INFEKSI SUSUNAN
SARAF
PENDAHULUAN
Definisi : invasi atau multiplikasi kuman
(mikro-organisme) di dalam susunan
saraf
Neuritis : radang pada saraf tepi
Meningitis : radang pada menings
KLASIFIKASI (
menurut jenis kuman
)
1. Infeksi viral
2. Infeksi bakteri
3. Infeksi spiroketa
4. Infeksi fungus
MENINGITIS VIRUS
Peradangan meningen → gejala
perangsangan meningen → sakit kepala, kaku
kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah
leukosit pada LCS.
Berdasarkan durasi dari gejalanya :
Meningitis akut → gejala klinis dalam jam -
beberapa hari
Meningitis kronik → onset dan durasi
berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.
Gejala klinik tumpang tindih karena etiologinya
Meningitis aseptik → menunjukkan respon
selular nonpiogenik disebabkan oleh agen
etiologi yang berbeda-beda.
Penderita menunjukkan gejala meningeal
akut, demam, pleositosis LCS yang
didominasi oleh limfosit.
Pemeriksaan laboratorium → penyebab
Meningitis viral → inflamasi leptomeningen
sebagai manifestasi dari infeksi SSP.
Istilah viral – agen penyebab
Meningitis → tidak terlibatnya parenkim
otak dan medula spinalis.
Namun, patogen virus → kombinasi
Perjalanan klinis biasanya terbatas →
pemulihan komplit pada 7-10 hari.
> 85% kasus ok enterovirus non polio →
karakteristik penyakit, manifestasi klinis, dan
epidemiologi → infeksi enteroviral.
Campak, polio, dan limfositik choriomeningitis
virus (LCMV) saat ini merupakan ancaman
untuk negara berkembang.
Polio tetap penyebab utama dari mielitis pada
Etiologi
Enteroviruses → > 85% kasus meningitis virus
→ Picornaviridae (“pico” untuk kecil, “rna” untuk
asam ribonukleat), dan termasuk echovirus,
coxsackie virus A dan B, poliovirus, dan
sejumlah enterovirus. Enterovirus non polio
merupakan virus yang sering, sama dekat ya
dengan prevalensi rhinoviruses (flu)
Arboviruses → 5% kasus di Amerika Utara
Cacar ( Paramyxovirus ) → agen pertama dari
Virus keluarga herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV,
dan herpes virus manusia 6 secara kolektif → ± 4%
kasus meningitis viral, dengan HSV-2 menjadi
penyerang terbanyak.
Lymphocytic choriomeningitis virus/ LCMV
(arenaviruses) → jarang → virus ditransmisikan melalui
kontak dengan tikus atau ekskresi mereka → resiko
tinggi pada pekerja laboratorium, pemilik binatang
peliharaan, atau orang yang hidup di area non higienis.
Adenovirus → penyebab jarang dari meningitis pada
Campak ( Morbili) → paling jarang → karakteristik
ruam makulopapular membantu diagnosis. → >> usia
muda di sekolah dan perkuliahan. → ancaman
kesehatan dunia dengan angka serangan tertinggi
dari infeksi yang ada → eradikasi campak
merupakan tujuan kesmas yang penting dari WHO.
Meningitis bakterial sebagai kemungkinan etiologi
Patofsiologi Meningitis
Viral
Patogen virus → SSP melalui 2 jalur
utama: hematogen atau neural.
Hematogen → jalur tersering dari viral
patogen yang diketahui.
Penetrasi neural tunjukkan penyebaran
sepanjang saraf dan biasanya terbatas
pada herpes virus (HSV-1, HSV-2, dan
varicella zoster virus B virus), dan
Imun multiple cegah inokulasi virus dari penyebab infeksi
signifikan secara klinis, termasuk respon imun sistemik dan local, barier mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB).
Virus bereplikasi → sistem organ awal (ie, respiratory atau
gastrointestinal mucosa) → pembuluh darah.
Viremia primer → virus ke organ retikuloendotelial (hati,
spleen dan nodus lymph) jika replikasinya timbul → pertahanan imunologis dan viremia sekunder →
bertanggung jawab dalam CNS.
Replikasi viral cepat tampak berperan melawan pertahanan
Mekanisme penetrasi viral ke dalam CNS tidak
sepenuhnya dimengerti.
Virus dapat melewati BBB langsung pada level endotel
kapiler atau melalui defek natural (area posttrauma dan
tempat lain yang kurang BBB).
Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleocytosis;
PMN menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48
jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan
jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSF telah dikenali
sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga
Bukti menunjukkan bahwa beberapa
virus dapat mencapai akses ke CNS
dengan transport retrograde sepanjang
akar saraf.
Contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah
melalui akar saraf olfaktori atau
trigeminal, dengan virus dibawa oleh
Manifestasi Klinis
Riwayat Penyakit
Demam, sakit kepala, iritabilitas, nausea, muntah, kaku leher,
atau kelelahan dalam 18-36 jam sebelumnya.
Nyeri kepala intensitas yang berat.
Gejala lain → muntah, diare, batuk dan mialgia yang timbul
pada lebih 50% pasien.
Demam → 76-100% pasien→ pola >> → demam subfebril
tahap prodromal →lebih tinggi saat terdapat tanda neurologis.
Beberapa virus → onset cepat dari gejala diatas, lainnya
Anamnesis hati-hati, termasuk evaluasi paparan
kontak kesakitan, gigitan nyamuk, debu, aktivitas
outdoor pada daerah endemis penyakit lyme,
riwayat bepergian dengan kemungkinan terpapar
terhadap tuberkulosis, sama halnya dengan
penggunaan medikasi, penggunaan obat
intravena, dan resiko penyebaran penyakit
menular seksual.
Penting → riwayat penggunaan antibiotik
Fisik
Beberapa virus bermanifestasi klinis unik yang membantu
pendekatan diagnostik yang terfokus.
Trias meningitis meliputi demam, rigiditas nuchal, dan
perubahan status mental
Pemeriksaan → tidak ada defisit neurologis fokal pada
kebanyakan kasus.
Demam lebih sering → 38ºC and 40ºC.
Kaku kuduk atau tanda lain dari iritasi meningea (tanda
Iritabilitas, disorientasi, dan perubahan status
mental .
Nyeri kepala lebih sering dan berat.
Fotofobia relatif sering namun dapat ringan,
Fonofobia juga dapat timbul.
Kejang timbul pada keadaan demam, meski
keterlibatan dari parenkim otak (encephalitis) juga
dipertimbangkan,
Ensefalopati global dan defisit neurologis fokal
adalah jarang tetapi dapat timbul.
Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat
membantu dalam diagnosis →
Faringitis dan pleurodynia → enteroviral Erupsi zoster pada VZV
Ruam makulopapular dari campak dan enterovirus Erupsi vesicular oleh herpes simpleks
Herpangina pada infeksi coxsackie virus.
