• Tidak ada hasil yang ditemukan

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

         

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah,

memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk

kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama

penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat

yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work

non-commercially, as long as you credit the origin creator

and license it on your new creations under the identical

terms.

(2)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A.Ruma Maida sebagai film berlatar belakang sejarah.

Film Ruma Maida yang bersifat kebangsaan dan kaya akan sejarah hadir ditengah

perfilman yang sedang marak akan cerita bergenre horor dan berbumbu seks. Film

ini membantu memelihara ingatan akan sejarah bangsa Indonesia. Jika ditilik dari

rekonstruksi sejarah dalam film berdasarkan teori Eric Sasono, Ruma Maida

merekonstruksi sejarah dengan menggambarkan kurun waktu yang

berkesinambungan dan mengambil benang merah untuk membangun tokoh.

Penggambaran sejarah dengan cara seperti itu sebenarnya membutuhkan

penonton yang memiliki dasar referensi terlebih dahulu mengenai kurun waktu,

peristiwa, dan tokoh yang terjadi pada masa sejarah karena waktu di dalam film

akan meloncat-loncat dan berhenti pada satu tahun/ peristiwa sejarah tertentu saja.

Hal ini tentu sangat beresiko membuat penonton yang memiliki pengetahuan

terbatas mengenai sejarah menjadi tidak mengeri akan jalan cerita dalam film.

Ruma Maida mengatasi hal tersebut dengan memasukan referensi yang

dibutuhkan menjadi satu dalam film. Referensi yang dimaksud adalah

penambahan teks mengenai lokasi dan tahun di beberapa bagian waktu tertentu.

Sayangnya, tidak semua peristiwa sejarah diberi keterangan tersebut, apalagi

peristiwa yang jarang dibahas dalam pelajaran sejarah. Hal ini menimbulkan

(3)

bukan peristiwa sejarah yang benar-benar terjadi. Contohnya, dalam film Ruma

Maida digambarkan ketika tentara Jepang masuk ke Indonesia, mereka

merobohkan sebuah patung, pada awalnya penonton akan merasa bahwa hal itu

adalah kejadian biasa tanpa ada sejarahnya, namun setelah dipelajari lebih lanjut,

ternyata patung yang dirobohkan itu adalah patung JP Coen yang benar-benar

dirobohkan oleh Jepang ketika mereka berkuasa di Indonesia.

Film Ruma Maida berisi topik yang hampir sama dengan film-film sejarah

pada umumnya, yaitu membahas mengenai masa kolonial dan penjajahan Jepang,

namun diolah dengan cara yang berbeda. Jika dahulu film-film yang mengisahkan

mengenai sejarah merupakan film yang kurang diminati karena pembuat film

tidak mendekatkan cerita dengan masyarakat masa kini, cerita dalam film Ruma

Maida justru menyatukan sejarah dengan peristiwa masa kini dengan cara yang

unik, yaitu ada dua alur cerita yang berjalan beriringan dengan dua kurun waktu

yang berbeda. Sehingga film ini seolah menekankan bahwa sejarah tidak boleh

terputus dalam kehidupan masyarakat modern.

Dari hasil wawancara dengan sang penulis skenario film Ruma Maida, Ayu

Utami, diketahui bahwa diciptakannya tokoh fiktif yang justru menjadi tokoh

utama dalam film dan menjadi benang merah yang menghubungkan

perstiwa-peristiwa sejarah yang loncat-loncat dalam film merupakan hal dasar yang

membuat cerita tersebut menjadi muda dibentuk.

Meski tokoh utama tersebut merupakan tokoh rekaan semata, tetapi latar

waktu dan peristiwa yang melatarbelakangi kisah tersebut merupakan gambaran

(4)

dibutuhkan data yang akurat mengenai peristiwa dan kebudayaan Indonesia pada

masa itu sehingga dapat menggambarkan sejarah dengan tepat.

Film Ruma Maida menyewa suatu kelompok riset yang membantu pembuatan

naskah, riset properti dan kostum. Tetapi, meskipun suatu film dalam

pembuatannya telah melalui riset, tetapi hasilnya tetap saja bisa bersifat subjektif,

seperti yang terlihat dalam film Ruma Maida. Beberapa hal yang penulis anggap

bisa menjadi penyebabnya adalah karena penulis skenario memiliki kebebasan

dalam menulis cerita, apalagi film ini bukan sepenuhnya film sejarah, tetapi di

campur juga unsur fiksi. Kedua, karena sutradara juga memiliki kebebasan untuk

memvisualisasikan suatu naskah, bahkan sutradara dapat menambah atau

mengurangi cerita demi keutugan cerita tersebut. Perbandingan dan alasannya

akan mulai dibahas melalui poin berikutnya.

