• Tidak ada hasil yang ditemukan

EMBRIOGENESIS DAN PERKEMBANGAN LARVA PATIN HASIL HIBRIDISASI ANTARA BETINA IKAN PATIN SIAM( Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878) DENGAN JANTAN IKAN PATIN JAMBAL ( Pangasius djambal Bleeker, 1846) DAN JANTAN PATIN NASUTUS ( Pangasius nasutus Bleeker,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "EMBRIOGENESIS DAN PERKEMBANGAN LARVA PATIN HASIL HIBRIDISASI ANTARA BETINA IKAN PATIN SIAM( Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878) DENGAN JANTAN IKAN PATIN JAMBAL ( Pangasius djambal Bleeker, 1846) DAN JANTAN PATIN NASUTUS ( Pangasius nasutus Bleeker,"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

EMBRIOGENESIS DAN PERKEMBANGAN LARVA PATIN

HASIL HIBRIDISASI ANTARA BETINA IKAN PATIN SIAM

(Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878) DENGAN

JANTAN IKAN PATIN JAMBAL (Pangasius djambal Bleeker, 1846)

DAN JANTAN PATIN NASUTUS (Pangasius nasutus Bleeker, 1863)

Bam b ang I sw ant o d an Evi T ahap ar i

Loka Riset Pem uliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar Jl. Raya 2 Sukam andi, Subang, Jawa Barat 41256

E- m ail: bambang.is031@gmail.com

(Naskah diterima: 17 Januari 2011; Disetujui publikasi: 28 Mei 2011)

ABST RAK

Pengem bangan budidaya ikan patin jam bal m aupun ikan patin nasutus untuk m em enuhi perm intaan pasar ekspor patin daging putih sulit direalisasikan karena keterbatasan f ek undit as dan pem at angan gonad induk bet inanya. Salah sat u upaya yang dapat d i l ak u k an u n t u k m en i n g k at k an p r od u k t i vi t as p at i n d ag i n g p u t i h ad al ah m el al u i hibridisasi, yakni hibridisasi antara betina patin siam dengan jantan patin jambal maupun jantan patin nasutus. Hal ini dikarenakan patin siam m em iliki keunggulan fekunditas yang tinggi, sedangkan patin jam bal m aupun patin nasutus m em iliki keunggulan daging yang putih. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk m engetahui karakteristik patin hibrida tersebut, term asuk pada tahap- tahap awal kehidupannya. Penelitian ini bertujuan untuk m engetahui karakteristik em briogenesis dan perkem bangan ontogeni m or f ologis lar va p at in hib r id a t er seb ut . Hasil p enelit ian ini m enunj uk k an b ahwa em briogenesis pat in hibrida siam - jam bal dan hibrida siam - nasut us serupa, t et api perkem bangan patin hibrida siam - nasut us sedikit lebih cepat. Pada suhu 28oC- 29oC, larva patin hibrida siam - nasutus m ulai m enetas 20 jam setelah fertilisasi, berukuran panjang total 3,34± 0,14 m m , dengan kantung kuning telur berukuran 0,71± 0,28 m m3 yang terserap 50% pada um ur 24 jam dan relatif habis terserap pada um ur 54 jam . Larva patin hibrida siam - jam bal m ulai m enetas 21 jam setelah fertilisasi, berukuran panjang total 3,47± 0,13 m m , dengan kantung kuning telur berukuran 0,42± 0,08 m m3 yan g t er ser ap 5 0 % p ad a u m u r 3 0 j am d an h ab i s t er ser ap p ad a u m u r 6 0 j am . Perkem bangan larva kedua patin hibrida tersebut hingga m enyerupai m orfologi ikan pat in dewasa j uga relat if serupa, t et api pat in hibrida siam - nasut us m enunj uk k an k er ag aan p er t u m b u h an yan g l eb i h b ag u s, m en g h asi l k an h et er osi s b er d asar k an p er t am b ahan p anj ang t ot al sel am a 1 0 har i m asa p em el i har aan seb esar 2 0 ,2 0 %, sedangkan pada pat in hibrida siam - jam bal sebesar - 4,15%.

KATA KUNCI: em br io, lar va, hibr ida, siam , jam bal, nasut us

ABST RACT : Em br yogenesis and lar val developm ent of pangasius hybr ids produced f rom f em ale Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1 8 7 8 and m ale Pangasius djambal Bleeker, 1 8 4 6 and Pangasius nasutus Bleek er, 1 8 6 3 . By: Bam bang Isw ant o and Evi T ahapari

(2)

PENDAHULUAN

Pat in m erupak an salah sat u k om odit as perikanan air t awar yang diunggulkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, terutama sebagai komoditas ekspor patin daging putih. Indonesia m em iliki 14 spesies dari 28 spesies patin yang telah diidentifikasi (Gustiano, 2009), dengan patin jambal (P. djambal Bleeker, 1846), pat in nasut us (P. nasutus Bleeker, 1863) dan pat in kunyit (P. kunyit Pouyaud, Teugels & Legendre, 1999) m erupakan spesies- spesies yang pot ensial unt uk dikem bangkan sebagai komoditas perikanan budidaya (Pouyaud et al., 1999; Legendre et al., 2000b; Legendre, 2008). Nam un dem ikian, spesies pat in yang t elah d i b u d i d ayak an secar a l u as d i In d o n esi a terutama adalah patin siam (P. hypophthalmus Sauvage, 1878) yang diint roduksi dari Thai-land sejak tahun 1972 (Hardjamulia et al., 1981; Legendre et al., 1998b; 1998c; 2000a) dan pat in jam bal yang t elah berhasil didom est i-kasikan (Sudarto, 1999; Legendre et al., 1998a; 2000b), sedangkan patin nasutus masih dalam t ahap dom est ikasi (Legendre et al., 2000b; Tahapari et al., 2008) dan pat in kunyit belum diupayakan proses dom est ikasinya.

Pat in jam bal dan nasut us m em iliki daging yan g b er war n a p u t i h , m em en u h i st an d ar k ualit as ek spor pat in daging put ih, t et api fekunditasnya rendah dan proses pematangan g o n ad i n d u k b et i n a ser t a k eb er h asi l an

pemijahan buatannya sulit dicapai pada musim kem arau (LRPTBPAT, 2006; Tahapari et al., 2008; 2010b), sehingga upaya pengembangan budidayanya sebagai kom odit as ekspor pat in daging put ih sulit direalisasikan. Sebaliknya, patin siam telah terdomestikasi dengan baik di In d o n esi a, p em i j ah an b u at an n ya m u d ah dilak uk an dan dapat dipijahk an sepanjang t ahun sert a m erupakan spesies pat in yang memiliki fekunditas tinggi dan toleran terhadap berbagai kondisi m edia pem eliharaan (Cacot , 1998; Legendre et al., 1998b; 1998c; 2000a; Jalabert , 2008), t et api dagingnya berwarna kuning, sehingga nilainya sebagai kom odit as ekspor relatif rendah (Jalabert, 2008; Tahapari et al., 2010b).

Salah sat u upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas patin daging put ih adalah m elalui hibridisasi. Hibridisasi d al am u p aya m en i n g k at k an p r od u k t i vi t as dapat dicapai melalui persilangan antara betina spesies ikan yang t elah t erdom est ikasi dan b er f ek u n d i t as t i n g g i , t et ap i m em i l i k i k e-k ur ang an p ad a e-k ar ae-k t er t er t ent u, d engan spesies ikan lain yang m em iliki keunggulan p ad a k ar ak t er t er t en t u t er seb u t , t et ap i p r o d u k t i v i t as n y a r en d ah at au b el u m t er d om est i k asi (Ch evassu s, 1 9 8 3 ). Up aya peningkat an produkt ivit as pat in daging put ih dapat dicapai melalui hibridisasi antara betina pat in siam (berf ekundit as t inggi, t elah t er-domestikasi dengan baik dan dapat dipijahkan brooders. Hybridization could be one of the alternatives to increase the productivity of white flesh pangasiid catfish, i.e. through hybridization between female P. hyp op ht halm us and male P. d j am b al or P. nasut us. P. hyp op ht halm us has higher fecundity rate and both of P. djambal and P. nasutus have white flesh. It is then important to find out if the hybrids of those fish have the superior characteristics, especially at the early life stages. The research was aimed to characterize the embryonic and larval development of the hybrids. The result showed that embryogenesis of both hybrids were similar. However, embryogenesis of P. hyp op ht halm us X P. nasut us hybrid occured rapidly. At 28oC-29oC of water temperature, P. hypophthalm us X P. nasutus hybrid larvae started to hatch 20 hours after fertilization with larval average length of 3.34±0.14 mm and yolk sac volume of 0.71±0.28 mm3. As much as 50% of yolk sac was absorbed during the 24 hours after hatching and was completely absorbed at 54 hours after hatching. Hatching of P. hypophthalm us X P. djam bal hybrid larvae started at 21 hours after fertilization with larval average length of 3.47±0.13 mm and yolk sac volume of 0.42±0.08 mm3. 50% of the yolk sac was absorbed at 30 hours after hatching and was completely absorbed at 60 hours after hatching. Larval development of both hybrids was also quite similar, but P. hypophthalmus X P. nasutus hybrid showed better growth performance, resulted in mid-parent heterosis based on the total length gain after 10 days rearing period of 20.20%, while in P. hypophthalmus X P. djambal hybrid was -4.15%.

