BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah salah satu jalur utama dalam upaya mempersiapkan generasi
muda untuk menyambut dan menghadapi perkembangan jaman yang semakin
kompetitif ini. Sebagai salah satu upaya pokok, pendidikan ini harus dilaksanakan
sebaik mungkin. Pelaksanaan pendidikan yang berkualitas adalah sesuatu yang tidak
bisa ditawar lagi. Di Indonesia, kewajiban pemerintah dalam menyelenggarakan
pendidikan yang berkualitas ini sudah diamanatkan secara jelas di dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, dan dipertegas lagi di dalam Batang Tubuh, yaitu di
dalam pasal 31 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam proses pendidikan di sekolah belajar tidak hanya menekankan kepada
akumulasi pengetahuan materi pelajaran, tetapi yang diutamakan adalah kemampuan
peserta didik untuk memperoleh pengetahuannya sendiri. Belajar juga menekankan
kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu
dengan lingkungannya.
Secara internasional mutu pendidikan di tanah air masih rendah. Indeks mutu
pendidikan Bangsa Indonesia dapat dilihat dari Programme For International Student Assesment (PISA) yang diselenggarakan tiga tahun sekali, yaitu pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan seterusnya. Indonesia mulai sepenuhnya berpartisipasi sejak
tahun 2000. Perbandingan prestasi internasional literasi dibidang Science Achivement
atau Ilmu Pengetahuan Alam, tahun 2006 Indonesia menempati posisi 50 dari 57
pada tahun 2009 Indonesia menempati posisi 60 dari 65 negara dengan skor rata-rata
prestasi literasi sains Indonesia yang diperoleh 383 dan skor rata-rata Internasional
500. (Tim PISA Indonesia, Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemdikbud).
Peringkat Indonesia yang relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain
menunjukkan bahwa pemahaman IPA peserta didik di Indonesia secara umum masih
rendah. Berdasarkan kajian terhadap buku dan jurnal, hal ini disebabkan karena materi
pembelajaran sains tidak mengalami perkembangan yang signifikan. Demikian halnya
penggunaan pendekatan, strategi dan model dalam pembelajaran yang belum sesuai
(Tim TIMMS Indonesia, Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemdikbud).
Proses belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan.
Belajar menunjuk pada seseorang sebagai subjek yang sedang menerima pelajaran,
sedangkan mengajar menunjuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai
pengajar. Belajar lebih sering diartikan sebagai mengubah tingkah laku. Perubahan
tidak hanya terkait dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk
kecakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian
diri.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba melakukan wawancara sebagai studi
pendahuluan untuk mencari tahu tentang pemahaman peserta didik dalam menjalani
proses belajar khususnya untuk mata pelajaran Fisika. Dalam melakukan proses
pembelajaran umumnya dilakukan dengan berbagai cara di antaranya peserta didik ada
yang mendengarkan penjelasan guru dan peserta didik lain ada yang sibuk bermain
sendiri. Padahal menurut Sardiman (2001: 730) motivasi memiliki peranan yang khas
peserta didik yang memiliki inteligensi cukup tinggi, boleh jadi gagal karena kekurangan
motivasi. Jika sudah demikian, guru tidak bisa berharap banyak terhadap kemampuan
pemecahan masalah peserta didik. Tidaklah mengherankan jika nilai peserta didik pada
mata pelajaran fisika sering tidak bagus.
Nilai ulangan harian peserta didik sulit mencapai batas nilai KKM (kriteria
ketuntasan minimal). Oleh sebab itu, sering kali guru menetapkan nilai KKM berkisar
antara 70 sampai 74. Jika lebih dari angka ini, jarang peserta didik akan mengalami
ketuntasan secara klasikal maupun individual.
Masalahnya, sampai di mana kemauan dan motivasi peserta didik untuk
mempelajari lingkungannya sendiri. Sejauh mana kepedulian guru untuk memberikan
pemahaman kepada peserta didik tentang materi pelajaran fisika.
Pembelajaran di sekolah pada umumnya terbatas pada penalaran verbal dan
pemikiran logis, mendengarkan, mencatat dan mengerjakan latihan yang ditugaskan.
Namun setelah diadakan tes penilaian kemampuan pemecahan masalah, ternyata
banyak peserta didik kesulitan dalam pemecahan masalah yang ada di soal-soal fisika
tersebut.
