NILAI PERCEPATAN MAKSIMUM GERAKAN TANAH
DAERAH JAWA BAGIAN BARAT
Suharno
Jurusan Fisika, FMIPA,Universitas Lampung
Jl. S. Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145Diterima 23 September 2005, perbaikan 5 Januari 2007, disetujui untuk diterbitkan 2 Februari 2007
ABSTRACT
Research of the maximum horizontal acceleration of the ground motion was conducted in western of Java within 103o–
110o long, 5o – 10o lat. The earthquakes data were collected in 1975 -1990 period, with parameters of epicenters, focal
depths and magnitudes. Gridding of the research area within interval 0,1o due to calculate and distribute of the maximum
vertical acceleration of the ground motion. The calculation is using Fukushima and Tanaka formula. Furthermore, the maximum horizontal acceleration of the ground motion can be calculated from of the maximum vertical acceleration of ground motion. The highest of the maximum horizontal acceleration of the ground motion is 0,055 cm s-2 situated at
mostly around of 7, 48o long, 107,2o lat (surrounding of the Cidaun area) and the lowest is 0,010 cm s-2 situated at mostly
around of 6,6o long, 108o lat (surrounding of the Indramayu area). The distribution of the maximum horizontal
acceleration of ground motion constrained by geological and structure situation.
Keywords: maximum horizontal acceleration, maximum vertical acceleration, ground motion, geological and structure.
1. PENDAHULUAN
Indonesia termasuk wilayah yang rawan terjadi gempa bumi, termasuk Pulau Jawa. Jawa bagian barat merupakan daerah yang laju pembangunannya cukup pesat. oleh karena itu dalam rangka melaksanakan pembangunan perlu memperhatikan resiko akibat gempa. Atas dasar tersebut penulis melakukan penelitian mengenai nilai percepatan horizontal maksimum gerakan tanah yang ditimbulkan oleh getaran gempa. Dengan mengetahui distribusi nilai tersebut dapat digunakan untuk melakukan perencanaan pembangunan berdasarkan tingkat resiko akibat gempa bumi. Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan distribusi percepatan maksimum gerakan tanah di daerah Jawa bagian barat.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Tinjauan Geologi Derah Penelitian
Geologi daerah ini dikelompokkan menjadi 4 lajur1,2)
(Gambar 1) yang terdiri dari:
A. Lajur Utara, meliputi dataran rendah Jakarta, memanjang dari Serang s.d. Losari, sepanjang + 300 km. Batuan lajur ini sebagian besar terdiri dari endapan alluvial dari endapan laut Tersier, endapan sungai dan lahar gunung api pedalaman.
B. Lajur Bogor, terletak di selatan Lajur Utara, memanjang dari Jasinga (dekat perbatasan Banten)
sampai ke sungai Pemali, Bumiayu (Jawa Tengah), terdiri dari perbukitan dan pegunungan sepanjang ± 350 km. Wilayah ini merupakan antiklinorium dari pelipatan lapisan Neogen dengan banyak intrusi vulkanik. Pada bagian timur banyak terdapat gunung api muda, seperti Sunda Komplek.
C. Lajur Gunungapi Tengah, terdiri dari jalur depresi longitudinal, memanjang dari Labuhan melalui lembah Citandui (Tasikmalaya), dan berakhir di Segara Anakan, sepanjang ± 350 km. Menurut bentuk subyeknya merupakan bagian atas dari geoantiklinal Jawa yang telah terjadi patahan pada masa Tersier-Akhir. Lajur ini sebagian besar terdiri dari endapan vulkanik muda dan endapan alluvial, diselingi bukit batuan Tersier.
D. Lajur Pegunungan Selatan, adalah pegunungan di selatan Jawa bagian barat yang memanjang dari Ujung Kulon sampai ke Nusa Kambangan, sebelah selatan Cilacap. Lajur ini memanjang sekitar ± 450 km. Daerah ini meliputi daerah: (a) Jampang, (b) Pengalengan dan (c) Karangnunggal.