(3)

sepanjang t ahun, t et api berdaging kuning) dengan jant an pat in jam bal m aupun pat in nasut us (berdaging put ih). Hibridisasi ant ara bet ina pat in siam dengan jant an pat in jam bal telah dilakukan dan karakteristik morfometrik, m erist ik, pert um buhan, daging dan biologi-r ep biologi-r od uk si hi b biologi-r i d anya t el ah d i i d ent i f i k asi (Gustiano, 2004; LRPTBPAT, 2006; Gustiano & Kr i st an t o , 2 0 0 7 ; Tah ap ar i et al., 2 0 0 7 ), sedangkan hibridisasi antara betina patin siam dengan jantan patin nasutus masih dalam tahap karakt erisasi (ident ifikasi). Nam un dem ikian, informasi karakteristik perkem- bangan embrio dan larva kedua pat in hibrida t ersebut belum ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui k ar ak t er ist ik em b r iogenesis d an p er k em -bangan larva pat in hibrida hasil hibridisasi ant ara bet ina pat in siam dengan jant an pat in jambal (patin hibrida siam- jambal) dan dengan j ant an p at in nasut us (p at in hib r id a siam -nasutus).

BAHAN DAN METODE

Pemijahan Buatan dan Pemeliharaan Larva

Induk- induk patin siam, nasutus dan jambal yan g d i p er g u n ak an p ad a p en el i t i an i n i dipelihara dalam kolam t anah berukuran 200 m2 di Lok a Riset Pem uliaan dan Tek nologi Budidaya Perik anan Air Tawar (LRPTBPAT), Sukamandi. Pakan yang diberikan berupa pelet komersial dengan kadar protein 28% sebanyak 2% biomassa per hari, diberikan pada pagi dan sore hari.

Pem ilihan ind uk b et ina yang ak an d i-pergunakan dilakukan m elalui pengam bilan sampel oosit intraovarian dengan cara kanulasi (intraovarian biopsy) m enggunakan kat et er. Sampel oosit intraovarian masing- masing induk betina selanjutnya diamati dan diukur dengan m ikroskop binokuler yang t elah dilengkapi mikrometer terkalibrasi pada perbesaran 4x10. Induk bet ina dipilih yang t elah m at ang gonad dengan m odus diam et er oosit lebih dari 0,90 mm untuk patin siam, lebih dari 1,40 mm untuk pat in nasut us dan lebih dari 1,70 m m unt uk pat in jam bal. Induk- induk jant an pat in siam , jam bal dan nasutus dipilih yang telah m atang g on ad , yak n i d ap at m en g el u ar k an cai r an sperm a ket ika dilakukan sedikit pengurut an (stripping) pada papila genitalia.

In d u k si st i m u l asi h or m on al d i l ak u k an terhadap induk betina dan jantan yang terpilih. Penyuntikan terhadap induk betina dilakukan

dua kali dengan selang wakt u penyunt ikan selama 24 jam. Penyuntikan pertama terhadap induk betina dilakukan dengan hormon dot ropin, yakni hCG (human chorionic gona-dotropin) m enggunakan CHORULON® dengan dosis 500 IU/ kg induk. Penyunt ikan kedua t er h ad ap i n d u k b et i n a d i l ak u k an d en g an kom binasi gonadotropin releasing hormone analogue (Gn RH a) d an an t i d o p am i n (d o m p er i d o n e) m en g g u n ak an OVAPRIM® dengan dosis 0,6 m L/ kg induk. Penyunt ikan t erhadap induk j ant an dilak uk an sat u k ali bersam aan dengan penyunt ikan kedua t er-hadap induk bet ina m enggunakan OVAPRIM® dengan dosis 0,2 m L/ kg induk.

Sperma hasil pengurutan ditampung dalam bot ol, dan diencerkan dengan larut an 0,9% NaCl fisiologis , dengan perbandingan volume sperm a dan volum e NaCl f isiologis sebanyak 1:5. Set elah sperm a diperoleh, selanjut nya dilakukan pengam bilan t elur m elalui pengu-rut an. Fert ilisasi dilakukan dengan m et ode kering (dry method). Aktivasi proses fertilisasi dilakukan menggunakan air mineral Telur patin siam difertilisasi dengan sperm a patin jam bal untuk membentuk patin hibrida siam- jambal, sperma patin nasutus untuk membentuk patin hibrida siam - nasut us dan sperm a pat in siam sendiri. Telur patin jam bal dan nasutus hanya dif ert ilisasi dengan sperm a m asing- m asing sp esies p at in t er seb ut . Ink ub asi t elur d i-lakukan dalam corong penet asan dengan air m edia inkubasi yang tersirkulasi.

Lar va- lar va hasil p enet asan d ip elihar a dalam bak fiberglass berukuran 500 lit er di dalam ruangan pem eliharaan larva, dengan k epadat an 50 ek or larva per lit er. Selam a pem eliharaan diberikan pakan berupa nauplii Artemia sp . sej ak har i k ed ua hingga har i k elim a, selanjut nya hingga hari k esepuluh secara bertahap diganti dengan kutu air (Moina sp.) beku atau larva cacing darah (Chironomus sp.) beku yang dicincang, set elah it u secara bertahap diberikan cacing sutera (Tubifex sp.) hingga um ur 12 hari, k em udian m ulai di-perkenalkan dengan pakan buat an kom ersial berbent uk halus dengan kadar prot ein 40%.

Identifikasi Perkembangan Embrio dan Larva

(4)

(Tah ap ar i et al., 2 0 1 0 a). Masi n g - m asi n g sebanyak 200 but ir t elur sam pel yang t elah difertilisasi dan akan diamati perkembangannya d i t em p at k an d al am wad ah - wad ah p l ast i k t em bus cahaya berisi 300 m L air m ineral. Wadah- wadah t ersebut dit em pat kan dalam ruang inkubasi dengan suhu air media inkubasi 28oC- 29oC. Pengam at an dilak uk an dengan m ik rosk op st ereo yang dilengk api dengan kamera digital. Pengamatan dan dokumentasi dilakukan secara terus- m enerus sejak proses fert ilisasi sam pai t erjadinya penet asan.

Pen g am at an p er k em b an g an o n t o g en i m orfologis dan pert um buhan larva dilakukan secara t erus- m enerus selam a t ahap pem e-liharaan di dalam ruangan sejak larva menetas hingga t elah m em iliki kelengkapan organ-o r g an sep er t i p ad a i k an p at i n d ew asa (m ak sim um selam a 10 hari), sebagaim ana d ef i n i si i st i l ah l ar va yan g d i b er i k an ol eh Bl ax t er (1 9 8 8 ) d an Fu i m an (2 0 0 2 ), yak n i p er i o d e p er k em b an g an sej ak p en et asan sam pai berak hirnya perubahan- perubahan m or f ologis (m et am or f osis) sehingga t elah memiliki kelengkapan organ- organ menyerupai ikan dewasa. Pengam at an, pengukuran, dan d o k u m en t as i p er k em b an g an o n t o g en i m orf ologis larva dilak uk an dengan m eng-gunakan m ikroskop st ereo yang dilengkapi dengan mikrometer okuler dan kamera digital. Jum lah sam pel larva yang diam at i m asing-m asing sebanyak 30 ekor.

HASIL DAN BAHASAN

Embriogenesis

Diameter oosit patin siam yang distimulasi secara horm onal dan dipergunak an dalam

hibridisasi dengan sperm a pat in jam bal dan nasutus pada penelitian ini berkisar 0,80- 1,15 m m , dengan m odus berkisar 0,90- 1,10 m m (Gam bar 1A). Diam et er t elur t erovulasi (hasil pengurut an) berkisar 0,95- 1,20 m m , dengan m odus berkisar 1,05- 1,15 m m (Gam bar 1B). Sesaat set elah t erf ert ilisasi, t elur m engalam i hidrasi sehingga t erbent uk ruang perivit elin yang memisahkan telur dari membran telur, dan diameter telur menjadi berkisar 1,10- 1,20 mm, dengan m odus 1,15 m m (Gam bar 1C). Diam -et er oosit int raovarian pat in nasut us yang dipergunakan dalam proses induksi stim ulasi hormonal pada penelitian ini berkisar 1,30- 1,60 m m , sedangkan pada pat in jam bal berkisar 1,20- 1,75 m m . Diam et er t elur pat in nasut us hasil pengurut an berk isar 1,40- 1,65 m m , sedangkan pada pat in jam bal berkisar 1,70-1 ,9 5 m m . Di am et er t el u r p at i n n asu t u s terfertilisasi berkisar 1,90- 2,15 mm, sedangkan pada patin jambal berkisar 1,95- 2,20 mm.

Proses em briogenesis pat in hibrida siam -jam bal dan hibrida siam - nasut us pada suhu m edia inkubasi 28oC- 29oC hingga m enet as pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 2.

