Volume 1, No 1, Maret 2020 (34-60)
Available at: https://www.sttia-nisel.ac.id/e-journal/index.php/eresi :
Keberadaan Jiwa Orang Percaya Setelah Kematian Menurut 1 Tesalonika 4:14
Sabaria Zega
Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar Nias Selatan
Abstract
Believers are those who acknowledge Jesus as Lord and Savior. Believers live because of gifts freely given by God. The power of death which is a punishment for man's disobedience to God's command, has been redeemed and paid in full by Christ. Eternal death which is a punishment for human sin no longer has power over believers. Jesus has completed all the sins that hinder the lives of every believer. Christ's resurrection proves that the power of death has been defeated. The key to the kingdom of death that makes humans afraid of facing death is in Jesus. There is no more power that is not surrendered in Jesus, both power on earth and power in heaven. Jesus is the King of kings. 1 Thessalonians 4:14, this verse clearly provides a guarantee that, everyone who believes in Christ, believes in His death and resurrection will be saved. The power of death does not separate believers in the presence of God. Death is not the end of a believer's life, but the beginning of a perfect life with Christ. Believers have a guaranteed guarantee of salvation in Jesus. Believers enter death with the guarantee of the sting of death that has been broken and has provided eternal life with God. When a believer experiences death, the body will be destroyed again into dust and the soul will be directly with God in heaven. The soul in heaven feels and enjoys its existence. A body that has been destroyed in the earth will be resurrected with a body of glory and be reunited with the soul by Christ at His second coming and the believer will be with God forever.
Keywords: believers; death; life after death; soul; Thessalonians
Abstrak
Orang percaya merupakan orang yang mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Orang percaya hidup karena anugerah yang diberikan Allah secara cuma-cuma. Kuasa maut yang menjadi hukuman atas ketidaktaatan manusia terhadap perintah Allah, telah ditebus dan dibayar lunas oleh Kristus. Kematian kekal yang merupakan hukuman atas dosa manusia tidak lagi berkuasa atas orang percaya. Yesus telah menyelesaikan seluruh dosa yang merintangi hidup setiap orang percaya. Kebangkitan Kristus membuktikan bahwa kuasa maut telah dikalahkan. Kunci kerajaan maut yang membuat manusia takut menghadapi kematian telah ada pada Yesus. Tidak ada lagi kuasa yang tidak takluk dalam Yesus, baik kuasa di bumi maupun kuasa di surga. Yesus adalah Raja di atas segala raja. 1 Tesalonika 4:14, ayat ini cukup jelas memberikan jaminan bahwa, setiap orang yang percaya kepada Kristus, percaya akan kematian dan kebangkitan-Nya akan diselamatkan. Kuasa kematian tidak memisahkan orang percaya dalam hadirat Tuhan. Kematian bukanlah akhir dari kehidupan orang percaya, melainkan permulaan dari kehidupan yang sempurna bersama dengan Kristus. Orang percaya memiliki jaminan keselamatan yang pasti dalam Yesus. Orang percaya memasuki kematian dengan jaminan sengat maut telah dipatahkan dan telah tersedia hidup kekal bersama dengan Allah. Ketika orang percaya mengalami kematian, tubuh akan hancur kembali menjadi debu tanah dan jiwa akan langsung bersama dengan Allah di surga. Jiwa yang berada dalam surga merasakan dan menikmati keberadaannya. Tubuh yang telah hancur dalam tanah akan dibangkitkan dengan tubuh kemuliaan dan dipersatukan kembali dengan jiwa oleh Kristus pada saat kedatangan-Nya untuk kedua kalinya dan orang percaya akan bersama dengan Allah untuk selama-lamanya.
Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 35
PENDAHULUAN
Alkitab menyatakan, ketika orang percaya mengalami kematian, pada saat itu juga orang percaya bersama dengan Kristus di dalam Firdaus (Luk. 23:43). Louis Berkhof mengatakan, kematian tubuh berbeda dengan kematian jiwa.1 Sekalipun demikian, Kasdin Sihotang mengatakan, tubuh dan jiwa merupakan suatu kesatuan yang membentuk pribadi manusia. Manusia tidak disebut sebagai manusia kalau manusia tidak memiliki badan, demikian juga tidak akan disebut sebagai manusia kalau manusia tidak memiliki jiwa.2 Dapat dipahami bahwa ketika manusia mengalami kematian, jiwa dan tubuh akan terpisah. Namun Alkitab menyatakan kematian tidak memisahkan setiap orang percaya dari Kristus. Orang percaya memasuki kematian dengan jaminan bahwa sengat maut telah dipatahkan (1 Kor. 15:55) dan bagi mereka terbuka gerbang surga bersama Kristus (2 Tes. 1:7) dan tahu pada akhirnya tubuh orang percaya akan dirampas keluar dari kuasa maut untuk kemudian selama-lamanya bersama Kristus. Orang percaya tidak lagi berada dalam kuasa maut sebab, telah ditebus oleh Kristus lewat kematian-Nya di atas kayu salib. Louis Berkhof mengutip pernyataan Second Helvetc Confession yang mengatakan, orang percaya setelah kematian jiwa atau rohnya segera pergi kepada Kristus.3 Cara pandang ini mendapat pembenaran yang cukup jelas dalam Alkitab.
1 Tesalonika 4:14 memberikan satu jaminan bahwa orang yang meninggal dalam Kristus jiwanya akan dikumpulkan bersama-sama dengan Allah. Ini adalah pernyataan yang menguatkan dan memberikan pengharapan kepada setiap orang percaya dalam menghadapi kematian. Paulus mengatakan, jika rumah jasmaniah rusak di bumi ini, maka orang percaya memiliki rumah surgawi dari Tuhan sebuah rumah yang tidak dapat dibuat oleh tangan manusia tetapi rumah yang kekal di surga (2 Kor. 5:1). Kematian dan kebangkitan Yesus adalah garansi atau jaminan bahwa manusia tetap hidup sesudah mati. (Yoh. 11:25-26; 1 Kor. 15:12-22).
Menurut penulis ajaran kebenaran keberadaan jiwa manusia setelah kematian merupakan suatu hal yang kebanyakkan orang percaya tidak mengerti dan memiliki pandangan atau ajaran yang berbeda-beda. Anthony A. Hoekema mengatakan, bahwa sejak zaman Augustinus, teolog-teolog Kristen percaya bahwa diantara kematian dan kebangkitan, sebagai jiwa manusia yang telah meninggal menikmati masa beristirahat selagi menanti penggenapan keselamatan dan sebagian lagi menderita kesakitan ketika
menunggu hukuman kekal.4 Akibat dari pandangan-pandangan ini, berkembanglah doktrin
Purgatory (api penyucian) yang mengajarkan bahwa ketika manusia mengalami kematian
jiwa masuk ke dalam purgatory. Jan Boekema memuat pengajaran Anabaptis dalam bukunya yang berjudul Teologi Abad XXI, tentang kehidupan setelah kematian mengajarkan, jiwa manusia tidur dimasa antara kematian dan kebangkitan.5 Ajaran
1 Louis Berkhof, Teologi Sistematika Doktrin Akhir Zaman, (Surabaya: Momentum, 2008), hlm. 17 2 Kasdin Sitohang, Filsafat Manusia, (Yogyakarta: Kanisius, 2009), hlm. 49
3 Op.cit., hlm. 37
4 Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, (Surabaya: Momentum, 2004), hlm. 123 5 Jan Boekema, dkk, Teologi Abad XXI, (Jakarta: Literatur Perkantas, 2015), hlm. 869
Anabaptis ini juga dianut oleh Saksi-saksi Yehuwa. Kedua kaum ini hanya percaya kepada kebangkitan orang mati pada saat Yesus datang untuk kedua kalinya. Melalui pandangan ini akan timbul suatu persoalan atau permasalahan yang serius yaitu masalah percaya atau tidak percaya tentang adanya kehidupan setelah kematian terkait dengan keberadaaan jiwa manusia setelah kematian fisik.
Menurut Millenial Dawnist seorang kaum Irving di Inggris ketika manusia mati, orang jahat atau durhaka akan memiliki kesempatan kedua untuk bisa masuk surga apa bila menerima injil yang ditawarkan di api penyucian.6 Jika dalam periode ini memberikan perubahan hidup, masa pencobaan akan tetap berlangsung tetapi hanya hingga sampai pemusnahan jika tidak bertobat. Doktrin ini memberikan pengharapan tentang adanya kesempatan untuk masuk surga setelah meninggal. Dari berbagai pandangan atau ajaran yang berbeda-beda ini membuat orang percaya tidak memiliki konsep yang harus diyakini yang berdasarkan kebenaran Alkitab.
Dengan berbagai pandangan dan ajaran yang berbeda-beda ini, akan membingungkan setiap orang percaya tentang kelanjutan hidupnya setelah mengalami kematian di dunia yang fana ini. Oleh karena itu, hal ini perlu segera diatasi, supaya setiap orang percaya tidak mudah untuk meninggalkan kepercayaannya kepada Kristus dan orang percaya tahu tentang adanya jaminan hidup kekal. Hanya dalam Yesus manusia bisa mendapatkan hidup kekal. Gambaran dan Pandangan Umum Keberadaan Jiwa Manusia Setelah Kematian Manusia adalah ciptaan Allah yang paling mulia diantara ciptaan yang lain. Sebelum manusia jatuh kedalam dosa Allah dan manusia memiliki hubungan yang sangat erat, manusia dan Allah bisa bercakap-cakap. Namun akibat manusia jatuh ke dalam dosa hubungan Allah dengan manusia rusak total dan manusia harus mengalami kematian sebagai hukuman atas dosa yang telah dilakukannya. Kematian manusia merupakan keterpisahan antara tubuh dan jiwa.