B.Penggambaran Sejarah dalam Film Ruma Maida

1.Sumpah Pemuda

Peristiwa Sumpah Pemuda yang digambarkan di dalam film adalah ketika Isaac

Pahing kecil diajak oleh Bertha pada suatu siang ke tempat terjadinya Sumpah

Pemuda. Disana digambarkan ada seseorang yang sedang membacakan Sumpah

Pemuda di bagian depan, diikuti segerombolan orang yang berdiri di hadapannya.

Kalimat yang terdengar adalah sebagai berikut: “Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia. Kami putra dan putri

Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia. Kami putra dan putri

(5)

Adegan Sumpah Pemuda dalam film ini sangat tumpang tindih, dari segi

suara dan gambar. Karena adegan ini menggambarkan peristiwa pembacaan

sumpah pemuda tersebut berikut suaranya, diiringi dengan permainan biola lagu

Indonesia Raya, kemudian gambar berganti pada adegan seseorang yang

penggambarannya mirip dengan W.R Supratman sedang memainkan biola dan

semua pemimpin rapat menghadap ke arahnya. Seluruh adegan ini sekaligus

diiringi pula dengan narasi yang dibacakan oleh tokoh yang digambarkan mirip

dengan Soekarno.

Berikut ini adalah penggambaran yang terlihat di dalam film:

Gambar 4.1 Peristiwa Sumpah Pemuda dalam film Ruma Maida Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.2 W.R Supratman sedang memainkan lagu Indonesia Raya Sumber: Screenshot film Ruma Maida

(6)

Hasil analisa adegan ini:

a.Waktu

Pertemuan pemuda yang membacakan putusan kongres (yang kita kenal dengan

Sumpah Pemuda) adalah rapat ketiga atau rapat penutup dari rangkaian acara

kongres Pemuda II dan menurut Momon Abdul Rachman terjadi saat malam

(pukul 17.30-19.30), sedangkan dalam film, digambarkan siang hari.

Ketidaktepatan waktu ini, mungkin telah disadari oleh penulis bahkan

sutradara. Tetapi pilihan untuk tetap menampilkan adegan tersebut pada siang

hari, menurut sutradara adalah untuk menciptakan rasa, menurut penulis skenario

sebagai pertimbangan estetis agar pencahayaan menjadi bagus, sedangkan

menurut penulis sendiri adalah untuk memelihara keberlangsungan dan keutuhan

cerita (karena dikisahkan setelah menghadiri acara Sumpah Pemuda tersebut,

Isaac Pahing dan Bertha mengunjungi rumah Nanny Kudus).

b.Ekstras

Menurut data di Museum Sumpah Pemuda, kongres pemuda II dihadiri oleh

sekitar 750 orang yang merupakan perwakilan dari berbagai organisasi. Walaupun

jumlah tersebut merupakan penjumlahan peserta dari tiga kali rapat, hal ini pasti

membuat Gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya no. 106 yang

digunakan untuk rapat terlihat penuh, karena gedung ini ukurannya tidak terlalu

besar. Tetapi apa yang digambarkan di dalam film adalah gedung tersebut nampak

(7)

Menurut penulis, hal ini bisa disebabkan beberapa hal, penghematan dana

untuk membayar pemain tambahan, untuk lebih memfokuskan frame film pada

Isaac Pahing dan Bertha, dan alasan terakhir adalah bahwa sutradara merasa

cukup dengan beberapa orang tersebut yang mewakili peristiwa sejarah ini.

Gambar 4.3 Bertha dan Issac Pahing memasuki Gedung Sumpah Pemuda (1) Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.4 Bertha dan Issac Pahing memasuki Gedung Sumpah Pemuda (2) Sumber: Screenshot film Ruma Maida

(8)

c.Properti

Tulisan yang tertempel di belakang para pemimpin rapat tersebut menuliskan

“Kongres Pemoeda Indonesia Djakarta 27-28 Oktober 1928” sedangkan pada diorama di Museum Sumpah Pemuda yang dapat dilihat pada Gambar 2.3,tertulis

“Kongres Pemoeda ke-II Djakarta 27-28 Oktober 1928”

Ketidaktepatan ini menurut Indra Tommoron, penata artistik film Ruma

Maida adalah hal yang disengaja karena memang dari awal telah ada kesepakatan

diantara pembuatnya bahwa film Ruma Maida bukan film dokumenter sejarah,

melainkan sejarah hanya menjadi latarbelakang film tersebut. Konten sejarah yang

real justru harus diubah sedikit tanpa lari dari kenyataannya. Penyusunan kalimat

tersebut dibuat berdasarkan script, tanpa mengubah inti acara tersebut.