Proses em briogenesis pat in hibrida siam -jambal dan patin hibrida siam- nasutus serupa, t et api wakt u yang diperlukan bagi m asing-m asing t ahap perkeasing-m bangan relat if berbeda, yakni sedikit lebih cepat pada pat in hibrida siam- nasutus (Tabel 1). Tahap perkembangan 1 sel d i t an d ai d en g an t er b en t u k n ya sel t unggal (blastodisc) beruk uran besar yang t am p ak l eb i h p ad at d i b and i ng k an b ag i an k uning t elur (Gam b ar 2 A). Per k em b angan selanjut nya adalah t ahap- t ahap pem belahan sel (m or ulasi). Pem b elahan yang p er t am a

Gambar 1. Oosit dan t elur pat in siam . Oosit int raovarian yang diinduksi secara horm onal (A), oosit terovulasi hasil pengurutan yang dipergunakan dalam proses hibridisasi buatan (B) dan telur terfertilisasi (C)

(5)

Tabel 1. Embriogenesis patin hibrida siam- jambal dan hibrida siam- nasutus

Table 1. Embryogenesis of P. hypophthalmus X P. djambal hybrid, and P. hypophthalmus

X P. nasutus hybrid

T ahap St a g e

Hib rid a siam-jamb al P. h ypopt h a lm us X P.

d ja m b a l h yb r id

Hib rid a siam-nasut us P. h ypoph t h a lm us X P.

n a sut us h yb r id

1 sel Terjadi dalam periode 10-40

menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 10-30 menit setelah fertilisasi

Single cell Occured within 10-40 minutes

after fertilization

Occured within 10-30 minutes after fertilization

2 sel Terjadi dalam periode 20-50

menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 20-50 menit setelah fertilisasi

2 cells Occured within 20-50 minutes

after fertilization

Occured within 20-50 minutes after fertilization

4 sel Terjadi dalam periode 30-80

menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 30-80 menit setelah fertilisasi

4 cells Occured within 30-80 minutes

after fertilization

Occured within 30-80 minutes after fertilization

8 sel Terjadi dalam periode 40-90

menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 40-90 menit setelah fertilisasi

8 cells Occured within 40-90 minutes

after fertilization

Occured within 40-90 minutes after fertilization

16 sel Terjadi dalam periode 50-90

menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 50-90 menit setelah fertilisasi

16 cells Occured within 50-90 minutes

after fertilization

Occured within 50-90 minutes after fertilization

32 sel Terjadi dalam periode 80-110

menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 80-110 menit setelah fertilisasi

32 cells Occured within 80-110 minutes

after fertilization

Occured within 80-110 minutes after fertilization

64 sel Terjadi dalam periode 90-130

menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 90-130 menit setelah fertilisasi

64 cells Occured within 80-130 minutes

after fertilization

Occured within 90-130 minutes after fertilization

128 sel Terjadi dalam periode 110-150

menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 110-150 menit setelah fertilisasi

128 cells Occured within 110-150 minutes

after fertilization

Occured within 110-150 minutes after fertilization

Bany ak sel (morula) Terjadi dalam periode 130-220 menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 120-200 menit setelah fertilisasi

Morula Occured within 130-220 minutes

after fertilization

Occured within 120-200 minutes after fertilization

Blastulasi (pembentukan blastoderm)

Terjadi dalam periode 200-240 menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 190-220 menit setelah fertilisasi Blastulasi (blastoderm

formation)

Occured within 200-240 minutes after fertilization

Occured within 190-220 minutes after fertilization

Gastrulasi (penutupan kuning telur)

Terjadi dalam periode 230-450 menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 210-420 menit setelah fertilisasi Gastrulasi (yolk

covering)

Occured within 230-450 minutes after fertilization

(6)

adalah t ahap perkem bangan 2 sel, dit andai dengan t erjadinya pem belahan m it osis sel t unggal m enghasilk an d ua b uah sel yang berukuran lebih kecil dan sam a (Gam bar 2B). Pem belahan selanjut nya adalah t ahap per-kem bangan 4 sel, dit andai dengan t erjadinya pem belahan m it osis dari kedua sel m eng-hasilkan em pat buah sel (Gam bar 2C). Tahap 8 sel dit andai dengan t erjadinya pem belahan keem pat sel m enghasilkan delapan buah sel (Gam bar 2D). Tahap- t ahap perk em bangan selanjut nya t erjadi pem belahan- pem belahan sel secar a m i t o si s m en g h asi l k an sel - sel (b l ast om er ) d eng an j um l ah d ua k al i l i p at (duplikasi), sehingga t erbent uk banyak sel berukuran kecil- kecil (Gam bar 2E) dan dalam bent uk susunan yang bergerom bol (m orula) yang tampak lebih padat dibandingkan bagian k uning t elur (Gam bar 2F). Tahap perk em -bangan selanjutnya adalah blastulasi, ditandai dengan t erjadinya invasi bagian kuning t elur m enghasilkan cincin germ inal (germinal ring) d an seb ag i an k u n i n g t el u r m asi h b el u m tertutupi blastoderm (blastomer) (Gambar 2G). Kemudian dilanjutkan dengan tahap gastrulasi, dit andai dengan t erjadinya proses perluasan dan penut upan kuning t elur oleh blast oderm ke arah blastopora (blastopore closure, epiboly) hingga selur uh b agian k uning t elur t elah tertutupi oleh blastoderm (Gambar 2H sampai

2K). Tahap perkem bangan selanjutnya adalah t er j ad inya or ganogenesis, d iawali d engan t erbent uknya bakal kepala dan ekor (Gam bar 2J dan 2K), pem bent ukan kepala, ekor, ruas-ruas t ulang belak ang, bak al m at a, ot olit h, jantung, dan organ- organ lainnya (Gambar 2L dan 2M), pigm ent asi kant ung kuning t elur (Gam b ar 2 N) d an p enet asan (Gam b ar 2 O) m enghasilkan larva pat in (Gam bar 2P sam pai 2T).

Diameter oosit dan telur di antara spesies-spesies ikan patin (Pangasiidae) menunjukkan adanya variasi. Oosit int raovarian pat in siam yang dipergunakan dalam upaya peningkatan keberhasilan pem ijahan buat an secara hor-m onal di Sukahor-m andi (Indonesia) berdiahor-m et er 1,0± 0,05 m m dan oosit t erovulasi berukuran 1,04- 1,20 mm (Legendre et al., 1998b; 2000a), serupa dengan ukuran diam et er oosit pat in siam yang dipergunakan pada penelit ian ini. Oo si t i n t r ao var i an p at i n si am yan g d i -p er g u n ak an d al am u -p ay a -p en i n g k at an keberhasilan pem ijahan buat an secara hor-monal di Delta Mekong (Vietnam) berdiameter 1,0 mm, oosit terovulasi dan telur terfertilisasi b er u k u r an 1 ,1 - 1 ,3 m m , sed an g k an oosi t int raovarian ikan pat in P. bocourti berukuran 1,9 mm, oosit terovulasi dan telur terfertilisasi berukuran 1,8- 2,0 mm (Cacot, 1998; Cacot et al., 2002). Diam et er t elur t erf ert ilisasi pat in Tabel 1 lanjutan (Table 1 continued)

T ahap

Terjadi dalam periode 430-490 menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 400-450 menit setelah fertilisasi Head and tail buds

formation

Occured within 430-490 minutes after fertilization

Occured within 400-450 minutes after fertilization

Pembentukan kepala dan ekor

Terjadi dalam periode 480-860 menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 430-800 menit setelah fertilisasi Head and tail

formation

Occured within 480-860 minutes after fertilization

Occured within 430-800 minutes after fertilization

Pigmentasi kantung kuning telur

Terjadi mulai 1.080 menit setelah fertilisasi

Terjadi mulai 1.000 menit setelah fertilisasi

Yolk sac pigmentation Started to occur at 1,080

minutes after fertilization

Started to occur at 1,000 minutes after fertilization

Penetasan Terjadi dalam periode

1.280-1.600 menit setelah fertilisasi

Terjadi dalam periode 1.200-1.500 menit setelah fertilisasi

Hatching Occured within 1,280-1,600

minutes after fertilization

(7)

siam di Kazan (Rusia) berkisar 1,2- 1,8 m m (Islam , 2005). Diam et er oosit t erovulasi pat in j am b al yan g d i p er g u n ak an d al am u p aya pem ijahan buat an secara horm onal pert am a kali di Jam bi (Indonesia) berkisar 1,8- 1,9 m m (Leg en d r e et al., 1 9 9 8 a), ser u p a d en g an diameter oosit patin jambal yang dipergunakan pada penelitian ini. Diameter oosit intraovarian ikan pat in P. conchophilus di Delt a Mekong berukuran 1,12- 1,20 mm (Xuan & Liem, 1998). Diam et er oosit t er ovulasi ik an pat in yang dalam publik asi t ersebut secara salah di-ident if ikasi sebagai P. pangasius di Sungai Musi (Indonesia) berkisar 1,4- 1,6 m m (Arifin, 1987) (lihat Tahapari et al., 2010a). Diam et er oosit t erovulasi ikan pat in P. gigas di Chiang Mai (Thailand) berkisar 1,2- 1,4 m m (Meng-Um phan et al., 2006). Ukuran at au kisaran diam eter oosit dan telur spesies patin siam di t em pat yang berbeda t ersebut juga m enun-juk k an adanya variasi. Perbedaan t ersebut

diduga karena perbedaan asal/ tempat (strain, sej ar ah ), k o n d i si , u k u r an , d an t er u t am a perbedaan suplai pakan induk patin siam yang diberikan selam a proses oogenesis.