2.2. Gempa Bumi
Stress didefinisikan sebagai gaya per luas tempat gaya bekerja. Ketika gaya diaplikasikan pada suatu bagian, stress adalah rasio dari gaya terhadap luas tempat gaya diaplikasikan. Bila bumi mengalami perubahan secara terus menerus baik dari dalam ataupun luar, maka batuan di dalam bumi akan mengalami tekanan
Labuhan
Serang
Jasinga
Losari
Tasikmalaya
Lajur Utara
Lajur Bogor
Lajur Gunungapi Tengah
Lajur Pegunungan Selatan
4
U
0 50 kmJakarta
Tangerang
Cidaun
Bandung
Cirebon
Kuningan
Bogor
Gambar 1. Lajur geologi daerah Jawa bagian barat atau stress. Jika stress itu berlangsung terus menerus
dan dalam waktu yang cukup lama, maka terjadi akumalasi (penimbunan) energi. Bila batuan tersebut tidak mampu lagi menahan stress, maka akan terjadi pelepasan energi yang dapat berupa panas atau gelombang elastis yang menjalar melalui bagian dalam bumi. Hal ini yang kita kenal sebagai gempa bumi. Gempa bumi dibedakan menjadi 3 sesuai dengan sebab terjadinya yaitu: (1) Gempa Runtuhan atau Terban, gempa yang terjadi karena adanya aktivitas runtuhan. Biasanya terjadi pada daerah pertambangan dan daerah longsor di lereng gunung. Gempa ini digolongkan sebagai gempa kecil. (2) Gempa Vulkanik, gempa yang terjadi akibat aktivitas magma pada gunung berapi. Gempa ini bersifat lokal. (3) Gempa Tektonik, gempa yang terjadi karena adanya pelepasan energi yang disebabkan aktivitas lempeng tektonik. Gempa ini mempunyai energi besar, sehingga dapat tercatat sekalipun jaraknya cukup jauh. Biasanya gempa ini terjadi di daerah pertemuan lempeng, patahan atau daerah penyusupan lempeng (Subduction)3, 4, 5).
2.3. Parameter Gempa
Parameter gempa yang penting antara lain: (1) Episenter adalah pusat gempa di permukaan bumi, biasanya dinyatakan dengan lintang dan bujur. (2) Kedalaman fokus (pusat gempa). Fokus gempa bumi disebut hiposenter, dinyatakan dalam kilometer dari permukaan bumi atau dinyatakan dengan jari-jari bumi. (3) Magnitudo adalah energi gelombang seismik yang dipancarkan sumber gempa (kekuatan gempa bumi), dapat dihitung dari jumlah energi yang dilepaskan sumber gempa. (4) Kekuatan gempa juga dinyatakan dalam skala intensitas. Intensitas dapat dihitung berdasarkan pengamatan langsung terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi. Intensitas dapat menggambarkan harga kekuatan pada pusat gempa. Magnitudo gempa dihitung dari catatan alat, sedangkan
intensitas didasarkan atas akibat langsung dari getaran gempa bumi. Magnitudo mempunyai harga untuk sebuah gempa, tapi intensitas berubah dengan perubahan tempat. Intensitas terbesar pada umumnya terdapat di daerah episenter, biasanya menurun fungsi jarak ke semua jurusan. Untuk dapat menentukan secara tepat besarnya intensitas diperlukan tenaga ahli yang berpengalaman. Di Indonesia, intensitas biasanya dinyatakan dalam skala MMI (Modified Mercally
Intensity). (5) Magnitudo surface wave (Ms) adalah
magnitudo yang dihitung berdasarkan atas gelombang-gelombang permukaan.
Secara historis, magnitudo surface wave pertama kali dihitung oleh Gutenberg dan Richter6). Gutenberg7)
memberikan persamaan yang didasarkan atas amplitudo gerakan tanah maksimum, dan dari tahun 1949 sampai 1959 para pengikutnya menghitung amplitudo empiris yang serupa untuk berbagai stasiun8).
