• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN DAN METODE Infeksi Buatan dengan Vibrio Berpendar Patogen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAHAN DAN METODE Infeksi Buatan dengan Vibrio Berpendar Patogen"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

# Ko r esp o n d e nsi: Balai Pe n elit ian d an Pe ng e m b an gan Bu d id aya Air Payau . Jl. Makm u r Dg . Sit akka No . 12 9 , Mar o s 9 0 51 2 , Su lawesi Se lat an , In d o n e sia. Te l. + (0 4 1 1 ) 3 7 1 5 4 4 E-m ail: i nceayu@ gmai l .com

Tersedia online di: ht t p://ej ournal-balit bang.kkp.go.id/index.php/j ra

SENSITIVITAS DETEKSI PENYAKIT VIBRIOSIS PADA UDANG PENAEID DENGAN PENANDA M OLEKULER SPESIFIK HAEM OLYSIN (IAVh)

Ince Ayu Khairana Kadriah#, Koko Kurniawan, Endang Susianingsih, dan M uharijadi At mom arsono

Balai Penelitian dan Pen gembangan Bu didaya Air Payau

ABSTRAK

Pen yakit vib riosis pada bu didaya ud an g d ap at m e nyeb ab kan p en uru nan pro du ksi yan g cu ku p b esar. Metode deteksi cepat akan sangat membantu dalam penanganan dan pencegahan awal untuk mengurangi kematian udang. Upaya untuk deteksi cepat adalah dengan menggunakan penanda molekular yang spesifik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur sensitivitas metode deteksi vibriosis pada udang penaeid (windu dan vaname) menggunakan penanda m olekuler spesifik haemolysin (IAVh). Pengujian dilakukan untuk sampel udang yang diinfeksi buatan melalui injeksi maupun pada sampel yang dikoleksi dari tambak udang. Sampel organ udang hasil infeksi buatan ditanam pada media TCBSA untuk melihat koloni bakteri yang tumbuh. Selanjutnya koloni bakteri tersebut diuji secara biokimia dan molekuler. Deteksi vibriosis untuk sampel dari tambak budidaya hanya dilakukan secara molekuler menggunakan primer spesifik IAVh. Lokasi pengambilan sampel udang dari Provinsi Sulawesi Selatan (Kabupaten Takalar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Barru, dan Kabupaten Pinrang), Provinsi Lampung (De sa Bakau he n i d an Kaliand a), Pro vin si Jawa Tim ur (Kabu pat en Situ b on do ) d an Pro vin si Jawa Barat (Kabupaten Karawang). Hasil uji biokimia untuk sampel dengan infeksi buatan dapat menentukan spesies bakteri, namun waktu yang diperlukan relatif lama. Hasil uji menggunakan penanda molekuler haemolysin IAVh dapat secara spesifik mendeteksi vibrio patogen pada kepadatan bakteri 102–103 CFU/mL dari organ udang, baik pada sampel hasil infeksi buatan maupun pada sampel dari tambak.

KATA KUNCI: deteksi cepat; haemolysin; uji biokimiawi udang penaeid; vibriosis

ABSTRACT: Sensitivity of the specific molecular marker of haemolysin (IAVh) for vibriosis detection on black tiger shrimp. By: Ince Ayu Khairana Kadriah, Koko Kurniawan, Endang Susianingsih, and M uharijadi At momarsono

Vibriosis disease may cause a significant production losses in shrimp culture. The rapid detection met hod will be be very effect ive as earlier prevent ive measures t o avoid mass mort alit y of shrimp. Effort for t he rapid det ect ion was done by specific molecular marker. The aim of t his research was t o evaluat e t he sensit ivit y of t he specific molecular marker of haemolysin (IAVh) for vibriosis det ect ion. Vibriosis det ect ion was carried-out for bot h nat urally infect ed shrimp and art ificially infect ed t hrough inject ion. Several organs of art ificially-infect ed shrimp grown on TCBS media t o find ident ify colonies of bacteria. Aft er t his, colonies of bact eria were t est ed biochemically and molecularly. Penaeid shrimp samples were collect ed from t he shrimp brackishwat er ponds in t he Sout h Sulawesi Province (Takalar Regency, M aros Regency, Pangkep Regency, Bulukumba Regency, Barru Regency, and Pinrang Regency). Lampung Province (Bakauheni and Kalianda Dist rict ), East Java Province (Sit ubondo Regency) and West Java Province (Karawang Regency). The result s of biochemical assay for art ificially-infect ed shrimp could det ermine t he species of vibrioses, but it t ook a relat ively long t ime. The furt her result s showed t hat specific molecular marker of haemolysin (IAVh) could det ect Vibriosis direct ly from t he shrimp organs in at densit y of 102-103CFU/mL on bot h nat ural and art ificial infect ed vibrioses shrimp.