Infeksi Epstein Bar virus → faringitis, limfadenopati Cytomegalovirus, atau HLV sebagai agent penyebab. Parotitis dan orchitis → campak
Pemeriksaan Penunjang
Studi Laboratorium
Pemeriksaan hematologi dan kimia harus
dilakukan
Pemeriksaan CSF → penting dalam
pemeriksaan penyebab meningitis.
CT Scan → menyingkirkan lesi intrakranial
atau hidrosefalus obstruktif pra LP.
Kultur CSF → kriteria standar pada
karakteristik CSF untuk
diagnosis meningitis viral
Sel:
Pleocytosis → WBC 50 - >1000 x 10
9/L →
predominan mononuklear tetapi PMN dapat
merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama;
hitung sel biasanya lalu didominasi limfosit pada
pola CSF klasik meningitis viral → membantu
membedakan meningitis bakterial dari viral →
hitung sel lebih tinggi dan predominan PMN
Protein:
sedikit meningkat, dapat bervariasi dari normal --
Studi Pencitraan
CT scan kontras →menyingkirkan patologi
intrakranial, evaluasi penambahan sepanjang mening
dan menyingkirkan cerebritis, abses intrakranial,
empiema subdural, ataulesi lain.
Alternatif, dan jika tersedia, MRI otak dengan
gadolinium dapat dilakukan.
MRI dengan kontras → standar kriteria → visualisasi
Tes Lain
pasien yang kondisinya tidak membaik secara
klinis dalam 24-48 jam harus dilakukan rencana
kerja untuk mengetahui penyebab meningitis.
Jika curiga ensefalitis → MRI dengan kontras
dan visualisasi yang adekuat dari frontal basal
dan area temporal
EEG → curiga ensefalitis atau kejang subklinis
→ Periodic lateralized epileptiform discharges
(PLEDs) seringkali terlihat pada ensefalitis
Prosedur
Pungsi Lumbal → penting untuk meningitis viral. Prosedur potensial lain → indikasi individu dan
keparahan penyakit → monitoring tekanan
intrakranial, biopsi otak, dan drainase ventricular atau shunting.
Penemuan Histologis
Leptomeningea → inflamasi dengan PMN dan
Diagnosis Banding
Acute Disseminated Encephalomyelitis
Aseptic Meningitis
Brucellosis
Penatalaksanaan
Perawatan Medis
Suportif : Istirahat, hidrasi, antipiretik, dan medikasi nyeri atau
anti inflamasi dapat diberikan jika diperlukan,
Antimikroba awal untuk meningitis bakteri sementara
menunggu penyebabnya untuk bisa diidentifikasi.
Antibiotik IV diberikan lebih awal jika icuriga meningitis
bakterial
Gejala meningoensefalitis → asiklovir lebih awal untuk
mencegah encephalitis HSV. Terapi dapat dimodifikasi sebagai hasil dari pewarnaan gram, kultur dan uji PCR jika tersedia.
Pasien kondisi yang tidak stabil → perawatan di ICU untuk
Medikasi
Simptomatik → antipiretik, analgetik dan anti
emetik
Keputusan untuk memulai terapi antibakterial untuk
kemungkinan meningitis bakteri adalah penting; terapi antebakterial empiris untuk kemungkinan patogen harus dipertimbangkan dalam konteks keadaan klinis.
Asiklovir → curiga HSV (lesi herpetik), dan
Enterovirus dan HSV → dapat → septic shock
viral pada BBL dan bayi → antibiotik spektrum
luas dan asiklovir harus diberikan secepatnya
SIADH → cairan dan keseimbangan elektrolit
(terutama natrium)
Restriksi cairan, diuretik, dan secara jarang
infus salin →atasi hiponatremia.
Pencegahan infeksi sekunder dari traktus
Pembedahan
Bukan indikasi
Pasien → komplikasi hidrosefalus, prosedur
pemisahan CSF, seperti ventriculoperitoneal (VP) atau LP shunting, dapat dilakukan. Ventriculostomy dengan system pengumpulan eksternal
diindikasikan pada kasus jarang dari hidrosefalus akut.
Biopsi mening atau parenkim →diagnosis definitif
infeksi viral .
Monitoring tekanan intrakranial, dibutuhkan untuk
ENSEFALITIS VIRAL
infeksi jaringan otak oleh berbagai
macam mikro-organisme
Diagnosis ditegakkan melalui
pemeriksaan mikroskopis jaringan otak.
Klinis → diagnosis berdasarkan
ETIOLOGI
I. Infeksi virus
A. Penyebaran hanya dari manusia ke manusia
1. Mumps → >> kadang-kadang bersifat ringan. 2. Campak → sekuele berat.
3. Kelompok virus entero→ semua umur, lebih berat pada neonatus. 4. Rubela → <<, sekuele jarang, kecuali pada rubela congenital 5. Kelompok Virus Herpes
a. Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sekuele sering ditemukan pada neonatus menimbulkan kematian.
b. Virus varicela-zoster; jarang; sekuele berat sering ditemukan. c. Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat memberikan sekuele lambat pada CMV congenital
d. Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarang
B. Agen-agen yang ditularkan oleh antropoda
Virus arbo : menyebar ke manusia melalui nyamuk
Caplak : epidemi musiman tergantung ekologi
vektor serangga.
C. Penyebaran oleh mamalia berdarah panas.
Rabies : saliva mamalia jinak dan liar
Virus herpes Simiae (virus “B”) : saliva kera
II. Parainfeksiosa-pascainfeksiosa, alergi
Penderita→ agen-agen infeksi atau salah
satu komponennya berperan sebagai
etiologi penyakit, tetapi agen-agen
infeksinya tidak dapat diisolasi secara utuh
in vitro dari susunan syaraf.
Diduga pada kelompok ini, kompleks
antigen-antibodi yang diperantarai oleh sel
dan komplemen → berperan penting
III. Penyakit-penyakit virus manusia yang
lambat.
Banyak bukti → berbagai virus yang didapatkan
pada awal masa kehidupan→ tidak harus
disertai penyakit akut, sedikit banyak ikut
berperan sebagian pada penyakit neurologis
kronis di kemudian hari :
- Panensefalitis sklerosis sub akut (PESS); campak; rubella - Penyakit Jakob-Crevtzfeldt (ensefalitis spongiformis)
IV. Kelompok kompleks yang tidak diketahui
Contoh : Sindrom Reye, Ensefalitis Von Economo,
dan lain-lain.
V. Infeksi-infeksi Non virus
Penyebab ensefalitis yang terpenting adalah virus.
Infeksi karena virus langsung menyerang otak atau
reaksi radang akut karena infeksi sistemik atau
MENURUT JENIS VIRUS
1. Ensefalitis virus sporadic
Virus rabies, Herpes Simpleks Virus (HSV), Herpes Zoster, mumps, limfogranuloma dan limphocytic
choriomeningitis yang ditularkan melalui gigitan tupai dan tikus.
2. Ensefalitis virus epidemic
Enterovirus seperti poliomyelitis, virus Coxsacki, virus ECHO, serta golongan virus ARBO.
3. Ensefalitis pasca infeksi
1.
Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku
kuduk, stupor, koma, kejang dan
gejala-gejala kerusakan SSP.
2.
Pada pemeriksaan CSS terdapat
pleocytosis dan sedikit peningkatan protein
3.
Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen
post mortem (otak dan darah)
4.
Identifikasi serum antibodi dilakukan
DIAGNOSIS
a.
Anamnesis cermat kemungkinan adanya
infeksi akut atau kronis, keluhan, kemungkinan
adanya peningkatan TIK, gejala fokal serebral/
serebelar, riwayat pemaparan selama 2-3
minggu terakhir terhadap penyakit melalui
kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat
bepergian ke daerah endemik dan lain-lain
b.
Pemeriksaan fisik/neurologik, dikonfirmasi
dengan hasil anamnesis dan sebaliknya
c. Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal → singkirkan gangguan lain yang memberi respon terhadap pengobatan spesifik → ensefalitis virus → CSS jernih, jumlah lekosit berkisar 0- beberapa ribu/mm3
kubik, >> PMN. Protein meningkat sedang atau normal, kadar protein mencapai 360 mg% pada ensefalitis yang disebabkan virus herpes simplek dan 55 mg% yang disebabkan oleh
toxocara canis . Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif. Penderita kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai
menghilangnya gejala-gejala neurologik
PENATALAKSANAAN
1.
Mengatasi kejang → Fenobarbital 5-8
mg/kgBB/24 jam. Jika sering → perlu
diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV,
dalam bentuk infus selama 3 menit.
2.
Memperbaiki homeostatis, dengan infus
cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen.
3.
Mengurangi edema serebri →
1. Menurunkan TIK → manitol IV intravena dosis
1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk..
2. Pengobatan kausatif.
Sebelum menyingkirkan etiologi bakteri, tu abses otak
(ensefalitis bakterial)→ beri pengobatan antibiotik parenteral.
Pengobatan untuk ensefalitis infeksivirus herpes simplek
6. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah
penderita sembuh
7. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.
8. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini
dengan ahli anestesi untuk mengantisipasi
Ensefalitis Herpes
simpleks
Ensefalitis herpes simpleks → akut atau subakut.
Fase prodromal seperti influenza, diikuti dengan
gambaran khas ensefalitis. 40% datang dalam
keadaan koma atau semi-koma. Manifestasi
klinis juga dapat menyerupai meningitis aseptik
Manifestasi klinis tidak spesifik, karena itu
diperlukan ketrampilan klinis yang tinggi.
Umumnya dipertimbangkan EHS bila dijumpai
demam, kejang fokal, dan tanda neurologis
seperti hemiparesis dengan penurunan
Pemeriksaan laboratorium
Gambaran darah tepi tidak spesifik
Pemeriksaan CSS → sel meningklat (90%) berkisar
10-1000 sel/mm3. awalnya domina PMN, kemudian menjadi limfositosis. Protein dapat meningkat
sampai 50-2000 mg/l dan glukosa dapat normal atau menurun
EEG → PLEDs atau perlambatan fokal di area
temporal atau frontotemporal, sering EEG
CT kepala normal dalam tiga hari pertama
setelah timbulnya gejala neurologis, kemudian
lesi hipodens muncul di regio frontotemporal
T2-weight MRI dapat memperlihatkan lesi
hiperdens di regio temporal paling cepat dua
hari setelah munculnya gejala
PCR likuor dapat mendeteksi titer antibodi virus
herpes simpleks (VHS) dengan cepat. PCR
Ensefalitis Arbo-virus
Arbovirus (“arthropod-borne virus”) → demam dan
adakalanya ensefalitis primer. Virus tersebut
tersebar diseluruh dunia. Kutu dan nyamuk dimana virus itu “berbiak” menjadi penyebarannya
Ciri khas ensefalitis primer arbo-virus → perjalanan
penyakit yang bifasik. Pertama → seperti influensa berlangsung 4-5 hari. Sesudahnya penderita mereka sudah sembuh. Pada minggu ketiga demam dapat timbul kembali. Dan demam ini merupakan gejala pendahulu bangkitnya manifestasi neurologik,
Ensefalitis Parainfeksiosa
Ensefalitis timbul sebagai komplikasi penyakit virus
parotitis epidemika, mononukleosis infeksiosa, varisela dan herpes zooster dinamakan ensefalitis para-infeksiosa.
Gejala-gejala meningitis, mielitis, neuritis kranialis,
radikulitis dan neuritis perifer dapat bergandeng dengan gambaran penyakit ensefalitis.
Tidak jarang komplikasi utama → radikulitis jenis Guillain
Barre atau meilitis transversa sedang manifestasi ensefalitisnya sangat ringan dan tidak berarti.
Untuk beberapa jenis ensefalitis para-infeksiosa,
Rabies
Rabies → virus neurotrop yang ditularkan kepada manusia melalui gigitan anjing atau binatang apapun yang mengandung virus rabies. Setelah penetrasi kedalam sel tuan rumah, ia dapat menjalar melalui
serabut saraf perifer ke SSP. Sel-sel saraf (neuron) sangat peka terhadap virus tersebut.
Sekali neuron terkena infeksi virus rabies, proses infeksi itu tidak dapat dicegah lagi. tahap viremia tidak perlu dilewati untuk memperluas
infeksi dan memperburuk keadaan.
Neuron-neuron di seluruh SSP medulla spinalis -korteks tidak akan luput dari daya destruksi virus rabies.
Masa inkubasi rabies → beberapa minggu - bulan.
Gejala prodromalnya → lesu, letih , anoreksia, demam,
cepat marah dan nyeri pada tempat yang telah digigit
anjing. Suara berisik dan sinar terang sangat mengganggu
48 jam → gejala-gejala hipereksitasi → gelisah, mengacau,
berhalusinasi, meronta-ronta, kejang opistotonus, dan hidrofobia → otot pernafasan dan larings spasme → sianotik dan apnoe. Angin juga mempunyai efek yang sama dengan air. Pada umumnya penderita meninggal karena status epileptikus.
Masa penyakit dari mula timbulnya prodom sampai mati
Poliomyelitis anterior
akuta
Poliomyelitis /polio → paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh enterovirus.
Poliovirus (PV) sangat infeksius, yang terutama
mempengaruhi anak-anak muda dan disebarkan melalui kontak langsung orang ke orang, dengan
lendir, dahak, feces, yang terinfeksi atau oleh kontak dengan makanan dan air yang terkontaminasi oleh feces dari individu lain yang terinfeksi.
Virus bereplikasi dalam sistim pencernaan dimana ia
Kebanyakan tetap asimptomatik/gejala mirip flu ringan,
termasuk kelelahan, malaise, demam, sakit kepala, sakit
tenggorokan, dan muntah → berlangsung 48-72 jam
Individu terus melepas virus ke feces → reservoir untuk
infeksi-infeksi berikut.
± 2%-5% individu yang terinfeksi terus
mengembangkan gejala yang lebih serius
→pernapasan dan kelumpuhan.