Pengertian Jiwa
Setiap manusia memiliki jiwa yang ada dalam diri setiap orang. Tanpa adanya jiwa manusia tidak menjadi makhluk hidup. Alkitab memaparkan jiwa berasal dari hembusan nafas Allah. Jiwa artinya roh manusia (yang ada di tubuh dan menyebabkan seseorang hidup), nyawa, seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan).7 Kasdin Sihotang mengartikan jiwa manusia mampu merasakan rasa sakit dalam tubuhnya, menyadari dan menilai perbuatannya, menyatuhkan pengalaman masa lalu dan masa kini, singkatnya jiwa membebaskan manusia dari keadaan yang semata-mata ditentukan oleh kejasmaniah.8 Dapat dipahami bahwa jiwa adalah hidup atau nafas atau nyawa manusia
sebagai penggerak seluruh aktivitas manusia itu sendiri. Alkitab mengartikan jiwa sebagai berikut:
6 Op.cit., hlm. 124
7 Tim Penyusun, Op.cit., hlm. 586 8 Kasdin Sihotang, Op.cit., hlm. 61
Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 37
Dalam Perjanjian Lama
Pertama; jiwa dalam bahasa Ibrani (nefesy) artinya sebagai keberadaan atau diri secara
umum pada manusia dan hewan yang hidup dan kemudian mati. (Im. 21:11; Ayb. 12:10; Why. 8:9; 16:3). Tetapi keadaannya yang penuh arti adalah jiwa yang hidup (nefesy), (Kej. 2:7), justru dapat berarti kehidupan mati. Mati berarti menghembuskan jiwa keluar dan hidup lagi berarti memperoleh jiwa itu kembali (Yer. 15:9; 1 Raj-Raj. 20;10). Kedua; istilah kehidupan (khayim). Jiwa adalah yang menggerak (Mzm. 69:35; Kis.17;28). Ketiga; jiwa diberikan kepada manusia sebagai kesatuan psikosomatis; di dalamnya perbedaan antara kehidupan jasmani, intelektual dan rohani sebenarnya tidak ada Perjanjian Lama
menggambarkan manusia sebagai tubuh yang berjiwa untuk hidup.9
Dari istilah yang dipaparkan dalam Perjanjian Lama dapat dipahami, jiwa berarti nafas atau nyawa yang diberikan Allah pada saat manusia diciptakan. Jiwa manusia berasal dari hembusan nafas Allah dan jiwa manusia berada dalam kuasa Tuhan. Allah yang menyebabkan manusia hidup dan manusia tidak berkuasa atas jiwa. Ketika manusia mati jiwanya keluar dari tubuhnya.
Dalam Perjanjian Baru
Pertama; hidup dalam bahasa Yunani (bios) berarti jalannya kehidupan atau keperluan
guna menunjang kehidupan (Mrk. 12:44), kehidupa jiwa atau kekuatan hidup (Yoh. 4:4) jiwa (psyche), dan roh (preuma) melanjutkan peranan mendua pada diri dan hidup. Dalam arti kehidupan psyche (jiwa) adalah keberadaan hidup alamiah (Luk. 9:25, Mat. 8:36) mungkin psyche dapat dipelihara sampai pada hidup setelah kebangkitan (Yoh. 12:25). Tetapi pada masa kehidupan kini psyche adalah sebagai kekuatan hidup alamat hilang pada saat kematian tiba (Mat. 2:20; Yoh. 15:13). Kedua; sama seperti dalam PL; hidup dan keberadaan manusia dipandang dari berbagai segi adalah kesatuan psikomatis. Dualis manusia terdiri dari jiwa dan tubuh dalam pengertian Yunani memang ditampilkan dalam perumpamaan (Luk. 16:19), tetapi tidak sesuai dengan ajaran PB pada umumnya.10
Berdasarkan pengertian yang dipaparkan di atas baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru dapat dipahami bahwa jiwa dalam bahasa Ibrani nefesy dan dalam Perjanjian Baru jiwa dalam bahasa Yunani yaitu psyche berasal dari Allah. Jiwa disebut roh atau nafas atau nyawa yang menyebabkan manusia hidup dan tubuh berasal dari debu tanah. Allah menciptakan manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya, sehingga manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Tubuh dan jiwa adalah satu kesatuan yang membentuk manusia (psikomatis atau dikotomi), Hanya dalam satu kesatuan tubuh-jiwa manusia dapat dikatakan sebagai pribadi yang utuh.11
1. Pengertian Kematian dan Jenis-jenis Kematian
Pengertian Alkitab tentang kematian mencangkup kematian jasmani atau fisik, kematian rohani dan kematian kekal. Kematian jasmani atau fisik dan rohani dibicarakan dalam kaitan dengan doktrin dosa dan kematian kekal dibicarakan secara lebih khusus dalam
9 Tim Penyusun, Ensiklopedia Alkitab Masa Kini Jilid, (Jakarta: YKBK, 1974), hlm. 388 10 Ibid., hlm. 389
eskatologi. Kematian jasmani adalah suatu yang harus dilewati oleh setiap manusia. Kematian jasmani disebut dengan berhentinya atau terpisahnya hidup secara jasmani tubuh dan jiwa.12 Menurut ajaran Kristen kematian ini tidak berarti kemusnahan. Kematian rohani adalah hukuman yang dijatuhkan Allah. Dalam Roma 6:23 menyatakan, maut adalah upah dosa, artinya ganjaran yang patut atas dosa. Paulus berbicara tentang pendosa bahwa setiap pendosa demikian patut dihukum mati. Kematian badani atau fisik berbeda dengan kematian rohani. Nancy Nasution menyatakan kematian rohani berarti dipisahkan dari Tuhan Allah selama lamanya.13 Pada saat manusia jatuh kedalam dosa manusia mengalami kematian rohani yaitu kerusakkan tota. Kematian rohani terjadi pertama kali pada saat manusia jatuh kedalam dosa. Manusia tidak taat terhadap perintah Allah dan membiarkan diri untuk diperhambakan oleh iblis.
Kematian kekal merupakan keadaan akhir bagi orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus pada waktu masih hidup di dalam dunia. Nancy Nasution mengutip pernyataan Capriel Caung bahwa, kematian kekal atau kematian kedua adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan kebenaran tentang keterpisahan manusia yang tidak percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat dari Allah.14 Dengan demikian jelas bahwa manusia yang tidak percaya kepada Yesus akan mengalami kematian kekal.
Berdasarkan pengertian dan jenis kematian yang telah dipaparkan di atas, dalam hal ini, penulis menfokuskan untuk membahas keberadaan jiwa orang percaya setelah kematian jasmani. Alkitab menyatakan bahwa Pada saat kematian fisik jiwa manusia terpisah dari tubuhnya. Keberadaan jiwa ini merupakan hal yang terus diperdebatkan baik oleh umat Kristen maupun Nonkristen. Namun sebelum membahas keberadaan jiwa ini, akan dibahas terlebih dahulu faktor atau penyebab manusia mengalami kematian.
2. Asal Mula Adanya Kematian
Sejak manusia jatuh kedalam dosa, kematian atau alam maut mendatangi hidup manusia. Akibat dari ketidaktaatan manusia terhadap perintah Allah mengakibatkan manusia mengalami kematian, seperti yang dikatakan dalam Roma 6:23 upah dosa ialah maut. Dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru selalu menyatakan, kejatuhan manusia dalam dosa mengakibatkan manusia itu mengalami kematian. Dalam kejadian 2:16-17, lalu Tuhan Allah memberikan perintah ini kepada manusia: semua pohon dalam taman ini boleh kamu makan buahnya dengan bebas, tetapi pohon tentang pengetahuan yang baik dan yang jahat itu, janganlah kamu makan buahnya, sebab pada hari engkau memakan buahnya, pastilah engkau mati.
Ungkapan pasti engkau mati, H.L. Senduk mengatakan, maksud Allah dalam kematian ini yaitu mati rohani putusnya hubungan dengan Allah sumber kehidupan.15 Akibat putusnya hubungan dengan Allah manusia diusir dari taman Eden dan mulai saat itulah manusia mengalami kesakitan dan penderitaan yang mengakibatkan manusia mengalami kematian fisik. Rasul Paulus menerangkan bahwa, oleh karena dosa, semua manusia berada dalam
12 Louis Berkhof, Op.cit., hlm. 18
13 Nancy Nasution, Kalau Saudara Sakit, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995), hlm. 41 14 Ibid., hlm. 10
Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 39
kematian rohani (Ef. 2:1-3). Setelah kematian Rohani, kematian fisik menyusul dan kemudian kematian kekal dalam neraka yang merupakan wujud final hukuman atas dosa. H.L Senduk mengatakan, karena dosa roh kita terpisah dari Allah yang hidup, gelisah dan menderita. Karena dosa tubuh manusia mati dan lenyap diatas bumi.16
Berangkat dari pengertian ini, dapat dipahami bahwa Adam dan Hawa tidak mati secara fisik pada saat itu, melainkan mati secara rohani dan pasti akan mati secara fisik cepat atau lambat maut akan merintangi hidup manusia. Jadi, baik itu kematian fisik dan kematian rohani serta kematian kekal yang dialami manusia adalah akibat dari dosa. Apabila manusia tidak jatuh dalam dosa maka alam maut tidak menguasai hidup manusia. Sebenarnya semua manusia tidak ada yang selamat, tetapi karena begitu besar kasih Allah dalam dunia ini, sehingga Allah telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, (Yoh. 3:16). Artinya kuasa kematian telah dikalahkan oleh Yesus. Sekalipun orang percaya mengalami kematian namun tetap orang percaya hidup oleh karena Kristus.