Menurut Bapak MS. Gumelar, M.A. penambahan kata “Indonesia” pada properti tersebut sebenarnya merupakan kesalahan fatal, karena pada tahun 1928,

belum terbentuk Indonesia dan kata tersebut pun belum dikenal oleh pemuda. Para

pemuda yang berkumpul saat itu, masih membawa nama daerah atau kelompok

mereka masing-masing, bukan sebagai satu kesatuan “Indonesia”. Hal ini dapat

“menyesatkan” karena akan membuat penonton berpikir bahwa Indonesia telah terbentuk saat itu.

d.Kostum

Pada film, digambarkan bahwa pemimpin Sumpah Pemuda (orang-orang yang ada

(9)

menggunakan tangan pendek.Tidak menggunakan jas dan hanya beberapa yang

menggunakan dasi. Sedangkan yang terlihat pada patung dan diorama pada

Gambar 2.1- 2.4 adalah bahwa seluruh pemimpin rapat tersebut menggunakan

dasi dan jas.

Tidak digunakannya jas dalam adegan ini, dapat dimengerti sebagai cara lain

untuk menghemat pengeluaran kostum. Secara sekilas, ketiadaaannya tidak

mengganggu keseluruhan cerita. Namun jika ditelaah lebih jauh mengenai kostum

atau pakaian di Indonesia menurut buku “Outward Appearance, Trend, Indentitas, Kepentingan”, pada tahun 1900-an, penggunaan jas dan dasi warna putih bukan tanpa maksud. Jas yang masih merupakan setelan Barat, digunakan oleh kaum

terpelajar Indonesia untuk menggambarkan bahwa mereka adalah orang-orang

yang mendukung ide-ide progresif. Sedangkan dasi yang saat itu muncul sebagai

mode di Barat digunakan oleh orang-orang Indonesia yang ingin menekankan

perbedaan.

Para nasionalis dan pemimpin organisasi di Indonesia, pasti menggunakan

setelan Barat yang terdiri dari kemeja, celana, jas putih, dan dasi. Hal ini selain

menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari suatu pergerakan modern baru,

juga untuk menunjukkan kesetaraan dengan pihak penjajah (Belanda) agar mereka

lebih dihormati. Oleh karena itu, penggambaran pemimpin rapat dengan hanya

penggunaan kemeja bahkan lengan pendek tanpa menggunakan jas dan dasi

adalah sangat fatal.

Ve Verdinand, penata kostum dalam film Ruma Maida mengakui

(10)

fokus pada kostum tentara Jepang, kostum Soekarno, Hatta dan Jendral Maida. Ia

mengatakan bahwa waktu yang tersedia sangat singkat dan tekanan untuk

menampilkan kostum yang sesuai sejarah pada tokoh-tokoh tersebut sangat besar.

Untuk kostum Bertha, yang menggunakan baju terusan, sangat cocok

untuk menggambarkan wanita Indonesia keturunan Belanda yang merupakan

kalangan atas yang ada di Indonesia zaman itu. Untuk kostum Issac Pahing kecil

dengan setelan seperti penerbang, juga sudah sesuai, dimana pakaian itu

menggambarkan anak-anak Indoneia keturunan Belanda yang berpendidikan.

2.Masuknya Jepang ke Indonesia

Untuk mengidentifikasikan invasi Jepang ke Indonesia pada film digambarkan

dengan tulisan tahun 1942, kemudian disusul dengan banyaknya tentara yang

datang dengan berlari sambil berbaris dan ada pula yang menggunakan sepeda

onthel. Tentara tersebut kemudian meruntuhkan sebuah patung yang terdapat di

jalan dan menawan beberapa orang yang berwajah Eropa.

Dari referensi yang dipelajari, ternyata penghancuran patung yang

digambarkan dalam film tersebut merupakan peristiwa sejarah, yaitu

penggambaran penghancuran patung Jan Pieter Zooncoen yang dilakukan oleh

Jepang.

(11)

Gambar 4.6 Tentara Jepang mengendarai sepeda Onthel Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.7 Tentara Jepang menggunakan mobil Jeep dan berlari-lari kecil Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.8 Penawanan masyarakat Eropa Sumber: Screenshot film Ruma Maida

(12)

Gambar 4.9 Penawanan masyarakat Eropa (2) Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Hasil analisa adegan ini:

a.Peristiwa

Masuknya Jepang ke Indonesia digambarkan dengan sepeda dan tentara yang

berlari-lari kecil sambil membawa senapan. Pertama kali melihat penggambaran

tersebut, sempat timbul pertanyaan, bagaimana bisa, tentara Inggris yang ada di

Indonesia dikalahkan dengan tentara Jepang yang menggunakan sepeda. Hal ini

diperkuat dengan hasil wawancara saya dengan Ady Erlianto Setyawan, ST yang

merupakan seorang admin dari sebuah situs pecinta sejarah kota Surabaya

(Roodebrug Soerabaia). Ia mengatakan bahwa tidak mungkin Jepang masuk ke

Indonesia hanya menggunakan sepeda. Menurutnya kendaraan yang digunakan

oleh Jepang hanya tank dan truk karena sepeda akan membuat serdadu lebih ribet

dan gampang kalah.

