1
PENGENALAN NILAI POSITIF MELALUI KONTRAK KELAS
Oleh: Drs. SUYITNO, M.Pd1Abstrak:
Suyitno. 2014. Pengenalan Nilai Positif melalui Kontrak Kelas. Kata-kata kunci: nilai positif, kontrak kelas, hubungan baik.
Relationship between teachers and learners will run well, in case of fulfillment on both sides. Some of the requirements that must be met included the need for affection, attention needs, safety needs, esteem needs, needs freedom, success needs, the needs of curiosity, biological needs (such as eating and drinking), and the need for self-actualization. Good relations between educators and learners 'absolute' is needed in the education process. The creation of a good relationship will determine the quality of the relationship further.
Hubungan guru dengan peserta didik akan berjalan baik, bila terjadi pemenuhan kebutuhan pada kedua belah pihak. Beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi tersebut di antaranya adalah kebutuhan kasih sayang, kebutuhan atensi, kebutuhan rasa aman, kebutuhan harga diri, kebutuhan kebebasan, kebutuhan sukses, kebutuhan rasa ingin tahu, kebutuhan biologis (seperti makan dan minum), dan kebutuhan untuk aktualisasi diri. Hubungan baik antara pendidik dan peserta didik ‘mutlak’ sangat diperlukan dalam proses pendidikan. Terciptanya hubungan baik akan menentukan kualitas hubungan selanjutnya.
Berikut contoh kasus yang terjadi di suatu sekolah.
1 Pengawas TK/SD Kecamatan Lumbang, Kabupaten Probolinggo.
Di saat guru sekolah dasar kelas 3 sedang asyik mengajar, tiba-tiba ada seorang peserta didik meminta izin pergi ke toilet. Sekembalinya dari toilet tersebut, peserta didik tersebut melihat kupu-kupu dan berusaha menangkapnya. Sesampai di kelasnya, ia memperlihatkan kupu-kupu tersebut kepada teman-temannya. Kontan saja, peserta didik perempuan menjerit ketakutan, sedangkan peserta didik laki-laki secara spontan ingin tahu dan mendekati temannya, mereka ingin melihat benda yang dibawa temannya tadi. Kelas menjadi kacau, tidak terkontrol, dan gaduh. Guru kelas tersebut tampak marah, dan berusaha mendiamkannya dengan cara memukul-mukul meja dan papan tulis. Tetapi naas, papan tulis yang dipukul pun tiba-tiba jatuh, “braaakk…!!!” Suara pukulan meja dan papan tulis serta jatuhnya papan tulis tersebut sangat mengejutkan semua peserta didik. Mereka terdiam, dan semuanya ketakutan. Suasana belajar sudah tidak nyaman lagi.
2
Situasi seperti ini, sudah jelas bahwa peserta didik tidak lagi tertarik dengan pelajaran yang disampaikan guru. Karena mereka lebih tertarik binatang ‘kupu-kupu’ yang dibawa temannya tersebut. Lalu, apa yang sebaiknya guru lakukan ketika peserta didik membawa kupu-kupu ke dalam kelas?
Alternatif jawabannya banyak sekali. Salah satu di antaranya adalah ‘kupu-kupu’ bisa langsung dijadikan topik pembelajaran dan dibahas saat itu juga. Karena topik tersebut sangat kontekstual dan menarik peserta didik untuk diketahui. Seorang guru harus lebih kreatif dalam memunculkan gagasan belajarnya. Misalnya dengan segera
memunculkan beberapa pertanyaan/tugas yang bisa membuat para peserta didik berdiskusi tentang binatang kupu-kupu. Di akhir pembelajaran peserta didik diminta untuk mencari beberapa kegiatan lain yang berkaitan dengan kupu-kupu, misalnya membuat puisi tentang kupu-kupu, menggambar kupu-kupu, membuat karangan “Seandainya Aku Menjadi Kupu-kupu”, dan sebagainya.
Diupayakan suasana hati guru harus dingin dan tidak marah. Sesegera mungkin ‘mengingat-ingat’ ketika dirinya sewaktu kecilnya. Apabila hal ini segera dilakukan, maka guru akan segera memakluminya kejadian yang melanda kelas seperti itu. Bahkan jika perlu seorang guru segera membaur dengan kehidupan peserta didik, dengan sembari mengarahkannya untuk dijadikan sebuah topik pembelajaran yang menarik.
Tetapi sebaliknya, jika seorang guru marah dan mengancam peserta didik yang membuat gaduh, para peserta didik akan merasa ketakutan, belajar tidak nyaman, dan rasanya mereka tidak betah lama-lama tinggal di dalam kelasnya. Bahkan bisa jadi peserta didik akan merasa benci terhadap guru yang suka dan sering
Sekolah/madrasah menetapkan pedoman tata-tertib yang berisi:
1) tata tertib pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik, termasuk dalam hal
menggunakan dan
memelihara sarana dan prasarana pendidikan; 2) petunjuk, peringatan, dan
larangan dalam berperilaku di sekolah/madrasah, serta pemberian sangsi bagi warga yang melanggar tata tertib.