KEYW ORDS: biochemical test; early detection; haemolysin; penaeid shrimp; vibriosis

PENDAHULUAN

Akuakult ur dipandang sebagai salah sat u sumber pangan yang cukup pent ing bagi po pulasi manusia di

(2)

Se la m a in i id e n t ifik a si d a n d e t e k s i p e n ya k it kunang-kunang udang dilakukan dengan pengamat an berdasarkan gejala klinis yang t erlihat di t ambak dan dilanjutkan dengan pengujian di laborat orium. Kejadian penyakit t ersebut selalu dit andai dengan t erjadinya feno mena udang dan air bercahaya (bioluminescence). Gejala lain nya ad alah u d ang t e rlih at lem ah d alam pergerakannya dan mengalami nekro sis (Karunasagar, 19 94). Le ano (1 998 ) m enyat akan bah wa pada saat udang telah mengalami gejala-gejala klinis sepert i yang disebut kan di at as, maka ko nsent rasi bakt eri Vibrio pada hepat o pankreas sudah mencapai kepadat an 105

-106 CFU/mL. Kepadat an di at as at au sama dengan 105

CFU/mL menurut Leano (1998), adalah kepadatan yang cu k u p u n t u k m e n ja d ik an b a k t e r i Vibr io b e r s ifa t pat ogen di alam. Hal inilah yang menyebabkan sulit nya un t u k me laku kan up aya pe ncegah an p en yakit jika berdasarkan munculnya gejala klinis sepert i adanya p e nd aran cahaya d i air t am b ak karen a kep ad at an bakt eri pat o gen sudah t inggi.

Me t o d e b io k im ia ya n g d ig u n a k a n u n t u k mendet eksi memerlukan wakt u beberapa hari unt uk dapat memperoleh hasil. Di samping hasil meto de agar sebar seringkali t idak dapat mendet eksi keberadaan bakt eri pat o gen di ant ara bakt eri no n-pat o gen. Hal in i m e n jad i ke n d ala d alam me n ge nd alikan wab ah e p id e m i. Pe sa t n ya p e r ke m b an ga n t e kn ik b io lo gi mo lekuler memberikan peluang baru yang signifikan unt uk penelit ian diagno sis penyakit ikan dan udang. Beberapa t eknik mo lekuler unt uk ident ifikasi sepert i Random Amplified Polymorhic DNA (RAPD) dan analisis Kemajuan dalam t eknik PCR sangat membant u st udi e p id e m io lo gi, s e rt a id e n t ifikasi p e n ye b ab wa b ah penyakit at au det eksi pat o gen (Cunningham, 2002).

Ge n sp e sifik yan g d im ilik i o le h b a kt e r i Vi br io berpendar dapat digunakan sebagai penanda molekular dalam d iagno sis cepat penyakit ini. Gen haemolysin dike t ahu i m erup akan salah sat u ge n sp esifik yang dimiliki bakt eri pat o gen t ermasuk bakt eri Vibrio. Gen haemolysin adalah gen yang bert anggung jawab pada p e n g h a n cu r a n m e m b r a n s e l d a r a h a t a u p r o s e s hemo lisis (Co nejero & Hedreyda, 2004). Selain gen haemol ysi n, p ad a b e b e rap a p u s t ak a r u ju kan ju ga disebutkan gen t oxR (Pang et al., 2006). Pada penelit ian sebelumnya t elah berhasil didesain penanda spesifik

mo lekuler unt uk Vibrio pat o gen pada udang penaeid (u d an g win d u d a n van am e ). Pe n an d a sp e sifik in i d id e sa in m e n ggu n aka n m e t o d e PCR d e n g an g e n haemolysin sebagai gen t arget (Kadriah et al., 2013a). Spesifisit as dan sensit ivit as dari penanda mo lekuler merupakan dua hal yang sangat pent ing unt uk diuji. Hasil pengujian spesifisit as dari penanda mo lekuler yang didesain menunjukkan bahwa hanya DNA dari bakteri Vibrio pato gen yang berasal dari udang penaeid yang t eramplifikasi, sedangkan DNA dari bakt eri Vibrio no n-pat o gen, sert a bakt eri pat o gen no n-Vibrio t idak dapat t eramplifikasi (Kadriah et al., 2013b). Hasil uji sensit ivit as menunjukkan ko nsent rasi t erendah yang d ap a t d id e t e ks i ad a la h 1 02

h in gg a 1 03

CFU/m L. Pengujian sensit ivit as dan spesifisit as ini dilakukan pada skala labo rat o rium.

Tujuan pe ne lit ian ini ad alah u nt uk m en ge t ahu i sensit ivit as penanda mo lekuler spesifik IAVh (Kadriah et al., 20 1 3 a) d alam m e n de t e ksi Vibr io b e rpe n d ar p at o ge n ik yan g m e n jad i age n vib rio sis b aik p ad a sampel hasil infeksi buatan maupun pada sampel yang diko leksi dari t ambak udang. Hasil dari penelit ian ini diharapkan dapat memperbaiki met o de det eksi Vibrio p at o gen d e n gan leb ih ce p at pad a u d an g pe n ae id (udang windu dan vaname).

