• Tidak ada hasil yang ditemukan

SAYCO Safety and Comfort Housing Concep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SAYCO Safety and Comfort Housing Concep"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

i LOMBA KARYA TULIS ILMIAH

GREEN SCIENTIFIC COMPETITION 2015 JUDUL KARYA TULIS:

SAYCO, Safety and Comfort Housing Concept : Konsep Revitalisasi Permukiman Kumuh Bantaran Sungai Berbasis Mitigasi Bencana Melalui

Pendekatan Partisipasi Masyarakat di Kota Surabaya

Disusun oleh:

Nur Fitriah Andriani 3612100002 Angkatan 2012

Gatot Subroto 3612100022 Angkatan 2012

Muhammad Ermando N.S 3613100013 Angkatan 2013

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

(2)
(3)

iii LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nur Fitriah Andriani

NIM : 3612100002

Jurusan/Fakultas : S1 Perencanaan Wilayah dan Kota/ FTSP Universitas : Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Alamat : Jl. Keputih Perintis Gang II Nomor 18 Surabaya

Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis dengan judul,

SAYCO, Safety and Comfort Housing Concept: Konsep Revitalisasi Permukiman Kumuh Bantaran Sungai Berbasis Mitigasi Bencana Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat di Kota Surabaya”

yang kami sertakan dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah ini adalah benar hasil karya kelompok kami, bukan merupakan plagiat atau saduran dari karya tulis orang lain serta belum pernah menjuarai dikompetisi serupa. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh panitia LKTI GSC 2015 berupa diskualifikasi dari kompetisi.

Demikian surat ini dibuat dengan sebenar-benarnya tanpa ada unsur paksaan, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

(4)

iv KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga laporan karya tulis ilmiah yang berjudul “SAYCO, Safety and Comfort Housing Concept : Konsep Revitalisasi Permukiman Kumuh Bantaran Sungai Berbasis Mitigasi Bencana Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat di Kota Surabaya” ini dapat diselesaikan dengan lancar.

Selama proses pembuatan laporan karya tulis ilmiah ini, banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan secara moral maupun material yang diterima oleh penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Atas segala limpahan rahmat dan karuniaNYA.

2. Dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan dukungan.

4. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan maupun isi dari laporan. Penulis menyampaikan terima kasih atas segala kesempatan yang telah diberikan kepada penulis, semoga laporan karya tulis ilmiah dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Surabaya, 8 Mei 2015

(5)

v

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pengertian Kumuh ... 4

2.2 Kawasan Kumuh ... 4

2.3 Kualitas Perumahan dan Pemukiman... 5

2.4 Faktor-faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah Kawasan Kumuh ... 6

2.5 Perencanaan Tataguna Lahan di Daerah Rawan Bencana ... 6

2.6 Sungai sebagai sistem setting ... 7

2.7 Partisipasi Masyarakat ... 8

BAB III METODE PENULISAN ... 9

3.1 Tahapan Penulisan ... 9

3.2 Metode Pengumpulan Data ... 9

3.3 Metode Analisis ... 10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

4.1 Gambaran Umum Wilayah ... 11

4.2 Permukiman kumuh di Surabaya ... 12

4.3 Karakteristik permukiman kumuh di Surabaya ... 13

4.4 Solusi yang Pernah Ditawarkan ... 14

4.5 Gagasan Baru yang Ditawarkan ... 16

4.5.1 Konsep Permukiman Bantaran Sungai, SAYCO ... 16

4.5.2 Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Implementasi Gagasan ... 18

BAB V PENUTUP ... 19

5.1 Kesimpulan ... 19

(6)

vi

DAFTAR PUSTAKA ... 20

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Kota Surabaya ... 11

Gambar 2 Peta Lokasi Permukiman Kumuh di Surabaya ... 13

Gambar 3. Kondisi Lingkungan dan Sanitasi di Wilayah Sukolilo ... 14

Gambar 4. Kondisi Lingkungan dan Sanitasi di Wilayah Pabean Cantikan ... 14

Gambar 5. Diagram Konsep SAYCO ... 16

Gambar 6. Desain Rumah Tampak Depan ... 16

Gambar 7. Biopori di sekat antar rumah ... 17

Gambar 8. Hydrant ... 17

Gambar 9. Evacuation Point ... 17

Gambar 10. Pipa Air Untuk Pemadam Kebakaran ... 17

Gambar 11. Sumur injeksi ... 17

Gambar 12. Drainase Tertutup ... 18

Gambar 13. Pipa Buangan... 18

(7)

vii ABSTRAK

Nur Fitriah Andriani, Gatot Subroto, M. Ermando N.S Pembimbing: Ardy Maulidy N, ST. MT.