Hubungan antara magnitudo body wave dan surface
wave 9) seperti tampak pada Persamaan (1):
Mb = 2,5 + 0,63 Ms (1)
dengan Mb adalah magnitudo body wave dan Ms adalah
magnitudo surface wave. 2.4. Percepatan Tanah
Bila gempa terjadi, maka faktor yang berpengaruh langsung terhadap bangunan adalah faktor percepatan tanah permukaan akibat gelombang gempa. Faktor inilah yang merupakan titik tolak dari perhitungan bangunan tahan gempa. Dengan asumsi bahwa getaran gempa merupakan gelombang Sinusoida, maka per-cepatan tanah dapat dirumuskan seperti Persamaan (2): a = 4 2 2
T
A
dengan a adalah percepatan getaran tanah, A adalah amplitudo getaran, T adalah periode getaran.
Secara fisis percepatan tanah tergantung pada amplitudo getaran tanah di permukaan bumi dan periode getaran. Harga percepatan tanah dipengaruhi oleh magnitudo gempa, kedalaman sumber gempa, jarak episenter dan keadaan tanah. Beberapa cara untuk menentukan percepatan tanah akibat gempa bumi adalah: (1) Pengukuran menggunakan alat Strong Motion Accelerograph. (2) Pengamatan atau observasi berdasarkan hubungan antara percepatan dengan intensitas gempa. (3) Perhitungan empiris.
2.5. Perhitungan Analitik
Untuk mengetahui kekuatan goncangan suatu daerah diperlukan alat Accelerograph. Di Indonesia, jumlah alat yang sudah terpasang masih terlalu sedikit, sehingga data yang diperoleh kurang memadai. Padahal data percepatan tanah sangat dibutuhkan bagi rancang bangun infrastruktur tahan gempa. Karena pentingnya data tersebut, maka para ahli merumuskan secara empiris untuk menghitung nilai percepatan gerakan tanah. Rumus tersebut merupakan pengembangan dan penyempurnaan rumus-rumus sebelumnya, menjadi rumusan terbaru pada Persamaan (3) 10, 11).
Log a = 0,41 Ms – log (R + C(Ms)) – 0,0034 R – 1,69
a =(e0,41Ms-0,0034R–1,69)/(R+C(Ms)) (3)
dengan C(Ms) = 0,032 x 100,41 Ms; R =
∆
2+
h
2dengan a adalah percepatan tanah (km s-2), Ms adalah magnitudo surface wave (Skala Richter), C adalah
konstanta magnitudo surface wave, R adalah jarak
hiposenter (km),
∆
adalah jarak episenter (km) dan h adalah kedalaman (km).Apabila magnitudo surface wave tidak diketahui, maka magnitudo surface wave dapat diperoleh dengan Persamaan (4): 63 , 0 25 − = Mb Ms (4)
Nilai percepatan yang dihitung di atas adalah percepatan vertikal (av), padahal percepatan gerakan
tanah yang lebih berbahaya terhadap bangunan adalah percepatan horizontal (ah). Besarnya percepatan
horizontal maksimum gerakan tanah dirumuskan pada Persamaan (5)10):
72
,
0
v ha
a
=
5) 2.6. Prosedur PenelitianData gempa yang digunakan pada penelitian ini adalah data tahun 1975 s.d. 1990 yang tersebar pada daerah antara 103o–110o BT dan 5o–10o LS (Gambar 1). Data
tersebut dikumpulkan oleh Badan Meteorologi Geofisika Pusat Jakarta. Data gempa dihitung dan ditentukan terlebih dahulu magnitudo dan hiposenternya. Kemudian dipilih gempa yang > 4,5 Skala Richter dengan kedalaman 60 km, karena gempa tersebut sudah dapat menimbulkan dampak yang signifikan terhadap infrastruktur di permukaan bumi. Selanjutnya daerah yang diteliti dibuat grid dengan interval 0,1o.
Setiap titik grid dihitung percepatan vertikal maksimum gerakan tanahnya. Harga percepatan pada seluruh grid dipetakan menggunakan peta kontur berdasarkan nilai percepatan horizontal maksimum pergerakan tanah daerah penelitian.