BAHAN DAN M ETODE

Infeksi Buatan dengan Vibrio Berpendar Patogen

Udang yang digunakan unt uk uji ini adalah udang windu ukuran t o ko lan berumur sat u bulan di t ambak. Udang uji t erlebih dahulu t elah didepurasi selama sat u minggu dalam bak t erko nt ro l unt uk meminimalisasi

Sebelum melakukan uji det eksi Vibrio sis, t erlebih dahulu dilakukan infeksi buat an menggunakan Vibrio hewan uji. Ko nsentrasi bakteri set elah re-kultur empat jam adalah 108 CFU/mL (Kadriah, 2012). Ko nsent rasi

(3)

Penyunt ikan bakt eri V. har veyi dilakukan pada ruas

terakhir kaki jalan dengan volume 100 µL biakan

bakt eri dengan t iga ko nsent rasi yait u 102, 104, dan

106

CFU/mL. Jumlah udang yang diinfeksi unt uk set iap p e rlak u a n ad alah lim a e ko r. Pe n g am b ila n u d an g dilakukan setiap ada udang yang mengalami gejala sakit (moribund) sebelum mat i. Organ udang yang diambil unt uk keperluan det eksi vibrio sis adalah kaki jalan, kaki renang, insang, dan eko r.

Wadah penelit ian yang digunakan adalah akuarium kapasit as 10 L sebanyak 12 buah. Set iap wadah diisi air laut dengan salinit as 28 ppt yang t elah dist erilkan d en gan kapo rit 1 50 mg/L se lam a sat u m alam dan ke m u d ian d in e t ra lis ir d e n gan n a t riu m t h io s u lfat 75 mg/L. Vo lume air laut yang diisikan ke dalam wadah sebanyak 5 L.

Koleksi Sam pel Udang

Sampel udang diko leksi dari t ambak budidaya di Pro vinsi Sulawesi Selat an (Kabupat en Takalar: enam sampel udang vaname, Kabupat en Maro s: 10 sampel u d an g win d u , Kab up at e n Pan gke p : e m p at samp e l udang windu, Kabupat en Bulukumba: empat sampel udang win du, Kabupat e n Barru: t iga sam pel ud ang windu, dan Kabupat en Pinrang: t ujuh sampel udang windu d an udang van ame. Pro vinsi Lampung (De sa Bakauheni dan Kalianda: enam sampel udang vaname), Pro vinsi Jawa Timur (Kabupat en Sit ubo ndo : sembilan s a m p e l u d a n g w in d u ), d a n Pr o vin s i Ja w a Ba r a t (Kabupat en Karawang: empat sampel udang windu). Organ udang yang diko leksi adalah kaki renang, kaki jalan, t ut up insang, insang, hepat o pankreas, dan eko r. Sampe l d iawet kan di dalam larut an TNES se belum dibawa ke labo rat o rium.

Deteksi Vibriosis Secara Biokimiawi

De t e ksi Vib rio sis se cara ko n ve n sio n al d e n gan me t o d e bio kimia ini hanya dilaku kan pada samp el udang hasil infeksi buat an. Det eksi vibrio sis dengan met o de bio kimia menggunakan 25 macam uji. Pada t ahapan ini t erlebih dahulu dilakukan penumbuhan bakt eri pada media spesifik TCBSA dari o rgan udang yang t elah diinfeksi secara bu at an den gan met o de injeksi. Organ udang yang diko leksi adalah eko r dan kaki ren an g. Se lain dari o rgan u d an g sakit iso lasi bakt eri juga dilakukan dari haemo lim. Haemo lim dari u d a n g s a k it d iam b il d e n g an s yr in g e 1 m L ya n g dilengkapi jarum 25 Gauge dan kemudian dit et eskan di at as media TCBSA, sedangkan o rgan udang sakit d it e m p e lk a n la n g s u n g k e a t a s m e d ia TCBSA. Pengamat an mo rfo lo gi ko lo ni bakt eri yang t umbuh di TCBSA dilakukan set elah 24 jam. Bakteri berpendar d ap at d iamat i se t e lah 1 8-2 0 jam se t elah d iku lt ur. Ko lo n i b akt eri yan g t um b u h selanju t nya d ise le ksi

berdasarkan bent uk ko lo ni, warna, dan pendarannya unt uk dilakukan uji lanjut an secara biokimia. Dari hasil seleksi secara mo rfo lo gi dipero leh lim a iso lat yang akan diuji sifat sifat fisio lo gisnya secara bio kimia.