Penyembuhan tidak ada; vaksinasi → mencegah
Disebabkan oleh poliovirus (virus RNA kecil)
yang menyebar melalui kontak dengan lendir
oral (mulut, hidung, dll).
Paling umum, virus melekat dan menginfeksi
sel-sel usus, bermultiplikasi dan dikeluarkan
dalam feces dari individu yang terinfeksi.
2% dari kasus-kasus, virus menyebar dari sistim
percernaan ke sistim syaraf dan menyebabkan
penyakit kelumpuhan.
Gejala tergantung luas infeksi → Tanda-tanda
polio yang melumpuhkan (paralytic) dan polio yang
tidak melumpuhkan (non-paralytic).
Pada polio non-paralytic yang bertanggung jawab
untuk kebanyakan individu-individu yang terinfeksi
dengan polio → pasien tetap asimptomatik atau
mengembangkan gejala-gejala seperti flu yang
ringan, termasuk kelelahan, malaise, demam, sakit
kepala, sakit tenggorokan, dan muntah.
Gejala mungkin hanya bertahan 48-72 jam , bisa
Paralytic polio terjadi pada kira-kira 2% dari orang-orang yang terinfeksi dengan virus polio dan lebih serius. Gejala-gejala terjadi sebagai akibat dari sistim syaraf dan infeksi dan peradangan sumsum tulang belakang (spinal cord). Gejala-gejala dapat termasuk:
sensasi yang abnormal, kesulitan bernapas,
kesulitan menelanretensi urin, sembelit,
mengeluarkan air liur (ileran), sakit kepala,
turun naik suasana hati,
± 5%-10% dari polio paralitik meninggal
akibat gagal napas → perlu evaluasi dan
perawatan medis yang tepat. Sebelum
era vaksinasi dan penggunaan dari
ventilator-ventilator modern,
pasien-pasien akan ditempatkan dalam "iron
DIAGNOSIS
Diagnosis → klinis.
Riwayat paparan dan tidak ada vaksinasi
sebelumnya adalah petunjuk awal.
Sering LP → DD polio dari penyakit lain yang
awalnya mempunyai gejala-gejala yang serupa
(contohnya, meningitis).
Setelah itu, pembiakan-pembiakan virus
Infeksi “Slow Virus”
Beberapa penyakit yang hingga kini dianggap
sebagai penyakit degeneratif akibat faktor yang
belum diketahui, telah diselidiki sehubungan dengan infeksi “slow virus”.
Penyakit demensia Jakob-Creutzfeldt → dulu →
penyakit degeneratif yang mempunyai sifat familial, terbukti disebabkan oleh infeksi “slow virus” ialah
kuru. Penyakit ini dijumpai pada beberapa penduduk di Nugini.
Sebelum itu pada binatang sudahditemukan infeksi
INFEKSI BAKTERI
PADA SUSUNAN
Meningitis Bakterial Akut
Meningitis bakterial → infeksi purulen
ruang subarakhnoid.
Biasanya akut, fulminan, khas dengan
demam, nyeri kepala, mual, muntah,
dan kaku nukhal.
Koma → 5-10 % kasus dan berakibat
prognosis yang buruk.
Kejang terjadi pada sekitar 20 % kasus,
Meningitis bakterial tanpa terapi selalu fatal. CSS secara klasik
memperlihatkan leukositosis PMN, peninggian protein, dan penurunan glukosa; pewarnaan Gram dari CSS → organisme penyebab pada 75 % kasus. Kultur CSS memberi diagnosis pada 90 % kasus dan perlu untuk melakukan tes sensitifitas antibiotika terhadap mikroba.
Penurunan kesadaran→ dengan edema papil atau defisit neurologis fokal→ CT scan pra LP untuk singkirkan lesi massa atau hidrosefalus. Hipertensi intrakranial difusa, tanpa adanya lesi massa pada CT scan bukan kontraindikasi
Pemeriksaan fisik → pemeriksaan teliti daerah inflamasi berdekatan seperti otitis dan sinusitis dan mencari etiologi bakteremia seperti endokarditis.
Penelitian binatang → etiologi primer meningitis
bakterial →leptomeningeal bakteri melalui darah yang
berkoloni dimukosa naso-faring.
Patogen meningeal → >> bakteri berkapsul. Setelah
membentuk koloni dinasofaring, bakteri berkapsul
melintas epitel dan membuat jalan ke aliran darah.
Kapsul menghambat fagositosis oleh neutrofil, jadi
patogen meningeal memperlihatkan kemampuan
mempertahankan bakteremia transien.
Mekanisme → bakteri dalam darah mencapai
Sumber lain →perluasan langsung dari infeksi otorinologis, walau kejadiannya jelas dikurangi oleh terapi dini antibiotik yang efektif terhadap otitis atau sinusitis.
<< → Jarang → inokulasi langsung cedera penetrating.
Tindakan → tergantung sumber primer, usia pasien, organism
penyebab, dan sensitifitas antibiotik→ infeksi CSS maupun sumber primer.
Meningitis sekunder terhadap bakteremia dan perluasan langsung otorinal → > organisme yg berkembang di nasofaring.
Meningitis setelah cedera otak traumatika serta fraktura tengkorak, dengan atau tanpa otorinorea CSS→ >> S.pneumoniae.
Penisilin G dan ampisilin → bermanfaat sama pada kebanyakan
infeksi S.pneumoniae dan N.meningitidis.
H.influenzae yang membentuk beta-laktamase→ ampisilin dan
kloramfenikol sebagai terapi empiris.
Seftriakson atau sefotaksim memperlihatkan manfaat dan
sekarang dipakai sebagai terapi terpilih pada neonatus dan anak-anak.
Sefuroksim, sefalo-sporin generasi kedua→ tidak lagi dianjurkan
untuk infeksi SSP karena lambatnya sterilisasi CSS serta
dilaporkan terjadinya meningitis H. influenzae pada saat terapi sistemik. L. monocytogenes tidak sensitive sefalosporin dan terapi yang dianjurkan adalah ampisilin atau penisilin G.
Pilihan lain→ trimetoprim sulfa-metoksazol. Meningitis S. aureus → nafsilin atau oksasilin,
Vankomisin dicadangkan untuk strain resisten metisilin dan S. epidermidis. Lamanya terapi → empiris dan tradisi; biasanya 7-14 hari untuk patogen
meningeal utama, dan 21 hari untuk infeksi basil gram negatif
Meningitis basiler gram negative mengalami revolusi dengan adanya
sefalosporin generasi ketiga. Sefotaksim, seftazidim, dan seftriakson dapat menembus CSS dan mecapai konsentrasi terapeutik hingga memungkinkan terapi terhadap meningitis yang sebelumnya memerlukan terapi secara
intratekal → 78-94 % tingkat kesembuhan telah dilaporkan. Seftriakson, sefotaksim, dan seftazidim terbukti bermanfaat.
Sefalosporin generasi ketiga lainnya, seftizoksim dan sefoperazon, belum
Modifikasi inflamasi ruang subarachnoid dengan agen anti
inflamatori → memperkecil akibat meningitis bakterial.