Berdasarkan pernyataan ini, dengan jelas menggambarkan hubungan antara dosa dengan kematian. Kematian dinyatakan oleh Allah sebagai hukuman karena memakan buah pohon dari pohon terlarang. Manusia dikuasai oleh dosa dan segala roh-roh iblis yang menyebabkan penyakit dan macam-macam penderitaan dan berakhir pada kematian jasmani, maka tamatlah kehidupan manusia di dunia ini, sehingga tubuhnya mati dan dikuburkan akibat dosa (Yak. 2:26; Luk. 16:22-23; Yoh. 11:17). Ada beberapa faktor manusia di bumi ini mengalami kematian fisik diantaranya mati karena sudah cukup umur, mati karena hukuman Allah, mati dalam peperangan, mati karena kecelakaan, mati syahid karena nama Yesus dan berbagai cara Tuhan memanggil tiap-tiap orang. Namun sekalipun kematian manusia berbeda tempat dan waktu pada hakekatnya semua manusia harus melewati kematian cepat atau lambatnya.
Kejatuhan manusia kedalam dosa mengubah seluruh hidup manusia baik hubungannya dengan Allah maupun dengan alam. Alkitab mencatat bahwa kehidupan manusia sebelum jatuh kedalam dosa adalah kehidupan yang sangat baik, hidup ini dulu penuh dengan kenikmatan dan kepuasan. Akibat dosa, manusia tidak nyaman dengan seluruh alam semesta. R. Soedarmo mengatakan, hidup manusia sebelum jatuh kedalam dosa adalah hidup yang tidak berkekurangan.17 Tetapi setelah manusia jatuh kedalam dosa, manusia harus bersusah payah bekerja untuk mencari nafkahnya, dan perempuan melahirkan anak akan menjadi hal yang penuh penderitaan dan bahkan kehilangan kemuliaan Tuhan. Dosa telah memisahkan manusia dari Allah dan semua manusia telah berdosa. Hanya Kristus yang tidak berdosa.
3. Akibat-akibat Kematian
Menghadapi kematian adalah suatu hal yang sangat menakutkan bagi setiap orang, manusia merasa histeri jika menghadapi kematian. hal ini, menunjukkan bahwa kematian adalah musuh yang terakhir yang harus dibinasakan.
16 Ibid., hlm. 82
a. Menakutkan
Kematian adalah musuh yang paling menakutkan. Gladsy Hunt mengatakan, manusia merasa tidak aman dan tidak berdaya bila menghadapi kematian, musuh yang begitu menakutkan, musuh yang tidak memandang usia, kekayaan maupun kedudukan.18 Musuh
yang terakhir dibinasakan adalah maut (1 Kor. 15:24). Dari pernyataan ini jelas bahwa, kematian merupakan hal yang sangat menakutkan bagi manusia. Hal ini disebabkan karena, kematian itu mengalami penderitaan. Semua manusia ketika mengalami kematian akan menderita kesakitan. Akan tetapi bagi orang percaya penderitaan dan kesakitan saat meninggal adalah penghapusan atau kemenangan melawan dosa. Dikatakan kemenangan karena Kristus telah mati diatas kayu salib dan kuasa kematian telah takhluk kepada-Nya. Jadi, orang percaya tidak usah takut menghadapi kematian, sekalipun orang percaya mati tetap ada kebahagiaan. Kematian akan membawa setiap orang percaya untuk berdiam bersama dengan Kristus untuk selama-lamanya.
b. Menyedihkan
Seperti Yesus ketika berada di Getsemani dan memasuki kesedihan-Nya sebelum Yesus disalibkan. Dia berkata kepada murid-murid-Nya: hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya tinggallah disini dan berjaga-jagalah dengan Aku (Mat. 26:38). Setelah mengucapkan kata ini, Yesus Kristus masuk ke kebun Zaitun dan sujud berdoa kata-Nya: Ya Bapa jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki melainkan seperti yang Engkau kehendaki (Mat. 26:39). Jelas bahwa, akibat kematian itu merupakan kesedihan yang tidak bisa dihadapi oleh setiap manusia akan tetapi karena Kristus telah mengalahkan kuasa pada kematian itu maka manusia tidak perlu takut lagi karena di dalam Dia ada kehidupan dan kekuatan untuk mengatasi kesedihan.
Pandangan Umum Keberadaan Jiwa Orang Percaya setelah Kematian
Kehidupan setelah kematian merupakan suatu hal yang sering diperdebatkan baik dikalangan Kristen maupun dikalangan non-Kristen. Untuk mengetahui ajaran umum tentang keberadaan jiwa orang percaya setelah kematian, dalam bagian ini, penulis akan memaparkannya satu persatu.
Pandangan Kaum Radikal (Anabaptis)
Anabaptis artinya dibaptis kembali adalah suatu aliran gereja abad 16 di Jerman yang menganggap anggota gereja harus suci. Istilah Anabaptis mempunyai asal usulnya pada Zwingli. Kata Anabaptis secara harafia berarti orang-orang yang dibaptis kembali dan ini menuju pada aspek yang paling khas dari kebiasaan-kebiasaan Anabaptis yang menganggap orang yang dibaptis hanya orang yang telah melakukan pengakuan iman di hadapan umum.19 Timbulnya Anabaptis bersamaan waktu dengan reformasi Protestan dan sama-sama menetang gereja Katolik Roma. Tetapi pada waktu itu Anabaptis menganggap bahwa Kristen Protestan kurang radikal karena menerima bantuan pemerintah duniawi, sedangkan
18 Gladsy Hunt, Pandangan Yesus Kristus Tentang Kematian, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996),1 19 Alister E. Mcgrath, Sejarah Pemikiran Reformasi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hlm. 12
Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 41
kaum Anabaptis sangat anti terhadap pemerintah. Itu sebabnya kaum Anabaptis tidak mengizinkan pengikutnya menjadi tentara atau alat negara.
Kaum Anabaptis menganggap dirinya sebagai kaum yang paling jujur, saleh dan setia dalam melakukan praktek iman dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini yang menyebabkan mereka anti terhadap penguasa sekuler dan tidak melibatkan diri dalam masalah-masalah pemerintahan. Demikian Alister E. Mcgrath mengatakan, kaum Anabaptis sangat mempertahankan displin dalam persekutuan-persekutuannya melalui pengucilan. Ini adalah suatu alat yang digunakan untuk mengucilkan anggota-anggota gereja dari pengikut-pengikutnya.20 Pengucilan itu di dalam pelaksanaanya dilihat sebagai pencegahan dan pemulihan, memberikan ransangan kepada pengikutnya untuk mengubah cara hidup supaya tidak terpengaruh oleh ajaran agama lain dan juga sebagai peringatan bagi orang lain agar tidak meniru mereka dalam dosa-dosanya. Dalam hal ini, kaum Anabaptis menjaga orang lain dan juga diri sendiri.
Sikap Anabaptis yang sangat radikal ini pada akhirnya terjadi bentrokkan dengan gereja dan pemerintah sehingga kaum ini berhasil ditindas. Baptisan orang percaya merupakan salah satu ciri utama kepercayaan kaum Anabaptis dan menolak baptisan untuk anak bayi karena bertentangan dengan kitab suci. Kaum Anabaptis menganggap bahwa satu satunya baptisan yang sah adalah yang dilakukan pada orang percaya yang memiliki kesadaran. Dari situlah kaum ini mendapat julukan Anabaptis. Anabaptis dalam berbagai wujudnya merupakan sayap yang lebih radikal dari Lutheranisme maupun Calvinisme, dan berada jauh dari defenisi umum iman kekristenan dari pada cabang kekristenan yang lain.21 Walaupun demikian kaum Anabaptis memiliki persamaan-persamaan yang pada umumnya percaya pada Alkitab. Perjanjian baru sebagai otoritas tertinggi kaum Anabaptis.
Ajaran yang dianut oleh kaum Anabaptis tentang keberadaan jiwa manusia setelah kematian mengatakan, jiwa manusia yang sudah meninggal berada dalam keadaan tidur dan tidak menikmati keadaan surgawi dengan sadar.22 Tidak ada perbedaan antara orang yang percaya dengan orang durhaka. Paham kaum Anabaptis memiliki persaman dengan Saksi-saksi Yehuwa yang juga menganggap bahwa jiwa manusia setelah meninggal tidak mengalami kesadaran. Jiwa dan tubuh sama-sama mengalami kematian pada saat meninggal. Anabaptis percaya akan adanya kebangkitan, namun jiwa orang percaya yang langsung masuk surga saat kematian ditentang.
Pandangan Roma Katolik
Roma Katolik adalah gereja yang mengakui satu instasi gerejawi yang tertinggi di Roma, yaitu Paus. Sumber dogma dari gereja Roma Katolik adalah Alkitab dan Tradisi. Alkitab adalah firman Allah yang tertulis, tradisi adalah ajaran-ajaran yang dari para Rasul yang telah didengarkan dari Yesus dan diterima sebagai penyataan tetapi tidak tertulis.23
Tradisi disini dimengerti satu sumber yang berbeda, disamping Alkitab. Alkitab dianggap
20 Ibid., hlm. 264
21 Http/:/ www. Kaum Anabptis.Com, Sabtu, 19 Januari 2019, Pukul, 10:00. WIB 22 Jan A. Boersema, dkk, Op.cit., hlm. 866
tidak memberi penjelasan mengenai sejumlah pokok masalah atau ajaran namun melalui tradisi diakui, Allah menetapkan suatu sumber wahyu kedua untuk melengkapi kekurangan dalam Alkitab. Alkitab dan tradisi memiliki derajat yang sama dalam pengajarannya.