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

2015

Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota membawa pengaruh terhadap struktur maupun kegiatan dalam suatu kota. Terpusatnya kegiatan pada kota mempengaruhi laju urbanisasi menuju kota tersebut. Tingginya laju urbanisasi penduduk menuju perkotaan di negara berkembang saat ini tidak diikuti dengan keterampilan yang cukup sehingga menyebabkan adanya sebagian penduduk yang tidak mampu bersaing dan menyebabkan penduduk tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan kebutuhan hidupnya salah satunya dibidang perumahan. Fenomena ini menyebabkan terjadinya kantung-kantung permukiman kumuh pada kawasan perkotaan. Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya banyak dampak negatif bagi penduduk yang tinggal di permukiman tersebut. Tatanan bangunan yang tidak beraturan, kepadatan bangunan yang sesak, dan kondisi sarana dan prasarana yang buruk disebabkan pengelolaan yang kurang baik dari penduduk setempat. Kurang adanya partisipasi penduduk setempat dalam pengelolaan permukiman tersebut menyebabkan kondisi yang kurang layak huni, sehingga rentan terjadinya bencana-bencana seperti banjir ataupun kebakaran. Persoalan permukiman kumuh ini harus diselesaikan untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang layak dan sesuai standar hidup pada suatu kota. Karya tulis ini bertujuan untuk merumuskan konsep tatanan permukiman kumuh berbasis mitigasi bencana melalui pendekatan partisipasi masyarakat sebagai inovasi tata permukiman dalam upaya mewujudkan kenyamanan ruang dan lingkungan. Penulisan ini bersifat analisis deskriptif, sedangkan pemecahan masalah dilakukan dengan analisis komparatif dengan beberapa teori dan studi kasus yang relevan. Data yang digunakan adalah data primer yang berasal dari pengamatan sampel-sampel pemukiman kumuh di bantaran sungai dan data sekunder yang berasal dari tinjauan referensi pustaka ilmiah dan media baik media internet, cetak maupun elektronik. Konsep ini mengarah pada inovasi berupa tatanan permukiman kumuh di bantaran sungai yang berbasis mitigasi bencana untuk mencegah atau meminimalisir terjadinya bencana pada permukiman kumuh tersebut berdasarkan kondisi tata bangunannya yang kurang rapi. Dalam implementasi konsep ini diperlukan partisipasi masyarakat setempat untuk ikut berperan dalam upaya perubahan tata bangunan permukiman yang berbasis mitigasi bencana. Konsep tata bangunan yang diusulkan akan mengarah pada upaya-upaya pencegahan terjadinya bencana di permukiman tersebut. Langkah-langkah implementasi gagasan dilakukan dengan strategi insentif dan disinsentif demi tercapainya kerja sama yang efektif dan efisien antar pihak-pihak yang terkait. Selain dengan strategi insentif dan disisentif perlu dilakukannya pemetaan rawan bencana di kawasan kumuh, sehingga dapat diketahui tingkat kerentanan kawasan tersebut ini dimaksudkan untuk mempermudah tatanan permukiman kumuh yang aman dari bencana.

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota membawa pengaruh terhadap struktur maupun kegiatan dalam suatu kota. Terpusatnya kegiatan pada kota mempengaruhi laju urbanisasi menuju kota tersebut. Tingginya laju urbanisasi suatu kota memberikan dampak pada suatu kota, baik dampak yang bersifat positif maupun dampak yang bersifat negatif. Salah satu dampak tingginya laju urbanisasi adalah peningkatan jumlah penduduk dan tidak terkendalinya pertumbuhan dan perkembangan wilayah perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan perpindahan penduduk ke daerah perkotaan, merupakan penyebab utama pesatnya perkembangan kegiatan suatu kota. Perkembangan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan terhadap struktur kota. Perubahan tersebut akan mengarah pada kemerosotan suatu lingkungan permukiman, tidak efisiennya penggunaan tanah kawasan pusat kota, dan mengungkapkan bahwa penurunan kualitas tersebut bisa terjadi di setiap bagian kota. Kemerosotan lingkungan seringkali dikaitkan dengan masalah sosial, seperti kriminalitas, kenakalan remaja, dan prostitusi (Sujarto, 1980:17).