Penelitian mutakhir terapi tambahan deksametason pada
bayi dan anak-anak dengan meningitis bakterial
memperlihatkan bahwa sekuele neurologis jangka
panjang, terutama retardasi mental dan kehilangan
pendengaran, menurun pada pemberian deksametason
0.15 mg/kg IV setiap 6 jam pada 4 hari pertama terapi,
dan tidak memperberat efek eradikasi infeksi.
Penggunaan deksametason dianjurkan pada pasien
Meningitis Tuberkulosa
Meningitis → subakut atau kronis
dengan angka kematian dan kecacatan
yang cukup tinggi.
Menurut pengamatan, meningitis
tuberkulosis merupakan 38,5% dari
seluruh penderita dengan infeksi
Manifestasi klinis
panas (94%), nyeri kepala (92%), muntah
muntah, kejang dan pemeriksaan
neurologik menunjukkan adanya kaku
tengkuk, kelumpuhan saraf kranial
DIAGNOSIS
Berdasarkan :
1. Adanya gejala rangsangan selaput otak seperti kaku
tengkuk, tanda Kernig dan Brudzinski. 2. Pemeriksaan CSS menunjukkan :
○ peningkatan sel darah putih terutama limfosit ○ peningkatan kadar protein
○ penurunan kadar glukosa
3. Ditambah 2 atau 3 dari kriteria dibawah ini :
○ ditemukannya kuman tuberkulosis pada pengecatan dan
pembiakan CSS
○ kelainan foto toraks yang sesuai dengan tuberculosis
Pembagian klinis ke dalam 3 stadium :
Stadium I : kesadaran penderita baik disertai
rangsangan selaput otak tanpa tanda
neurologik fokal atau tanda hidrosefalus.
Stadium II : didapatkan kebingungan
dengan atau tanpa disertai tanda neurologis
fokal misalnya kelumpuhan otot mata bagian
luar atau adanya hemiparesis.
Stadium III : penderita dengan stupor atau
Pengobatan
Beberapa kombinasi obat pernah diberikan
untuk menanggulangi penyakit ini namun
pada dasarnya obat tersebut harus dapat
menembus barrier darah otak, berada
dalam CSS dengan kadar yang cukup
efektif dan aktivitas anti tuberkulosis tinggi,
resistensi dan kerja samping obat yang
DI RS Soetomo :
○ Streptomisin 20 - 30 mg/kg/hari selama 2 minggu
→ 3 kali/minggu hingga klinis dan laboratorium baik (perlu waktu kira-kira 6 minggu).
○ INH 20 - 25 mg/kg/hari pada anak anak atau 400
mg/hari pada dewasa selama 18 bulan.
○ Etambutol 25 mg/kg/hari sampai sel cairan
serebrospinal normal, kemudian diturunkan 15 mg/kg/hari selama 18 bulan.
○ Rifampisin 15 mg/kg/hari selama 6 - 8 minggu.
Abses Serebri
Infeksi purulen berbatas tegas dalam parenkhima
otak.
Sel inflamatori akut tampak pada pusat material yang
nekrotik, dikelilingi zona serebritis.
Maturasi → neovaskularisasi periferal dan lambat laun
terbentuk cincin fibroblas yang menimbun kolagen dan
makrofag, berakhir sebagai kapsul berbentuk tegas.
Sistem imun baik →proses infiltrasi bakterial - abses
berkapsul → 2 minggu.
Daerah terlemah kapsul →daerah yang kurang
GEJALA KLINIK
Gejala berhubungan dengan efek massa→
nyeri kepala, defisit neurologis fokal, dan
gangguan mental sering tampak.
Demam ± 50 % → mungkin tidak ada atau
sedikit bukti infeksi sistemik.
Kejang → 25-60 % pasien.
Edema otak, efek massa, dan pergeseran
garis tengah umum terjadi → karenanya LP
kontraindikasi dan mempunyai nilai klinis
Umumnya → sekunder terhadap infeksi ditempat lain →
bakteriologi sering menunjukkan sumber primer.
>> Perluasan intrakranial langsung dari sinus paranasal atau
infeksi telinga
Lesi soliter dan ditemukan dilobus frontal pada sinusitis
frontoetmoid, di lobus temporal pada sinusitis maksiler, dan serebelum atau lobus temporal pada infeksi otologis.
Abses otak multipel → penyebaran hematogen dari sumber jauh
Kontaminasi otak langsung melalui cedera otak
penetrating → penyebab lain dari abses.
Pembentukan abses jarang → perjalanan
meningitis bakterial, namun → faktor predisposisi
pada 25 % abses otak pediatrik yang biasanya
berkaitan dengan meningitis Sitrobakter atau
Proteus neonatal.
Abses otak >> pada pasien dengan immunitas
yang terganggu sekunder atas penggunaan
>> Streptokokus, Stafilokokus, dan Bakteroides,
dengan organisme multipel pada 10-20 %
kasus.
Terapi antibiotik empiris berdasar lokasi lesi dan
sumber infeksi yang sudah dikenal, namun
beratnya penyakit serta sering terjadinya infeksi
yang tidak terduga menyebabkan dianjurkannya
antibiotik jangkauan luas atas gram positif, gram
negatif, dan anaerob sebagai terapi empiris
CT scan → akurasi tinggi dalam
melacak abses otak→ deteksi yang dini
dan lokalisasi yang akurat
CT scan → penurunan angka kematian
Tujuan terapi → memastikan mikroba yang
bertanggung-jawab serta sensitifitas antibiotik, pensterilan SSP dan infeksi primer, menyingkirkan efek massa segera, dan mengurangi edema otak.
Pemberian kortikosteroid kontroversial.
Selama serebritis dan tahap awal kapsulisasi, atau pada pasien dengan risiko bedah tinggi dengan abses kecil dan organisme penyebab diketahui, terapi medikal dengan antibiotika parenteral mungkin cukup.
Diluar itu harus dilakukan drainasi bedah terhadap material purulen baik dengan aspirasi maupun eksisi disertai
Operasi juga akan menunjukan organisme penyebab pada
60-80 % kasus, memungkinkan biakan dapat dilakukan
dengan teliti baik untuk organisme aerob maupun anaerob.
Dianjurkan tidak memberikan antibiotik prabedah bila
operasi dapat dilakukan segera karena kultur steril bisa terjadi.
Walau eksisi bedah memperlihatkan penurunan angka
Abses Epidural Kranial
Infeksi intrakranial terbatas di ruang
epidural adalah komplikasi yang jarang
dari kontaminasi jaringan epi dural baik
traumatika atau operatif.
>> akibat perluasan osteomielitis
berdekatan. Bila dura intak, infeksi jarang
meluas secara transdural. Tindakannya
>> Abses epidural tulang belakang dan biasanya
perlu bedah gawat darurat.
Khas dengan demam, nyeri tulang belakang lokal,
dan progresi yang cepat dari defisit neurologis. Nyeri radikuler serta mielopati sering terjadi dalam
beberapa hari sejak gejala awal.