Pandangan Roma Katolik mengenai keberadaan jiwa orang percaya setelah kematian, Roma Katolik mengajarkan dan mengakui jiwa yang sepenuhnya sempurna dapat segera masuk sorga atau melihat wajah Tuhan. Yang dimaksud adalah jiwa yang kudus seperti Paulus. Doktrin ini didasarkan dalam Filipi 1:21 aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus itu memang jauh lebih baik. Berdasarkan ayat ini, Roma Katolik menganggap Paulus adalah seorang yang telah dikuduskan oleh Allah. Itu sebabnya Roma Katolik menganggap jiwa yang sudah disepurnakan langsung masuk sorga. Tetapi yang masih belum sempurna yang masih membawah dosa-dosa harus mengalami proses penyucian sebelum memasuki berkat tertinggi dan suka cita sorgawi. Dalam arti baik orang percaya maupun orang durhaka sama-sama memasuki tempat penyucian ini yang dikenal dengan sebutan Purgatory karena semua manusia telah berdosa.
Louis Bekhof mengartikan Purgatory merupakan tempat pemurnian dalam persiapan jiwa orang percaya yang nantinya akan masuk surga tetapi belum sesuai untuk memasuki tempat yang penuh berkat itu.24 Jiwa-jiwa yang masuk dalam purgatory akan menderita
selama beberapa waktu untuk membayar dosa-dosa yang telah diperbuat. Ajaran Katolik Roma membedakan tempat jiwa orang percaya pada masa Perjanjian Lama dengan masa Perjanjian Baru. Sebagaimana Jan. A. Boekema dan kawan-kawannya memuat dalam buku yang berjudul Berteologi Abad XXI Yang mengatakan, Katolik Roma mengajarkan orang yang meninggal pada masa perjanjian lama, dipenjarakan dulu ditempat khusus (Limbus
Patrum) sampai Tuhan Yesus datang.25 Kematian Yesus selama tiga hari didalam kubur
dianggap Yesus pada saat itu pergi di dunia orang mati dengan tujuan untuk mengabarkan berita kemenangan-Nya kepada jiwa-jiwa yang telah mati dan mengajak untuk menerima-Nya seperti orang-orang dalam perjanjian baru. Pengajaran Katolik Roma ini dikutip dari Alkitab 1 Petrus 3:19-20 membicarakan tentang keadaan orang mati pada zaman Nuh ayat inilah yang dianggap bahwa Yesus pergi menginjili mereka.
Selain dari pada itu, ajaran Roma Katolik mempercayai anak bayi yang belum sempat dibaptis ada tempat khusus bagi jiwa mereka yang disebut dengan Limbus Infantum dalam tempat ini tidak ada penderitaan ataupun kesenangan. Tempat jiwa-jiwa anak-anak bayi yang masuk dalam Limbus Infantum kemungkinan akan masuk surga ketika kedatang Kristus yang kedua kalinya (Yoh. 3:5) karena dianggap jiwa anak bayi belum tersentuh oleh dosa. Seiring berjalannya waktu doktrin api penyucian berkemabang sehingga timbul ajaran tentang penjualan surat indulgensia yang dikeluarkan oleh Uskup dan Paus. Makna surat itu ialah bahwa dengan membeli jiwa seseorang yang sudah meninggal dapat dibebaskan dari api penyucian walaupun bukan dari neraka, begitu uang gemerincing dalam peti, jiwa melompat dari api penyucian. Doa-doa orang yang masih belum meninggal diatas bumi, dipercayai dapat membantu untuk mempersingkat waktu keberadaan jiwa yang ada dalam
24 Louis Bekhof, Op.cit., hlm. 51
Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 43
api penyucian. Kemungkinan setelah seseorang meninggal masih ada kesempatan untuk masuk surga.
Jadi ajaran Roma Katolik tentang keberadaan jiwa setelah kematian mempercayai dan mengajarkan setelah manusia mengalami kematian tubuh akan hancur kembali ke menjadi debu tanah sedangkan jiwa atau nafas akan berpisah dari tubuhnya menuju tempat penyucian yang disebut dengan purgatory. Tidak ada perbedaan antara jiwa orang durhaka dengan jiwa orang percaya. Hanya yang membedakannya adalah waktu seberapa lama jiwa itu ditahan dipurgatory sesuai dengan seberapa besar dosa yang dilakukan selama seseorang itu berada di dunia.
Pandangan Saksi- saksi Yehuwa
Saksi-saksi Yehuwa tidak percaya bahwa jiwa atau roh manusia ketika terpisah dari tubuh akan langsung bersama dengan Allah dalam Firdaus. Kaum ini percaya manusia adalah gabungan tubuh dan nafas yang bersama-sama membentuk jiwa yang hidup. Menurut ajaran Saksi-saksi Yehuwa setiap orang adalah jiwa bukan karena memiliki natur non-jasmaniah tetapi karena manusia adalah makhluk hidup. Jiwa sorgawi atau duniawi, terdiri
dari tubuh bersama-sama dengan dasar hidup atau kekuatan hidup yang menggerakkannya.26
Ajaran ini menganggap bahwa tubuh dan jiwa adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan artinya tidak ada perbedaan. Ketika manusia meninggal, jiwanya akan ikut hancur dengan tubuh. Dalam pikiran Saksi-saksi Yehuwa, tidak ada jiwa atau roh yang berbeda dari tubuh manusia yang akan bertahan hidup setelah kematian.
Pengajaran Saksi-saksi Yehuwa mendasarkan pengajarannya dengan mengutip beberapa ayat Alkitab. Dalam Kejadian 2:17, anggapannya tentang ayat ini, umat manusia tidak memiliki jiwa atau roh yang berbeda dengan tubuhnya, setiap orang adalah sebuah gabungan dari tubuh dan nafas yang Allah berikan yang bersama-sama membentuk sebuah jiwa yang hidup.27 Pengkhotbah 9:5 karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati tetapi orang yang mati tidak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap. Demikian pula dalam Mazmur 146:4, apabila nyawanya melayang, manusia kembali ke tanah pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya. Kedua ayat ini dipakai oleh Saksi-saksi Yehuwa sebagai dasar yang memperkokoh pandangannya. Hal ini menunjukkan bahwa, setelah kematian daya kehidupan dalam diri seseorang akan melemah, tenaga kehidupan (jiwa) yang terdapat didalamnya akan padam, dan selanjutnya lenyap berhenti eksis. Dalam Lukas 23:46 mengatakan, setelah Yesus berkata kepada Bapa ya Bapa, kedalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku, pada waktu itu juga Yesus mati. Dalam ayat ini, Saksi-saksi Yehuwa mengatakan, roh atau jiwa Yesus ketika keluar dari tubuh-Nya tidak menuju ke surga.28 Ketika Yesus mati jiwa dan tubuh-Nya akan mati secara bersamaan Yesus tidak memiliki jiwa yang tidak dapat mati.
26 Ron Rhodes, Berdiskusi dari Alkitab dengan Saksi-Saksi Yehuwa, (Malang: Literatur SAAT, 2016),
hlm. 293
27 Ibid., hlm. 207 28 Ibid., hlm. 294
Ron Rhodes memuat dalam bukunya pendapat dari Watchtower Socrety sebuah organisasi orang-orang Kristen dunia yang secara aktif bersaksi tentang Allah Yehuwa dan tujuan-tujuannya untuk mempengaruhi umat manusia mengatakan, karena manusia mewarisi dosa dari Adam oleh karena itu setiap manusia akan mati dan kembali menjadi debu, seperti binatang.29 Watchtower Socrety menekankan bahwa manusia tidak memiliki natur non-materiil (jiwa atau roh) yang terus hidup sebagai kepribadian yang cerdas setelah kematian, ketika menghentikan persatuannya dengan tubuh.
Menurut Saksi Yehuwa sekali manusia dibangkitkan kesadaran akan kembali, sebelumnya orang percaya akan tertidur dari kematian. Dalam waktu ini, semua manusia yang telah meninggal tidak mengalami kesadaran, sampai Kristus datang kedua kali untuk menghakimi dan membangkitkan orang mati. Selama belum datang Kristus dalam keanggungan dan kemuliaannya itu, baik orang percaya maupun orang durhaka tidak merasakan sesuatu sebab mereka dalam keadaan tidak sadar. Tidak ada perbedaan antara orang beriman dengan orang fasik atau durhaka.
Pandangan Atheis (Komunisme)
Kaum Atheis adalah kaum yang mengingkari adanya Allah atau tidak mempercayai adanya Allah. Tetapi masih mengakui adanya kuasa-kuasa ajaib yang tidak bisa diterangkan oleh akal manusia. Para Atheis pada umumnya sangat peduli akan kebenaran dan mencarinya dengan mengedepankan kejujuran (objektifitas), menghindari asumsi dan menarik kesimpulan yang logis. Dalam ajaran kaum Atheis lebih meninggikan logika atau pikiran dari pada iman. Hal inilah yang membuat mereka beranggapan Tuhan tidak ada, keberadaan Tuhan tidak bisa dibuktikan dan tidak bisa terdeteksi dengan akal manusia.