Proses perkembangan embrio patin hibrida siam - jam bal dan hibrida siam - nasut us pada penelit ian ini secara um um serupa dengan perkem bangan em brio spesies- spesies ikan Siluriform es (catfish) yang lain, m isalnya ikan pat in siam (Hardjam ulia et al., 1981; Islam , 2005), ikan pat in jam bal (Slem brouck et al., 2003a), ikan pat in nasut us (Tahapari et al., 2010a), ikan pat in P. pangasius (Sarkar et al., 2 0 0 2 ), i k an p at i n (yan g secar a sal ah d i -identifikasi sebagai) P. pangasius (Arifin, 1987), ikan Mystus montanus (Bagridae) (Arockiaraj et al., 2 0 0 3 ), ik an M. cavasius (Bagr id ae) (Rahm an et al., 2004), ikan Heteropneustes fossilis (Clariidae) (Puvaneswari et al., 2009), ikan Pelteobagrus fulvidraco (Bagridae) (Wang et al., 2006) dan ikan- ikan Silurif orm es yang Gambar 2. Embriogenesis patin siam, jambal, nasutus, hibrida siam- jambal dan hibrida siam- nasutus. Proses perkembangan embrio (A- N), penetasan (O), larva patin hibrida siam- jambal (P), hibrida siam- nasutus (Q), siam (R), jambal (S) dan nasutus (T) yang baru menetas (skala batang = 0,5 mm)

Figure 2. Embryogenesis of P. hypophthalmus, P. djambal, P. nasutus, P. hypophthalmus

(8)

lain (di-review oleh Adriaens & Vandewalle, 2003). Nam un dem ik ian, periode m asing-masing tahap embriogenesis berbeda di antara spesies yang berbeda dan t erut am a sangat dipengaruhi oleh suhu air m edia inkubasi dan diam et er oosit nya (di-review oleh Fuim an, 2002).

Proses perkembangan embrio patin hibrida siam - jam bal dan pat in hibrida siam - nasut us r elat if ser up a, t et ap i p er iod e ink ub asinya sedikit berbeda dan penet asan pat in hibrida siam - nasut us t erjadi sedikit lebih awal, yakni m ulai t erjadi 20 jam set elah f ert ilisasi di-bandingkan 21 jam set elah f ert ilisasi pada su h u 2 8oC- 2 9oC. Pr o ses p er k em b an g an em brio kedua pat in hibrida t ersebut ham pir serupa dengan proses perkem bangan em brio patin siam sebagai induk betinanya (pada suhu m edia inkubasi y ang sam a, pat in siam m ulai m enet as 19 jam set elah f ert ilisasi), nam un b er b ed a j au h j i k a d i b an d i n g k an d en g an p er k em b an g an em b r i o p at i n j am b al d an nasut us sebagai induk jant annya (pada suhu media inkubasi yang sama, patin nasutus mulai m enet as 30 jam set elah f ert ilisasi dan pat in jam bal 31 jam setelah fertilisasi). Hal tersebut t am paknya m engindikasikan bahwa proses perk em bangan em brio pat in- pat in hibrida t er seb ut t er ut am a leb ih d ip engar uhi oleh pengaruh m at ernal. Pola periode ink ubasi k ed ua p at in hib r id a t er seb ut b er sesuaian dengan pola periode ink ubasi pat in siam , jambal dan nasutus, yakni oosit patin siam yang d if er t ilisasi d engan sp er m a p at in nasut us (pat in hibrida siam - nasut us) m enet as lebih dahulu dibandingkan oosit pat in siam yang difertilisasi dengan sperma patin jambal (patin hibrida siam - jam bal), karena penetasan patin nasutus juga terjadi lebih dahulu dibandingkan pat in jam bal. Hal t ersebut t am paknya m eng-i nd eng-i k aseng-i k an b ahwa p r oses p er k em b ang an em b r i o p at i n - p at i n h i b r i d a t er seb u t j u g a dipengaruhi oleh pengaruh pat ernal.

Periode inkubasi t elur di ant ara spesies-spesies ikan patin (Pangasiidae) menunjukkan adanya variasi. Boonbrahm (1968) melaporkan bahwa periode inkubasi patin siam di Thailand berkisar 27- 33 jam pada suhu inkubasi 26,5o C-31,0oC. Hardjam ulia et al. (1981) m elaporkan b ah w a p en et as an l ar v a p at i n s i am d i Cib alagung (Ind onesia) t er j ad i 2 9 - 3 1 j am set elah f ert ilisasi pada suhu 24,0oC- 26,5oC. Hasil penelit ian Cacot (1998) m enunjukkan bahwa penet asan larva pat in siam di Delt a Mekong (Vietnam) pada suhu inkubasi 27,7o

(9)

h i b r i d a h asi l h i b r i d i sasi an t ar a i k an C. gariepinus dengan Heterobranchus longifilis (Cl ar i i d ae) secar a r esi p r ok al r el at i f sam a dengan induk t et uanya (24- 25 jam set elah fertilisasi pada suhu 27oC- 29oC).

Perkembangan Larva

H as i l p en g am at an p er k em b an g an ontogeni morfologis (morfogenesis) larva patin hibrida siam- jambal sampai umur 10 hari pada penelit ian ini disajikan pada Gam bar 3 dan patin hibrida siam- nasutus pada Gambar 4.

Proses perkem bangan larva pat in hibrida siam- jambal relatif serupa dengan patin hibrida siam- nasutus. Larva patin hibrida siam- jambal yang baru menetas rata- rata berukuran panjang t ot al 3,47± 0,13 m m , sedangkan larva pat in hibr ida siam - nasut us r at a- r at a ber uk ur an panjang total 3,34± 0,14 m m (Tabel 2). Badan

larva k edua pat in hibrida t ersebut t am pak bersegm en, t ransparan dan belum m em iliki p i g m en m el an of or a, k ecu al i sed i k i t p ad a bagian vent rolat eral kant ung kuning t elur. Sirip sebagai alat pergerakannya baru berupa bakal sirip ekor (caudal fin fold) dan bakal sirip anal (anal fin fold) yan g m asi h m en yat u . Mu l u t n ya b el u m m em b u k a. Sal u r an p en -cernaan berupa saluran pendek (alimentary canal) dari ujung belakang kant ung kuning telur sam pai pangkal bakal sirip anal (Gam bar 3A dan 4A).

Bakal sirip ekor dan bakal sirip anal yang m asih m enyatu m erupakan organ pergerakan awal larva patin hibrida siam- jambal dan hibrida siam- nasutus yang baru menetas. Sirip lemak (adipose fin) dan sirip anal larva kedua pat in h i b r i d a t er seb u t m u l ai t er b en t u k 2 4 j am set elah m enet as (Gam bar 3C dan 4C).

Jari-Gambar 3. Perkembangan morfologis larva patin hibrida siam- jambal sampai umur 10 hari (skala batang= 2 mm)

Figure 3. Morphological development of P. hypophthalmus X P. djambal hybrid larvae during 10 days post hatching (bar scale= 2 mm)

Gambar 4. Perkembangan morfologis larva patin hibrida siam- nasutus sampai umur 10 hari (skala batang = 2 mm)

(10)

jari sirip ekor (caudal fin rays) larva kedua pat in hibrida t ersebut m ulai t erbent uk pada um ur 48 jam (Gam bar 3E dan 4F) dan m ulai bersegmen pada umur 78 jam (Gambar 3G dan 4G). Bagian bawah sirip ekor m ulai t erbent uk (memanjang) pada umur 60 jam, sehingga sirip ek or (caudal fin) m ulai b er cag ak (forked) (Gam bar 3F dan 4G) dan panjang bagian at as si r i p ek o r h am p i r sam a d en g an b ag i an bawahnya pada saat larva pat in hibrida siam -jambal berumur 110 jam dan umur 120 jam pada larva pat in hibrida siam - nasut us (Gam bar 3H dan 4H). Bakal sirip dada (pectoral fins) larva patin hibrida siam- jambal mulai terbentuk pada um ur 60 jam , sedangk an pada larva pat in hibrida siam - nasut us m ulai t erbent uk pada umur 72 jam. Bakal sirip punggung (dorsal fin) l ar va k ed u a p at i n h i b r i d a t er seb u t m u l ai terbentuk pada um ur 60 jam (Gam bar 3D dan 4G). Jari- jari sirip punggung (dorsal fin rays) larva patin hibrida siam- nautus mulai terbentuk pada um ur 110 jam (Gam bar 4I) dan duri sirip punggung (dorsal spine) terbentuk pada umur 144 jam (Gam bar 4I), sedangkan duri sirip punggung larva patin hibrida siam- jambal mulai terbentuk pada umur 114 jam (Gambar 3I). Bakal sirip perut (ventral fins) larva k edua pat in hibrida t ersebut m ulai t erbent uk pada um ur 110 jam (Gambar 3H dan 4H). Jari- jari sirip anal (anal fin rays) l ar va k ed u a p at i n h i b r i d a t ersebut m ulai t erbent uk pada um ur 72 jam

(Gambar 3F dan 4F) dan mulai bersegmen pada um ur 78 jam (Gam bar 3G dan 4G). Sirip anal (anal fin) m ulai t erpisah dari sirip ekor pada umur 144 jam dan pada larva patin hibrida siam-jam bal benar- benar t erpisah pada um ur 192 jam, sedangkan pada larva patin hibrida siam-nasutus benar- benar terpisah pada umur 180 jam (Gam bar 3I dan 4I). Sirip preanal (preanal fin fold, abdominal keel) yang ada sejak kedua larva pat in hibrida t ersebut m enet as m ulai mengalami rudimenter sehingga menjadi tidak ada lagi pada umur 240 jam (Gambar 3J dan 4J).