Dalam pelajaran Fisika di SMA, untuk mencari dan menemukan pengetahuan
sering terbentur dengan model pembelajaran dan juga motivasi diri peserta didik yang
untuk belajar Fisika. Untuk mencari dan menemukan pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan kemampuan pemecahan masalah fisika, dengan ketidakmampuan
memecahkan suatu permasalahan Fisika akan menghambat proses pembelajaran,
Permendikbud nomer 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang
dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik/ilmiah. Pendekatan saintifik/ilmiah
merupakan ciri khas dari kurikulum 2013. Penerapan pendekatan Saintifik/Ilmiah dalam
pembalajaran menuntut adanya perubahan setting dan bentuk pembelajaran
konvensional. Pendekatan Saintifik/ilmiah yang merupakah ciri khas dari kurikulum
2013 mengubah pembelajaran dari teacher oriented ke student oriented yakni proses pembalajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, seerta
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai
dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Pendekatan ini paling tidak dilaksanakan dengan melibatkan 3 model pembelajaran, di
antaranya problem based learning, project based learning, discovery learning. Pada ketiga model pembelajaran ini berusaha membelajarkan peserta didik untuk mengenal
masalah, merumuskan masalah, mencari solusi atau menguji jawaban sementara atas
suatu masalah/pertanyaan dengan melakukan penyelidikan.
Pemilihan model ataupun model pembelajaran sangat dipengaruhi juga oleh
karakteristik materi yang akan diajarkan. Pemilihan model ataupun model pembelajaran
dilakukan agar peserta didik dapat dengan mudah mengikuti pelajaran, sehingga
pembelajaran di kelas dapat berlangsung dengan lancar, tertib, nyaman, enjoy dan
menyenangkan tanpa tekanan. Pembelajaran seperti ini tidak ada tekanan dari guru
Hal ini dibuktikan oleh penelitian Muhammad Ihsan Syahaf Nasution di Universitas
Sebelas Maret yang menyatakan bahwa model pembelajaran Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL) memberikan hasil yang lebih baik terhadap nilai prestasi belajar sejarah. Sehingga dapat dipertimbangkan untuk menjadi rujukan dalam
memberikan pembelajaran yang lebih baik terhadap peserta didik.
Kompetensi ini sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran, salah satunya
pada mata pelajaran fisika. Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun
sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif
dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik
secara kualitatif maupun kuatitatif dengan menggunakan fisika, serta dapat
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. Berkaitan dengan
hal tersebut, kompetensi berpikir dan komunikasi sangat dibutuhkan dalam
pembelajaran fisika untuk mencapai keberhasilan dari proses pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti
pengaruh model pembelajaran yang dipakai dikelas dengan judul “PENGARUH MODEL
PEMBELAJARAN DAN MOTIVASI BELAJAR TERHADAP KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH FISIKA PESERTA DIDIK SMA”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada permasalah di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut :
1. Apakah ada pengaruh penerapan model pembelajaran terhadap kemampuan
2. Apakah ada pengaruh penerapan pembelajaran discovery terhadap kemampuan
pemecahan masalah fisika peserta didik SMA?
3. Apakah ada pengaruh penerapan pembelajaran berbasis proyek terhadap
kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik SMA?
4. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika antara
kelompok peserta didik yang menggunakan pembalajaran discovery dengan
kelompok peserta didik yang menggunakan pembelajaran berbasis proyek?
5. Apakah motivasi peserta didik berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan
masalah fisika peserta didik SMA?
6. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika peserta
didik yang menggunakan pembelajaran discovery dengan peserta didik yang
menggunakan pembelajaran berbasis proyek pada kelompok peserta didik yang
memilki motivasi tinggi di SMA?
7. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika peserta
didik yang menggunakan pembelajaran discovery dengan peserta didik yang
menggunakan pembelajaran berbsis proyek pada kelompok peserta didik yang
memilki motivasi rendah di SMA?
8. Apakah terdapat pengaruh penerapan pembelajaran discovery dan pembelajaran
berbasis proyek dan motivasi belajar terhadap kemampuan pemecahan masalah
fisika di SMA?
9. Bagaimana cara penerapan pembelajaran discovery dan pembelajaran berbasis
C. Pembatasan Masalah
Berdasarakan identifikasi masalah dan juga untuk mendapatkan hasil penelitian
yang jelas dan terarah, maka masalah penelitian ini dibatasi pada pengaruh penerapan
pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran discovery dan motivasi belajar
terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik SMA. Kemampuan
pemecahan masalah fisika dibatasi pada pokok bahasan kelas X semester 2 cahaya
dan alat optik. Motivasi belajar peserta didik dibatasi pada motivasi tinggi dan motivasi
rendah.
D. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah fisika bagi peserta
didik yang menggunakan model pembelajaran discovery dan model pembelajaran
berbasis proyek?
2. Adakah pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan motivasi terhadap
kemampuan pemecahan masalah fisika?
3. Bagi peserta didik yang memilki motivasi tinggi apakah terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah fisika dengan menggunakan model
pembelajaran discovery daripada model pembelajaran berbasis proyek?
4. Bagi peserta didik yang memilki motivasi rendah apakah terdapat perbedaan
kemampuan pemecahan masalah fisika dengan menggunakan model