutuhan masyarakat dibawa oleh pedagang-pedagang dari Cina. Mereka memakai sistem barter yang dimaksud barter disini yaitu barter uang dengan mempergunakan mata uang. Perdagangan Cirebon mengalami kemunduran karena adanya monopoli perdagangan dari kompeni Belanda.

5. Judul : Cirebon sebagai bandar jalur sutra Penyunting : Susanto Zuhdi (Guru Besar Sejarah UI)

Penerbit : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI Jakarta Terbit : 1996

Dalam buku ini yang saya dapatkan hubungan Cirebon dengan VOC dimana hal ini belum banyak menarik perhatian para peniliti, dibandingkan dengan hubungan Mataram dengan VOC. Baru pada tahun 1680-an VOC mengadakan hubungan yang tetap dengan Cirebon ketika itu VOC berhasil mengembalikan ketiga penguasa Cirebon ( Martawijaya, Kartawijaya, dan Wangsakerta) yang ditangkap oleh Trunojoyo dan diserahkan pada Sultan Banten hubungan itu dilandasi oleh sebuah perjanjian dimana secara teoritis Cirebon tetap menjadi “Vasal” Mataram tetapi secara de facto menjadi protektorat VOC. Kegiatan dalam konteks itu mencakup soal – soal politik dan ekonomi.

(12)

Penulis : Unang Sunardjo SH Penerbit : Tarsito. Bandung Terbit : 1983

Dalam buku ini sya mengambil periode-periode perjanan kerajaan Cirebon dari periode Nagari-nagari Hinduu di sekitar Cirebon, periode awal nagari bercorak islam di pesisir Cirebon, susuhunan jati Syarif Hidayatullah memimpin kerajaan Cirebon, Masa pemerintahan Panembahan ratu kepala ke II tahun 1568 – 1649, masa pemerintahan Panembahan Girilaya (Panembahan Ratu ke II) yang merupakan kepala negara Cirebon ke III, 1649 – 1667, sampai pada masa pemerintahan Kesultanan – kesultanan Cirebon.

METODOLOGI DAN TEKNIK PENELITIAN 1. Metodologi Penelitian

Sebagaimana halnya prosedur kerja dalam penyusunan sejarah pada umumnya, maka kajian sejarah lokal juga perlu memperhatikan empat langkah utama dalam kegiatannya. Keempat langkah itu yaitu:

a. Heuristik

Heuristik berasal dari kata Yunani “heuriskein” yang berarti menemukan. Jadi kegiatan ini terutama ditujukan untuk menemukan serta mengumpulkan jejak-jejak dari peristiwa sejarah yang sebenarnya mencerminkan berbagai aspek aktivitas manusia di waktu yang lampau. (Widja, I Gde 1989:18), secara umum sumber sejarah dibagi menjadi dua jenis yaitu sumber primer atau kesaksian dari seseorang saksi yang secara langsung melihat peristiwa sejarah tersebut melalui panca indera yang dimiliki atau secara langsung ada pada saat peristiwa itu terjadi. Kedua adalah sumber sekunder kesaksian dari orang yang tidak melihat secara langsung peristiwa dan tidak ada di tempat berlangsungnya peristiwa sejarah.

(13)

Kritik sumber umumnya dilakukan terhadap sumber-sumber pertama. Kritik ini menyangkut verifikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu. Kritik sumber dalam metode sejarah terbagi menjadi sua yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal adalah cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek luar dari sumber sejarah yang dilakukan dengan pemeriksaan yang ketat. Sedangkan kritik internal lebih menekankan pada aspek dalam yaitu isi dari sumber tersebut, apakah isi dari sumber tersebut dapat dipercaya atau tidak.

c. Interpretasi

Interpretasi adalah sebuah kegiatan menuliskan dari apa yang telah diperoleh seperti sumber-sumber. Dalam hal ini bukan hanya keterampilan teknik pengutipan dan catatan-catatan akan tetapi menggunakan seluruh daya pikirannya terutama pikiran-pikiran yang bersifat kritis. Fakta-fakta yang diperoleh dikaitkan-kaitkan satu sama lain sehingga terlihat antara fakta yang satu dengan yang lainnya memiliki keterhubungan yang jelas.

d. Historiografi

Historigrafi memilki pengertian penulisan sejarah. Dalam tahap historiografi perlu memperhatikan prinsip serialisasi (urutan peristiwa), prinsip kronologis (urutan-urutan waktu) dan prinsip kausalitas (hubungan sebab akibat).

2. Teknik Penelitian

(14)

Masalah-masalah yang dihadapi dalam pencarian sumber khususnya sumber sejarah lokal adalah kurangnya sumber primer dalam hal ini seperti arsip dan naskah-naskah kuno yang ada di Indonesia, karena banyak naskah kuno dan arsip-arsip mengenai peristiwa sejarah tersebut berada di Belanda.

STRUKTUR ORGANISASI PENULISAN SKRIPSI

Hasil yang diperoleh melalui telaah pistaka kemudian disusun kedalam sebuah struktur organisasi penulisan skripsi yang terdiri dari:

BAB I, Merupakan pendahuluan dari penulisan. Dalam bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah yang di dalamnya memuat penjelasan mengapa masalah yang diteliti timbul dan penting untuk dikaji, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II, Tinjauan Kepustakaan. Bab ini berisi tentang berbagai landasan teoritis dan informasi sejarah bersumber pada literatur yang berkaitan dengan permasalah yang akan dikaji.

BAB III, Metodologi Penelitian. Dalam bab ini diuraikan tentang metode dan teknik penelitian yang digunakan penulis dalam mencari sumber-sumber dan cara pengolahan sumber yang dianggap relevan dengan permasalahan yang dikaji.

BAB IV, Pembahasan. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seluruh hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis. Uraian tersebut berdasarkan pertanyaan penelitian yang dirumuskan pada bab pertama.

Referensi

Dokumen terkait

Sikap siswa kepada guru merupakan suatu bentuk reaksi atau respon yang berupa rasa senang atau suka (sikap positif), rasa tidak senang atau tidak suka (sikap

• Dalam laporan keuangan yang dirilis pada hari yang sama, pendapatan ASII ter- koreksi 8,67% menjadi Rp184,19 triliun dari akhir tahun sebelumnya Rp201,7 triliun.. Sehingga, laba

<CATATAN: Soil Association Certification mendorong semua pihak yang mempunyai kepentingan terkait dengan sertifikasi pengelolaan hutan atau controlled wood untuk terlibat

Review Rencana Strategis BPKD Kabupaten Wonogiri mempunyai tujuan untuk memberikan keyakinan serta panduan bahwa program kegiatan yang direncanakan dan disusun

Al-Anshor Madinah Barokah Yogyakarta melakukan beberapa strategi yang membuat masyarakat menjadi lebih yakin seperti metode door to door untuk jama’ah yang berhalangan hadir

Sound power yang dihasilkan dari kendaraan pada jalan raya akan terakumulasi antara satu kendaraan dengan kendaraan lain dan akan menyebabkan terjadinya kebisingan lalu

Pada kondisi stres oksidatif, imbangan normal antara produksi radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif dengan kemampuan antioksidan alami tubuh untuk

 Persamaan structural pertama mengandung makna bahwa variasi kepuasan kerja mampu dijelaskan oleh komunikasi interpersonal, kepemimpinan dan kompensasi dengan