Salah satu sifat urbanisasi yang terjadi pada negara yang sedang berkembang umumnya dikatakan sebagai “Pseudo Urbanization” atau urbanisasi semu. Sebagai lawannya adalah sifat urbanisasi di negara-negara industri yang maju yang dikatakan sebagai “True urbanization” atau urbanisasi murni. Hal ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa di negara-negara maju perpindahan penduduk dari desa ke kota telah dijamin oleh tersedianya lapangan pekerjaan non pertanian di kota-kota, tetapi umumnya di negara sedang berkembang pekerjaan non pertanian di kota tidak terjamin (Sujarto, 2013). Kebanyakan kaum urbanis adalah mereka yang ingin berjualan di pasar dan sebagian besar mereka dari golongan ekonomi menengah ke bawah. Mereka mencari tempat tinggal di sekitar kawasan pusat perdagangan dan kawasan pusat aktivitas lainnya. Dengan adanya pemusatan kegiatan akan menyebabkan masalah bagi struktur perencanaan kota (Endang, 2006).

(9)

2 menyebabkan adanya sebagian penduduk yang tidak mampu bersaing sehingga menyebabkan penduduk tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk menyediakan kebutuhan hidupnya salah satunya dibidang perumahan. Fenomena ini menyebabkan terjadinya kantung-kantung permukiman kumuh pada kawasan perkotaan. Perumahan kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian (Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan Dan Kawasan Permukiman). Permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Kondisi tersebut memungkinkan terjadinya banyak dampak negatif bagi penduduk yang tinggal di permukiman tersebut. Tatanan bangunan yang tidak beraturan, kepadatan bangunan yang sesak, dan kondisi sarana dan prasarana yang buruk disebabkan pengelolaan yang kurang baik dari penduduk setempat. Kurang adanya partisipasi penduduk setempat dalam pengelolaan permukiman tersebut menyebabkan kondisi yang kurang layak huni, sehingga rentan terjadinya bencana-bencana seperti banjir ataupun kebakaran. Persoalan permukiman kumuh ini harus diselesaikan untuk mewujudkan lingkungan permukiman yang layak dan sesuai standar hidup pada suatu kota.

(10)

3 bantaran sungai yang mengedpankan kenyamanan ruang dan lingkungan, salah satunya terbebas dari bencana banjir, kebakaran, dan menciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman dengan tetap memperhatikan batas garis sempadan sungai. 1.2 Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang di atas dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa permasalahan permukiman kumuh bantaran sungai di Surabaya? 2. Bagaimana konsep “SAYCO” dalam mengatasi permasalahan permukiman

kumuh bantaran sungai di Surabaya?

3. Bagaimana strategi implementasi konsep “SAYCO” ? 1.3 Tujuan

Karya tulis ini bertujuan untuk merumuskan suatu konsep tatanan permukiman kumuh bantaran sungai yang aman dari bencana banjir maupun kebakaran dengan mengedepankan kenyamanan bagi penduduk sekitar.

1.4 Manfaat

(11)

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kumuh

Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab dan dapat pula ditempatkan sebagai akibat. Ditempatkan di mana pun juga, kata kumuh tetap menjurus pada sesuatu hal yang bersifat negatif (Clinard dalam Budiharjo, 1984). Pemahaman kumuh dapat ditinjau dari :

a. Sebab Kumuh

Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup dilihat dari (1) segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam seperti air dan udara, (2) segi masyarakat/ sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh manusia sendiri seperti kepadatan lalu lintas, sampah. b. Akibat Kumuh

Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala antara lain (1) kondisi perumahan yang buruk; (2) penduduk yang terlalu padat; (3) fasilitas lingkungan yang kurang memadai; (4) tingkah laku menyimpang; (5) budaya kumuh; (6) apati dan isolasi

2.2 Kawasan Kumuh

Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya. Ciri-ciri permukiman kumuh, seperti yang diungkapkan oleh Suparlan (1997) adalah:

a) Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.

b) Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

(12)

5 mencerminkan adanya kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.

d) Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan social yang jelas, yaitu terwujud sebagai:

1. Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar.

2. Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari sebuah 3. RT atau sebuah RW.

4. Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai sebuah RT atau RW atau bahkan terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.

e) Penghuni permukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya. Dalam masyarakat permukiman kumuh juga dikenal adanya pelapisan sosial berdasarkan atas kemampuan ekonomi mereka yang berbeda-beda tersebut.

f) Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sektor informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sektor informil.