Setelah dilakukan riset lebih lanjut, ditemukan suatu tulisan yang ditulis

Rosihan Anwar menyebutkan bahwa tentara Jepang menggunakan sepeda, truk

(13)

ketika masuk ke Indonesia. Kegigihan serdadu Jepang mengayuh sepeda

meskipun ban mereka pecah karena suhu panas, menimbulkan suara gesekan yang

berisik dan bunyinya mirip dengan bunyi tank. Hal inilah yang membuat tentara

Inggris lari ketakutan dan Jepang dapat semakin menjelajah Indonesia.

Penangkapan warga Eropa atau Belanda yang digambarkan dengan

penangkapan tokoh-tokoh berwajah Bule, sesuai dengan keadaan saat masuknya

Jepang di Indonesia tahun 1942. Saat itu, semua warga Eropa maupun Belanda,

ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp tawanan perang Jepang.

Satu-satunya peristiwa yang menurut saya kurang cocok adalah bagian

perobohan patung J.P. Coen. Patung tersebut menurut buku Batavia in Nineteenth

Century Photographs, dirobohkan pada tahun 1943, sedangkan dalam film

digambarkan pada tahun 1942, berbarengan dengan masuknya Jepang ke

Indonesia.

Penghancuran patung dan penambahan properti tulisan “Café De Batavia” di salah satu gedung di sebelah kiri, menurut tim artistik merupakan usaha untuk

menunjukkan bahwa daerah tersebut adalah Batavia. Namun menurut Ayu Utami,

sang penulis skenario film Ruma Maida, penghancuran patung tersebut jangan

dilihat sebagai deskripsi sejarah yang harus dijelaskan, karena penghancuran

patung tersebut hanya sebagai simbol bahwa kekuasaan Belanda sudah berakhir

dan digantikan Jepang. Menurutnya adalah hal yang umum jika penghancuran

patung dilakukan pada saat pergantian rezim

(14)

Patung J.P.Coen yang digambarkan di dalam film adalah seperti berikut:

Gambar 4.10 properti patung J.P Coen sebelum shooting Sumber: Screenshot behind the scene film Ruma Maida

Gambar 4.11 Persiapan lokasi shooting adegan perubuhan patung Sumber: Screenshot behind the scenefilm Ruma Maida

Gambar 4.12 Penggambaran adegan perobohan patung dalam film Sumber: Screenshot film Ruma Maida

(15)

Penata artistik Ruma Maida (Indra Tommoron) mengakui bahwa ia kesulitan

mencari gambaran mengenai patung J.P Coen yang dahulu terletak di daerah

Lapangan Banteng. Oleh karena itu, tim artistik mencari referensi dari patung J.P

Coen yang terdapat di Belanda dan membuat patung tersebut serupa dengan

patung yang ada di Belanda, dengan perbandingan skala 1:1 dengan tubuh orang

biasa dengan pertimbangan akan memudahkan framing. Tetapi ada bagian yang

tidak dibuat oleh tim artistik, bahwa pada Gambar 2.7 dapat dilihat, bagian bawah

patung yang ada di Indonesia dilandasi dengan beberapa anak tangga, sehingga

patung tersebut lebih tinggi, sedangkan dalam film hal itu tidak nampak. Hal ini

sengaja tidak dibuat untuk memudahkan patung dibawa dan digeser-geser, selain

itu untuk menyesuaikan dengan lokasinya.

Peletakan patung Ruma Maida, pada kenyataannya terletak diatas dasar

berumput (lihat Gambar 2.8) bukan diantara gedung-gedung yang rapat seperti di

film (lihat Gambar 4.12). Tetapi peletakan patung seperti aslinya, tidak

dimungkinkan karena menurut Teddy Soeriaatmadja, sang sutradara, lokasi

shooting di Indonesia sangat terbatas. Ketika ingin menampilkan seperti aslinya,

membutuhkan biaya yang besar untuk membuat setting gedung-gedung tua

dibelakangnya, sedangkan apa yang nampak di film adalah gedung tua yang

memang masih berdiri, yang berlokasi di Semarang. Pada siang hari, sebenarnya

(16)

Gambar 4.13 Persiapan shooting di sebuah jalan raya di Semarang Sumber: Screenshot behind the scene film Ruma Maida

c.Properti sepeda Ontel & Jeep

Properti sepeda Ontel yang digunakan dalam film Ruma Maida seperti yang

terlihat pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.14 sangat sulit untuk diuraikan detail

bentuknya, karena sepeda tersebut digunakan saat malam dan tidak terlihat secara

jelas keseluruhannya, tetapi sepeda yang digunakan dalam film Ruma Maida

bukan merupakan sepeda Ontel yang benar-benar dilihat tahun pembuatan dan

mereknya, karena menurut Indra Tommoron, penata artistik film Ruma Maida

hanya ada sedikit perbedaan antara sepeda Ontel yang lama dan yang baru,

sehingga ia menyewa sepeda onthel masa kini yang ada di Semarang (di lokasi

Shooting adegan ini).