Kant ung kuning t elur larva pat in hibrida siam - j am bal yang baru m enet as rat a- rat a berukuran 0,42± 0,08 m m3, sedangkan pada larva pat in hibrida siam - nasut us rat a- rat a berukuran 0,71± 0,28 m m3. Volum e kant ung kuning t elur larva pat in hibrida siam - jam bal mengalami penyerapan sekitar 50% pada umur 30 jam , dan relat if habis t erserap pada um ur 60 jam , sedangkan pada larva pat in hibrida siam - nasut us m engalam i penyerapan sekit ar 5 0 % pada um ur 2 4 j am , dan r elat if habis terserap pada umur 54 jam (Gambar 5).

Pigm ent asi pada m at a larva pat in hibrida siam - jam bal dan hibrida siam - nasut us m ulai terjadi 3 jam setelah menetas (Gambar 3B dan 4B). Pigmentasi juga sedikit mulai terjadi pada ekor bagian depan, Badan bagian depan dan kepala pada larva pat in hibrida siam - jam bal

Umur (jam)

Yolk sack absorption volume

(m

Gambar 5. Penyerapan kant ung kuning t elur larva pat in siam , jam bal, nasutus, hibrida siam- jambal, dan hibrida siam- nasutus

Figure 5 Yolk sac absorption of P. hypophthalmus, P. djambal, P. nasutus, P. hypophthalm us X P. djam bal hybrid and P. hypophthalmus X P. nasutus hybrid larvae.

(11)

umur 24 jam dan umur 30 jam pada larva patin hibrida siam - nasut us (Gam bar 3C dan 4D). Pigm ent asi t er seb ut d engan lam b at t er us m eluas ke arah belakang (Gam bar 3D, 3E dan 4E) hingga pada saat berumur 72 jam pada larva patin hibrida siam- jambal dan umur 60 jam pada larva pat in hibrida siam - nasut us sebagian badan bagian depan m ulai dari kepala sam pai bagian dorsoventral telah berpigmen (Gambar 3F dan 4G), dan terus meluas hingga mencapai batang ekor (caudal peduncle) (Gam bar 3G- 3J dan 4H- 4J). Pigm ent asi pada pangkal bat ang ekor larva pat in hibrida siam - nasut us yang berupa noktah hitam m ulai terjadi pada um ur 60 jam (Gam bar 4G), sedangkan larva pat in hibrida siam- jambal tidak memilikinya.

Rahang at as m ulut lar va p at in hib r id a siam - jam bal dan hibrida siam - nasut us m ulai t erbent uk 8 jam set elah m enet as (Gam bar 3B d an 4 B). Ked ua r ahang t er b ent uk 2 4 j am set elah m enet as dengan m ulut yang selalu terbuka (Gambar 3C dan 4C). Gigi- gigi rahang at as larva kedua pat in hibrida t ersebut m ulai terbentuk 24 jam setelah menetas, selanjutnya gigi- gigi rahang bawah mulai terbentuk 30 jam set elah m enet as. Mulut lar va k ed ua p at in hibrida tersebut mulai bergerak membuka dan m enut up pada um ur 30 jam (Gam bar 3D dan 4D), dan akt if m em buka dan m enut up pada um ur 36 jam , t et api respons t erhadap pakan alami (nauplii Artemia sp.) masih rendah. Larva pat in hibrida siam - jam bal m ulai m erespon pakan alam i dengan baik pada um ur 48 jam (Gam bar 3E), sedangkan larva pat in hibrida siam- nasutus pada umur 42 jam (Gambar 4F).

Sungut rahang at as (maxillary barbels) larva patin hibrida siam- jambal maupun hibrida siam- nasutus mulai tumbuh pada umur 24 jam (Gam bar 3C dan 4C). Sungut rahang bawah (mandibulary barbels) l ar va k ed u a p at i n hibrida t ersebut m ulai t um buh pada um ur 30 jam dan sungut rahang at as sem akin m e-manjang (Gambar 3D dan 4D).

Saluran pencernaan yang awalnya berupa saluran pendek, pada saat larva pat in hibrida siam - jam bal berum ur 24 jam dan larva pat in hib r id a siam - nasut us um ur 3 0 j am m ulai membesar pada bagian anteriornya dan mulai berdif erensiasi m enjadi bakal lam bung dan usus pendek (Gam bar 3C, 3D, 4D, dan 4E). Selanjutnya, lambung larva kedua patin hibrida t ersebut m ulai t erbent uk dan berfungsi pada um ur 48 jam , berukuran 0,013- 0,023 m m3 dengan usus sepanjang 1,12- 1,19 m m pada larva patin hibrida siam- jambal dan berukuran

0,045- 0,092 mm3 dengan usus sepanjang 1,12-1,26 mm pada larva patin hibrida siam- nasutus (Gambar 3E dan 4F).

Perkem bangan ont ogeni m orfologis larva pat in hibrida siam jam bal dan hibrida siam -nasut us p ad a p enelit ian ini secar a um um serupa dengan perkembangan larva patin siam (Islam, 2005), patin jambal (Slembrouck et al., 2003a) dan pat in nasut us (Tahapari et al., 2 0 1 0 a), m au p u n l ar va i k an M. punctatus (Bagridae) (Ramanathan et al., 1985), larva ikan M. macropterus (Bagridae) (Wang et al., 1992), larva ikan M. montanus (Bagridae) (Arockiaraj et al., 2003), larva ikan M. cavasius (Bagridae (Rahman et al., 2004), larva ikan Pseudobagrus ichikawai (Bagridae) (Wat anabe, 1994), larva ikan H. fossilis (Clariidae) (Puvaneswari et al., 2009), serta larva ikan- ikan Siluriformes yang lain (direview oleh Adriaens & Vandewalle, 2003) dan juga larva ikan- ikan Teleostei yang lain (direview oleh Blax t er, 1988; Fuim an, 2002). Secara umum, perkembangan sirip- sirip t unggal t erjadi lebih awal daripada sirip- sirip berpasangan, sirip perut berkem bang paling akhir dan kantung kuning telur terserap dalam dua hingga em pat hari set elah m enet as.

(12)

memiliki pigmen yang pekat pada bagian ante-rior dan post eante-rior sert a sedikit pada bagian ventral kantung kuning telur (Gam bar 2Q).

Pada periode perkem bangan selanjut nya, pola pigm ent asi t ersebut m asih dapat di-pergunakan sebagai kunci ident if ikasi larva pat in. Larva pat in siam pada perkem bangan pigm ent asi selanjut nya t et ap hanya m em iliki pigm en yang t idak pekat hingga ket ika t elah mulai memiliki kelengkapan organ menyerupai ikan dewasa (um ur 228 jam ) pigm ent asinya t et ap t idak pekat dan t idak m erat a dengan m em b en t u k p o l a g ar i s- g ar i s h o r i z o n t al sehingga pat in siam j uga dik enal sebagai striped catfish (Gambar 6A). Larva patin jambal dan nasut us pada perkem bangan pigm ent asi selanjutnya hingga ketika telah mulai memiliki kelengkapan organ m enyerupai ikan dewasa (patin nasutus umur 168 jam dan patin jambal um ur 132 jam ) juga t et ap m enunjukkan pola yang serupa, yakni memiliki pigmen yang pekat dan merata pada sebagian tubuh bagian depan. Tet api, pigm ent asi larva pat in jam bal t elah m encapai pangkal sirip lem ak dan sirip anal, sedangk an pigm ent asi larva pat in nasut us belum m encapai sirip lem ak dan sirip anal. Selain it u, larva pat in nasut us t elah m em iliki pigmen yang berupa noktah hitam pada batang ekornya, sehingga dapat dibedakan dari larva pat in jam bal (Gam bar 6B dan 6C). Larva pat in hibrida siam- jambal dan hibrida siam- nasutus pada perkem bangan pigm ent asi selanjut nya hingga ketika telah m em iliki kelengkapan or-gan m enyerupai ikan dewasa (um ur 180 jam ) juga t et ap m enunjukkan pola yang serupa, yakni m em iliki pigm en yang cukup pekat dan relat if m erat a pada seluruh t ubuh, m ulai dari kepala hingga batang ekor (Gambar 3J dan 4J). Nam un dem ikian, larva pat in hibrida siam -nasut us d ap at d ib ed ak an d ar i lar va p at in hibrida siam- jambal berdasarkan keberadaan

pigm ent asi yang berupa nokt ah hit am pada bat ang ekor larva pat in hibrida siam - nasut us pada saat berum ur 60- 168 jam (Gam bar 4G sam pai 4I), yakni pada periode ket ika bagian ekor kedua larva patin hibrida tersebut belum berpigm en sam pai m em iliki sedikit pigm en. Tet ap i, k et ik a p igm ent asi t elah m encap ai bagian batang ekor (mulai umur 180 jam), maka larva kedua patin hibrida tersebut tampak telah m em iliki pola pigm en yang serupa, sehingga sulit dibedakan (Gambar 3J dan 4J).