Perumahan tidak layak huni adalah kondisi di mana rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial, dengan kriteria antara lain:

1. Luas lantai per kapita, di kota kurang dari 4 m2 sedangkan di desa kurang dari 10 m2.

2. Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.

3. Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses. 4. Jenis lantai tanah

5. Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK). 2.3 Kualitas Perumahan dan Pemukiman

(13)

6 (assessment) dan penilaian atas kondisi permukiman. Ukuran atau penilaian yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas permukiman antara lain:

1. Kepadatan penduduk 2. Kerapatan Bangunan 3. Kondisi jalan

4. Sanitasi dan pasokan air bersih 5. Kualitas konstruksi perumahan.

Penilaian tersebut digunakan untuk menentukan apakah permukiman kumuh yang disebut kampung tersebut perlu diperbaiki atau tidak.

2.4 Faktor-faktor Penyebab Meningkatnya Jumlah Kawasan Kumuh

Penyebab adanya kawasan kumuh atau peningkatan jumlah kawasan kumuh yang ada di kota menurut Suparlan (1997) adalah:

1. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dan krisis ekonomi. 2. Faktor bencana.

Faktor ekonomi atau kemiskinan mendorong bagi pendatang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik di kota-kota. Dengan keterbatasan pengetahuan, ketrampilan, dan modal, maupun adanya persaingan yang sangat ketat di antara sesama pendatang maka pendatang-pendatang tersebut hanya dapat tinggal dan membangun rumah dengan kondisi yang sangat minim di kota-kota. Di sisi lain pertambahan jumlah pendatang yang sangat banyak mengakibatkan pemerintah tidak mampu menyediakan hunian yang layak.

Faktor bencana dapat pula menjadi salah satu pendorong perluasan kawasan kumuh. Adanya bencana, baik bencana alam seperti misalnya banjir, gempa, gunung meletus, longsor maupun bencana akibat perang atau pertikaian antar suku juga menjadi penyebab jumlah rumah kumuh meningkat dengan cepat.

2.5 Perencanaan Tataguna Lahan di Daerah Rawan Bencana

Reaksi manusia terhadap bencana alam yang mungkin terjadi di lingkungan dimana manusia itu tinggal adalah antara lain :

1. Menghindar (Avoidance).

(14)

7 menempatkan bangunan di tempat-tempat yang berpotensi terkena bencana alam seperti daerah banjir, dan daerah rawan gempa.

2. Stabilisasi (Stabilization)

Beberapa bencana alam dapat diseimbangkan dengan menerapkan rekayasa keteknikan, seperti misalnya di daerah-daerah genangan yang kemiringan lerenganya agak rendah, bangunan yang didirikan harus memiliki pondasi yang tinggi.

3. Penetapan Persyaratan Keselamatan Struktur Bangunan (Provision for safety in structures)

Untuk daerah-daerah yang berpotensi terkena banjir, maka bangunan harus dibuat dengan struktur panggung guna menghindari terpaan air.

4. Pembatasan penggunaan lahan dan penempatan jumlah jiwa (Limitation of land-use and occupancy)

Jenis peruntukan lahan, seperti lahan pertanian atau lahan pemukiman dapat dilakukan dengan cara membuat peraturan peraturan yang berkaitan dengan potensi bencana yang mungkin timbul. Penempatan jumlah jiwa per hektar dapat disesuaikan untuk mengurangi tingkat bencana.

5. Membangun Sistem Peringatan Dini (Establishment of early warning system)

Beberapa bencana alam dapat diprediksi, sehingga memungkinkan tindakan darurat dilakukan. Banjir, Angin Puyuh, Gelombang Laut, serta Erupsi Gunungapi adalah beberapa jenis bencana alam yang dapat diprediksikan. Sistem Peringatan Dini telah terbukti efektif dalam mencegah dan meminimalkan bencana yang akan terjadi di suatu daerah, seperti banjir dan gelombang laut di daerah-daerah pantai.

2.6 Sungai sebagai sistem setting

(15)

8 transportasi dan wisata, maka pengendalian sistem setting dilakukan melalui elemen pengikatan (attachment) dan penghunian (occupancy), seperti :

1. Mendudukkan sungai sebagai orientasi bagi tata letak perumahan sehingga dapat menunjukkkan adanya identitas penghunian.

2. Mengatur tata sirkulasi kendaraan sungai agar tidak mencemari air sungai, serta mengatur kepadatan sirkulasinya

3. Menata ulang bentuk, orientasi dan konstruksi rumah yang lebih memenuhi persyaratan layak huni serta menjadikan sungai sebagai teritori depan bagi orientasi tata letak perumahannya.