>> perluasan lokal dari osteomielitis tulang belakang
dan jarang melalui penyebaran hematogen dari
infeksi jauh. CSS memperlihatkan peninggian kadar protein yang jelas dan pleositosis ringan.
Mielogram atau MRI menampilkan perluasan massa
Organisme penyebab tersering adalah S.
aureus dan terkadangStreptococcus sp. Basil
gram negatif sering diisolasi dari pecandu
obat intravena. Mycobacterium tuberculosis
merupakan penyebab berupa laminektomi
segera serta drainasi abses diikuti terapi
antibiotika spesifik jangka panjang.
Pemulihan fungsi neurologi langsung
Abses Subdural Kranial
Empiema subdural → infeksi purulen ruang subdural →
perluasan langsung via mening saat meningitis pada neonatus dan bayi, atau sebagai komplikasi sinusitis paranasal atau otitis pada anak dan dewasa muda.
Jarang hematogen dari infeksi jauh, dan kontaminasi
langsung dari trauma pernah dilaporkan.
Diagnosis didasarkan pada temuan klinis dan
radiografis.
Nyeri kepala, demam, dan meningismus merupakan
CT scan dan MRI memperlihatkan pengumpulan
subdural; namun massa mungkin isodens pada CT
scan→ kontras.
Pencitraan berguna → mendiagnosis infeksi sinus
atau mastoid penyebab. Risiko pungsi lumbar pada
penderita yang diduga memiliki massa intracranial
mengharuskan dibatalkankannya tindakan ini
hingga CT scan memastikan tidak adanya efek
massa intrakranial.
Analisis CSS → jarang diagnostik → bisa
Sumber otorinologis →streptokoki, stafilokoki dan koki
anaerob.
>> kelainan sinus paranasal
Ruang subdural terkena, infeksi akan menyebar diatas
konveksitas otak serta kefisura interhemisferik dan fisura Sylvian.
Penyebaran infratentorial → 3-10 % infeksi → selalu
sekunder dari perluasan otitis.
Akumulasi pus → massa intrakranial. Reaksi inflamasi
hebat memacu pembengkakan dan edema otak. Tampilan klinisnya adalah perburukan neurologis cepat, sering
Empiema subdural sekunder terhadap
meningitis → bilateral dan kurang fulminan
dibanding yang sekunder terhadap infeksi
otorinologis.
H.influenza adalah organisme utama; namun
empiema S.pneumonia juga sering
dilaporkan.
Hidrosefalus komunikating bisa terjadi
Antibiotika sistemik dan drainasi bedah → mortalitas 25
% → outcome buruk sangat tergantung pada tingkat kesadaran sebelum tindakan dan ketidakmampuan mengetahui organism patogenik.
Bannister → anjurkan kraniotomi primer dengan bukaan
luas, eksplorasi subdural agresif, dan debridemen yang baik dari material purulen material dari permukaan otak.
Laporan mutakhir memperlihatkan pengurangan
Drainasi sinus dan mastoid sering diperlukan.
Antikonvulsan profilaktik→ insidens kejang tinggi
Keberhasilan tindakan nonbedah → terapi antibiotik saja
pada pasien dengan status neurologis utuh; pemeriksaan neurologis normal; dan lesi tunggal dan terbatas pada CT scan.
Empiema subdural tulang belakang jarang. Biasanya
timbul dari ekstensi transdural lokal dari osteomielitis
Efusi Subdural
Transudat yang tertimbun dibawah dura → efusi
subdural.
Komplikasi dari meningitis terutama meningitis
H.Influenza.
Dicurigai apabila demam dan kaku kuduk sudah
mereda tetapi kesadaran dan keadaan umum yang
belum membaik.
Karena lokalisasinya, korteks serebri dapat terangsang
Trombofebitis Kranial
Tromboflebitis → komplikasi osteomielitis tulang
tengkorak, mastoiditis, sinusitis, abses subdural
ataupun infeksi pada daerah wajah yang menggunakan
sistem venous intrakranial untuk darah baliknya.
Tromboflebitis sinus kavernosus→ Infeksi primernya →
sinusitis frontalis/sfenoiditis/ etmoiditis. Infeksi sinus
tranversus atau vena jugularis dapat juga menjalar ke
sinus kavernosus melalui sinus petrosus.
Kemungkinan lain → emboli sepsis dari bisul di dahi,
Infeksi sinus kavernosus cepat membentuk thrombus →
menyumbat aliran darah balik→ gejala timbul pada salah satu sisi, tetapi kemudian secara bilateral.
Pada tahap penyebaran kuman → demam, sakit kepala, muntah dan mual.
Obstruksi vena oftalmika (hantarkan darah ke sinus
kavernosus) →edema diruang orbita serta kelopak mata → ptosis, kemosis dan eksoftalmus dapat terlihat. Gerakan bola mata keseluruh jurusa terbatas karena edema orbital juga. Nervus 3, 4, dan 6 mengalami gangguan akibat distensi
dinding sinus kavernosus→ . Pada tahap ini retina
Sebelum gejala-gejala sinus kavernosus
timbul secara lengkap pada salah satu
orbita, pada sisi lain sudah berkembang
juga manifestasi thrombosis sinus
kavernosus yang tunggal.
Terapi antibiotika → penyakit dapat
Abses Epidural Spinal
Duramater tulang belakang terpisah dari arkus vertebra
oleh jaringan ikat longgar → seolah menyediakan ruang untuk kuman membentuk abses→ manifestasi abses
epidural spinalis mencerminkan efek proses desak ruang dari sisi posterior.
Faktor etiologi dan presipitasi → DM dan infeksi
Staphylococcus aureus berupa bisul di kulit atau
osteomyelitis pada korpus, lamina atau pedikel tulang belakang.
>> bagian torakal.
Kronik→ spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit
Tergantung lokasi abses epidural → paraplegi dengan
defisit sensorik terjadi berangsur-angsur.
Kompresi MS didahului nyeri tulang belakang → nyeri
radikuler→paraplegia dengan gangguan perasaan getar, gerak, dan posisi sebagai gejala dininya.
Pemeriksaan penunjang → untuk diagnosis meliputi
kultur darah dan MRI medulla spinalis.
Bila MRI tidak memungkinkan maka bisa dilakukan
CT myelography.
Lumbal punksi kontraindikasi → pasien dengan
Penatalaksanaan
Terapi medis → antibiotik adekuat sedini mungkin. Durasi
dari pengobatan ini biasanya mencapai 3-4 minggu. Karena agen yang biasa menginfeksi ialah S.aureus, maka terapi yang diberikan ialah dari golongan penicillin, cephalosporin, atau vancomycin. Contoh → Ceftriaxone ,Nafcillin ,
Cefazolin, Vancomycin .
Terapi bedah → dekompresi tulang belakang dan drainase
abses → indikasi → peningkatan defisit neurologik, rasa sakit bertambah dan demam yang menetap, serta
leukositosis.