Begitupula dengan mobil Jeep yang digunakan seperti terlihat pada

Gambar 4.7, sangat sulit untuk menentukan Jeep merek apa yang digunakan

(17)

bahwa ia sudah lupa akan merek mobil jeep tersebut, namun pada proses

penyewaannya, mobil Jeep yang dipinjam tersebut telah disesuaikan dengan tahun

pembuatannya.

d. Kostum Tentara Jepang.

Kostum yang digunakan tentara Jepang dalam film Ruma Maida sulit untuk

diamati detail ataupun warnanya, karena dalam film ditampilkan berwarna sephia.

Gambar 4.14 Tentara Jepang yang berkostum dengan sepeda Onthel Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Oleh karena itu, saya berusaha melihatnya dari bagian behind the scene. Dan

inilah yang saya dapatkan.

Gambar 4.15 Salah seorang ekstras sedang menggunakan kostum tentara Sumber: Screenshot behind the scene film Ruma Maida

(18)

Gambar 4.16 Hasil lilitan kain pada kaki tentara Sumber: Screenshot behind the scene film Ruma Maida

Gambar 4.17 Proses pelilitan kain pada kaki tentara Sumber: Screenshot behind the scene film Ruma Maida

Mencari referensi mengenai kostum tentara Jepang tidak mudah, karena

kebanyakan file yang ada hanya berupa foto yang masih hitam putih dan susah

untuk diamati, tetapi Ve Verdinand, penata kostum dalam film Ruma Maida

mengerjakan riset dengan sangat baik. Ia melakukan riset dengan mendatangi

museum-museum perjuangan yang ada di Indonesia, salah satunya adalah

(19)

Jepang. Ia juga mendapatkan pinjaman video yang menggambarkan tentara

Jepang di Indonesia. Berdasarkan hasil riset tersebut, ia memilih bahan driel

dengan warna hijau kecoklatan yang ia beli di Tanah Abang sebagai bahan

kostum tentara Jepang (baju, celana, topi), yang dalam film ini digambarkan ada

sekitar 150 orang. Tanda pangkat yang ada di kerah, ia buat semirip mungkin

dengan aslinya, tetapi dengan cara membordir sendiri, bukan beli, untuk

menghemat dana.

Untuk bagian antara kaki dan sepatu yang dililit dengan kain (gambar 4.16

dan 4.17), sebenarnya itu adalah cara kreatifnya untuk membuat tampilan semirip

mungkin dengan referensi yang dimilikinya. Ia sendiri tidak tahu pasti bagian

tersebut berfungsi untuk apa dan ia menerka bahwa itu adalah model kaus kaki

zaman dahulu. Menurut Bapak Yusuf, Martyastiadi, lilitan kain yang biasanya

terbuat dari bahan parasut di pergelangan kaki terebut berfungsi agar air tidak

masuk ke dalam sepatu dan tidak membuat kaki menjadi busuk (karena dalam

perang, tidak ada kesempatan untuk sering-sering membuka sepatu). Terlepas dari

apapun kegunaannya, untuk membuat tampilan yang mirip, Ve Verdinand

mengakali dengan menggunakan kain selebar 4 cm, yang dililit erat pada kaki

tentara.

Untuk sepatu dan ikat pinggang, keduanya berbahan kulit, dan dipesan

khusus untuk keperluan shooting. Sepatu tersebut juga dibuat sedikit rusak

sebelum shooting, sehingga timbul kesan lama, bukan sepatu yang masih baru dan

(20)

3.29 Juli 1947

Film Ruma Maida menggambarkan penyerangan yang dilakukan oleh pesawat

Kitty Hawk Belanda terhadap pesawat Dakota VT-CLA yang sedang membawa

obat-obatan dari Singapura.

Berikut adalah yang digambarkan di dalam film:

Gambar 4.18 Para penerbang yang sedang mengemudikan pesawat Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.19 Issac Pahing dan penumpang pesawat Dakota Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.20 Penggambaran tokoh Adi Sutjipto di dalam pesawat Sumber: Screenshot film Ruma Maida

(21)

Gambar 4.21 Penggambaran isi pesawat Dakota VT-CLA Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.22 Pesawat dakota yang sedang mengudara (1) Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.23 Pesawat dakota yang sedang mengudara (2) Sumber: Screenshot film Ruma Maida

(22)

Gambar 4.25 penggambaran pengejaran pesawat dakota dengan kittyhawk Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.26 Pesawat dakota dilihat dari bagian atas. Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Hasil Analisa adegan ini:

a.Properti:

Bagian dalam dari pesawat Dakota yang ditampilkan dalam film (lihat gambar

4.18-4.21) sangat mirip dengan aslinya (gambar 2.14), hal ini dikarenakan

shooting adegan tersebut dilakukan di dalam pesawat dakota asli yang ada di

Museum Dirgantara Mandala. Namun berdasarkan keterangan Teddy

Soeriaatmadja, shooting tersebut tidak dilakukan pada pesawat dakota VT-CLA,

tetapi dilakukan pada pesawat dakota lain yang berwarna silver, yang dahulu

(23)

