• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

^

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8

Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550 - 3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

NOMOR: KP2TAHUN2013

TENTANG

KRITERIA PENEMPATAN PERALATAN DAN UTILITAS BANDAR UDARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

Menimbang

:

a.

bahwa dalam rangka mewujudkan pengoperasian

peralatan dan utilitas bandar udara secara optimal,

perlu diatur kriteria penempatan peralatan dan

utilitas bandar udara ditinjau dari aspek teknis

maupun aspek operasional;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara

tentang Kriteria Penempatan Peralatan dan Utilitas

Bandar Udara;

Mengingat

:

1.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009

tentang

Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4956);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang

Keamanan dan Keselamatan Penerbangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4075);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2012

tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan

Hidup Bandar Udara (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2012 Nomor 71, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5295);

4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang

Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

(2)

5.

Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang

Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara

serta

Susunan

Organisasi,

Tugas,

dan

Fungsi

Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah

diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun

2010;

6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 24

Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan

Penerbangan Sipil Bagian 139 (Civil Aviation Safety

Regulations Part 139) tentang Bandar Udara (Aerodrome);

7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60

Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Perhubungan;

8. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara

Nomor SKEP/40/II/98 tentang Tata Cara

Pemeriksaan Prasarana dan Sarana Penerbangan; 9. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara

Nomor SKEP/82/VI/2005 tentang Sertifikat Peralatan Fasilitas Elektronika dan Listrik Penerbangan;

10. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/302/V/2011 tentang Petunjuk dan Tata Cara Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil

Bagian 139-11 (Advisory Circular CASR Part 139-11),

Lisensi Personel Bandar Udara;

11. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP.289 TAHUN 2012 tentang Petunjuk dan Tata Cara Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139-19 (Advisory Circular CASR Part 139-19), Prosedur Pengujian Di Darat Alat Bantu Pendaratan

Visual;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN

UDARA TENTANG KRITERIA PENEMPATAN PERALATAN DAN UTILITAS BANDAR UDARA.

Pasal 1

1. Bandar Udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang

digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat

dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya.

(3)

2. Peralatan dan Utilitas Bandar Udara adalah

peralatan bandar udara yang digunakan untuk

menunjang operasi bandar udara.

3. Penyelenggara Bandar Udara adalah Unit

Penyelenggara Bandar Udara, Badan Usaha Bandar

Udara dan/atau Badan Hukum Indonesia yang

mengoperasikan bandar udara khusus.

4. Direktur adalah Direktur Bandar Udara.

Pasal 2

Setiap Penyelenggara Bandar Udara harus menempatkan Peralatan dan Utilitas Bandar Udara sesuai dengan

kriteria penempatan Peralatan dan Utilitas Bandar Udara sebagaimana termuat dalam Lampiran Keputusan ini.

Pasal 3

Peralatan dan Utilitas Bandar Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi :

a. alat bantu pendaratan visual, terdiri dari :

1) Approach Lighting System;

2) PAPI/A-PAPI;

3) Runway Threshold Identification Light (RTIL);

4) Lead In Light (LIL);

5) Circling Guidance Light;

6) Runway Edge Light;

7) Runway Threshold Light/Runway End Light;

8) Runway Center line Light;

9) Turning Area Light;

10) Runway Touchdown Zone Light;

11) Stopway Light;

12) Taxiway Edge Light;

13) Taxiway Centerline Light;

14) Stopbar Light;

15) Runway Guard Light;

16) Rotating Beacon;

17) Wind Direction Indicator;

18) Obstruction Light;

19) Taxiway Guidance Sign;

20) Aircraft Docking Guidance System (ADGS)/Visual Docking Guidance System (VDGS); dan

21) Constant Current Regulator (CCR).

b. sistem mekanikal dan elektrikal bangunan, terdiri

dari :

1) Perlengkapan Hubung Bagi (PHB); 2) Kabel Tanah (Underground Cable); 3) Transformator; dan

(4)

c. sistem

pengamanan

kelistrikan, yaitu

penangkal

petir;

d. sistem

pengamanan

bangunan

gedung

terhadap

kebakaran, terdiri dari Fire Fighting System (Hydrant

Pillar, Hydrant Box, Hydrant Pump, Sprinkler, dan

APARj;

e. sistem informasi dan elektronika bandar udara,

terdiri dari :

1) Flight Information Display System (FK)S); dan

2) Public Address System {PAS).

f. sistem catu daya, yaitu Generating Set (Genset)

g. pencahayaan bandar udara, yaitu apron flood light.