Hasil pengam at an Islam (2005) m enun-j uk k an bahwa lar va pat in siam yang bar u m enetas ham pir tidak m em iliki pigm en. Larva ik an pat in P. bocourti yang bar u m enet as memiliki pigmentasi berupa bintik- bintik hitam pada kantung kuning telur (Cacot et al., 2002), serupa dengan larva patin jambal(Slembrouck et al., 2003). Larva ikan pat in (yang dalam publikasi t ersebut secara salah diident if ikasi sebagai) P. pangasius di Sungai Musi yang baru m enet as berwarna kehit am an karena t elah memiliki pigmen (Arifin, 1987), sedangkan larva ik an pat in P. pangasius (yang sebenarnya) yang baru m enet as di Mym ensingh t am pak transparan dan tidak memiliki pigmen (Khan & Mollah, 2004).

Hassan et al. (2011) m elapork an t elah m elakukan penelit ian hibridisasi ant ara pat in siam (P. hypophthalmus) dengan patin nasutus (P. nasutus). Tetapi, deskripsi larvanya berbeda dari karakt erist ik larva pat in hibrida siam -nasut us dalam penelit ian ini dan bersesuaian dengan karakteristik larva patin hibrida siam-jam bal. Larva pat in hibrida dalam publikasi t ersebut t idak m em iliki pigm en yang berupa nokt ah hit am pada pangkal bat ang ekor yang m er up ak an k ar ak t er i st i k k has l ar va p at i n hibrida siam - nasut us m aupun pat in nasut us. Dengan dem ikian, spesies pat in yang dalam

Gambar 6. Larva patin siam (A), jambal (B) dan nasutus (C) umur 10 hari (skala batang = 5 mm) Figure 6. Larvae of P. hypophthalmus (A), P. djambal (B) and P. nasutus (C) at 10 days old

(13)

publikasi t ersebut disebut sebagai P. nasutus m er u p ak an su at u k esal ah an i d en t i f i k asi , k ar ena sp esies p at in t er seb ut sehar usnya adalah P. djambal. Hal ini juga diperkuat oleh k en y at aan b ah w a t em p at p el ak san aan penelit ian t ersebut sam a dengan penelit ian ini (di LRPTBPAT, Sukamandi), tetapi di tempat t er seb u t p ad a saat i t u b el u m d i l ak u k an penelitian hibridisasi patin nasutus, sedangkan penelitian hibridisasi patin jambal telah sering dilakukan (pengamatan pribadi).

Jum lah j ar j ar i sir ip p er ut b anyak d i-pergunakan unt uk m engident ifikasi spesies-spesies pat in (Gust iano & Pouyaud, 2005; 2 0 0 7 ; 2 0 0 8 ) m au p u n p at i n - p at i n h i b r i d a (Gustiano, 2004; Gustiano & Kristanto, 2007). Jumlah jari- jari sirip perut tersebut telah dapat dipergunakan sebagai kunci identifikasi sejak larva melalui pengamatan secara mikroskopis. Jari jari sirip perut larva pat in hibrida siam -jam bal dan hibrida siam - nasut us berjum lah t ujuh, bersifat di ant ara (intermediate) kedua induk tetuanya, yakni berjumlah delapan pada larva patin siam dan berjumlah enam pada larva patin jambal maupun nasutus. Jumlah jari- jari sirip perut larva patin hibrida siam- jambal dan hibrida siam - nasut us t ersebut sam a dengan

jumlah jari- jari sirip perut yang dilaporkan pada patin hibrida hasil hibridisasi antara patin siam dengan pat in jam bal yang t elah berukuran b esar (Gu st i an o, 2 0 0 4 ; LRPTBPAT, 2 0 0 6 ; Gustiano & Kristanto, 2007).

Heterosis pada Tahap Larva

Ukuran panjang total larva patin patin siam, j am bal, nasut us, hibrida siam - j am bal dan hibrida siam - nasutus yang baru m enetas dan um ur 10 hari berdasarkan pengukuran secara m ik r osk op is d isaj ik an p ad a Tab el 2 . Per -kem bangan panjang t ot al larva pat in siam , j am bal, nasut us, hibrida siam - j am bal dan hibrida siam - nasut us selam a 10 hari m asa pem eliharaan larva berdasarkan pengukuran secara mikroskopis disajikan pada Gambar 7.

Het er osi s k ar ak t er p er t um b u han l ar va sam pai berum ur 10 hari berdasarkan per-t am b ah an p an j an g per-t o per-t al r aper-t a- r aper-t a p ad a penelitian ini m enunjukkan bahwa larva patin hibrida siam - nasut us m em iliki pert am bahan panjang t ot al rat a- rat a 21,47% lebih t inggi daripada larva pat in siam dan 18,95% lebih t i ng g i d ar i p ad a l ar va p at i n nasut us ser t a 20,20% lebih t inggi daripada rat a- rat a larva

Tabel 2. Ukuran panjang total larva patin siam, jambal, nasutus, hibrida siam- jambal dan hibrida siam- nasutus yang baru menetas dan umur 10 hari (n = 30 ekor)

Table 2. Total length of newly hatched P. hypophthalmus, P. djambal, P. nasutus, P. hypophthalmus X P. djambal hybrid and P. hypophthalmus X P. nasutus hybrid larvae and 10 days old larvae (n = 30 larvae)

Kisaran

Ra n g e

Rat a-rat a

Mea n

Kisaran

Ra n g e

Rat a-rat a

Mea n

Patin siam P. hypophthalmus Patin jambal P. djambal Patin nasutus P. nasutus

Patin hibrida siam-jambal

P. hypophthalmus X P. djambal hybrid Patin hibrida siam-nasutus

P. hypophthalmus X P. nasutus hybrid Larva ikan

La r va e

3.25–3.63 3.34±0.14 18.40–22.80 4.80–5.10 4.90±0.08 17.73–21.27 3.13–3.25 3.18±0.08 15.73–18.27

20.10±1.21 3.25–3.63 3.47±0.13 17.47–19.33 18.25±0.54 18.98±0.44 4.90–5.25 5.08±0.13 19.87–26.00 22.12±1.34 16.98±0.81 Panjang t o t al

T ot a l len g t h ( mm)

M enet as

At h a t ch in g

Umur 10 hari

(14)

patin siam dan nasutus, sedangkan larva patin hibrida siam - jam bal m em iliki pert am bahan panj ang t ot al rat a- rat a 7,16% lebih t inggi daripada larva patin siam , tetapi 13,30% lebih rendah daripada larva patin jam bal dan 4,15% lebih rendah daripada rata- rata larva patin siam dan jambal. Tabel 2 juga menunjukkan bahwa pertambahan panjang total larva patin hibrida siam - nasut us selam a 10 hari m asa pem e-liharaan (16,76 mm) relatif lebih tinggi daripada larva pat in hibrida siam - jam bal (14,78 m m ). Namun demikian, Gustiano & Kristanto (2007) m el ap o r k an b ah w a p at i n h i b r i d a h asi l hibridisasi ant ara bet ina pat in siam dengan jant an pat in jam bal pada t ahap pem besaran memiliki keragaan laju pertumbuhan yang lebih b ag u s d ar i p ad a k ed u a i n d u k t et u an ya, m en g i n d i k asi k an ad an ya h et er o si s yan g posit if . Legendre et al. (1992) m elaporkan bahwa ikan hibrida hasil hibridisasi ant ara bet ina ikan H. fossilis dengan jant an ikan C. gariepinus (Clariidae) m enunjukkan keragaan p er t u m b u h an yan g l eb i h b ag u s d ar i p ad a kedua induk t et uanya selam a 254 hari dalam t ahap pem besaran. Nam un dem ikian, hasil penelitian Ataguba et al. (2009) menunjukkan bahwa keragaan pert um buhan larva hibrida hasil persilangan antara betina ikan H. fossilis dengan jant an C. gariepinus selam a 15 hari

masa pemeliharaan pada kondisi hatcheri tidak lebih bagus daripada kedua induk t et uanya. Hasil analisis efek heterosis ikan- ikan hibrida t ersebut m enunjuk k an bahwa ik an hibrida dapat m em iliki keragaan pert um buhan yang b er b ed a p ad a t ah ap p em el i h ar aan yan g b er b ed a, sehingga analisis ef ek het er osis p er l u d i l ak u k an secar a m en yel u r u h p ad a berbagai tahap pem eliharaan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelit ian ident if ikasi perkembangan embrio dan larva patin hibrida siam- jambal dan hibrida siam- nasutus selama 1 0 har i m asa p em elihar aan m enunj uk k an bahwa:

 Periode perkem bangan em brio dan larva patin hibrida jambal dan hibrida siam-nasut us ham pir sam a dengan pat in siam seb ag ai i n d u k b et i n an ya, sed an g k an perkem bangan em brio pat in jam bal dan nasut us berlangsung lebih lam a dengan perkem bangan ont ogeni m orfologis larva yang lebih cepat .