4. Kawasan sempadan sungai dapat digunakan sebagai kawasan budidaya (permukiman) tetapi harus tetap memperhatikan fungsi lindungnya. Dengan kata lain kawasan di sempadan sungai dapat digunakan sebagai kawasan permukiman dengan tidak merubah fungsi lindungnya terhadap fisik dan kualitas pinggir sungai, dasar sungai dan lingkungannya.

2.7 Partisipasi Masyarakat

(16)

9 BAB III METODE PENULISAN

3.1 Tahapan Penulisan

Penyusunan karya tulis ini memiliki tahapan-tahapan dalam proses penulisannya yang dilakukan sebagai landasan untuk pengembangan konsep dasar dalam perumusan permasalahan yang diangkat. Tahapan-tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Tahap perumusan tema dan permasalahan

Tahapan ini merupakan suatu awal bagi perumusan keseluruhan isi karya tulis. Penentuan tema dan penjabaran masalah–masalah yang diangkat merupakan tujuan dalam tahap ini yang dapat dianalogikan sebagai suatu pijakan pertama bagi keselanjutan proses dalam penyelesaian karya tulis. b. Tahap pengumpulan landasan teori dan kebijakan

Tahap ini secara makro memiliki tujuan mencari beberapa teori, data atau informasi, dan kebijakan yang memiliki relevansi dengan penjabaran permasalahan dan studi kasus yang diangkat dalam penyusunan karya tulis. c. Tahap analisis dan sintesis

Tahap analisis melakukan sintesis teori dan kebijakankemudian dihubungkan dengan permasalahan yang diangkat sehingga hubungan keduanya jelas dan dapat ditemukan beberapa alternatif solusinya. Tujuan utama dalam tahap ini adalah mencapai tujuan yang telah dijabarkan dalam tahapan pendahuluan.

d. Tahapan kesimpulan dan rekomendasi

Tahap ini bertujuan untuk menyimpulkan keseluruhan isi penulisan menjadi satu pemahaman yang utuh dan bersifat komprehensif. Berdasarkan kesimpulan yang diambil dari keseluruhan isi penulisan akan ditemukan beberapa alternatif solusi yang dapat ditawarkan untuk mengatasi permasalahan yang dibahas.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penyusunan makalah ini menggunakan beberapa metode yaitu:

(17)

10 Data–data yang diperoleh diambil dari reverensi buku yang diperoleh dari perpustakaan maupun dokumen perencanaan dari instansi terkait yang memiliki relevansi dengan pembahasan.

b. Tinjauan Media

Informasi-informasi lain yang diperoleh sebagai input dalam penyusunan makalah ini diperoleh dari internet, media cetak dan media elektronik. Informasi yang diperoleh dalam tinjauan ini merupakan tambahan dari teori-teori yang menjadi acuan.

3.3 Metode Analisis

Metode pendekatan pada proses analisis yang dilakukan dalam penulisan karya tulis ini adalah :

a. Metode analisis deskriptif yaitu analisis untuk mengelola dan menfsirkan data yang diperoleh sehingga dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya pada obyek yang dikaji.

(18)

11 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah

Gambar 1. Peta Kota Surabaya

Sumber: www.google.com

Posisi geografi sebagai permukiman pantai menjadikan Surabaya berpotensi sebagai tempat persinggahan dan permukiman bagi kaum pendatang (imigran). Proses imigrasi inilah yang menjadikan Kota Surabaya sebagai kota multi etnis yang kaya akan budaya. Kota Surabaya terletak diantara 07012’ – 070 21’ Lintang Selatan dan 1120 36’ – 1120 54’ Bujur Timur, merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Batas-batas wilayah Kota Surabaya adalah sebagai berikut :

 Batas Utara : Selat Madura

 Batas Selatan : Kabupaten Sidoarjo

 Batas Timur : Selat Madura

 Batas Barat : Kabupaten Gresik Topografi Kota Surabaya meliputi:

 Kota pantai

 Dataran rendah antara 3-6 m di atas permukaan laut

 Daerah berbukit, di Surabaya bagian selatan 20-30 m di atas permukaan laut

(19)