Labuhan
Serang
Jasinga
Losari
Tasikmalaya
4
U
0 50 km
Jakarta
Tangerang
Cidaun
Bandung
Cirebon
Kuningan
Bogor
0,045 0,045 0,055 0,035 0,025 0,015Selat
Sunda
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi nilai percepatan horizontal maksimum gerakan tanah di wilayah Jawa Bagian Barat ditunjukkan pada Gambar 2. Skala terbesar adalah 0,055 cm s-2 yang terletak di
sekitar daerah Cidaun, berada pada sekitar koordinat 7,48o LS, 107,2o BT. Skala yang cukup besar
(0,035-0,045 cm s-2), meliputi wilayah Selat Sunda,
Panimbangan, Labuhan dan Garut. Daerah yang
memiliki nilai percepatan horizontal maksimum gerakan
tanah sekitar 0,025 -0,030 cm s-2 meliputi wilayah
Bogor, Bandung dan sekitarnya. Daerah yang nilai percepatan horizontal maksimum gerakan tanahnya (0,020-0,025 cm s-2) meliputi wilayah sekitar Tangerang,
Jakarta dan Kuningan. Sedangkan harga percepatan horizontal maksimum yang paling kecil adalah 0,010 cm s-2 terletak di sekitar Indramayu, pada kordinat sekitar
6,6o LS, 108o BT. Daerah dengan nilai percepatan
horizontal maksimum gerakan tanah antara 0,050-0,030 cm s-2 meliputi Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur
dan Labuhan.
Labuhan
Serang
Losari
Tasikmalaya
4
U
0 50 km
Jakarta
Tangerang
Cidaun
Bandung
Cirebon
Kuningan
Bogor
Selat
Sunda
Gambar 3. Peta jalan di wilayah Jawa bagian barat. Garis selain batas tepi wilayah menunjukkan jalan raya.
Losari
Tasikmalaya
4
U
0 50 km
Jakarta
Tangerang
Cidaun
Bandung
Cirebon
Kuningan
Selat
Sunda
Labuhan
Serang
Losari
Tasikmalaya
Cidaun
Bandung
Cirebon
Kuningan
0,045 0,045 0,055 0,035 0,025 0,015Lajur Utara
Lajur Bogor
Lajur Gunungapi Tengah
Lajur Pegunungan Selatan
4
U
0 50 km
Labuhan
Serang
Jasinga
Losari
Tasikmalaya
Jakarta
Tangerang
Cidaun
Bandung
Cirebon
Kuningan
Bogor
0,045 0,045 0,055 0,035 0,025 0,015Selat
Sunda
Gambar 5. Korelasi penyebaran batuan geologi dan distribusi percepatan maksimum gerakan tanah di wilayah Jawa bagian barat.
3.1. Analisis Berdasarkan Struktur Geologi
Relief budaya seperti jalan dan tempat pemukiman hampir dapat dipastikan mengikuti keadaan struktur geologi suatu daerah. Secara garis besar struktur pembangunan jalan daerah Jawa bagian barat dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada masa lampau pembangunan wilayah pemukiman (perkampungan dan jalan) biasanya selalu mengikuti keadaan struktur geologi yang ada. Struktur geologi ini terbentuk akibat proses geologi dalam waktu cukup lama. Gempa bumi termasuk salah satu proses geologi yang dominan. Gempa-gempa besar biasanya memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap terbentuknya struktur suatu wilayah tertentu.
3.2. Analisis Berdasarkan Peta Geologi
Secara geologi, Jawa bagian barat terbagi atas 4 lajur yaitu Lajur Utara, Lajur Bogor, Lajur Gunungapi Tengah dan Lajur Pegunungan Selatan. Pada Gambar 5 terlihat bahwa distribusi percepatan gerakan tanah tampak berkorelasi kuat dengan penyebaran batuan geologi yang diwakili oleh empat lajur geologi di wilayah penelitian ini.
