• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menafsirkan Makna Karya Seni Rupa melalu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Menafsirkan Makna Karya Seni Rupa melalu"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Menafsirkan Makna Karya Seni Rupa

melalui Metode Kritik Seni

(Studi Kasus: Drawing Karya Arif Rivai)

Oleh:

Didit Endriawan

Program Studi Seni Rupa Murni, STISI Telkom

email: didit@stisitelkom.ac.id

Abstract

"With The Mosque" is one of the titles of five works of drawings made by Arif Rivai. Characters displayed in the work is evident and only use pencil black and whitepaper. All of them are entitled "Self Recontruction". The main object of these works is a portrait of Arif Rivai with eyes closed and bare-chested.

Researcher try to understand Arif Rivai artwork using the method of Art Criticism and teory of Islamic aesthetics. Through the method of art criticism and aesthetics of Islam, then the artwork can be seen advantages and disadvantages. Thus the artwork of Arif Rivai in this study have values higher spiritual and contemplative. This can be seen from the objects revealed in the work of the mosque, the mihrab, the veil, cap, prayer matsand others.

Key words: With The Mosque, Islamic aesthetics, art criticism,

1. Pendahuluan

Kritik Seni dalam dunia Seni Rupa sangat penting. Malalui Kritik Seni, kita bisa melihat kelebihan dan kekurangan yang tampak dalam sebuah karya seni. Tahapannya adalah dari hal yang sederhana hingga hal yang rumit. Sisi sederhana adalah dengan menguraikan apa adanya yang tampak dalam sebuah karya seni, sedangkan yang rumit adalah pada tahapan interpretasi. Secara berurutan tahapan dalam kritik seni adalah sebagai berikut:

1. Deskripsi

(3)

2 |J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 1 N o 1 2 0 1 2

2. Analisis Formal

Pada tahap analisis formal, pekritik bergerak lebih dalam untuk menelusuri sebuah karya seni. Lebih dari deskripsi, pekritik mencoba memainkan unsur-unsur yang ada dalam karya seni baik berupa warna, garis, bentuk dan lain-lain. Dalam tahap ini perbandingan-perbandingan juga perlu dilakukan oleh pekritik.

3. Interpretasi

Pada tahap ini, pekritik mencoba dan berusaha mengungkap makna dibalik karya seni. Tahap interpretasi merupakan tahap paling penting karena peneliti mengeluarkan asumsi dan hipotesis mengenai karya seni yang diteliti. Semakin luas wawasan pekritik semakin obyektif interpretasi yang dihasilkan. Yustiono mengatakan bahwa hipotesis umumnya berpijak pada teori-teori estetika filosofis, misalnya teori seni sebagai imitasi, teori seni sebagai bentuk, teori seni sebagai ekspresi, teori seni sebagai simbol, dan lain-lain.

4. Evaluasi

Karakteristik dari kritik seni adalah evaluasi. Evaluasi juga disebut sebagai tahap penghakiman atau penilaian. Tata cara penilaian karya seni berkenaan dengan nilai-nilai atau kualitas estetik yang sering berkolerasi dengan nilai kebaruan, keaslian, dan kekhasan ketrampilan dan teknik hingga keunggulan estetik sesuai dengan teori-teori estetik yang dipakai sebagi pijakan penghakiman.

Dalam tahap evaluasi, pekritik menentukan kualitas suatu karya seni dengan pembanding-pembanding karya lain yang sejenis.

Dalam tulisan ini saya mencoba melihat sebuah karya seni rupa (drawing) melalui metode Kritik Seni. Saya memakai metode kritik seni dan menggunakan teori estetika Islam.

2. Menafsirkan Karya Seni Rupa Melalui Metode Kritik Seni

2.1 Deskripsi

Judul :With the Mosque, Ukuran : 100cm x 145cm, Media : drawing pencil on paper,

Tahun : 2010 Seniman : Arif Rivai

Karya Arif yang berjudul With the Mosque

tersebut adalah satu dari lima karya yang saling berangkai yang diberi judul besar yaitu SELF RECONSTRUCTION. Alat gambar yang digunakan adalah pensil hitam dengan media gambar berupa kertas. Gambar tersebut berwarna hitam putih dengan ukuran 100 cm x 145 cm. Dalam gambar tampak seorang laki-laki (potret diri Arif Rivai) yang hanya terlihat mulai kepala sampai perutnya bertelanjang dada sambil mengenakan peci berwarna hitam bermotif seperti batik.

(4)

3 |D i d i t E n d r i a w a n : M e n a f s i r k a n M a k n a K a r y a S e n i R u p a

setinggi betis orang dewasa tertata rapi , sejajar, lurus dan mengapit mengikuti jalan masuk ke dalam teras masjid.