Untuk shooting adegan pesawat di angkasa, menurut Indra Tommoron, hal itu

dibuat animasi, bukan shooting sungguhan. Penggambaran pesawat kittyhwak

yang ditampilkan dalam bagian ini sangat mirip, tetapi penggambaran pesawat

dakota kehilangan sedikit detail, yaitu ada garis putih yang kurang pada bagian

melintang badan pesawat tersebut (bandingkan dengan gambar 2.9-2.13). Padahal

garis putih tersebut yang menandakan perbedaan antara pesawat dakota VT-CLA

dengan pesawat dakota lainnya. Hal ini menurut Teddy Soeriaatmadja

dikarenakan tim riset mereka tidak menemukan data mengenai garis yang

seharusnya ada di badan pesawat Dakota tersebut.

b.Pemain

Pemain yang tergambarkan di dalam pesawat ada sembilan orang (lihat gambar

4.18 dan 4.21). yang terdiri dari delapan pria dan satu wanita. Hal ini sesuai

dengan keterangan mengenai banyaknya penumpang di dalam pesawat dakota

yang asli. Berarti Issac Pahing dalam pesawat tersebut digambarkan

menggantikan atau malah menghilangkan salah satu penumpang dalam sejarah.

c.Kostum

Kostum penerbang Indonesia yang digunakan (pada gambar 4.19 dan 4.20),

hampir sama bentuknya dengan kostum penerbang yang dapat dilihat pada

pahatan-pahatan di Monumen Ngoto dan foto-foto yang terdapat di Museum

Dirgantara Mandala (lihat gambar 2.17-2.18). Hanya ada sedikit perbedaan, yaitu

(24)

sedangkan pada film Ruma Maida tidak ada. Hal ini diakui oleh Ve Verdinand

sebagai kesalahan penjahit bajunya yang kurang memperhatikan gambar yang

telah diberikan kepadanya dan faktor waktu persiapan yang kurang.

4.Arsitektur

Berikut ini adalah arsitektur yang digambarkan dalam film Ruma Maida.

Gambar 4.27 Arsitektur yang menonjol dalam film Ruma Maida Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Bangunan disebelah kiri merupakan bangunan bergaya Neoklasik, sebuah

gaya arsitektur yang telah ada di Indonesia sejak abad ke-18, yaitu sejak zaman

pemerintahan Daendels. Ciri khas yang menonjol dari arsitektur tersebut adalah

adanya pilar-pilar yang berdiri tegak di depan rumah. (lihat gambar 2.22 dan 2.23)

Bangunan disebelah kanan, yang merupakan bangunan tempat tinggal kakak

dari Issac Pahing (Hanz Schmutzer) murupakan bangunan yang ditambahkan

papan bertuliskan “A.I.A. Bureau”. AIA Bureau adalah salah satu biro arsitektur yang merancang sekaligus melaksanakan pembangunan yang berjaya pada tahun

(25)

Dari data yang ada, tidak diketahui dengan jelas, bentuk kantor biro A.I.A.

Bureau.

Solusi setting yang diperlihatkan dalam film, sangat cerdas, yaitu dengan

menampilkan bentuk bangunan yang memiliki ciri khas seperti

bangunan-bangunan yang dibuat oleh biro tersebut pada masa lampau (lihat gambar 2.28

dan 2.29). Ciri khas tersebut adalah bangunannya yang simetris, terlihat jelas nya

pembatas ruangan dan ventilasi, terkesan rapi dan tidak memiliki banyak

ornamen.

5.Rumah Tempat Tinggal Masyarakat Indonesia

Penggambaran setting rumah yang terdapat dalam film Ruma Maida seperti

berikut

Gambar 4.28 Bertha dan Issac Pahing ke Rumah Nanny Kudus Sumber: Screenshot film Ruma Maida

(26)

Gambar 4.30 Issac Pahing masuk dalam rumah Nanny Kudus Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.31 Gambar keramik yang ditemukan dalam Ruma Maida (1) Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.32 Gambar keramik yang ditemukan dalam Ruma Maida (2) Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.33 Gambar keramik yang ditemukan dalam Ruma Maida (3) Sumber: Screenshot film Ruma Maida

(27)

Gambar 4.34 Soekarno dan Issac Pahing di dalam salah satu ruangan Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.35 Kolonel Maruyama di kamar tidur Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.36 Salah satu ruangan dalam rumah Issac Pahing Sumber: Screenshot film Ruma Maida

(28)

Gambar 4.38 Penggambaran salah satu ruangan rumah Issac Pahing Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.39 Salah satu adegan di dalam kamar tidur Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Gambar 4.40 Penggambaran rumah Nanny Kudus Sumber: Screenshot film Ruma Maida

Hasil analisa adegan ini:

a.Properti dalam Rumah

Penggambaran mengenai setting rumah pada masa lampau (tahun 1928-1947)

(29)

1. Penggambaran rumah dengan teras yang luas dan pagar rendah di depan

rumah. (gambar 4.28) Hal ini merupakan ciri khas rumah di Batavia pada zaman

Belanda. Adanya teras tersebut, dimaksudkan untuk tempat bertemunya keluarga

dan tetangga serta bersantai di sore hari.