Secara umum Atheis tidak percaya adanya kehidupan setelah kematian. Kaum ini percaya bahwa setelah mengalami kematian sama seperti sebelum lahir. Atheis menganggap akhir dari eksitensi hidup manusia adalah kematian. Setelah manusia mengalami kematian maka, tidak ada lagi kelanjutan hidupnya. Kaum ini sulit menerima adanya kehidupan setelah kematian dikarenakan, keberadaan Tuhan tidak bisa dibuktikan oleh akal dan pikiran manusia jadi, apalagi kehidupan setelah kematian.30 Atheis hanya percaya pada dunia
sekarang, dunia akhirat kaum Atheis tidak peduli. Jelas bahwa hidup sesudah mati bagi seseorang adalah suatu persoalan yang tak dapat dibuktikan secara tuntas dengan jalan apapun. Sains tidak dapat menyajikan data yang dapat diterima oleh banyak orang, dan ahli-ahli sains dapat memberikan pernyataan yang nyata.
Filosofi pengajaran Atheis berkaitan dengan kematian mengatakan bahwa laksana rusa di hutan pada waktu mati berhenti hidup untuk selamanya dan secara diam-diam busuk
dan lenyap.31 Dalam Atheis yang tepat manusia mengalami kemusnahan. Ini berarti bahwa
orang yang sudah mati tidak hidup kembali dengan kata lain mati dan selesai. Charles Ferguson Ball memuat pandangan Atheis ini dalam bukunya mengatakan bahwa, jiwa atau
29 Ibid., hlm. 294
30 Http/:/ www. Pandangan Atheis Kehidupan setelah Kematian, Com, Selasa, 15 Januari 2019, Pukul,
12:00. WIB
Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 45
roh adalah fungsi dari benda-benda organis, karena fungsi ini berhenti pada waktu tubuh mati, maka tidak ada lagi kebutuhan akan kebutuhan akan suatu hidup setelah kematian.32
Pemahaman tentang Sheol atau Hades atau dunia orang mati
Selain dari pada surga, Firdaus, pangkuan Abraham sebagai tempat penampungan jiwa orang percaya setelah kematian, beberapa ahli teologi dan aliran gereja seperti Otordoks, lutheran, berpendapat bahwa Perjanjian Lama menerangkan tentang kehidupan setelah kematian dengan mengatakan bahwa semua orang yang mati akan turun ke Sheol (kata yang dipakai sebanyak 65 kali dalam PL) sebagai dunia orang mati, baik orang benar (Ayb. 14:13; 17:16; Mzm.. 6:6; 16:10; 88:4 maupun orang fasik Bil. 16:30, Mzm. 9:18, Yes. 5:14) Bahkan mengajarkan bahwa sebelum peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus, orang fasik dan orang benar dalam perjanjian Lama yang telah mengalami kematian juga turun ke sheol (istilah yang setara dengan hades). Herman Bavinck menetang ajaran Sheol ini sebagai tempat penampungan jiwa dalam PL.
Pertama; Penjelasan Ortodoks, Yunani dan Katolik Roma mengatakan Kristus pergi
ke Hades untuk membawah jiwa-jiwa yang meninggal dalam Pl, menurut Herman tentang ajaran ini mengatakan bahwa ajaran ini tidak memiliki dukungan kitab suci bahkan dalam (Yoh. 8:56; Ibr. 10:20). Kedua; pandangan Lutheran yang menurutnya Kristus turun kedalam Hades untuk menyatakan kemenangan dan kuasanya kepada iblis, dari ajaran ini Herman mengatakan ajaran ini tidak dianggap sebagai penjelasan yang benar bagi frasa turun kedalam neraka karena frasa ini tidak Alkitabiah maupun historis.33
Sheol yang berarti alam maut (Mat. 16:18), dunia orang mati (Mat. 11:23), maut (1
Kor. 15:55), dan kerajaan maut (why. 20:13). Sheol atau Hades bukanlah menunjuk kepada surga melainkan tempat orang mati yang berada di pusat bumi. Anthony A. Hoekema mengartikan pemakaian kata Sheol atau hades dalam Alkitab yaitu, Pertama; pada waktu seseorang meninggal, ia akan masuk ke dalam dunia orang mati. Kedua; di dalam dunia orang mati orang fasik akan tinggal dan seterusnya dibelunggu, menderita sengsara sekalipun ada kebangkitan (Luk. 16:19-31). Ketiga; orang kepunyaan Allah berdasarkan iman kepada Kristua yang telah mengalahkan maut, memiliki pengharapan yang pasti bahwa orang percaya akan dibebaskan dari kuasa maut.34
Perbedaan pengajaran tentang subjek yang pasti tentang jiwa orang yang meninggal dalam Perjanjian Lama dikatakan, turun kedalam sheol, kedaan ini menurut penulis menunjuk kepada suatu lokasi berasal dari pengertian umum mengenai kuburan. Orang-orang dikuburkan ketika mati secara keseluruhan baik Orang-orang percaya maupun Orang-orang yang tidak percaya. Maka, secara kiasa bisa saja dikatakan tanpa perbedaan semua manusia memasuki sheol atau hades. Tetapi hal ini tidak demikian mengenai jiwa manusia sebab Alkitab menyatakan, orang yang meninggal dalam Yesus akan segera menghadap hadirat Allah. Ajaran tentang sheol atau hades sebagai tempat penampungan jiwa-jiwa yang
32 Charles Ferguson Ball, Sorga, (Bandung: Kalam Hidup, 2000), hlm. 85
33 Heman Bavinck, Dokmatika Reformed Jilid 3 Dosa dan Keselamatan di dalam Kristus. (Surabaya:
Momentum, 2016), hlm. 517
meninggal sebelum kedatangan Kristus untuk menebus dosa manusia tidak memiliki dasar Alkitab yang kuat dan pengajaran ini tidak benar.
BERDASARKAN 1 TESALONIKA 4:14 Pandangan Bapa-bapa Gereja
Ajaran para tokoh reformasi gereja mengenai keberadaan jiwa orang percaya setelah kematian memiliki perbedaan dalam pengajarannya, namun sekalipun demikian sama-sama mengajarkan bahwa orang percaya hanya dibenarkan oleh iman.
Pandangan Calvinisme (Gereja Reformed)
Calvinisme adalah dua istilah yang mempengaruhi dua arti yang memiliki kaitan erat. Pertama, istilah Calvinisme merujuk pada ide-ide keagamaan dari badan-badan keagamaan yang sekarang disebut dengan gereja Reformed dan individu yang secara mendalam yang dipengaruhi oleh seorang tokoh bernama John Calvin. Jelas bahwa, Calvinisme mengimplikasikan bahwa Reformed pada dasarnya adalah pemikiran Calvin dan pada umumnya ide-ide Calvin telah kembangkan secara halus oleh para penggantinya. Hasil dari gerakan reformasi tidaklah hanya satu gereja atau denominasi yang berkembang saja. Tetapi dua tipe gereja Protestan yang besar, yaitu gereja Lutheran dan gereja Reformed atau Calvinisme, yang keduanya masih bisa dibagi-bagi. Ajaran Calvin dengan Luther memiliki pandangan yang sama bahwa segala sesuatu harus kembali pada Alkitab. Calvin dikenal sebagai seorang teolog sistematis terbesar dari gerakan-gerakan reformasi.
Dalam pandangan Calvin sering mengatakan bahwa, orang percaya dalam pengertiannya sebenarnya, bukan lagi warga dunia ini, bahwa dalam hal apapun orang percaya hanyalah orang asing dan musafir di bumi dan bahwa harus hidup dengan mata yang tertuju kepada kehidupan yang akan datang. Francois Wendel memuat dalam bukunya yang berjudul Calvin Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Religiusnya mengatakan, tidak ada kesempurnaan atau kebahagiaan atau kemuliaan lain kecuali dalam penyatuan yang sempurna dengan Allah.35 Menurutnya jiwa orang percaya yang telah mati sebelum hari terakhir tidak tertidur mereka langsung masuk kedalam hadirat Allah dan akan disempurnakan. G.J. Baan memuat dalam bukunya pandangan Calvin terkait kondisi jiwa orang percaya setelah kematian yang mengatakan, Jiwa terangkat kepada Allah di sorga, sampai Kristus datang kembali, tubuh akan tetap berada dalam peristirahatan yang terakhir, yang disebut dengan kuburan.36
Menurut Calvin, jiwa orang beriman setelah melalui masa pertempuran dan penderitaan dibawa ketempat pemberhentian, disana jiwa orang percaya menunggu dengan suka cita penggenapan kemuliaan yang telah dijanjikan dan dengan demikian segala hal tetap dalam ketegangan sampai Yesus Kristus datang.37 Menurut Calvin, jiwa orang yang sudah mati akan tetap hidup dan menikamati istrahat yang tenang namun, kebahagiaan ini
35 Francois Wendel, Calvin Asal Usul dan Perkembangan Pemikiran Religiusnya, (Surabaya:
Momentum, 2010), hlm. 326
36 G. J. Baan, Tulip Lima Pokok Calvinisme, (Surabaya: Momentum, 2017), hlm. 184 37 Ibid., hlm. 326
Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 47
belum sempurna dan akan disempurnakan pada saat Yesus datang untuk menyatakan keadilannya.38 Berdasarkan pandangan Calvin ini. Agustinus mengatakan, maka dari itu, jiwa menantikan dengan penuh pengharapan akan dipanggil untuk memiliki kerajaan Allah tubuh mati, kini jiwa memang hidup dan menikmati istrahat yang berbahagia, namun suka cita dan penghiburan bergantung pada penghakiman.39 Alkitab menamakan kematian seperti keadaan tidur. Beberapa pandangan para teolog juga menafsirkan hal itu dengan keadaan tidak sadar. Namun dalam hal ini Calvin mengatakan, istilah tidur diartikan dengan mengurangi penderitaan. Istilah itu tidak mengacu pada jiwa atau roh, tetapi pada tubuh yang mati beristirahat di kubur seperti di tempat tidur hingga Allah membangkitkan pada saat kedatangan kedua kalinya.40
Jadi, sebagai kesimpulan dari pandangan Calvin tentang keberadaan jiwa orang percaya setelah kematian bahwa, ketika orang percaya mengalami kematian, tubuhnya akan hancur kembali menjadi debu tanah. Namun jiwanya akan langsung bersama dengan Allah maksudnya pemberhentian ini bukanlah tidur, tetapi sadar dan orang yang beriman saling berbagi dalam kerajaan Allah. Namun mereka masih belum bisa masuk ke dalam kemuliaan akhir sampai setelah penghakiman. Pada waktu Yesus datang untuk kedua kali, tubuh ini akan dibangkitkan kedalam keadaan yang sempurna dan mulia serta dipersatukan dengan jiwa agar hidup bersama-sama dengan Allah untuk selama-lamanya.