(Permendiknas RI Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Penglolaan untuk Satuan Dikdasmen, 2007)
Tata tertib sekolah/ madrasah ditetapkan oleh kepala sekolah/madrasah melalui rapat dewan pendidik dengan mempertimbangkan masukan komite sekolah/madrasah, dan peserta didik. (Permendiknas RI Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan untuk Satuan Dikdasmen, 2007)
3
marah-marah. Hubungan guru dan peserta didik sudah tidak harmonis lagi. Hal ini akan membawa dampak berkepanjangan terhadap proses pembelajaran selanjutnya.
Hubungan baik yang diciptakan sejak awal kegiatan atau pertemuan akan memberi dampak positif pada aktivitas berikutnya, bahkan menjadi kunci sukses untuk meraih yang lebih besar. Sebaliknya, jika hubungan baik gagal diciptakan, maka hampir bisa dipastikan bahwa untuk melakukan dan melanjutkan kegiatan berikutnya akan terkendala. Jika dipaksakan pun tetap tidak akan berjalan secara mulus dan lancar.
Pemberian ‘label’ pada peserta didik haruslah sangat hati-hati bahkan jika label tersebut sangat negatif, misalnya memberi label ‘bodoh’, ‘dungu’, ‘lamban’, ‘agresif’, ‘tidak mau diam’, ‘selalu ‘ribut’, ‘malas’, ‘nakal’, dan sebagainya. Seorang guru harus mampu menghentikan penggunaan label negatif dan mungkin komentar negatif dalam menggambarkan perilaku dan sikap yang ada dalam diri peserta didik. Bahkan disarankan seorang guru selalu berprasangka baik (positive thinking) terhadap peserta didik.
Thomas Amstrong telah berhasil mengubah hal-hal negatif menjadi positif. Berikut ini contohnya.
Tabel 4.1
MENGUBAH LOYANG MENJADI EMAS
Loyang
Seorang anak yang dinilai . . .
Emas
Bisa juga dianggap . . .
learning disabled learning different
hiperaktif energik
impulsif spontan
ADD/ADHD *) pelajar kinestetik – jasmani
menderita disleksia pelajar spasial
agresif asertif
lamban teliti
malas santai
tidak dewasa lambat berkembang
penderita fobia hati-hati
tidak fokus punya banyak minat
pelamun imajinatif
mudah kesal peka
keras kepala ulet
(Thomas Amstrong, 2003: 164)
*) ADD kepanjangan dari Attention Deficit Disorder, artinya gangguan kurang perhatian. Sedangkan ADHD kepanjangan dari Attention Deficit Hyperactivity Disorder, artinya gangguan hiperaktif kurang perhatian.
4
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa ‘preventif’ lebih baik daripada ‘kuratif’. Artinya, untuk menghidari kemungkinan-kemungkinan lain yang terjadi seperti di atas, seorang guru bisa mengarahkan peserta didiknya untuk membuat aturan tata tertib. Nama aturan tata tertib buatan peserta didik ini diserahkan kepada peserta didik. Beberapa alternatif ‘nama aturan tata tertib’ buatan peserta didik di antaranya adalah poin perilaku, poster keyakinan, nilai-nilai yang diyakini, kontrak kesepakatan, kontrak belajar, kontrak kelas, dan sebagainya. Caranya, salah satu peserta didik diminta untuk memimpin membuat kesepakatan perilaku yang positif yang diberlakukan di kelas. Guru sebagai fasilitator mengatur jalannya diskusi. Tetapi jika tidak memungkinkan, seperti di kelas awal sekolah dasar maka peranan guru untuk memimpin diskusi sangat dominan.
Sekolah/madrasah menetapkan kode etik warga sekolah/ madrasah yang memuat norma tentang:
1) hubungan sesama warga di dalam lingkungan sekolah/ madrasah dan hubungan antara warga sekolah/ madrasah dengan masyarakat;
2) sistem yang dapat memberikan
penghargaan bagi yang
mematuhi dan sangsi bagi yang melanggar.
Kode etik sekolah/madrasah ditanamkan kepada seluruh warga sekolah/madrasah untuk menegakkan etika sekolah/ madrasah.
Sekolah/Madrasah perlu memiliki program yang jelas untuk
meningkatkan kesadaran beretika bagi semua warga sekolah/
madrasahnya.