Tiang masjid terbuat dari beton berbentuk silinder yang menyokong masjid mulai dari teras hingga bagian dalam. Pada salah satu tiang masjid tersebut terdapat sebuah white board yang menggantung dan masih bersih tanpa coretan. Masjid tersebut hanya terdiri dari satu lantai dan tidak terdapat undakan-undakan yang menjadi ciri khas masjid Jawa pada umumnya. Teras masjid tidak terlihat pintu masuk ke dalam masjid karena gambar bagian dalam masjid terlalu gelap. Atap masjid terbuat dari genteng tanah liat dan bertingkat seperti bentuk joglo pada kerajaan-kerajaan di Surakarta atau Jogjakarta atau Cirebon. Pada ujung atap terdapat simbol bulan sabit yang menjadi ciri khas masjid pada uumumnya. Di belakang masjid terdapat beberapa pohon yang hanya terlihat pada bagian atasnya dengan posisi disebelah kanan dan kiri atap masjid.

Suasana yang tergambar memperlihatkan waktu saat itu yaitu pada siang hari, hal ini terlihat pada pantulan cahaya terang benderang pada halaman dan tanaman pada semak-semak di masjid tersebut serta cahaya terang pada badan sebelah kiri laki-laki tersebut.

Dapat pula penulis ringkas secara garis besar bahwa obyek-obyek yang tergambar dalam With The Mosque ada manusia laki -laki telanjang terlihat dari perut sampai kepala, ada masjid, ada tanaman, ada peci, ada withe board, dan digambarkan secara hitam putih.

2.2 Analisis Formal

Dalam karya With the Mosque penataan dan penempatan obyek cukup rapi dan penggambaran obyek dilakukan dengan teknik realis. Simbol-simbol yang dituangkan dalam karya tersebut sangat mengundang penafsiran-penafsiran yang berbau spiritual. Warna yang digunakanpun hanya hitam putih yang memberi kesan sepi. Hal ini diperkuat dengan judul Rekonstrusi Diri. Karya ini memiliki kesamaan dengan karya Dwi Setya Acong yang berjudul “Tak

Terhingga” dengan menonjolkan figur manusia yang kontemplatif dan karya Dikdik Sayahdikumullah berjudul Blue Beylish.

Tak Terhingga Acrilic on canvas

180 x 180 cm 2010

Seniman : Dwi Setya Acong

Blue Beylish 2003

Acrylic, White Pencil on Canvas, 150x130cm

(5)

4 |J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 1 N o 1 2 0 1 2

Karya With the Mosque adalah satu dari lima karya lain yang di kemas dengan judul besar SELF RECONSTRUCTION. Untuk mempertegas bahwa karya ini adalah terlihat kontemplatif maka dapatlah dilihat dari perbandingan karya misalnya karya Tjutju Wijaya yang bertajuk CORRELATION. Karya Tjutju Wijaya menggambarkan dunia anak-anak yang ceria.

Gagasan-gagasan yang terlihat dari karya tersebut memang mengarah pada hal-hal yang spiritual. Penggambaran obyek masjid dan peci yang dipakai oleh obyek laki-laki adalah jelas sekali memperlihatkan unsur-unsur spiritual yang kental di Indonesia.

Mengenai spiritualitas itu sendiri, Yustiono dalam disertasinya Interpretasi Karya Ahmad Sadali dalam Konteks Modernitas dan Spiritualitas Islam dengan

pendekatan Hermeneutik (2005:73)

mengutip dari Subarna membagi spiritualitas menjadi dua :

Spiritualias sekuler, yaitu pencarian dan pengahayatan nilai-nilai spiritual seseorang yang diperoleh dari pengalaman hidupnya, bukan dari acuan nilai-nilai yang diajarkan oleh suatu agama. Sehingga keadaan keadaab seperti itu lebih dekat dengan penghayatan dimensi moral seseorang atas kehidupannya dalam satu lingkungan. Spiritual agama, spiritiual yang memiliki acuan pada agama tertentu.

Dengan adanya simbol-simbol keagamaan dalam karya tersebut, jelas memiliki kecenderungan kuat ke arah spiritual agama bukan sekuler.

Penggambaran dan pengambilan obyek secara realis menjadikan apresiator

langsung bisa mencerna dan mengenali obyek-obyek tersebut.