Keberhasilan terapi → kombinasi antara aspirasi abses dan
Komplikasi yang biasa terjadi pada
cedera spinal meliputi disfungsi kandung
kemih, dekubitus, hipertensi supine ,
sepsis berulang, dll.
Prognosis → tergantung pada onset dan
Abses Subdural Spinal
Abses ini jarang dijumpai. Bila ada,
gejala-gejalanya juga sukar dibedakan
dari abses epidural spinal.
Biasanya penderita diabetes mellitus
TETANUS
Tetanus → toksemia akut oleh neurotoksin yang
dihasilkan Clostridium tetani → spasme otot yang
periodik dan berat.
Akut dan paralitik spastik disebabkan tetanospasmin
(neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani).
Disebut juga dengan "
Seven day Disease
".
1890 → ditemukan toksin seperti strichnine → dikenal
dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah
anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan
mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan
Tetanospasmin : toksin → menyebabkan
spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :
a. Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara
menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Karakteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi
karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari
toksin oleh cerebral ganglioside.
d. Gangguan dari SSO : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi,
Kerja dari tetanospamin analog dengan strychninee, →
mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak.
Kegagalan mekanisme inhibisi yang normal→
meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter → trismus → ok otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut.
Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan
Ada dua hipotesis tentang cara
bekerjanya toksin, yaitu:
1.
Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf
motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa
kekornu anterior susunan syaraf pusat
2.
Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik,
masuk kedalam sirkulasi darah arteri
Toksin tetanospamin menyebar dari saraf
perifer secara ascending bermigrasi secara
sentripetal atau secara retrograde→ CNS.
Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari
sarung parineural.
Teori terbaru → toksin juga menyebar
secara luas melalui darah (hematogen) dan
jaringan/sistem lymphatic.
Masa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih
Karakteristik
Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan
menetap selama 5 -7 hari.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang → 2 minggu
kejang mulai hilang.
Biasanya didahului dengan ketegangaan otot
terutama pada rahang dari leher.
Kemudian kesukaran membuka mulut ( trismus,
lockjaw ) karena spasme otot masetter.
Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus ,
Risus sardonikus karena spasme otot muka
dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut
tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat.
Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku
dengan opistotonus, tungkai dengan eksistensi,
lengan kaku dengan mengepal, biasanya
kesadaran tetap baik.
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat
Selama eksotosin masih diproduksi terapi
untuk memberantas manifestasi tetanus
tidak bermanfaat → eksisi tempat
klostridium tetani masuk kedalam tubuh
harus dilakukan, supaya kuman ikut
Lepra
Lepra (penyakit Hansen) : infeksi menahun yang terutama
ditandai oleh adanya kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput lendir hidung, buah zakar (testis) dan mata.
Penyebab → bakteri Mycobacterium leprae.
Cara penularan lepra belum diketahui secara pasti. Jika
seorang penderita lepra berat dan tidak diobati bersin→ bakteri menyebar ke udara. Sekitar 50% penderita
kemungkinan tertular → berhubungan dekat dengan seseorang yang terinfeksi.
Infeksi juga mungkin ditularkan melalui tanah, armadillo,
± 95% orang yang terpapar bakteri lepra tidak
menderita lepra karena sistem kekebalannya berhasil
melawan infeksi.
Bisa ringan (lepra tuberkuloid) atau berat (lepra
lepromatosa).
> 5 juta penduduk dunia yang terinfeksi oleh kuman
ini. >> di Asia, Afrika, Amerika Latin dan kepulauan
Samudra Pasifik.
Dapat terjadi pada semua umur, paling sering mulai
Bakteri berkembangbiak sangat lambat → gejala baru
muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7).
Gejala dan tanda yang muncul tergantung kepada respon
kekebalan penderita.
Jenis lepra menentukan prognosis jangka panjang,
komplikasi yang mungkin terjadi dan kebutuhan akan antibiotik.
Lepra tuberkuloid ditandai dengan ruam kulit berupa 1
atau beberapa daerah putih yang datar. Daerah tersebut bebal terhadap sentuhan karena mikobakteri telah
Pada lepra lepromatosa → benjolan kecil /ruam menonjol yang
lebih besar dengan berbagai ukuran dan bentuk. Terjadi kerontokan rambut tubuh, termasuk alis dan bulu mata.
Lepra borderline : tidak stabil dan memiliki gambaran kedua
bentuk lepra→ jika membaik → menyerupai lepra tuberkuloid; jika memburuk → menyerupai lepra lepromatosa.
Selama perjalanan penyakit → bisa terjadi reaksi kekebalan
tertentu→ berupa demam dan peradangan kulit, saraf tepi dan kelenjar getah bening, sendi, buah zakar, ginjal, hati dan mata.
Pengobatan tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi, bisa
Mycobacterium leprae → satu-satunya bakteri
yang menginfeksi saraf tepi dan hampir semua
komplikasinya merupakan akibat langsung dari
masuknya bakteri ke dalam saraf tepi.
Bakteri tidak menyerang otak dan medulla spinalis.
Kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri,
panas dan dingin menurun.
Kerusakan saraf tepi juga menyebabkan
Penderita memiliki luka di telapak kakinya.
Kerusakan pada saluran udara di hidung bisa
menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata menyebabkan kebutaan.
Penderita lepra lepromatosa → menjadi impoten dan
mandul → dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah sperma yang dihasilkan oleh testis.
Serabut saraf autonom ikut terkena → manifestasi
lepra saraf tepi berupa neuritis, terutama neuritis
BOTULISME
Botulism → jarang terjadi, racun yang mengancam
nyawa disebabkan dihasilkan oleh bakteri clostridium botulinum → neurotoksin.
Racun botulism, biasanya dikonsumsi dalam makanan,
bisa melemahkan/melumpuhkan otot → menghambat pelepasan pada neurotransmitter acetycholine
Pada dosis yang sangat kecil, racun bisa digunakan untuk
menghilangkan kejang otot dan untuk mengurangi kerutan
Botulism bisa mulai dengan mulut kering, penglihatan
Dokter meneliti contoh darah, kotoran,
atau jaringan luka, dan mungkin
dilakukan EMG.
Penyiapan dan penyimpanan makanan
dengan hati-hati membantu mencegah
botulism.
Antitoksin digunakan untuk mencegah
Bakteri clostridium botulinum membentuk spora→ hidup di
bagian yang tidak aktif untuk beberapa tahun, dan mereka sangat bersifat melawan terhadap kerusakan.
Saat kelembaban dan bahan bergizi ada dan oksigen tidak
ada (seperti pada usus atau botol atau kaleng bersegel), spora mulai bertumbuh dan menghasilkan racun.
Beberapa racun dihasilkan oleh clostridium botulinum tidak dihancurkan oleh enzim pelindung usus.
Clostridium botulinum banyak di lingkungan sekitar, dan
spora bisa ditransportasikan oleh udara.