Set elah ko lo ni bakt eri t umbuh pada media TCBSA, ke m u d ian d ilaku kan u ji b io kim ia t e rh ad ap iso lat t erpilih dengan 25 macam uji unt uk mengident ifikasi je nis b akt eri yan g t um buh . Uji b io kim ia dilakukan berdasarkan met ode yang dilakukan oleh Austin (1991); Au st in & Au st in (1 9 9 3 ); Alsin a & Bla n ch (1 9 9 4 ); Baumann et al. (1994); Bro ck et al. (1994); Muir (1996a). Un t u k m e n e n t u k a n s p e s ie s d a r i b a k t e r i Vi br i o berpendar, dat a hasil uji biokimia yang diperoleh diolah dengan menggunakan perangkat lunak Fo rt ran Co m-pu t e r Pro gram (Muir, 19 96 b). Analisis u ji bio kim ia dilakukan 48 jam set elah pengujian, kecuali unt uk uji asam amino xant hine yang membut uhkan wakt u lima hari unt uk mendapat kan hasil.

Det eksi Vibriosis Secara M olekuler

Det eksi vibrio sis secara mo lekuler dilakukan pada s a m p e l u d a n g h a s il u ji in fe k s i b u a t a n s k a la labo rat o rium dan sampel udang yang diko leksi dari beberapa t ambak pembesaran di daerah-daerah sentra p e ru d an gan n asio n al. Uji d e t e ksi vib rio sis se cara mo lekuler menggunakan met o de PCR dengan primer spesifik IAVh (Kadriah, 2012). Pro ses det eksi dilakukan di Labo rat o rium Kesehat an Ikan dan Lingkungan Balai Penelit ian dan Pengembangan Budidaya Air Payau.

Se b e lu m d ila k u k an d e t e ks i s e ca ra m o le ku le r dengan amplifikasi DNA menggunakan PCR, t erlebih dahu lu dilakukan ekst raksi gen o m DNA dari o rgan u d a n g ya n g d ik o le k s i. Ek s t r a k s i g e n o m DNA menggunakan met o de DTAB-CTAB (Dodecyl Trimet hyl Ammonium Bromide/Cet yl Trimet hyl Ammonium Bromide) (Mam iat is et al., 1 9 8 2 ). Ge n o m DNA u d an g yan g dipero leh selanjut nya diamplifikasi dengan mesin PCR d an m e n g gu n a k an p rim e r s p e s ifik IAVh se b a ga i pendet eksi keberadaan bakt eri pat o gen pada sampel udang. Pro ses PCR dilakukan menggunakan met o de Kadriah (2012). Pro gram PCR unt uk primer haemolysin diat ur sebanyak 25 siklus pada suhu denat urasi 94°C selama sat u menit , annealing 63°C selama sat u menit 30 det ik, dan elo ngasi 6 8°C selama sat u me nit 30 de t ik, se rt a t ah ap ekst ra elo ngasi 72°C selam a 10 menit . Pro ses PCR ini dilakukan dua kali (re-PCR) untuk meningkat kan sensit ivit as hasil det eksi.

(4)

HASIL DAN BAHASAN

Se la m a in i d e t e k s i Vi b r i o b e r p e n d a r m a s ih menggunakan t eknik mikro bio lo gi st andar. Namun, m et o d e in i t id ak dapat m e nd et e ksi p at o ge n p ad a t ahap awal infeksi at au mungkin memiliki sensit ivit as det eksi.yang lebih rendah (Christ o pher et al., 2011). De n gan d e m ikian , m e t o d e lain t e ru t am a m e t o d e det eksi berbasis mo lekul sepert i polymerase chain re-act ion (PCR) t elah dikembangkan unt uk memberikan penent uan cepat dan akurat dari pat o gen pada t ahap aw al in fe ks i. Me t o d e d e t e k si m e n g gu n ak an g e n spe sifik IAVh d iharap kan dap at le b ih sp e sifik dan sensit if mendet eksi keberadaan bakt eri pat o gen pada m e d ia d a n u d a n g ya n g d ib u d id a ya k a n s e b e lu m munculnya gejala klinis di t ambak.

Hasil Det eksi Vibriosis untuk Sampel Infeksi Buat an

Ha s il d e t e k s i vib r io s is d e n g a n m e t o d e ko nvensio nal menggunakan media agar TCBS dan uji biokimia dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil penanaman bakt eri dari o rgan udang sakit menunjukkan bahwa b akt e ri yan g t u m b u h p ad a m e d ia se le kt if TCBSA hamp ir semuanya ber warna ku ning. Demikian pula bakt eri yang t umbuh dari haemo lim t idak dit emukan a d a n ya k o lo n i b a k t e r i ya n g b e r w a r n a h ija u . Pe n g a m a t a n b a k t e r i b e r p e n d a r s e t e la h 2 0 ja m menunjukkan tidak ada kolo ni bakt eri yang berpendar baik yang berasal dari o rgan maupun haemolim udang sakit . Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa bakt eri pat o ge n yang diinfeksikan t idak be rhasil did et eksi kembali dengan met o de ko nvensio nal Ko lo ni bakt eri yang dipilih unt uk uji bio kimia hanya ada lima ko lo ni

yan g m e m ilik i p e r b e d a an m o r fo lo g i d ar i s e m u a ko nsent rasi bakt eri yang diinfeksikan secara buat an.