2. Adanya hiasan dinding berupa cermin besar, piring-piring porselen, lampu

gantung.(lihat gambar 4.29, 4.36, 4.38 dan 4.40) Bandingkan dengan gambar 2,31

2.31.

3. Penambahan properti seperti jambangan porselen dan lemari berisikan

hiasan atau piring-piring porselen. (lihat gambar 4.32, 4.38)

4. Properti terbuat dari kayu yang diplitur sehingga mengkilap serta penuh

ukiran. (lihat gambar 4.34, 4.36, 4.36, 4.38)

5. Bentuk ranjang yang berukir di bagian pinggirnya dan memakai kelambu.

(lihat gambar 4.35 dan 4.39) Bandingkan dengan gambar 2.32.

6. Dikisahkan meninggalkan gambar-gambar mengenai adegan-adegan

keagamaan. (lihat gambar 4.31-4.33). Hal ini sesuai dimana menurut Djoko

Soekiman, bagi masyarakat modern, penggambaran tempat tinggalnya dapat lebih

maju, yaitu penggambaran adegan keagamaan atau orang-orang suci.

Semua penggambaran tersebut sangat sesuai dengan rumah pada zamannya.

Sebenarnya ada sedikit yang mengganjal ketika melihat bentuk gramofon yang

menjadi latar properti di salah satu adegan, yaitu bentuk corongnya yang melebar

sekali seperti alat musik horn , padahal bentuk awal gramofon adalah dengan

(30)

studi literatur pada salah satu situs masyarakat urban, diketahui bahwa gramofon

pada perkembangannya menyempurnakan bentuk, sehingga suaranya dapat

terdengar lebih jelas dan besar. (lihat gambar 2.34 dan 2.35)

Penggambaran setting rumah yang sangat baik dan sesuai zamannya ini

merupakan hasil dari memori Indra Tommoron. Ia mengakui bahwa untuk

membuat setting rumah ini, ia tidak melakukan riset tapi mengandalkan ingatan

masa kecilnya, dimana saat itu ia tinggal dalam rumah orangtuanya yang

merupakan pecinta barang-barang antik. Sebagian besar properti yang ada dalam

rumah ini juga merupakan barang-barang yang ada di rumah orang tuanya di

daerah Cepu yang ia pinjam untuk keperluan shooting.

b. Kostum

Penggambaran kostum dalam adegan didalam rumah, saya rasa seuai dengan

zamannya, yaitu sebagian perempuan digambarkan masih memakai kebaya dan

sarung, hal ini melambangkan perempuan Indonesia asli, sedangkan sebagian

digambarkan menggunakan baju terusan (Nanny Kudus, Bertha) hal ini

menggambarkan bahwa perempuan tersebut merupakan keturunan Belanda atau

masyarakat Indonesia yang telah menerima kemajuan zaman.

Kostum Soekarno digambarkan dengan baik. Menurut keterangan Ve

Verdinand, penata kostum Ruma Maida, ia meneliti benar tentang tahun dan baju

apa yang digunakan oleh Soekarno, ia banyak membeli buku-buku Soekarno, dan

(31)

6.Musik Keroncong

Musik yang menonjol dalam film Ruma Maida adalah musik keroncong yang

berjudul Keroncong Pulau Tenggara. Pemakaian lagu keroncong, tepat, karena

pada tahun 1920-1942 memang merupakan masa keemasan dari musik keroncong.

Berikut ini adalah hasil penulisan melodi beserta chord lagu Keroncong Pulau

Tenggara yang dilakukan oleh teman saya yang bernama Elina dengan

berdasarkan nada yang terdengar pada film Ruma Maida.

Gambar 4.41 Partitur Lagu Keroncong Pulau Tenggara versi dalam film Sumber: Dokumen milik Elina A.S

(32)

*Keterangan gambar:

Bagian chord yang diberi tanda / sebelum penulisannya merupakan chord yang

dibunyikan oleh bass. Lagu yang terdapat dalam film Ruma Maida tersebut tidak

memperdengarkan bagian intro, hanya diberi chord awal sebagai tanda untuk

masuk bernayanyi. Bagian ending juga tidak diperdengarkan.