12 Kota Surabaya sebagai salah satu kota besar di Indonesia juga dengan luas wilayah 326,81 km2 yang dibagi dalam 31 kecamatan dan 163 kelurahan, jumlah penduduk Kota Surabaya sampai dengan tahun 2015 mencapai 2.875.696 jiwa penduduk (dispendukcapil.surabaya.go.id, 2015). Kepadatan penduduk tersebut akan terus meningkat. Kondisi yang seperti ini memperlihatkan bahwa Kota Surabaya pasti tidak lepas dari adanya titik-titik lokasi pemukiman padat hunian. 4.2 Permukiman kumuh di Surabaya

Berdasarkan laporan data dasar RP4D Kota Surabaya, sebaran lokasi permukiman kumuh tersebar merata hampir di seluruh kelurahan yang ada di Kota Surabaya. Permukiman kumuh di Kota Surabaya jika ditinjau berdasarkan lokasinya dapat dibedakan menjadi permukiman kumuh di sekitar pantai dan tambak, di pinggiran sungai dan drainase kota, pinggiran rel kererta api, dan tengah kampung. Sedangkan berdasarkan tingkat kekumuhannya dapat dibedakan menjadi tiga (3) tingkatan yaitu kumuh berat, sedang dan ringan (Laporan Data Dasar RP4D Kota Surabaya, 2008-2018). Berdasarkan studi yang pernah dilakukan oleh

Laboratorium Permukiman ITS, sebagai berikut :

1. Lokasi-lokasi yang lebih banyak ditempati rumah-rumah kumuh adalah sekitar pasar, pertokoan, pabrik/kegiatan industri.

2. Umumnya yang bertempat tinggal di lokasi ini adalah masyarakat yang berpenghasilan rendah bersedia tinggal walaupun kondisi lingkungan fisiknya buruk. Hal ini disebabkan karena lingkungan fisik yang baik belum menjadi kebutuhan prioritas mereka, yang lebih diprioritaskan adalah memperoleh kesempatan di bidang ekonomi untuk mencukupi kebutuhan mereka. Di Kota Surabaya sendiri yang merupakan kota besar akan lebih sering ditemui kawasan-kawasan kumuh dibanding dengan kota-kota lain. 3. Keberadaan rumah-rumah kumuh telah tersebar di seluruh kecamatan.

Disimpulkan bahwa di Kota Surabaya sendiri yang paling banyak rumah-rumah kumuhnya adalah di sepanjang pantai dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai nelayan.

(20)

13 Gambar 2 Peta Lokasi Permukiman Kumuh di Surabaya

Sumber: www.google.com

4.3 Karakteristik permukiman kumuh di Surabaya

Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosialnya. Perumahan kumuh tidak layak huni adalah kondisi dimana rumah beserta lingkungannya tidak memenuhi persyaratan yang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial, dengan kriteria antara lain : • Luas lantai perkapita, di kota kurang dari 4 m2

sedangkan untuk di desa kurang dari 10 m2.

• Jenis atap rumah terbuat dari daun dan lainnya.

• Jenis dinding rumah terbuat dari anyaman bambu yang belum diproses. • Jenis lantai tanah

• Tidak mempunyai fasilitas tempat untuk Mandi, Cuci, Kakus (MCK).

(21)

14 Bulak Banteng, Wonokusumo, Sidotopo Wetan, Tanah Kali Kedinding, Bulak, Gading, Dupak, Bongkaran, Sukolilo, Gebang Putih, Medokan Semampir, Keputih, Gununganyar, Rungkut Menanggal, Wiyung, Waru Gunung, Benowo, Moro Krembangan, Romo Kalisari, Pabean Cantikan, Sememi dan Kandangan. Gambaran beberapa wilayah pemukiman kumuh dan kondisi sanitasinya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3. Kondisi Lingkungan dan Sanitasi di Wilayah Sukolilo

Gambar 4. Kondisi Lingkungan dan Sanitasi di Wilayah Pabean Cantikan

4.4 Solusi yang Pernah Ditawarkan

Dalam rangka mewujudkan penataan kawasan permukiman bantaran sungai telah diupayakan suatu pendekatan dengan menggunakan model penataan seperti berikut :

(22)

15 kawasan terhadap pusat-pusat pelayanan/kegiatan kota yang telah berkembang.

 Penghidupan kembali kawasan yang surut (revitalisasi) yaitu: ditujukan pada kawasan yang menurun fungsi sosial ekonominya melalui usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasan yang layak huni (livable), mempunyai daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota.

 Pembangunan kembali (redevelopment) yaitu: pendekatan penanganan melalui cara membangun kembali (rekonstruksi) kawasan dengan fungsi baru yang dinilai memiliki potensi dan prospek yang lebih baik dari fungsi sebelumnya.