Hasil uji bio kimia mengindikasikan bahwa spesies bakteri yang t umbuh pada media TCBSA adalah bakt eri V. mimicus, V. har veyi, V. mimicus/har veyi, dan V. campbelli (Ta b e l 1 ). Be rd a s a r ka n h a s il u ji b io k im ia d a p a t d it e ran gkan b ah wa m e t o d e d e t e ksi ko n ve nsio n al hanya dapat mengident ifikasi spesies bakt eri set elah lima hari wakt u pengamat an. Wakt u yang cukup lama bila dibandingkan me t o de de t eksi mo lekuler yang hanya membut uhkan wakt u 1-2 hari. Ketidakmampuan met o de b io kimia unt uk me ndet eksi secara spesifik keberadaan bakteri Vibrio pat ogen pada sampel menjadi acuan unt uk selanjut nya melakukan det eksi vibrio sis pada sampel dari t ambak hanya menggunakan met ode det eksi mo lekuler.

Hasil deteksi vibrio sis secara molekuler pada udang yang diinfeksi buat an dapat dilihat pada Gambar 2. Det eksi ini menggunakan met o de mo lekuler dengan primer sp eisifk IAVh . Pada Gamb ar 2, t erlihat je las pit a-p it a DNA h asil am plifikasi PCR d an dise parasi dengan elekt rofo resis pada panjang basa 151 bp. Hasil ini menunjukkan bahwa det eksi Vibrio pat o gen secara mo lekuler dengan penanda spesifik hemo lisin lebih sensit if dibandingkan met o de bio kimia. Keberadaan bakt eri pat o gen dapat didet eksi dengan spesifik dan sensit if secara langsung t erhadap gen hemo lisin pada o r g a n u d a n g s a k it . Ke b e r a d a a n g e n h e m o lis in menunjukkan adanya infeksi bakt eri Vibrio pat o gen pada sampel yang diuji.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Liu et al. (1996), iso lat bakt e ri Vibr io dari udan g wind u (P. monodon) dan udang kuruma (P. japonicus) menunjukkan akt ivitas

Gambar 1. Ko lo ni bakteri yang tumbuh pada media TCBSA dari organ (kaki renang dan eko r) dan haemo lim udang sakit hasil infeksi buat an

Figure 1. Colony of bact eria growing on TCBSA media from organs (pleiopoda and t ail) and haemolimph of art ifically infect ed shrimps

Kaki renang Pleiopoda

Ko lo ni vibrio Vibrio colony

Warna kuning

Yellow color Eko r udang

Shrimp uropod

(5)

pr ot ease, phospholipase, d an h ae m o lis in . Akt ivit as en zim-en zim in i pada Vibr io yan g d it em ukan p ad a udang penaeid lebih virulen dibandingkan pada spesies lainnya (Liu et al., 1996). Adanya met o de det eksi dini ya n g d a p a t d e n g a n c e p a t m e n d e t e k s i a d a n ya ko nt aminasi bakt eri pat o gen Vibrio berpendar akan sangat membant u dalam penanganan dan pencegahan awal unt uk mengurangi kemat ian udang. Mengingat ke m am p u an b akt e ri d ala m m e n gin fe ksi in an gn ya d ipe n garuh i o leh ke pad at an b akt e ri d alam m ed ia budidaya, maka det eksi keberadaan bakt eri sebelum jumlahnya mencapai quorum dapat dilakukan secara lebih cepat sebagai upaya pencegahan penyakit vibrio -s i-s .

Hasil Det eksi Vibriosis untuk Sampel dari Tam bak Udang

Has il d e t e ksi vib r io sis se cara m o le ku le r p ad a sampel yang dikumpulkan dari berbagai daerah dapat dilihat pada Gambar 3-6. Dari hasil yang dipero leh dapat diketahui bahwa kemampuan primer IAVh untuk d e t e ksi vib rio sis p ad a u d an g yan g d ip e ro le h d ari

t am b ak cu ku p b aik. Pad a h am p ir se m u a sam p e l, ke beradaan bakt eri Vibrio p at o gen dap at dide t eksi walaupun pada konsent rasi yang rendah. Hal ini dapat kit a lihat pada hasil PCR dari sampel Takalar (enam sa m p e l), Pin r an g, Ma ro s (s e m b ilan s am p e l), d an Lampung (enam sampel) (Gambar 3) t erinfeksi Vibrio. Walaupun demikian ko ndisi udang dinyat akan t et ap aman karena ko nsent rasi bakt eri hanya berada pada kisaran 101 CFU/mL. Hal ini dapat dilihat dari ket ebalan