Pola lagu yang terdapat di dalam film terdengar sedikit aneh karena pada

beberapa bagian ada ketukan yang tidak pas. Hal ini dikarenakan mungkin saja

lagu Keroncong tersebut telah dipotong-potong untuk keperluan editing film dan

disesuaikan dengan gambar. Penulis merasa tidak puas dan berusaha mencari

partitur aslinya. Penulis mencoba untuk memintanya pada Ayu Utami, yang

membuat lirik dan nada lagu Keroncong Pulau Tenggara tersebut dan ternyata ia

mau membagi partitur tersebut.

(33)

Gambar 4.42 Partitur Lagu Keroncong Pulau Tenggara versi asli (1) Sumber: Dokumen milik Ayu Utami

(34)

Gambar 4.43 Partitur Lagu Keroncong Pulau Tenggara versi asli (2) Sumber: Dokumen milik Ayu Utami

(35)

Lirik lagu Keroncong Pulau Tenggara

Jiwa manis ingin menjaga tanah air di Pulau Tanggara.

Sabda terucap (di) sebrang Samudra Pulau Tenggara.

Jiwa manis putri kencana bermandikan cahaya surga.

Juwita dewi dalam samadi menjelma negri.

Jiwa merdeka ingin menjaga tanah air di Pulau Tenggara.

(oh) Nestapa panjangkah jalanku?

Pelita selalu kujaga (oh) gerhana.

Galaukan langkahku.

Cahaya menanti di sana

Juwita dewi dalam samadi menjelma negri.

Jiwa merdeka ingin menjaga tanah air di Pulau Tenggaraku.

Lirik lagu keroncong menurut Purba biasanya berupa bait yang terdiri dari

empat baris dan memiliki rima (a-b-a-b) atau (a-a-a-a), sedangkan dalam lagu ini,

pola rima sudah tidak beraturan. Berdasarkan pola rimayang tidak beraturan, pola

chord yang terlihat (munculnya chord minor), serta adanya perubahan birama di

beberapa tempat (bar 14 dan 39), dapat disimpulkan bahwa lagu Keroncong Pulau

(36)

variasi dan bukan jenis keroncong asli, langgam, ataupun stambul, yang booming

tahun 1920-1940.

Menurut penulis, wajar untuk menciptakan lagu keroncong yang modern

sebagai penggambaran keroncong di masa lalu, karena untuk membuat lagu

keroncong yang sama seperti zaman dahulu, sangat sulit, mengingat bangsa kita

bukan bangsa yang suka mencatat dan melestarikan peninggalan sejarah.

Keterangan mengenai lagu-lagu keroncong yang sudah lawas beserta nadanya

sangat sulit didapat. Selain itu faktor waktu persiapan untuk membuat musik

tersebut kurang.

Hal ini diakui oleh Ayu Utami, pembuatnya bahwa ia membuat musik

tersebut dengan maksud agar dapat mewakili masa lalu, tetapi masih juga dapat

diterima oleh masyarakat saat ini. Menurut penulis keinginan tersebut cukup dapat

Gambar

Gambar 4.2 W.R Supratman sedang memainkan lagu Indonesia Raya Sumber: Screenshot film Ruma Maida
Gambar 4.3 Bertha dan Issac Pahing memasuki Gedung Sumpah Pemuda (1) Sumber: Screenshot film Ruma Maida
Gambar 4.6 Tentara Jepang mengendarai sepeda Onthel Sumber: Screenshot film Ruma Maida
Gambar 4.9 Penawanan masyarakat Eropa (2) Sumber: Screenshot film Ruma Maida
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari Gambar 1 tampak baik simulasi pada data suhu udara maupun data kecepatan angin memiliki rataan yang lebih mendekati data setelah menggunakan algoritma Filter

pengujian hipotesis daya tahan jantung paru (X 1 ) dan daya tahan otot tungkai (X 2 ) terhadap kemampuan tendangan sabit (Y) pada Atlet Putra Pencak Silat UKM Unsyiah

karakteristik manusia dan dalam bidang pendidikan merupakan hasil belajar. Kemampuan afektif merupakan bagian dari hasil belajar dan memiliki peran penting. Keberhasilan

Kertas ini mengkaji corak kemeruapan harga saham sektor ekonomi di Bursa Malaysia, di samping mengenal pasti sektor yang meruap secara berkelangsungan bagi tempoh masa sebelum,

Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa spesies burung rangkong (Bucerotidae) yang terdapat di pegunungan Gugop Kemukiman Pulo Breuh Selatan Kecamatan Pulo Aceh

1) Dalam Pelaksanaannya Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau sudah menjalankan kewenangannya, sebagaimana kewenanganya yang diatur dalam pasal 8 Undang-Undang

Bu nedenle kredi aynı tarihte (14/12/2014) kapatıldığında ilgili ayda tahakkuk eden peşin komisyon tutarı olan 1.268,81 TL ve geri kalan sekiz aya ilişkin itfa edilmemiş

dengan menawarkan sejumlah kemudahan. Ditambah dengan pembeli digital Indonesia diperkirakan mencapai 31,6 juta pembeli pada tahun 2018, angka ini meningkat dari