2.3 Interpretasi

Dilihat dari judul besarnya (SELF RECONSTRUCTION) dan judul karya ini (WITH THE MOSQUE), maka saya menafsirkan bahwa melalui karya ini si seniman ingin melakukan pembenahan diri secara total. Hal ini terlihat dari visual seorang laki-laki telanjang dada yang hanya memakai peci. Peci memiliki simbol keagamaan secara kuat di Indonesia yaitu

atribut untuk bersembahyang bagi umat Islam. Di samping peci sebagai simbol ibadah, dalam karya ini juga dihadirkan obyek masjid. Masjid adalah tempat ibadah (sholat, pengajian, kajian, pendidikan, dan lain-lain) bagi umat Islam.

Dapat pula dikatakan, seorang hamba Tuhan yang membenahi kondisi jiwanya dengan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Ia menghabiskan waktunya di rumah ibadah dalam usahanya mengabdi kepada Tuhan, Sang Pencipta. Menjalankan ketaqwaan yang ketat untuk merekonstruksi kembali dirinya dan membangun kekuatan jiwanya. Penggambaran badan telanjang dan mata terpejam adalah menunjukkan bahwa totalitasnya dalam usaha mengubah dirinya ke arah keridhoan Tuhan untuk perbaikan.

Telanjang juga bisa memberi arti

(6)

5 |D i d i t E n d r i a w a n : M e n a f s i r k a n M a k n a K a r y a S e n i R u p a

berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan di dalam Islam. Baginya, dalam berkarya tetaplah berpedoman pada Al-Quran dan Hadits Nabi. Jika dilihat dari unsur-unsur visual yang ditampilkan yaitu masjid, peci, dan melihat secara keseluruhan karya dalam rangkaian SELF RECONSTRUCTION, dihadirkan sosok-sosok pria bersorban dan perempuan berjilbab, serta pengambilan setting tempat di dalam masjid maka penulis dengan kuat menginterpretasikan bahwa karya tersebut sangat Islami.

Ada benarnya jika tujuan sang seniman untuk mendekatkan diri pada Tuhan, dengan merekonstruksi diri (memperbaiki diri). Tentu saja seseorang apabila merasa dirinya dekat dengan Tuhan kebahagiaan hakiki akan didapatkan. Mengacu pada tulisan Endang Saifudin Anshari (Islam dan Kebudayaan, 1993,40), tujuan seni bagi seniman Islami sama dengan tujuan hidup itu sendiri. Adapun tujuan hidup setiap Muslim adalah sebagai berikut :

1. Keridhaan Allah 2. Bahagia dunia akhirat

3. Rahmat bagi sesama manusia dan alam sekelilingnya

Melihat tampilan visual yang dipertegas dengan judul With The Mosque , disini sangat jelas bahwa dalam Islam, Masjid dikatakan sebagai rumah Allah (Baitullah), yang berfungsi sebagai tempat ibadah kepada Tuhan (Allah Swt). Dengan demikian karya tersebut mempunyai nilai ibadah dan kreasi amal salih. Hal ini berdasarkan pada pemikirannya Endang Saifudin Anshari (Ibid:43) menyebutkan karya seni yang memenuhi kriteria-kriteria

nilai-nilai Estetika menurut penilaian Islam sebagai berikut :

1. Karya Ibadah

Yaitu apabila bertitik tolak ikhlas dan bertujuan keridaan Allah SWT, kebahagiaan dunia dan akhirat, dan rahmat bagi sesama manusia dan alam lingkungan sekelilingnya.

2. Kreasi Amal Salih

Yaitu apabila diciptakan menyelarasi ayat kauniyah (hukum alam) dan ayat Quraniyah (nilai dan kaidah asasi yang terkandung dalam al-Quran)

Dari rangkaian lima karya yang saling berangkai tersebut, hanya ada satu sosok yang tetap (tokoh utama) yaitu laki-laki telanjang dada memakai peci. Selain dalam posisi sendiri, sosok telanjang dada tersebut juga berdampingan dengan beberapa sosok yang bersimbol Islam (bersorban dan berjilbab).

Sosok sendiri berdampingan dengan masjid dan berdampingan dengan mihrab

(tempat imam) seolah-olah sosok manusia telanjang dada tersebut melakukan perenungan yang mendalam dan mencoba memperbaiki dirinya baik sendiri maupun dengan orang-orang ”suci”.

Dengan kata lain selain melakukan perenungan mendalam juga melakukan pengembaraan batin dan lahir, pada akhirnya menuju Sang Khalik (Tuhan) yang berbasis Ibadah.

(7)

6 |J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 1 N o 1 2 0 1 2

dalam masjid adalah subyektivitas sang seniman terhadap perbaikan dirinya.

Secara visual, wajah dalam karya ini sangat menunjukkan bentuk perenungan. Perasaan merenung yang mendalam terhadap kepada Tuhan, bagi umat muslim dapat dirasakan secara

mendalam melalui kitab sucinya (Al Quran). Al Quran bisa menjadi sumber inspirasi yang kuat, dan ini terlihat dari karya tersebut. Al Faruqi (Atlas Budaya

Islam : 1986: 196) mengatakan ”seni Islam sungguh merupakan seni Qurani”.