pit a DNA hasil elekt ro fo resis (Kadriah, 2012). Tidak t erdapat pit a DNA pada hasil PCR unt uk sampel yang b e ra sal d a ri Kara wan g, Sit u b o n d o , Pa n gke p , d an Bu lu k u m b a (Ga m b a r 4 -6 ). Ha s il a n a lis is PCR menunjukkan sampel yang t erdet eksi positif t erinfeksi Vi br io p a t o g e n a d a lah sa m p e l ya n g b e r as a l d ar i Kabupat en Pinrang, Takalar, Maro s, dan Lampung.

Hasil in i m e n ggam b ark an ko n d isi u d a n g yan g dibudidayakan di daerah-daerah t ersebut cukup aman d a ri s e r a n g an Vi br i o p a t o g e n . Ha s il PCR p o sit if d it e m u kan p ad a s am p e l d ari Kab u p a t e n Pin ra n g (Gambar 6). Terdapat pit a DNA pada hasil visualisasi dengan elekt ro fo resis pada panjang basa 151 bp.

Tabel 1. Hasil uji bio kimia lima ko lo ni bakt eri Vibrio t erpilih Table 1. Result of biochemical t est of five Vibrio colony select ed

1 2 3 4 5

Swarming − − − − −

Luminescence ₊ ₊ ₊ ₊ ₊

VP Test − − − − −

Arginine dihydr ₊ − − − −

Gas f orm glucose − − − − −

Growt h at 40 °C ₊ ₊ ₊ ₊ ₊

Lysine decarb ₊ ₊ ₊ ₊ ₊

Pigmentation − − − ₊ −

Amylase ₊ ₊ ₊ ₊ ₊

Sucrose − − − − −

Indole − − − − −

Ornit hine decarb − ₊ ₊ ₊ −

Put rescine ₊ − − − −

Et hanol − − − − −

Serine − ₊ ₊ ₊ −

Hept anoat e − − − ₊ −

Xanthine − − − − −

Aminobut yrat e ₊ − − − −

Arabinose − − − − −

Cellubiose − ₊ ₊ ₊ −

Glucoronate − ₊ ₊ ₊ ₊

Ket oglut arat e − − − − −

L-alanine ₊ ₊ ₊ ₊ −

Leucine − ₊ ₊ − ₊

Propionat e ₊ ₊ − ₊ −

Species V. campbellii V. mimicus V. mimi/harveyi V. harveyi V. mimicus Kode isolat (Isolates code)

(6)

Gambar 2. Hasil amplifikasi PCR dari o rgan udang windu sakit dari infeksi buat an menggunakan primer IAVh; A) ko nsent rasi bakt eri 104 CFU/mL dengan

t emplat e DNA dari jaringan kaki jalan, eko r, insang, kaki renang; B) ko n sent rasi bakt eri104 CFU/mL; C) ko nsent rasi 106 CFU/mL; M=

marker 100 bp DNA ladder

Figure 2. The PCR amplificat ion result of black t iger shrimp organ collect ed from art icial infect ion using primary IAVh; A) bact eria concent rat ion of 102 CFU/mL wit h DNA t emplat e from periopod, t elson,

gill, pleopod; B) bact eria concent rat ion of 104

CFU/mL; C) bact eria concent rat ion of 106

CFU/mL); M = is 100 bp DNA ladder marker

200 bp

100 bp

A B C

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 3. Hasil det eksi vibrio sis menggunakan PCR u nt uk sampel udang dari t ambak; laju r 1-6= sam pel u dang vanam e dari Takalar; laju r 7-16 = sam pel u dang windu dari Maro s; lajur 17-22= sampel udang vaname dari Lampung; KP= ko nt ro l po sit if; M= marker 100 bp DNA ladder

Figure 3. PCR result s for vibriosis det ect ion from shrimp; line 1-6= DNA t emplat e from Pacific whit e shrimp Takalar ; line 7-16= DNA t emplat e from black t iger shrimp M aros; and line 17-22= DNA t emplat e from Pacific whit e shrimp Lampung;KP= posit ive cont rol, M = 100 bp DNA ladder marker 200 bp

100 bp 300 bp

200 bp

100 bp 300 bp

M 1 KP 2 3 4 KP 5 6 7 KP 8 9 10 KP

M 11 12 13 14 KP 15 16 17 KP 18 19 20 KP 21 22

Gambar 4. Hasil PCR unt uk det eksi vibrio sis; lajur 1-6= t emplat e dari sampel udang Sit ubo ndo (Paras Duwet ): t ut up insang, insang, hepat o pankreas, kaki jalan, kaki renang, eko r; lajur 7-10= template dari sampel udang Pangkep: hepato pankreas, kaki jalan, kaki renang, e ko r