 Peningkatan Kualitas Lingkungan melalui Peremajaan (renewal) yaitu: pendekatan menata kembali kawasan dengan mengganti sebagian atau seluruh unsur-unsur lama dengan unsur-unsur baru untuk tujuan mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai sesuai dengan potensi dan nilai ekonomi kawasan tersebut.

 Intensifikasi Pembangunan yaitu: pendekatan penanganan dengan memanfaatkan ruang-ruang yang tersedia seoptimal mungkin.

 Rehabilitasi Kawasan yaitu: pendekatan penanganan dengan cara memperbaiki lingkungan kawasan yang telah terjadi degradasi sehingga dapat berfungsi kembali sebagai sedia kala.

(23)

16 4.5 Gagasan Baru yang Ditawarkan

4.5.1 Konsep Permukiman Bantaran Sungai, SAYCO

Gambar 5. Diagram Konsep SAYCO

Konsep SAYCO sebagai upaya revitalisasi permukiman bantaran sungai mengutamakan pada 2 hal yaitu, keamanan dari bencana dan kenyamanan masyarakat. Konsep tersebut telah dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan lingkungan yang nyaman. Rumah yang dibangun merupakan rumah sederhana tipe 45 (9x5) yang memiliki kelengkapan khusus sebagai upaya pencegahan bencana. Adapun kelengkapan-kelengkapan tersebut antara lain:

1. Setiap rumah dilengkapi dengan sprinkle di bagian halaman depan, yaitu air mancur di langit-langit bangunan yang memiliki sensor dan secara otomatis menyemprotkan air jika terjadi kebakaran.

Gambar 6. Desain Rumah Tampak Depan

2. Tersedia sekat antar rumah sebesar 1 meter yang difungsikan sebagai ruang terbuka hijau dan lubang biopori, upaya pencegahan bencana banjir. Jarak tersebut juga bertujuan agar bencana kebakaran tidak serta merta merambat ke rumah-rumah di sepanjang sungai tersebut.

Safety

(Area/spot mitigasi bencana)

Comfort (Adanya ruang terbuka hijau dan permukiman tidak menempati daerah

sempadan sungai)

(24)

17 Gambar 7. Biopori di sekat antar rumah

3. Setiap rumah dilengkapi dengan menara penangkal petir.

4. Terdapat titik evakuasi (evacuation point) di sekitar perumahan tersebut sebagai sarana evakuasi ketika terjadi bencana kebakaran. Adapun titik evakuasi tersebut dilengkapi dengan hydrant dan terdapat sumur injeksi untuk mencegah terjadinya banjir. Pipa pemadam kebakaran juga tersedia di lingkungan perumahan tersebut.

Gambar 10. Pipa Air Untuk Pemadam Kebakaran

Gambar 11. Sumur injeksi

(25)

18 Gambar 12. Drainase Tertutup

Gambar 13. Pipa Buangan

Gambar 14. Konsep SAYCO secara keseluruhan

4.5.2 Pihak-Pihak yang Terlibat Dalam Implementasi Gagasan

Adapun pihak-pihak yang dapat berpartisipasi dalam implementasi gagasan, antara lain sebagai berikut.

1. Konsultan perencana

(26)

19 2. Arsitek

Arsitek berperan dalam merancang detail konsep perumahan bantaran sungai. Rancangan tersebut meliputi detail bangunan rumah dan perancangan aspek estetika lingkungan perumahan bantaran sungai. Sentuhan desain pada konsep perumahan bantaran sungai akan menambah nilai kenyamanan lingkungan.

3. Pemerintah

Pemerintah memiliki kewajiban menyediakan lingkungan yang layak sebagai hunian bagi masyarakat. Spesifikasi instansi pemerintahan yang dibutuhkan dalam realisasi konsep ini antara lain sebagai berikut.

 Kementerian Perumahan Rakyat berwenang meningkatkan pemanfaatan sumber daya pembangunan perumahan dan

permukiman serta mengembangkan dan memanfaatkan hasil-hasil

penelitian dan pengembangan teknologi maupun sumber daya dan

kearifan lokal yang berkaitan dengan perumahan.

 Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana memfasilitasi upaya mitigasi bencana di perumahan bantaran sungai.

 Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang yang berperan dalam mengurus

proses perencanaan ruang publik.

 Dinas Pekerjaan Umum dan Bina Marga merupakan pihak yang

berwenang dalam penyelenggaraan teknis pembangunan

lingkungan.