Calvin dan para tokoh gereja Reformed mendasarkan doktrin kondisi keberadaan jiwa orang percaya setelah kematian, dengan mengutip beberapa ayat Alkitab yaitu:
1. Pengkhotbah 12:7, dan debu kembali menjadi debu seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya. Dasar pandangan Reformed ini juga di bandingkan dalam pengakuan Paulus bahwa begitu Paulus mati, Paulus langsung masuk sorga 2 Korintus 5:1, karena kami tahu, bahwa jika kemah kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di surga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.
2. 2 Korintus 5:8b, terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan. 3. Filipi 1:23, Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan
Kristus itu memang jauh lebih baik.
4. Yesus menjanjikan bahwa penjahat yang bertobat di kayu salib pada saat bersama-sama dengan Yesus disalibkan di bukit Golgata yang mengatakan hari ini engkau akan bersama-sama dengan- Ku (Yesus) di taman firdaus. Disini kata Firdaus sering diartikan sama dengan Sorga.
5. Doa Stefanus pada saat mau mati menunjukkan bahwa ia yakin bahwa pada saat mati, jiwa atau rohnya langsung masuk sorga (Kis. 7:59)
6. Beberapa hal dikutip dalam kitab Wahyu menunjukkan orang-orang yang masuk surga itu terjadi sebelum kebangkitan orang mati (Why. 4:4) dan sekeliling takhta itu ada 24 takhta, dan di takhta itu duduk 24 tuan-tuan, yang memakai pakaian putih dan mahkota emas di kepala mereka. Wahyu 5:8; Wahyu 6:9,11.
7. Amsal 15:24, jalan kehidupan orang yang berakal budi menuju ke atas, supaya ia menjauhi dunia orang mati di bawah.
38 Ray Summers, Kehidupan di Balik Kubur, (Bandung: Yayasan Baptis Indonesia, 1994), hlm. 29 39 Agustinus M.L Batlajery dan Th. Van den End, Ecclesia Reformata Simper Reformanda, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2014), hlm. 234
8. Matius 8:11, Aku berkata kepadamu banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama dengan Abraham, Ishak, dan Yakub di dalam kerjaan surga.
9. Cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Luk. 16:19-31)
Berdasarkan ayat-ayat yang Alkitab yang telah dikutip oleh kaum Calvinisme atau gereja Reformed maka, hakekat dari pada pandangan kaum ini adalah bahwa keadaan antara kematian dan kebangkitan bagi orang-orang percaya adalah surga. Segera setelah kematian kondisi orang percaya dan orang fasik ditentukan pada saat itu juga. Calvin memaknai masa antara kematian dengan kebangkitan sebagai masa penantian kehidupan kekal yang Tuhan Yesus janjikan bagi setiap orang percaya. Kedatangan Yesus kedua kali untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati, Calvin dalam ajarannya memberikan satu pemahaman bahwa kedatangan Kristus yang kedua kali merupakan sebuah pengumuman resmi dalam memateraikan orang yang berhak masuk surga dan neraka untuk selama-lamanya serta menggenapi segala difirmankan-Nya yang disampaikan dengan perantara nabi-nabi-Nya. Sebagaimana pemahaman Calvin dalam hal ini Francois Wendel memuat dalam bukunya yang berjudul Calvin Asal Usul Pemikiran Religiusnya mengatakan,
Pada hari penghakiman Tuhan akan datang kembali dan akan melakukan pemisahan orang yang beriman dengan kaum reprobat (orang-orang yang ditentukan untuk binasa atau durhaka). Ia akan turun dalam bentuk yang terlihat sebagaimana kenaikkan-Nya, dan akan muncul dihadapan setiap orang dalam keanggungan-Nya yang tidak terucapkan, dalam terang kekekalan, dengan kuasa keilahian-Nya yang tidak terbatas, dengan diiringi oleh para malaikat-Nya. Ia akan memisahkan domba dengan kambing, kaum pilihan dengan kaum reprobat, dan tidak ada seorang pun, baik yang hidup maupun yang mati, yang mampu untuk melarikan diri dari penghakiman-Nya, karena seluruh dari unjung bumi akan terdengar sangkakala yang dengan-Nya seluruh manusia akan dipanggil dan ditempatkan dihadapan takhta-Nya, mereka yang masih
hidup maupun mereka yang telah meninggal sebelumnya.41
Dapat dipahami bahwa, hakekat dari pandangan Reformed adalah keadaan antara kematian dengan kebangkitan untuk orang yang diselamatkan adalah surga tanpa tubuh, dan keadaaan akhir untuk orang yang diselamatkan adalah surga dengan tubuh bahwa keadaan antara kematian dan kebangkitan untuk orang terhilang adalah Neraka tanpa tubuh. Suatu pernyataan bahwa orang percaya kepada Kristus memiliki jaminan yang pasti, bila orang percaya mati maka, segera memperoleh kehidupan kekal itu walaupun belum sepenuhmya. Dalam doktrin tentang akhir zaman Reformed atau Calvinisme, tidak ada Sheol atau Hades sebagai tempat penampungan jiwa-jiwa yang telah mati diantara surga dan neraka, dimana orang baik dan orang jahat tinggal bersama-sama. Pada waktu keberadaan duniawi ini berakhir, satu-satunya tempat dan keberadaan adalah sorga dan neraka. Kedatangan Kristus yang kedua kalinya untuk mengumumkan dan memateraikan serta menggenapi nubuatan yang masih belum tergenapi.
Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 49
Pandangan Lutheran
Martin Luther adalah tokoh utama pencetus Gereja Lutheran. Martin Luther salah satu tokoh utama dalam reformasi. Awalnya Luther seorang pengikut ajaran Katolik Roma. Namun akibat cintanya terhadap Alkitab Perjanjian Baru Luther mengemukakan pokok-pokok iman yang oleh Gereja pada saat itu dianggap ajaran-ajaran sesat. Apa yang Luther prihatinkan adalah agar iman sederhana dalam Kristus tidak akan diganggu oleh rintangan apapun. Martin Luther dalam ajarannya, menegaskan bahwa orang percaya dibenarkan oleh iman. Dalam hal ini Luther membedakan antara manusia lahiriah dengan manusia batiniah. Mengenai manusia batiniah Luther mengatakan orang percaya dibenarkan oleh iman. Hanya karena iman manusia dibenarkan, bukan karena perbuatan-perbuatan baik. Tony Lane memuat dalam bukunya pandangan Luther yang mengatakan, iman memperoleh janji Allah, mempersatukan orang percaya dengan Kristus, bahkan menggenapkan hukum dalam arti bahwa Allah dimuliakan sesuai dengan hukum pertama dalam kesepuluh hukum taurat.42 Iman kepada Kristus tidak membebaskan setiap orang percaya dari pekerjaan atau perbuatan, tetapi membebaskan setiap orang percaya dari salah paham mengenai pekerjaan, yaitu anggapan yang bodoh bahwa pembenaran diperoleh karena perbuatan baik.
Jadi, pada hakekatnya Luther mengajarkan manusia dibenarkan oleh iman bukan berdasarkan perbuatan baik. Luther membantah ajaran Roma Katolik tentang penjualan surat-surat penghapus siksaan yang dipahai sebgai syarat untuk masuk surga oleh Roma Katolik. Perlawanan Luther terhadap surat penghapus siksaan ini menjadi alasan langsung Luther menempelkan kesembilan puluh lima dalil pada pintu gereja Roma Katolik. Ajaran luther tentang keberadaan jiwa orang percaya setelah kematian berpendapat bahwa Perjanjian Lama menerangkan tentang kehidupan setelah kematian dengan mengatakan bahwa semua orang yang mati akan turun ke Sheol (kata yang dipakai sebanyak 65 kali dalam PL) sebagai dunia orang mati, baik orang benar (Ayb. 14:13; 17:16; Mzm.. 6:6; 16:10; 88:4 maupun orang fasik Bil. 16:30, Mzm. 9:18, Yes. 5:14) Bahkan mengajarkan bahwa sebelum peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus, orang fasik dan orang benar dalam perjanjian Lama yang telah mengalami kematian juga turun ke sheol (istilah yang setara dengan hades). Singkatnya, Luther dalam pengajarannya mempercayai sheol atau hades sebagai tempat penampungan jiwa orang yang telah meninggal dalam Perjanjian Lama sebelum Kristus datang. Namun setelah Kristus datang kedunia orang yang meninggal dalam Yesus jiwanya langsung bersama dengan Allah.