Figure 4. PCR result s for vibriosis det ect ion; line 1-6= t emplat e from shrimp farms in Sit ubondo (Paras Duwet ): operculum, gill, hepat opancreas, periopoda, pleiopoda, and t elson; line 7-10= t em-plat e from shrimp Pangkep: hepat opancreas, periopoda, pleiopoda, and t elson

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

200 bp

(7)

Be rdasarkan h asil uji b io kimia diket ahui bah wa keberadaan bakt eri Vibrio berpendar pat o genik t idak berhasil didet eksi secara spesifik. Walaupun t erdapat ko lo ni yang t erident ifikasi sebagai V. har veyi namun t idak ada ko lo ni bakt eri berpendar yang dit emukan. Hasil ini t idak coco k dengan bakt eri yang diinfeksikan.

Bakt e ri yan g d iin fe ksikan ad alah ko lo n i Vibr io berpendar sehingga seharusnya t erdapat ko lo ni Vibrio b e rpe n d ar p ad a h asil iso lasi ke m b ali b akt e ri d ari

organ udang sakit. Meto de konvensional menggunakan m e d ia agar s e le kt if (TCBSA) t e rb u kt i t id ak d ap at mendet eksi keberadaan Vibrio berpendar pat o genik dari jaringan udang dan media pemeliharaan. Diduga pert umbuhan bakt eri Vibrio berpendar pat ogenik pada media TCBSA t idak mampu bersaing dengan bakt eri Vibrio no n-pat o ge nik yang secara alami hidup pada m e d ia p e m e lih a ra an d a n d i d a la m o rg an u d an g. Biasanya ko lo ni bakteri berpendar yang dapat diamat i di media TCBSA kepadat annya lebih dari 104 CFU/mL.

Tabel 2. Hasil det eksi vibrio sis menggunakan penanda mo lekuler spesifik IAVh Table 2. Vibriosis det ect ion result s using molecular markers specific of IAVh

Gambar 5. Hasil uji det eksi vibrio sis dengan PCR pada udang di t ambak dari beberapa daerah; A) Desa Panarukan Sit ubo ndo , B) udang windu dari Bulukumba, C) udang windu dari Karawang Figure 5. PCR result s for shrimp colect ed for various farms from different areas; A) sample collect ed from Village of Panarukan Sit ubondo, B) t iger shrimp sample collect ed from Bulukumba, C) t iger shrimp sample collect ed from Karawang

Gambar 6. Hasil PCR sampel udang Windu dari Kabupat en Barru (A), udang windu dari Kabupat en Pinrang (B), udang vaname dari Kabupat en Pinrang (C)

Figure 6. PCR result s for t iger shrimp samples collect ed from Barru (A), t iger shrimps samples from Pinrang (B), Vannamei shrimps samples from Pinrang (C)

A B C

200 bp

100 bp

M 1 2 3 KP

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 M

A B C

Lokasi Location

Jum lah sam pel Number of Sample

Sam pel posi t i f Sam ple infected (positive)

Persent ase Per centage (%)

Takalar 6 6 1 0 0

Mar o s 1 0 4 4 0

Bar ru 3 0 0

Pinr ang 7 7 1 0 0

Pan g kep 4 0 0

Bu lu ku mb a 4 0 0

Lamp u n g 6 6 1 0 0

Kar awan g (Su n g ai Bu n tu + BLUPPB) 4 0 0

(8)

Pro ses diagno sa secara bio kimia, membut uhkan wakt u sekit ar 3-7 hari dengan po pulasi bakt eri yang dapat dihit ung lebih dari 104 CFU/mL. Pada ko ndisi

sepert i ini sudah t erlambat unt uk melakukan usaha pencegahan penyakit , karena po pulasi bakt eri sudah t e rlalu m e lim p ah . Hal in ilah yan g m en jad i alasan sulit nya unt uk melakukan upaya pencegahan penyakit jika berdasarkan munculnya gejala klinis di t ambak b u did aya u d ang, kare n a ke p adat an b akt eri sud ah t in ggi.

KESIM PULAN

Pe n a n d a m o le k u le r s p e s ifik h e m o lys in IAVh t erbukt i mampu mendet eksi keberadaan bakteri Vibrio berpendar pat o genik dari o rgan udang secara lebih sensit if dan spesifik, baik pada sampel hasil infeksi buat an maupun pada sampel dari t ambak udang. Hasil an alisis PCR m en un ju kkan samp el yan g t e rd et eksi Budidaya Air Payau, Maro s yang t elah berpart isipasi, berperan akt if, dan membant u selama penelit ian ini berlangsung.

DAFTAR ACUAN

Alsina, M., & Blanch, AR. (199 4). A set o f keys fo r bio chemical ident ificat io n o f enviro nment al Vibrio species. J. Appl. Bact eriol., 76, 79-85.