Lajur Pegunungan Selatan merupakan lajur geologi yang memiliki distribusi percepatan gerakan tanah paling tinggi, sehingga daerah ini dapat dikatakan daerah yang paling labil. Lajur Bogor termasuk daerah yang memiliki nilai percepatan gerakan tanah sedang, dengan nilai yang relatif tinggi berada di sekitar Labuhan, Puncak-Cianjur dan sebelah selatan Bandung. Puncak dan sekitarnya merupakan semacam
pusat konsentrasi percepatan gerakan tanah dengan nilai percepatan > 0,030 cm s-2. Besarnya nilai
percepatan gerakan tanah pada lajur Bogor dan Pegunungan Selatan, erat hubungannya dengan banyaknya sesar pada daerah tersebut. Berdasarkan distribusi nilai percepatan maksimum horizontal pergerakan tanah, daerah Lajur Pengunungan Selatan merupakan daerah paling rawan terhadap resiko gempa.
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Harga percepatan horizontal gerakan tanah terbesar adalah 0,055 cm s-2 terletak pada sekitar koordinat
7,48o LS, 107,2o BT (daerah Cidaun dan sekitarnya).
Harga yang paling kecil adalah 0,010 cm s-2 terletak
pada sekitar koordinat 6,6o LS, 108o BT (daerah
Indramayu dan sekitarnya).
2. Jalur jalan dan pemukiman penduduk berkorelasi positif dengan pola distribusi nilai percepatan horizontal maksimum gerakan tanah, berarti bahwa distribusi nilai percepatan horizontal maksimum gerakan tanah pada penelitian ini dapat menggam-barkan efek gempa yang terjadi pada masa lampau dan mendatang.
3. Pada Lajur Bogor dan Pegunungan Selatan tampak ada korelasi timbal balik antara banyaknya sesar dan rumitnya tatanan geologi dengan pola kontur distribusi harga percepatan horizontal maksimum gerakan tanah.
4. Semakin besar harga percepatan horizontal maksimum gerakan tanah mengisyaratkan bahwa semakin besar resiko gempa terhadap infrastruktur daerah Jawa bagian barat.
4.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian mengenai nilai percepatan maksimum gerakan tanah akibat gempa bumi di seluruh wilayah Indonesia untuk mengantisipasi resiko kerusakan infrastruktur akibat gempa bumi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Manajemen Badan Meteorologi Geofisika (BMG) Pusat Jakarta yang telah bersedia memberikan data gempa bumi yang dipakai untuk penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Faruchi dan Santoso, B. 1995. Atlas Indonesia
dan Dunia, CV. Simplex, Jakarta.
2. Sagita, L. 2006. Distribusi Percepataj Gerakan
Tanah di Propinsi Lampung Akibat Gempa Bumi,
Skripsi S1 Jurusan Fisika FMIPA Unila, Bandar Lampung.
3. Bahtiar. 1998. Pola Tektonik Zona Subduksi
Sumatra Bagian Selatan. Universitas Indonesia,
Jakarta.
4. Mitchell, B.J. 1976. An-elasticity of the crustal upper mantle beneath the Pacific Ocean from the inversion of observed surface wave attenuation, J.
Geophys. 46:. 521-533.
5. Mikumo, T dan Miyatake, T. 1979. Earthquake sequence on functional fault model with non uniform strengths and relaksation times, Geophys.
J. R. Astr. Soc. 59 : 497-522.
6. Guternberg, B. dan Richter, C.F. 1936. On seismik waves, Beitr. Geophys, 47: hal 73-131.
7. Guternberg, B. 1943. Seismological evidence for roots of mountains, Bull. Geol. Soc. Amer., 38 : 473-498.
8. Wibowo, B, H, K. 1997. Perhitungan Percepatan
Tanah Maksimum pada Struktur Permukaan di Daerah Pulau Jawa dan Sekitarnya, Skripsi Badan
Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
9. Bullen, K.E. dan Bolt, B.A. 1987. An introduction to
the theory of seismology, 4th Edition, Cambridge
University Press, New York.
10. Dewi, R.M. 2004. Penentuan Percepatan
Horizontal Maksimum Gerakan Tanah di Daerah Jawa Bagian Barat Berdasarkan Rumus Fukusima dan Tanaka, Skripsi S1 Jurusan Fisika FMIPA
Unila, Bandar Lampung.
11. Adi, S, P., 1993, Percepatan Tanah Maksimum di
Daerah Menado dan Sekitarnya, Balai Diklat