 Larva patin hibrida siam- nasutus memiliki keragaan pert um buhan yang lebih bagus daripada kedua induk t et uanya (m em iliki het erosis yang posit if), sedangkan larva Gambar 7. Perkembangan panjang total larva patin siam, jambal, nasutus, hibrida siam- jambal,

dan hibrida siam- nasutus selama 10 hari masa pemeliharaan

Figure 7. Total length development of P. hypophthalmus, P. djambal, P. nasutus, P. hypophthalmus X P. djambal hybrid and P. hypophthalmus X P. nasutus

hybrid larvae

Umur (jam) Old (hour)

P

a

n

ja

n

g

t

o

ta

l

(

Total length

)

(m

m

) Patin siam

Pat in nasut us

Patin hibrida siam - nasutus Patin jam bal

(15)

pat in hibrida siam - jam bal hanya m em iliki heterosis yang positif terhadap patin siam sebagai induk bet inanya, t et api m em iliki h et er osi s yan g n eg at i f t er h ad ap p at i n jam bal sebagai induk jant annya m aupun terhadap rata- rata patin siam dan jambal.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis m enyam paikan rasa t erim a kasih d an p eng har g aan yang seb esar - b esar nya kepada Kam lawi, Tat ang, dan kawan- kawan t ek n i si k o m o d i t as r i set p at i n Lo k a Ri set Pem uliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, at as bant uan t ek nisnya selam a kegiat an pem ilihan induk, pem ijahan buat an dan pem eliharaan larva.

DAFTAR ACUAN

Adriaens, D. & Vandewalle, P. 2003. Embryonic and larval developm ent in catfishes. In: G. Arratia, B. Kapoor, M. Chardon and R. Diogo (eds.). Cat fishes. Science Publisher, Inc. USA, p. 639- 666.

Ar i f i n , Z. 1 9 8 7 . Pem b en i h an i k an p at i n (Pangasius pangasius) dengan rangsangan h o r m o n . Buletin Penelitian Perikanan Darat, 6: 42- 47.

Arockiaraj, A.J., Haniffa, M.A., Seetharaman, S., & Singh, S.P. 2003. Early developm ent of a t hreat ened freshwat er cat fish, Mystus montanus (Jer d o n ). A ct a Zo o l o g i ca Taiwanica, 14(1): 23- 32.

Ataguba, G.A., Annune, P.A., & Ogbe, F.G. 2009. Induced breeding and early growth of prog-eny f rom crosses bet ween t wo Af rican clariid fishes, Clarias gariepinus (Burchell) and Heterobranchus longifilis under hatch-ery condit ions. J. of Applied Biosciences, 14: 755- 760.

Blax t er, J.H.S. 1988. Pat ern and variet y in de-velopm ent . In: W.S. Hoar and D.J. Randall (Eds.). Fish Physiology Volume XI, The Physi-ology of Developing Fish Part A, Eggs and Larvae. Academ ic Press, Inc. San Diego, p. 1- 58.

Boonbrahm , M. 1968. Induced spawning by pit uit ar y hor m ones inj ect ion of pond-reared fishes. Indo- Pacific Fisheries Coun-cil Proceedings 13t h Session, Sect ion II Technical Papers, Brisbane- Queensland, Australia, 14- 25 October 1968, p. 162- 170. Cacot, P. 1998. Description of the sex ual cycle relat ed t o t he environm ent and set up of t he ar t if icial pr opagat ion in Pangasius

bocourti (Sauvage, 1880) and Pangasius hypophthalmus (Sauvage, 1878) reared in float ing cages and ponds in t he Mekong Delta. In: M. Legendre and A. Parisele (Eds.). The Biological Diversit y and Aquacult ure of Clariid and Pangasiid Catfishes in South-East Asia. Proceeding of The Mid- Term Work-shop of the Catfish Asia Project, 11- 15 May 1998. Cantho- Vietnam, p. 71- 89.

Cacot, P., Legendre, M., Dan, T.Q., Tung, L.T., Liem, P.T., Mariojouls, C., & Lazard, J. 2002. Induced ovulat ion of Pangasius bocourti (Sauvage, 1880) wit h a progressive hCG treatment. Aquaculture, 213: 199- 206. Ch at t o p ad h yay, N. R. , M az u m d er , B. , &

Mazum dar, B. 2002. Induced spawning of Pangasius suthci wit h pit uit ary ex t ract . Aquaculture Asia, VII(1): 43- 44.

Chevassus, B. 1983. Hybridizat ion in f ish. Aquaculture, 33: 245- 262.

Fuiman, L.A. 2002. Special consideration of fish eggs and larvae. In: L.A. Fuim an and R.G. Werner (eds.). Fishery Science: The Unique Co n t r i b u t i o n s o f Ear l y Li f e St ag es. Blackwell Publishing Com pany. Ox ford, p. 1- 32.

Gust iano, R. 2004. Biom et ric analysis of t he artificial hybridization between Pangasius djambal Bleeker, 1846 and Pangasianodon hypophthalmus Sauvage, 1878. Indone-sian J. of Agricultural Science, 5(2): 70- 74. Gustiano, R. 2009. Pangasiid catfishes of Indo-nesia. Buletin Plasma Nutfah, 15(2): 91-100.

Gustiano, R. & Kristanto, A.H. 2007. Evaluation o f h yb r i d i z at i o n b et w een Pangasius djambal Bleeker, 1846 and Pangasianodon hypophthlamus (Sauvage, 1878): biom et-ric charact erizat ion and growt h analysis. Indonesian Aquaculture Journal, 2(1): 27- 33. Gust iano, R. & Pouyaud, L. 2005. Phenet ic analysis of 28 species Pangasiid cat fishes from Asia. Zuriat, 16(1): 66- 74.

Gust iano, R. & Pouyaud, L. 2007. Tax onom y and genet ic relat ionship of Pangasiidae, Asian cat fishes, based on m orphological and m olecular analyses. Indonesian Aqua-culture Journal, 2(2): 107- 112.

Gust iano, R. & Pouyaud, L. 2008. Syst em at ic r evi si on of t he g ener a of Pang asi i d ae (Silurif orm es, Ost ariophysi). Indonesian Aquaculture Journal, 3(1): 13- 22.

(16)

2009. Hybridizat ion bet ween t hreat ened freshwat er cat fish Mystus gulio (Ham ilton & Bu ch an an ) an d Mystus montanus (Jerdon) by artificial fertilization. Indian Jour-nal of Experimental Biology, 47: 679- 683. Hardjamulia, A., Djajadiredja, R., Atmawinata, S.,

& Idris, D. 1981. Pem benihan jam bal siam (Pangasius sutchi) dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisa ikan mas (Cyprinus carpio). Buletin Penelitian Perikanan, I(2): 183- 190. Hassan, A., Ambak, M.A., & Samad, A.P.A. 2011. Cr o ssb r eed i n g o f Pangasianodon hypophthalmus (Sau vag e, 1 8 7 8 ) an d Pangasius nasutus (Bleek er, 1863) and t h ei r l ar val d evel o p m en t . Journal of Sustainability Science and Management, 6(1): 28- 35.

Islam, A. 2005. Embryonic and larval develop-m ent of Thai Pangas (Pangasius sutchi Fowler, 1937). Developm ent , Growt h and Differentiation, 47: 1- 6.

Jalabert , B. 2008. An overview of 30 years in-t er nain-t ional r esear ch in som e selecin-t ed fields of t he reproduct ive physiology of fish. Cybium, 32(2): 7- 13.

Khan, M.H.K. & Mollah, M.F.A. 2004. Further tri-als on ind uced b r eed ing of Pangasius pangasius (Hamilton) in Bangladesh. Asian Fisheries Science, 17: 135- 146.

Krist ant o, A.H., Subagja, J., Slem brouck, J., & Legendre, M. 1998. Effect of eggs incuba-t ion incuba-t echnique on haincuba-t ching raincuba-t e, haincuba-t ching kinet ic and survival of larvae in t he Asian cat f i sh Pangasius hypophthalmus (Siluriformes, Pangasiidae). In: M. Legendre and A. Parisele (eds.). The Biological Diver-si t y an d Aq u acu l t u r e o f Cl ar i i d an d Pangasiid Catfishes in South- East Asia. Pro-ceeding of The Mid-Term Workshop of the Catfish Asia Project, 11- 15 May 1998. Cantho–Vietnam, p. 107- 111.

Leg en d r e, M . 2 0 0 8 . Ch ar act er i sat i o n , ut ilisat ion and m aint enance of biological d i ver si t y f o r t h e d i ver si f i cat i o n an d sust ainabilit y of cat fish cult ure in Sout h-East Asia. In: N. Est rella Sant os and C.E. Nauen (eds.). Cat alogue of Synopses of In t er n at i o n al S&T Co o p er at i ve (INCO) Projects on Chalenges in Fisheries, Coastal Zones, Wetlands and Aquaculture. ACP- EU Fisheries Resources Report 17, p. 206- 207. Legend r e, M., Teugels, G.G., Caut y, C., & Jalabert , B. 1992. A com parat ive st udy on morphology, growth rate and reproduction of Clarias gariepinus (Burchell, 1822),

Heterobranchus longifilis Valenciennes, 1840, and their reciprocal hybrids (Pisces, Clariidae). Journal of Fish Biology, 40: 59-79.

Legendre, M., Slem brouck, J., & Subagja, J. 1998a. First result on growth and artificial p r o p ag at i o n o f Pangasius djambal (Siluriformes, Pangasiidae) in Indonesia. In: M. Legendre and A. Parisele (eds.). The Bio-logical Diversity and Aquaculture of Clariid and Pangasiid Catfishes in South- East Asia. Proceeding of The Mid- Term Workshop of the Catfish Asia Project, 11- 15 May 1998. Cantho – Vietnam, p. 97- 102.