>> botulism dihasilkan dari pencernaan atau penghisapan
Foodborne botulism → jika makanan terkontaminasi racun dimakan. Sumber >> makanan kaleng rumahan (tu yang berisi asam rendah),
seperti asparagus, kacang hijau, bit, dan jagung. Sumber lainnya termasuk irisan bawang putih dalam minyak, lada cabe rawit, tomat,
kentang bakar dibungkus kertas perak yang tengah dibiarkan pada suhu ruangan terlalu lama, ikan kaleng rumahan dan fermentasi. Meskipun begitu, sekitar 10% penguraian terjadi dari makan makanan cepat saji, sangat sering terjadi, sayuran, ikan, buah-buahan, dan rempah-rempah (seperti salsa). Jarang terjadi, daging, produk susu, daging babi, unggas, dan makanan lain yang menyebabkan botulism.
Luka botulism → clostr. botulinum mengkontaminasi luka atau masuk ke
Botulism bayi → bayi yang makan makanan
mengandung spora pada bakteri dibanding racun →
spora berkembang dalam usus bayi, menghasilkan
racun
Penyebab kebanyakan kasus tidak diketahui,
beberapa kasus dihubungkan dengan pencernaan
pada madu. Botulism bayi terjadi >> usia < 6 bulan.
Gejala → terjadi tiba-tiba (18-36 jam setelah racun
memasuki tubuh), bisa mulai lebih cepat selama 4
jam atau selambat-lambatnya 8 hari setelah
Gejala lain → mulut kering, penglihatan ganda, kelopak
mata layu, dan ketidakmampuan untuk fokus pada benda di sekitarnya. Pupil pada mata tidak mengkerut dengan normal ketika terkena sinar selama pemeriksaan mata.
Gejala awal → mual, muntah, kram perut, dan diare. Orang
yang memiliki luka botulism tidak mengalami gejala-gejala pencernaan apapun.
Kerusakan syaraf → mempengaruhi kekuatan otot → Nada
otot pada wajah kemungkinan hilang, berbicara dan
Infeksi Spiroketa
pada Susunan
Leptospirosis
Penyakit manusia dan hewan disebabkan kuman
Leptospira yang ditemukan dalam air seni dan sel-sel hewan yang terkena.
Penularan → melalui air minum yang terkontaminasi
dengan kencing host leptospira seperti tikus, kelinci, marmot. Penularan antar manusia tidak pernah terjadi karena leptospira tidak dapat hidup dalam urine manusia yang keasamannya rendah.
Kuman masuk → ke traktus digestivus → pembuluh darah
Gejala dini → demam, sakit kepala parah, nyeri otot,
muntah dan mata merah → menyerupai flu → menyulitkan diagnosa.
Gejala penyerta → myalgia, konjunctivitis perikorneal,
uveitis, hemorhagi, meningitis leptospirosis (paling sering ± 50%), hemorhagi serebri.
Meningitis leptospirosis menyerupai meningitis serosa /
meningitis aseptic.
Weil disease → gagal ginjal, ikterus dan perdarahan kulit
dan selaput lendir. Pembengkakan selaput otak atau
Siflis
Sifilis : penyakit menular seksual disebabkan oleh Treponema
pallidum.
Bakteri →masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir
(misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam → bakteri sampai ke kelenjar getah bening
terdekat, lalu menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
Bisa menginfeksi janin → cacat bawaan.
Kekebalan tidak ada dan bisa terinfeksi kembali.
Gejala mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi;
rata-rata 3-4 minggu.
Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang
Infeksi oleh Treponema pallidum
berkembang melalui 4 tahapan:
1. Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri pada tempat yang
terinfeksi; >> pada penis, vulva atau vagina. Bisa juga di anus, rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya.
Biasanya hanya 1 ulkus, kadang terbentuk beberapa ulkus.
Awal → daerah penonjolan kecil → segera menjadi ulkus (luka
terbuka), tanpa nyeri. Luka tidak berdarah, jika digaruk
mengeluarkan cairan jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, tanpa disertai nyeri.
Luka hanya sedikit gejala → seringkali tidak dihiraukan,
2. Fase Sekunder.
Dimulai dengan ruam kulit muncul dalam 6-12 minggu setelah
terinfeksi → berlangsung sebentar /beberapa bulan →
menghilang → beberapa minggu/ bulan muncul ruam yang baru.
Luka di mulut. ± 50% → pembesaran kelenjar getah bening
seluruh tubuh dan sekitar 10% peradangan mata→ tidak menimbulkan gejala, kadang pembengkakan saraf mata → penglihatan kabur. ±10% penderita → peradangan tulang dan sendi disertai nyeri. Peradangan ginjal → bocornya protein ke urine. Peradangan hati → ikterus. << → mengalami
Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir
serta daerah kulit yang lembab → terbentuk
daerah yang menonjol (kondiloma lata) →
sangat infeksius dan bisa kembali mendatar
serta berubah menjadi pink kusam atau
abu-abu.
Rambut mengalami kerontokan dengan pola
tertentu→ di kepala tampak gambaran seperti
digigit ngengat.
Gejala lain→ malaise, kehilangan nafsu makan,
3. Fase Laten.
Berlangsung bertahun-tahun/berpuluh-puluh
tahun/sepanjang hidup penderita.
Awal fase laten → luka yang infeksius kembali muncul .
dan bila penyebab manifestasi sifilis tahap kedua itu tidak dikenal → infeksi terus berjalan → SSP akan mengalami invasi kuman tersebut → kuman tersebar secara difus di korteks serebri dan bagian SSP lainnya.
Gambaran penyakit → organic brain syndrome.
4. Fase Tersier.
Penderita tidak lagi menularkan penyakitnya.
Gejala bervariasi ringan-sangat parah. Gejala ini
terbagi menjadi 3 kelompok utama :
Sifilis tersier jinak → saat ini jarang ditemukan. Benjolan
disebut gumma muncul di berbagai organ; tumbuh
perlahan, sembuh bertahap dan meninggalkan jaringan parut. Benjolan ini bisa ditemukan di hampir semua
Mengenai otak → sakit kepala, pusing, konsentrasi yang
buruk, kelelahan dan kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental, kejang, papiledema,
kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan anggota gerak pada separuh badan.
Jika menyerang otak dan medulla spinalis → kesulitan
mengunyah, menelan dan berbicara; kelemahan dan atrofi otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot
(paralisa spastis); ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih dan peradangan sebagian dari medulla spinalis →
Neurosifilis paretik.
Berawal secara bertahap sebagai perubahan
perilaku pada usia 40-50 tahun → demensia → kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan yang bersifat sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi,
kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan suasana hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran dan penurunan persepsi.
Neurosifilis tabetik = tabes dorsalis.
Penyakit medulla spinalis progresif, timbul bertahap.
Gejala awal → nyeri menusuk sangat hebat pada tungkai yang
hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah, terutama dalam keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan kakinya.
Pengendalian kandung kemih hilang → ISK. Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita gemetaran. Tulisan tangannya miring dan tidak terbaca. Kejang disertai nyeri di
berbagai bagian tubuh, terutama lambung → muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita suara.