(Permendiknas RI Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan untuk Satuan Dikdasmen, 2007)
Gambar 4.1
Para peserta didik dengan antusias membuat kontrak kelas
5
Gambar 4.2
Salah satu produk kontrak kelas Langkah-langkah pembuatan kesepakatan
kelas adalah (1) Kelas memilih seorang ketua dan pencatat hasil kesepakatan pleno; (2) Secara berpasangan, peserta didik membuat satu atau lebih hal-hal positif yang bisa menjaga ketertiban kelas dan kenyamanan belajar dalam kelas; (3) Hasil kerja berpasangan, didiskusikan lagi di kelompok masing-masing. Hasil kesepakatan kelompok ditulis rapi di atas kertas yang telah disediakan guru; (4) Hasil kesepakatan kelompok diplenokan, kelompok lain melengkapi; (5) Hasil kerja yang sudah diplenokan di depan kelas ditulis
di atas kertas indah, bisa di atas kertas berwarna yang alasnya diberi karton tebal, atau di tulis di atas kertas indah lainnya, atau bahkan hasilnya dapat ditulis komputer dengan
font yang menarik; (6) Disarankan karya tulisan asli dibuat oleh peserta didik, terkecuali
bagi peserta didik kelas awal sekolah dasar memang mereka masih belum bisa menulis bagus. Tetapi guru juga bisa membantu menata dan meletakkan posisi tulisan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Thomas. 2003. Setiap Anak Cerdas! Panduan Membantu Anak Belajar
dengan Memanfaatkan Multiple Intellegence-nya. Terj. Rina Buntaran. 2002.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Blau, Peter dan Scott, W. Rechard. 1965. Formal Organization. San Fransisco: Chandler.
Chan, Stevan M. 2002. Pendidikan Liberal. Yogyakarta: Penerbit Kreasi Wacana. Chatib, Munif. 2010. Sekolahnya Manusia. Bandung: Penerbit Kaifa.
DePorter, Bobbi dan Mike Hernacki. 2001. Quantum Learning. Membiasakan Belajar
Nyaman dan Menyenangkan. Terj. Alwiyah Abdurrahman.1992. Bandung:
Penerbit Kaifa.
_______. Mark Reardon dan Sarah Singer Nourie. 2001. Quantum Teaching.
Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Terj. Ary Nilandari.
6
Dryden, Gordon dan Jeannete Vos. 2000. Revolusi Cara Belajar (The Learning
Revolution): Belajar Akan Efektif Kalau Anda dalam Keadaan “Fun”. Bagian I: Keajaiban Pikiran. Terj. Word ++ Translation Service; Penyunting: Ahmad Baiquni.
1999. Bandung: Penerbit Kaifa.
_______. 2000. Revolusi Cara Belajar (The Learning Revolution): Belajar Akan Efektif
Kalau Anda dalam Keadaan “Fun”. Bagian I: Keajaiban Pikiran. Terj. Word ++
Translation Service; Penyunting: Ahmad Baiquni. 1999. Bandung: Penerbit Kaifa. Drost, SJ. 2000. Reformasi Pengajaran: Salah Asuhan Orangtua? Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Harefa, Andreas. 2001. Pembelajaran di Era Serba Otonomi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
_______. 2002. Sekolah Saja Tidak Cukup. Menyoal Pendidikan Persekolahan dan
Pencarian Alternatif Pembelajaran. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama.
Kementerian Pendidikan Nasional. 2010. Modul Pelatihan Praktik yang Baik 6 Kelas
Rangkap. Jakarta: MGPBE Project.
Ma’arif, Syamsul. 2009. Selamatkan Pendidikan Dasar Kita. Semarang: Penerbit Need’s Press.
Mudjito.1990. Guru yang Efektif. Cara untuk Mengatasi Kesulitan dalam Kelas. Jakarta: Penerbit CV. Rajawali.
Sharan, Shlomo. 2009. Handbook of Cooperative Learning Methods. Inovasi Pengajaran
dan Pembelajaran untuk Memacu Keberhasilan Siswa di Kelas. Terj. Sigit
Prawoto. 1999. Yogyakarta: Penerbit Imperium
Rose, Colin dan Malcolm J. Nicholl. 2003. Accelerated Learning for The 21st Century, Cara Belajar Cepat Abad XXI. Terj. Dedy Ahimsa. 1997. Bandung: Penerbit
Nuansa.
Schmidt, Laurel. 2002. Jalan Pintas Menjadi 7 Kali Lebih Cerdas. 50 Aktivitas,
Permainan, dan Prakarya untuk Mengasah 7 Kecerdasan Mendasar pada Anak Anda. Terj. Lala Herawati Dharma dan Rahmani Astuti. 2001. Bandung: Penerbit
Kaifa.
Shilberman, Melvin L. 2004. Active Learning. 101 Cara Belajar Siswa Aktif. Terj. Raisul Muttaqien. 1996. Bandung: Penerbit Nusamedia dengan Penerbit Nuansa.
Suyitno. 2010. Teknik Merencanakan Pembelajaran dan Kegiatan Sekolah yang Inovatif