Tinjauan Teologis 1 Tesalonika 4:14
Tinjauan teologis merupakan hasil peninjauan berdasarkan penyelidikan dari Alkitab atau teologi. Terkait dengan pokok pembahasan tentang keberadaan jiwa orang percaya setelah kematian, dalam hal ini penulis akan meninjau pokok pembahasan tersebut berdasarkan 1 tesalonika 4:14.
Orang Percaya
Orang percaya adalah orang yang mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Orang percaya dibenarkan Tuhan bukan karena amal, jasa atau usaha karena melakukan hukum taurat agama Kristen melainkan hanya oleh anugerah yang diberikan Allah secara cuma-cuma kepada setiap orang percaya. Orang percaya hidup karena iman, iman yang dimaksud adalah suatu keyakinan dan pengharapan yang tertuju kepada Kristus. Dalam Ibrani 11:1 mengistilahkan, iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Erastus Sabdono mengatakan, orang yang mengaku dirinya sebagai orang percaya berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak yang dipercayainya dalam hal ini Tuhan Yesus.43 Orang percaya merupakan orang yang telah disatukan dengan Yesus lewat kematian dan kebangkitan Kristus.
Sejatinya orang percaya adalah orang yang mengikuti jejak kehidupan Yesus dan menyerahkan hidup sepenuhnya kepada janji yang diberikan oleh Yesus tanpa terikat oleh apa pun. Orang percaya adalah orang yang percaya akan Janji Tuhan Yesus yang telah difirmankan dalam Alkitab dan menaruh harapan sepenuhnya. Walaupun secara rasio tidak bisa dipahami dan diterima oleh akal manusia, tetapi kerena orang percaya hidup oleh iman maka segala sesuatu bagi orang percaya tidak ada yang mustahil. Orang percaya mendasarkan hidupnya dengan firman Allah yang hidup dan berpegang pada janji-janji Allah, baik yang telah digenapi maupun yang akan digenapi. Orang percaya menghasilkan buah-buah pertobatan dan hidupnya bukan lagi miliknya melainkan milik Kritus sebab orang percaya telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar oleh darah Anak Allah yang mahal. Hidup orang percaya harus mencerminkan kehidupan Kristus, menjadi berkat bagi sesama manusia, dan menjadikan kasih sebagai dasar hidup yang utama dan pertama. Karena iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati. Orang percaya adalah orang yang memegang perintah Kristus dan melakukannya.
Makna Kematian Yesus
Kematian Yesus di kayu salib merupakan suatu peristiwa yang sadis, pernyataan dari Alkitab tentang penyebab terjadinya kematian Yesus merupakan hukuman yang tidak adil menurut ukuran manusia. Sesungguhnya hukuman yang diterima Yesus tidak selayaknya. Kematian-Nya di atas kayu salib tidak terdapat bukti kesalahan yang Yesus lakukan. Namun semuanya itu, Alkitab mencatat bahwa Yesus menerima hanya demi manusia yang berdosa. Di dalam Kisah Para Rasul mengatakan kematian Kristus secara khusus dinyatakan sebagai kejahatan yang mengerikan ditimpahkan oleh tangan-tangan orang berdosa. Namun hal ini tetap termasuk dalam kehendak Allah (Kis. 2:23; 4:26; 5:30).
Bagi Paulus kematian Yesus diatas kayu salib mula-mula adalah batu sandungan yang besar, tetapi ketika Allah berkenan untuk menyatakan anak-Nya didalam-Nya, salib itu menjadi mahkota kemesiasan Yesus dan satu-satunya saranan keselamatan umat manusia. Diatas kayu salib Allah telah menjadikan Dia sebagai dosa dan kutuk sebagai ganti orang-orang percaya, supaya didalam Dia akan menerima hikmat dan keadilan, kekudusan, penebusan, keselamatan, dan hidup yang kekal (Rm. 3:24; 1 Kor. 1:30; 2 Kor. 5:21; Gal.
43 Erastus Sabdono, Corpus Delicti Hukum Kehidupan, (Jakarta: Rehobo Literature, 2016),
Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 51
3:13).44 Hanya kematian Anak Allah yang bisa menghancurkan iblis yang memiliki kuasa kematian. Maka Alkitab berkata karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging (memiliki natur manusia), maka Yesus juga sama dengan manusia dan mendapat bagian dalam keadaan manusia (mengambil rupa manusia), supaya oleh kematian-Nya Yesus memusnakan iblis yang membinasakan.
Kematian Kristus diatas kayu salib bertujuan untuk menebus manusia dari dosa-dosanya, karena hanya melalui penumpahan darah Kristus manusia bisa diselamatkan. Kristus sebagai ganti darah anak domba yang kudus dan tak bercela. Herman Bavinck mengatakan, kematian Kristus adalah persembahan korban paskah, persembahan korban perjanjian (kovenan), persembahan pujian, persembahan korban suatu tebusan dan teladan, penderitaan dan tindakan pekerjaan dan pelayanan, suatu saranan keselamatan dan pengudusan, perdamaian dan konsekrasi.45 Dalam kematian-Nya komunitas orang percaya disalibkan bersama Dia didalam kebangkitan-Nya dan komunitas ini bangkit dari kubur.46 Melalui kematian-Nya Yesus menyelamatkan setiap orang percaya dari perhambaan karena takut maut (Ibr. 2:15), saat ketakutan terhadap maut dihancurkaan oleh kasih-Nya. Orang percaya bebas untuk mengasihi, walaupun harus melewati penderitaan akibat dosa. Sekalipun orang percaya mengalami kematian, hal itu bukan suatu hal yang menakutkan karena Yesus telah menggantikan hukuman maut itu dengan dirinya sendiri. Itu sebabnya Yesus berkata diatas kayu salib sudah, selesai. Artinya segala dosa maut yang menimpa setiap orang percaya telah diselesaikan secara tuntas. Yesus telah membayar lunas hutang semua orang percaya.
Makna Kebangkitan Yesus
Kebangkitan Yesus merupakan kejadian yang tidak bisa dijangkau oleh akal manusia. Hal ini dikarenakan, sepanjang sejarah Alkitab tidak ada seorang pun yang bangkit dari kuburan dan hidup kembali. Kristus adalah yang sulung bangkit dari antara orang yang telah meninggal (1 Kor. 15:20). Peristiwa ini adalah satu pertanda bahwa Kristus telah mengalahkan maut. Demikian Louis Berkhof mengatakan, kebangkitan Kristus merupakan satu kenyataan bahwa dalam natur manusia baik tubuh maupun jiwa, diperbaharui kembali dalam keadaan kekuatan dan kesempurnaan yang mula-mula dan bahkan dinaikkan pada derajat yang lebih tinggi, ketika tubuh dan jiwa itu disatukan kembali dalam suatu organisme yang hidup.47 Injil yang dibawah Yesus di dunia berpusat pada kebangkitan-Nya. Sesuai yang dikatakan dalam 1 Korintus 15:17 dan Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.
Dalam Wahyu 1:18, Aku mati, tetapi Aku sudah bangkit. Dalam tangan-Ku ada kunci pintu kerajaan maut. Dalam ayat ini, jelas menyatakan bahwa Yesus telah berhasil mengalahkan kuasa maut itu. Kebangitan-Nya bukti bahwa Yesus lulus taat kepada Bapa bahkan taat sampai mati di kayu salib. Hal ini sebenarnya menunjukkan pada pengakuan
44 Herman Bavinck, Op.cit., hlm. 475 45 Ibid., hlm. 476
46 Ibid., hlm. 477
Tuhan Yesus di taman Getsemani bahwa Yesus menyerahkan kepada kehendak Bapa, bukan kehendak-Nya sendiri. Hasil dari ketaatan Yesus terhadap kehendak Allah bukan hanya maut saja yang telah tunduk pada-Nya tetapi kuasa dunia pun telah dikalahkannya. Stephen Tong menguraikan beberapa kuasa dunia yang harus tunduk kepada kebangkitan Yesus yaitu:
Pertama; kuasa politik yang tidak beres, ketika Yesus disalibkan di bukit Golgata, ini
adalah perintah dari Pilatus yang semestinya berhak mengambil keputusan atas hukuman yang diberikan kepada Yesus. Namun kenyataannya Pilatus berusaha cuci tangan atau lepas tangan ketika ia didesak orang banyak pada saat itu. Seakan akan ia tidak berdosa namun ketika Yesus bangkit, Pilatus gemetar dan ini pertanda bahwa Pilatus telah berbuat tidak benar. Kedua; kuasa militer tidak dapat menahan kebangkitan Yesus walaupun pada saat itu kubur telah dijaga dengan ketat. Ketiga; kebangkitan Yesus membuktikan bahwa kuasa agama yang palsu tidak bisa merintangi-Nya. Keempat; kebangkitan Yesus mengalahkan kuasa alam.48
Kebangkitan Yesus menyatakan, tidak ada kuasa apa pun di dunia ini yang tidak bisa takluk kepada-Nya, dan ini membuktikan bahwa Yesus adalah Allah yang berkuasa di bumi. Thomas Hwang juga memberikan beberapa signifikasi mengenai kebangkitan Yesus,
Pertama; Kebangkitan Yesus adalah bukti nyata bahwa Yesus Allah pencipta alam
semesta. Kedua; kebangkitan Yesus meyakinkan orang percaya bahwa dosa telah diampuni. Ketiga; kebangkitan Yesus meyakinkan setiap orang percaya setelah mengalami kematian tubuh orang percaya akan tinggal di dalam kubur dan jiwanya akan masuk ke Firdaus dan tubuhnya akan dibangkitkan.49
Dari pemaparan diatas penulis menyimpulkan bahwa Kebangkitan Yesus dari antara orang mati membuktikan bahwa Yesus adalah Allah yang berkuasa di bumi dan di sorga. Akan ada kebangkitan orang mati dan akan ada penghakiman. Melalui kebangkitannya genaplah yang dikatakan-Nya sepanjang Yesus melayani bersama dengan murid-murid-Nya kata-Nya, Aku datang untuk memberi hidup. Yesus bukanlah Allah orang mati (Mat. 22:32, Mrk. 12:27; Luk. 20:38). Kebangkitan Yesus memberi pengharapan kepada semua orang percaya bahwa telah memiliki jaminan hidup dan akan dibangkitkan.