Aust in, B. (1991). Met ho ds in aq uat ic bact erio lo gy. Baumann, P., Furniss, A.L., & Lee, J.V. (1994). Facult

a-t ive anaero bic gram negaa-t ive ro ds. In Ho lt , J.G., Krieg, N.R., Sneat h, P.H.A., St aley, J.T., & Wilins, S.T. (Eds.). Bergey’s manual of det erminat ive bact eri-ology. Th e William and Wilkin s. Nint h Ed it io n.

Cunningham, C.O. (2002). Mo lecular diagno sis o f fish and shellfish diseases: present st at us and po t en-t ial use in disease co nen-t ro l. Aquacult ure, 206, 19-55.

Christ o ph e r, M., Caip an g, A., & Agu an a Mar y, P.N. (20 11). Co nve nt io n al PCR assays fo r t h e det ec-t io n o f paec-t ho genic Vibrio spp. in shrimp aquacul-t ure in aquacul-t he Philippines. Int ernat ional Journal of t he Bioflux Societ y, 4(3). t ure. Journal Applied M icrobiology, 119, 917-935. Kadriah, I.A.K. (2012). Pengembangan met ode det eksi

cepat Vi br i o ber pendar pat og eni k pada udang penaeid. Disert asi. Inst it ut Pert anian Bo go r. Kadriah, I.A.K., Su sianin gsih, E., Suke nda., Yu han a,

M., & Harris, E. (2013a). Desain primer sp esifik unt uk det eksi dini penyakit vibrio sis pada udang penaeid. J. Ris. Akuakult ur, 8(1), 131–143. Kadriah, I.A.K., Suke nda, Yuhana, M., Su sianin gsih, fect io n. Aquacult ure, 128, 203–209.

Leano , E.M., Lavilla-Pit o go , C.R., & Paner, M.G. (1998). Bact erial flo ra in t he h ep at o p an creas o f p o n d-reared Penaeus monodon juveniles wit h lumino us Vibrio sis. Aquacult ure, 164, 367–374. (1982). Mo lecular clo ning; A labo rat o r y manaual. Co ld Sping Harbo r. New Yo rk, 545 pp.

(9)

Mi-crobio lo gy, Bio medical and Tropical Veterinar y Sci-e n c Sci-e s . Ja m Sci-e s Co o k Un ivSci-e r s it y o f No r t h Queensland. Aust ralia.

Muir, P. (1996b). Ident ificat io n o f Vibrio and Pseudomo-nas b act eria. De part me nt o f Micro bio lo gy, Bio

Gambar

Gambar 1.Koloni bakteri yang tumbuh pada media TCBSA dari organ (kaki renangFigure 1.dan ekor) dan haemolim udang sakit hasil infeksi buatanColony of bacteria growing on TCBSA media from organs (pleiopoda andtail) and haemolimph of artifically infected shrimps
Tabel 1.Hasil uji biokimia lima koloni bakteri Table 1.Vibrio terpilihResult of biochemical test of five Vibrio colony selected
Gambar 2.Hasil amplifikasi PCR dari organ udang windu sakit dari infeksi buatan menggunakan primer
Tabel 2.Hasil deteksi vibriosis menggunakan penanda molekuler spesifik IAVhTable 2.Vibriosis detection results using molecular markers specific of IAVh

Referensi

Dokumen terkait

Tanah gambut yang berasal dari daerah Palembang menunjukkan bahwa pada tanah gambut tersebut telah terjadi proses humifikasi yang cukup tinggi dimana harga kadar

Urteak igaro dira orduz geroztik eta euskara batuak ekarri dituen onurak garrantzitsuak izan dira batzuentzat. Euskara bateratu bat beharrezkoa izan da euskalki ezberdinetako

Hasil penelitian didapatkan bahwa puskesmas dalam memberikan pelayanan menggunakan pedoman pelayanan dari pusat dan pedoman dari Dinas Kesehatan Kota Pontianak namun

Selain itu apabila dilihat di dalam PSAK No.45 mengenai Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba ditunjukkan tentang bagaimana format bentuk dari laporan keuangan yang terdapat

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rajungan (Portunus pelagicus) yang tertangkap oleh nelayan di Desa Betahwalang, Demak dengan ukuran 10 cm.. Peralatan yang

Bank Syariah menurut hukum positif Indonesia (sebelum UUPS terbentuk) dimungkinkan melalui Pasal 6 Huruf m Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan

Perancangan motion graphic edukasi tanggap bencana di Yogyakarta ini adalah salah satu alternatif media visual tentang bagaimana menyikapi tindakan bencana gempa

pengamatan yang sama selama 2 jam,dimana nyamuk yang mati rata – rata mencapai 19 ekor (76 %) dengan tiga kali pengulangan, Hal ini berarti bahwa lama waktu kontak