Legendre, M., Slem brouck, J., Subagja, J., & Krist ant o, A.H. 1998b. Effect of varying lat ency period on t he in vivo survival of ova after Ovaprim- and hCG- induced ovu-l at i o n i n t h e Asi an cat f i sh Pangasius hypophthalmus (Pangasiidae, Siluriformes). In: M. Legendre and A. Parisele (eds.). The Biological Diversit y and Aquacult ure of Clariid and Pangasiid Cat fishes in Sout h-East Asia. Proceeding of The Mid- Term Work-shop of the Catfish Asia Project, 11- 15 May 1998. Cantho – Vietnam, p. 119- 125. Legendre, M., Slem brouck, J., Subagja, J., &

Kr ist ant o, A.H. 2 0 0 0 a. Ovulat ion r at e, latency period and ova viability after GnRH-or hCG- induced breeding in t he Asian cat f i sh Pangasius hypophthalmus (Siluriformes, Pangasiidae). Aquatic Living Resources, 13: 145- 151.

Legendre, M., Subagja, J., & Slem brouck, J. 1998c. Absence of marked seasonal varia-t i ons i n sex ual m avaria-t ur i varia-t y of Pangasius hypophthalmus b r o o d er s h el d i n Sukamandi Station (Java, Indonesia). In: M. Legendre and A. Parisele (eds.). The Bio-logical Diversity and Aquaculture of Clariid and Pangasiid Catfishes in South- East Asia. Proceeding of The Mid- Term Workshop of the Catfish Asia Project, 11- 15 May 1998. Cantho- Vietnam, p. 91- 96.

Legendre, M., Pouyaud, L., Slem brouck, J., Gust iano, R., Krist ant o, A.H., Subagja, J., Komarudin, O., Sudarto, & Maskur. 2000b. Pangasius djambal: a new candidat e spe-cies for fish cult ure in Indonesia. Indone-sian Agricultural Research and Develop-ment Journal, 22(1): 1- 14.

(17)

gariepinus) and Asian origin (C. batrachus, C. meladerma, C. nieuhofii an d C. teijsmanni). In: M. Legendre and A. Parisele (eds.). The Biological Diversity and Aquac-ulture of Clariid and Pangasiid Catfishes in Sout h- East Asia. Proceeding of The Mid-Term Workshop of the Catfish Asia Project, 11- 15 May 1998. Cantho- Vietnam, p. 195-209.

LRPTBPAT. 2006. Dokum en Usulan Pelepasan Pat in Hibrida. Loka Riset Pem uliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. Sukamandi, 14 hlm.

M at t so n , N . S. , Bu ak h am v o n g sa, K. , Sukum asavin, N., Nguyen, T., & Vibol, O. 2002. Cambodia Mekong giant fish species: on t heir m anagem ent and biology. MRC Technical Paper No. 3. Mekong River Com-mission. Phnom Penh, 31 pp.

Mollah, M.F.A., Am in, M.R., Sarowar, M.N., & Muhammadullah. 2008. Induced breeding of t he riverine cat fish Rita rita. Journal of Bangladesh Agricultural University, 6(2): 361- 366.

Meng- Umphan, K., Manosroi, J., & Manosroi, K. 2006. Successful artificial breeding of the Mekong Giant Cat fish (Pangasianodon gi-gas, Chevey) reared in eart hen ponds by boost ering wit h gonadot ropin releasing hormone analogue (GnRHa). Asian Fisher-ies Science, 19: 149- 155.

Pouyaud, L., Teugels, G.G., & Legendre, M. 1999. Description of a new pangasiid cat-fish from Sout h- East Asia (Siluriform es). Cybium, 23(3): 247- 258.

Puvaneswari, S., Marimuthu, K., Karuppasamy, R., & Haniffa, M.A. 2009. Early em bryonic and larval developm ent of Indian cat fish, Heteropneustes fossilis. EurAsian Journal of BioSciences, 3: 84- 96.

Rahm an, M.R., Rahm an, M.A., Khan, M.N., & Hussain, M.G. 2004. Observat ion on t he em b r yon i c an d l ar val d evel op m en t of silurid cat f ish, Gulsha (Mystus cavasius Ham .). Pakistan Journal of Biological Sci-ences, 7(6): 1,070- 1,075.

Ramanathan, N., Natarajan, P., & Sukumaran, N. 1985. St udies on t he induced spawning and larval rearing of a freshwat er cat fish, Mystus punctatus (Jerdon). Proceeding of Indian Academic Science (Animal Science), 94(4): 389- 398.

Roberts, T.R. & Vidthayanon, C. 1991. System-at ic revision of t he Asian cSystem-at fish fam ily Pangasiidae, wit h biological observat ions

and description of three new species. Pro-ceedings of the Academy of Natural Sci-ences of Philadelphia, 143: 97- 144. Sarkar, U.K., Paul, S.K., Kapoor, D., Deepak, P.K.,

& Singh, S.P. 2006. Capt ive breeding of pangasid catfish Pangasius pangasius with Ovaprim - an attempt towards sustainable seed product ion and conservat ion of wild populations. Aquaculture Asia, X(3): 8- 10. Slem brouck, J., Pam ungkas, W., Subagja, J.,

Hadie, W., & Legendre, M. 2003. Biological of larvae. In: J. Slembrouck, O. Komarudin, Maskur and M. Legendre (Eds.). Technical Manual for Artificial Propagation of the In-donesian Catfish, Pangasius djambal. IRD-DKP. Karya Pratama. Jakarta, p. 95- 103. Sriphairoj, K., Klinbu- nga, S., Kamonrat, W., &

Na-Nakorn, U. 2010. Species ident ificat ion of four economically important Pangasiid cat-fishes and closely relat ed species using SSCP markers. Aquaculture, 308: S47- S50. Su d ar t o. 1 9 9 9 . Kar ak t er i sasi g en et i k d an zoot eknik ikan lele (Clariidae) dan pat in (Pangasiidae) dari wilayah Asia Tenggara. Makalah dalam: A . Har d j am u l i a, K. Sumantadinata, K. Sugama, A. Sudradjat dan E.S. Heruwati (Eds). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Genetika Ikan, Jakarta, 8 Februari 1999, hlm. 26- 29.

Tahapari, E., Iswant o, B., & Sulart o. 2007. Perkem bangan ovari dan oosit ikan pat in hasil persilangan antara betina patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) dengan jant an pat in jam bal (Pangasius djambal). Aquacultura Indonesiana, 8(2): 73- 80. Tahapari, E., Iswant o, B., & Sulart o. 2008.

Ker ag aan r ep r o d u k si p at i n n asu t u s (Pangasius nasutus) d an p er t um b uhan anakannya. Laporan Teknis Hasil Penelitian T ah u n A n g g ar an 2 0 0 8 . Lo k a Ri set Pem u l i aan d an T ek n o l o g i Bu d i d ay a Perikanan Air Tawar. Sukamandi, 12 hlm. Tahapari, E., Iswanto, B., Nurlaela, I., & Sularto.

2010a. Embriogenesis dan perkembangan m orfologis larva patin nasutus, Pangasius nasutus Bl eek er , 1 8 6 3 (Pan g asi i d ae, Siluriform es). Makalah dalam: A. Husni, Su ad i d an I. Ist i q o m ah (p en yu n t i n g ). Prosiding Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2010. Yogyakarta, 24 Juli 2010, 9 hlm.

(18)

Hasil Penelitian Tahun Anggaran 2010. Loka Riset Pem uliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar. Sukamandi, 24 hlm. Wang, W.M., Abbas, K., & Yan, A.S. 2006.

Embry-o n i c d ev el Embry-o p m en t Embry-o f Pelteobagrus fulvidraco (Richardson, 1846). Chinese Jour-nal of Oceanology and Lim nology, 24(4): 378- 383.

Wang, D.S., Zhang, Y.G., & Luo, Q.S. 1992. Ob-servat ions on t he larval developm ent of Mystus macropterus (Bleeker): Bagridae. Journal of Fish Biology, 40: 371- 379.

Watanabe, K. 1994. Mating behaviour and lar-v al d elar-v el o p m en t o f Pseudobagrus ichikawai (Siluriform es: Bagridae). Japan Journal of Ichthyology, 41(3): 2443- 251. Xuan, L.N. & Liem, P.T. 1998. Preliminary results

Gambar

Gambar 1. Oosit dan telur patin siam. Oosit intraovarian yang diinduksi secara hormonal (A),oosit terovulasi hasil pengurutan yang dipergunakan dalam proses hibridisasi buatan(B) dan telur terfertilisasi (C)Figure 1.Oocytes and eggs of P
Table 1.Embryogenesis of P. hypophthalmus X P. djambal hybrid, and P. hypophthalmus
Tabel 1 lanjutan (Table 1 continued)
Gambar 2. Embriogenesis patin siam, jambal, nasutus, hibrida siam- jambal dan hibrida siam- nasutus.Proses perkembangan embrio (A- N), penetasan (O), larva patin hibrida siam- jambal (P),hibrida siam- nasutus (Q), siam (R), jambal (S) dan nasutus (T) yang baru menetas (skalabatang =  0,5 mm)
+6

Referensi

Dokumen terkait