4. Masyarakat

Masyarakat merupakan pelaku utama dalam realisasi konsep SAYCO.

Kegiatan mitigasi bencana harus dikuasai oleh masyarakat setempat,

sehingga masyarakat secara mandiri dapat mengelola perumahan bantaran

sungai berbasis mitigasi bencana tersebut.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

(27)

20 akan permukiman. Akhirnya memicu adanya permukiman liar atau informal dibantaran sungai. Namun kondisi permukiman dibantaran sungai terlihat kumuh dan tidak memperhatikan keamanan dari bencana serta kenyamanan. Sehingga perlu adanya inovasi atau konsep pengembangan permukiman dibantaran sungai yang berbasiskan mitigasi bencana. Ini dimaksudkan agar permintaan akan lahan dikota dapat terselesaikan dengan membuat konsep revitalisasi permukiman dibantaran sungai berbasis mitigasi bencana. Konsep “Sayco” ini sangat membutuhkan peran aktif (partisipatif) dari beberapa stakeholder yang terkait, antara lain konsultan perencanaan, arsitek, pemerintah, serta masyarakat. Keempat stakeholder tersebut harus saling melengkapi agar konsep permukiman dibantaran sungai berbasis mitigasi bencana dapat diterapkan.

5.2 Saran

1. Masyarakat seharusnya dapat memperhatikan keamanan dan kenyamanan saat tinggal di permukiman sekitar bantaran sungai. 2. Perlu adanya konsep hunian yang ramah lingkungan serta keamanan

terhadap adanya bencana.

3. Pemerintah seharusnya lebih aktif dalam sosialisasi hunian yang aman, nyaman, dan ramah lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Catherine, Debora, dkk. 2012. Penataan Lingkungan Permukiman Kumuh di Wilayah Kecamatan Semampir Kota Surabaya Melalui Pendekatan Partisipasi Masyarakat. Surabaya: Jurnal Teknik POMITS.

Sulestianson, Erick, dan Petrus Natalivan. _. Penanganan Permukiman Kumuh Dengan Pendekatan Karakteristik dan Faktor Penyebab Kekumuhan (Studi Kasus:Permukiman Kumuh di Kelurahan Tamansari dan Kelurahan Braga). Bandung: Jurnal SAPPK ITB.

(28)

21 LAMPIRAN

Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota KETUA KELOMPOK

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Nur Fitriah Andriani

2 Jenis Kelamin Perempuan

3 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota

4 NRP 3612100002

5 Tempat Tanggal Lahir Sidoarjo, 11 September 1994

6 E-mail nurfitriah_pipit@yahoo.com

7 Nomor Telepon/HP 085733881419

B. Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA

Nama Institusi SDN Kebonsari SMPN 1 Candi SMAN 2 Sidoarjo

Jurusan - - IPA

Tahun Masuk-Lulus 2000-2006 2006-2009 2009-2012

C. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) -

D. Penghargaan dalam 10 tahun terakhir (dari pemerintah, asosiasi atau institusi lainnya)

No. Jenis Penghargaan Institutsi Pemberi Penghargaan

(29)
(30)

Gambar

Gambar 1. Peta Kota Surabaya
Gambar 2 Peta Lokasi Permukiman Kumuh di Surabaya
Gambar 4. Kondisi Lingkungan dan Sanitasi di Wilayah Pabean Cantikan
Gambar 6.  Desain Rumah Tampak Depan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pada praktikum kali ini dapat mengetahui cara identifikasi senyawa golongan obat alkohol, fenol, asam karboksilat, alkaloid dan basa nitrogen, sulfonamida dan barbiturat,

Berdasarkan dari hasil penelitian pengembangan instrumen tersebut di atas, telah dihasilkan produk pengembangan instrumen untuk mengukur pengembangan tes kelincahan

Pendidikan karakter merupakan hal yang banyak mendapat perhatian di era sekarang ini. Di era sekarang dimana banyak terjadi perilaku menyimpang, pendidikan karakter diperlukan untuk

Data-data yang didapat dari instansi terkait dan survei lapangan akan dihitung guna untuk mengevaluasi sistem pemanenan air hujan di Rumah Tangga, menghitung

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, berkah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

The focus is on characteristics of the mud sample (including the solid and water components of the mud) that may be of potential environmental or human health

Peserta didik melakukan pengamatan dengan cara membaca dan menyimak tentang materi pemasaran online melalui berbagai sumber belajar (modul

Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,