Kebangkitan Yesus sebagai bukti nyata kepada manusia bahwa kehidupan manusia tidak berhenti pada saat Yesus mati. Kebangkitan Yesus membantah pandangan kaum Atheis yang mengatakan bahwa tidak ada kehidupan dibalik kematian. Pandangan Atheis tidaklah benar, nyatanya Yesus yang telah menjadi manusia telah turun kedalam dunia orang mati dan Yesus telah bangkit kembali. Kehidupan manusia tidak berhenti pada saat kematian fisik dan kematian bukanlah tujuan akhir bagi setiap orang percaya. Kebangkitan Kristus adalah peristiwa kemenangan akbar. Kebangkitan inilah sumber kemenangan baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru, Tuhan baik atas orang mati maupun atas orang hidup (Rm. 14:9). Kemenangan-Nya atas maut genap dan sempurna. Kuasa kematian tidak lagi berkuasa atas orang-orang percaya. Hidup orang percaya telah dimenangkan dan akan dibangkitkan.
48 Louis Berkhof, Teologi Sistematika Doktin Allah, (Surabaya: Momentum. 2008), hlm. 99 49 Thomas Hwang, Kristologi, (Yogyakarta: Saran Hae-ok Cho, 2011), hlm. 370
Copyright© 2020; ERESI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen| 53
Meninggal dalam Yesus
Salah satu hal yang pasti dalam kehidupan ini adalah kematian fisik, semua orang pasti akan mengalami kematian (kecuali orang yang akan mengalami pengangkatan pada hari pengangkatan) dan tidak seorang pun mengetahui kapan waktunya akan mengalami kematian. Manusia seringkali mengatakan bahwa, kematian adalah akhir dari kehidupan, kematian sering menjadi ujian tertinggi. Ketika kerabat, saudara, orangtua meninggal, semua orang merasa sedih, menangis dan tak terelakan. Hal sedemikian juga terjadi di jemaat Tesalonika pada saat penganiayaan datang untuk orang-orang percaya. Kondisi mirip dengan kaum kafir yang tidak mempunyai pengharapan mengenai hidup yang lebih baik setelah kematian.
Orang percaya mengakui Yesus sebagai Tuhan dan juruslamatnya berarti mempunyai janji bahwa ada kehidupan setelah kematian. Sebab kematian menurut Alkitab menunjuk kepada kematian secara fisik dari tubuh bukan jiwa. Perumpamaan yang tertulis dalam dalam Lukas 16:22-23 mendapatkan gambaran bagaimana kehidupan manusia setelah kematian. Kami tidak mau dan seterusnya. Ayat ini kalau bandingkan Roma 1:13; 11:25; 1 Korintus 10:1; II Korintus 1:5 sebagaimana dalam ayat ini, pernyataan ini menandai pokok pembahasan yang baru dan penting. Di dalam masing-masing kejadian, saudara-saudara ditambahkan untuk memberi nada kelembutan. Meninggal atau mati dalam Kristus berarti sering diartikan dengan tertidur, sebab melalui kematian dan kebangkitan-Nya Kristus telah mengangkat sengat maut. Yang dimaksudkan bukanlah konsep jiwa yang tertidur. Yang dipikirkan Paulus adalah tubuh orang percaya yang mati. Mathew Henry dalam Tafsirannya tentang hal ini mengatakan,
Orang yang meninggal tidur dalam Kristus berarti peristrahatan yang tidak terganggu, sudah memundurkan diri dari dunia yang penuh kesungkaran, dipersatukan dengan Yesus, jiwa mereka ada dalam hadirat-Nya dan menjadi pemenang melalui kematian, serta keadaan dan kondisi yang dialami akan penuh kemuliaan dan kebahagiaan pada saat kedatangan Tuhan yang kedua.50
Iblis mungkin membunuh tubuh, tetapi tidak bisa membunuh jiwa, setiap orang percaya aman di dalam Yesus namun bukan dalam hal ini Kristus memusuhi tubuh bahkan Alkitab mengatakan begitu penting tubuh ini (1 Kor. 6:13). Jonh Piper mengatakan, Kristus mati bukan hanya untuk menebus jiwa melainkan juga tubuh yang akan dibangkitkan-Nya.51 Jadi, kematian orang percaya adalah peristirahatan bersama dengan Kristus.
Keberadaan Jiwa Orang Percaya setelah Kematian Fisik
Didalam 1 Tesalonika 4:14 jelas menyatakannya bahwa, orang yang meninggal dalam Kristus (orang percaya) jiwanya akan dikumpulkan bersama-sama dengan Allah. Ayat ini membicarakan dua makna kata meninggal berarti menuju pada tubuh yang sudah mati dan akan busuk dan hancur. Kata (dikumpulkan) berarti ada hal yang terpisah dari tubuh yang telah meninggal dan hal ini menuju pada jiwa manusia yang Tuhan berikan pada saat
50 Mathew Henry, Tafsiran Surat Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, 1 dan 2 Tesalonika, 1 dan 2 Timotius,
Titus, Filemon, (Surabaya: Momentum, 2015), hlm. 475-4
penciptaan pertama. Jon F. Walvoord mengatakan, apabila seseorang menerima peristiwa adikodrati tentang kematian Kristus bagi dosa dan percaya telah bangkit dari kubur maka orang percaya harus percaya bahwa jiwanya akan diangkat.52 Hal ini harus dinyatakan sebagai iman bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia (1 Tes. 4:14). Ayat ini menuju kepada orang percaya yang telah mati dan ekspresi telah meninggal digunakan untuk menekankan keyakinan kematian bersifat sementara. Apabila orang percaya meninggal jiwanya langsung kedalam hadirat Tuhan. 2 Korintus 5:6-8, dalam ayat ini Paulus mengatakan bahwa, Yesus akan membawah besertanya jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal. Jonh F. Walvoord mengatakan, tujuan hal ini akan diungkapkan dalam ayat berikutnya Yesus akan membuat bangkit orang mati dan jiwa akan memasuki tubuh kemuliaan.53
Berdasarkan pernyataan ini, berarti setelah kematian fisik masih ada lagi kelanjutan eksitensi hidup manusia namun bukan dalam arti jiwa kekal. Platonisme mengatakan, tubuh dan jiwa adalah dua zat yang berbeda. Disatu pihak, jiwa yang rasio bersifat ilahi, dan dilain pihak tubuh karena terbentuk dari materi, tubuh lebih rendah dari pada jiwa.54 Pandangan semacam ini berbeda dengan yang Alkitab ajarkan, menurut Alkitab tubuh sama pentingnya dengan jiwa, Allah menciptakan manusia secara keseluruhan yaitu sebagai tubuh dan jiwa. Tubuh tidak lebih rendah dari pada jiwa. Jadi, dapat dikatakan bahwa bukan hanya jiwa manusia yang bersifat kekal tetapi tubuh manusia juga bersifat kekal namun akibat dari dosa harus menjalani perubahan terlebih dahulu melalui kebangkitan, sebelum semuanya menikmati kekekalan. Tubuh manusia setelah mati kembali menjadi tanah dan binasa jiwa orang percaya akan langsung berada dalam sorga. Tidak mati atau tidur atau menjadi tidak sadar. Setelah tubuh mati jiwa kembali kepada Allah yang mengaruniakannya Pengkhotbah 12:7. Jiwa orang benar disempurnakan dalam kesucian pada saat kematian, diterima di surga bersama dengan Yesus dalam Firdaus (Luk.23:42-43). Di surga orang benar dapat memandang Allah sambil menunggu kebangkitan tubuh. Ada tiga pengharapan orang kristen tentang keberadaan jiwa orang percaya setelah kematiaan yang dicatat dalam Alkitab, selagi menantikan kedatang Kristus yang kedua kalinya. Masa ini dikenal dengan masa antara kematian fisik dengan kebangkitan, yaitu surga, Firdaus dan Pangkuan Abraham. Ketiga tempat ini memiliki perbedaan kata namun dalam pengertian sesungguhnya mempunyai tempat dan kondisi yang sama. Untuk lebih jelas akan dibahas satu persatu.
Surga
Surga adalah sebuah tempat yang sangat diharapkan oleh orang-orang percaya. Alkitab menyatakan bahwa Kristus turun dari Surga (Yoh. 6:38). Surga disebut sebagai tempat kediaman Allah yang mempunyai banyak tempat tinggal (Yoh. 14:1) dan orang percaya berada di dalammnya sedangkan orang yang tidak percaya berada diluar surga (Mat. 22:12,13). Dalam pengajaran Kristus selalu menyebut surga sebagai tempat pengharapan orang percaya. Paulus memberikan gambaran tentang surga, bahwa surga lebih baik dari
52 John F. Walvoord, Pedoman Lengkap Nubuat Alkitab, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2003), hlm.
615
53 Ibid., hlm. 627