Secara Lengkap berikut ini karya-karya Arif Rivai dalam SELF RECONSTRUCTION : No Karya Keterangan

1. With the Mosque, 100cm x 145cm, drawing pencil on

paper, 2010

2. Sang Penguasa Mihrab, 100cm x 145cm, drawing pencil

on paper, 2010

3. With Turbaned Man # 1, 100cm x 145cm, drawing pencil

on paper, 2010

4 With Veiled Women, 100cm x 145cm, drawing pencil on

paper, 2010

5 With Turbaned Man # 2, 100cm x 145cm, drawing pencil

(8)

7 |D i d i t E n d r i a w a n : M e n a f s i r k a n M a k n a K a r y a S e n i R u p a 2.4 Evaluasi

Setelah melakukan deskripsi, analisis formal, interpretasi, sekarang tibalah pada tahap evaluasi. Penggambaran yang cenderung sederhana dan pemilihan obyek-obyek yang sangat jelas, yaitu manusia, bangunan masjid, tanaman. Penggabungan dari obyek-obyek tersebut disusun dengan komposisi sedemikian rupa sehingga menimbulkan penafsiran-penafsiran yang mengarah pada hal-hal yang Islami. Simbol-simbol yang dihadirkan adalah menjelaskan pesan-pesan spiritual. Dengan melakukan perbandingan-perbandingan karya dan dengan referensi-referensi yang berkaitan dengan visual maka didapatkan suatu penilaian yang obyektif. Ismail Al Faruqi yang mengatakan bahwa seni Islam pada dasarnya adalah seni Qurani adalah menjadi dasar pijakan yang bagus dalam menilai karya ini.

Pemikir Islam, Endang Saifudin Anshari yang mengatakan bahwa karya seni haruslah mengandung nilai ibadah dan amal salih, maka karya inipun pada hakekatnya juga demikian. Dengan menghadirkan simbol-simbol keislaman yang mengingatkan pengamat/

apresiator/ masyarakat muslim untuk selalu ingat pada Tuhannya.

Gagasan-gagasan yang terkandung dalam karya tersebut sangat bagus, karena mengandung unsur spiritualitas. Namun bagi sebagian orang mungkin masih meraba-raba makna dibalik karya tersebut, atau bahkan bagi sebagian masyarakat cukup mudah dalam memahaminya sevcara verbal. Dengan simbol-simbol yang dihadirkan, menurut saya cukup membantu dalam menerjemahkan karya tersebut menjadi sebuah makna.

Pengolahan teknik terhadap obyek karya belum begitu terasa. Hal ini terlihat dari ketegasan arsiran terhadap semua obyek. Sebaiknya dalam penggambaran obyek utama lebih ditonjolkan daripada obyek latar belakangnya, sehingga mana yang dominan menjadi lebih bermakna. Mengenai Self Reconstruction, masih menimbulkan tanda tanya. Rekonstruksi macam apa yang ada dalam karya tersebut. Jika berbicara tentang diri sendiri maka visual telanjang di dalam masjid tidaklah bermasalah, karena subyektif si seniman.

3. Penutup

(9)

8 |J u r n a l S e n i R u p a & D e s a i n V o l 1 N o 1 2 0 1 2 DAFTAR PUSTAKA

Al-Faruqi, Isma’il R.,(1998) : Atlas

Budaya: Menjelajah Khazanah

Peradaban Gemilang Islam.Bandung:

Mizan

Anshari, E, Saefudin, (1993) : Islam dan Kebudayaan Indonesia: Dulu, Kini dan Esok, Yayasan Festival Istiqlal.Pustaka Bandung

Feldman,E.B,(1967) : Art As Image And Idea, Prince-Hall,INC., Englewood Cliff, New Jersey

_______, (2004), Pendekatan Estetik dan Ilmu-Ilmu Seni dalam Penelitian Seni,

Bandung: ITB

Rivai, Arif, (2010) : Self Reconstruction,

Bandung.ITB

Yayasan Festival Istiqlal, 1995. Katalog :

Seni Rupa Kontemporer Istiqlal. Jakarta: Yayasan Festival Foundation

____________________, 1991 : Seni Rupa Tradisional. Jakarta : Yayasan Festival Foundation

Yustiono, (2005) : Interpretasi Karya Ahmad Sadali dalam Konteks Modernitas

dan Spiritualitas Islam dengan

Gambar

gambar bagian dalam masjid terlalu gelap.

Referensi

Dokumen terkait