Pasal 4

Direktur mengawasi pelaksanaan Peraturan ini.

Pasal 5

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Ketentuan

mengenai kriteria penempatan peralatan dan utilitas

bandar udara dalam Keputusan Direktur Jenderal

Perhubungan Udara Nomor: SKEP/113/VI/2002 tentang Kriteria Penempatan Fasilitas Elektronika Dan Listrik Penerbangan, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 6

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : JAKARTA

pada tanggal : 4JANUARI2013

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

TTD

HERRY BAKTI

SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada :

1. Menteri Perhubungan;

2. Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan;

3. Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan; 4. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; 5. Para Direktur di lingkungan Ditjen Hubud;

6. Para Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara;

7. Para Kepala Bandar Udara UPT di lingkungan Ditjen Hubud; 8. Direktur Utama PT (Persero) Angkasa Pura I; dan

9. Direktur Utama PT (Persero) Angkasa Pura II. Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BAGIAN HUKUM DAN HUMAS SETDITJEN HUBUD

(5)

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

NOMOR : KP 2 TAHUN 2013

TENTANG

KRITERIA PENEMPATAN PERALATAN DAN UTILITAS BANDAR

UDARA

TANGGAL : 4 JANUARI 2013

KRITERIA PENEMPATAN

PERALATAN DAN UTILITAS BANDAR UDARA

A. ALAT BANTU PENDARATAN VISUAL

A. 1. APPROACH LIGHTING SYSTEM

A.l.l. UMUM

Approach Lighting System merupakan salah satu peralatan bantu pendaratan visual yang berfungsi memberikan informasi/panduan secara visual kepada penerbang mengenai arah menuju landas pacu pada saat terakhir akan mendarat (final approach). Approach Lighting System merupakan konflgurasi susunan lampu-lampu yang terpasang simetris dari ujung perpanjangan landas pacu pada approach area sampai dengan ambang landas pacu (threshold).

A. 1.2. KRITERIA PENEMPATAN APPROACH LIGHTING SYSTEM

A. 1.2.1. ODALS (Omnidirectional Approach Lighting System)

Omnidirectional Approach Lighting System

(ODALS) menyediakan alternatif Simple Approach terdiri dari 6 (enam) unit lampu strobe

omnidirectional terletak diperpanjangan garis

tengah landas pacu dengan jarak 540 meter jarak antar lampu 90 meter. Lihat Gambar 1.1.

A. 1.2.2 SALS (Simple Approach Lighting System)

Simple Approach Lighting System (SALS) sebuah garis cahaya pada perpanjangan landas pacu terdiri dari 17 (tujuh belas) unit lampu omnidirectional dimana memungkinkan berjarak 420 meter dari ambang landas pacu (threshold) dengan sebuah garis melintang (Cross Bar) sepanjang 18 meter atau 30 meter pada jarak 300 meter dari ambang landas pacu (threshold) jarak antar lampu 60 meter. Lihat Gambar 1.2.

(6)

Q C X 90 M 90 M / / 540 M SFL SFL SFL SFL -H-n H-"-- -SH3-- - H SFL SFL

Gambar 1.1 ODALS (Omnidirectional Approach Lighting System)

420 M 300 M /f—/ 60 M 60 M

D

1

<N

----Qa--[}a-{]a--na

[}a—Qa-Qa

Da

(7)

A. 1.2.3 MALS (Medium Approach Lighting System)

Sebuah garis cahaya pada perpanjangan landas pacu terdiri 45 (empat puluh lima) unit lampu

omnidirectional, dimana memungkinkan berjarak

420 meter dari ambang landas pacu (threshold) dengan sebuah garis cahaya melintang (Cross Bar) sepanjang 21 meter pada jarak 30 meter dari ambang landasan (threshold) jarak antar bar 60 meter. Lihat Gambar 1.3.

A. 1.2.4 Precision Approach Runway

Runway yang dilengkapi dengan peralatan bantu

visual yang memberikan arah dan sudut

kemiringan pesawat yang harus diikuti untuk keselamatan mendarat, dilayani juga oleh ILS (Instrument Landing System).

a. Precision Approach Lighting System (PALS) CAT

I adalah sebuah garis cahaya pada

perpanjangan landas pacu dimana

memungkinkan berjarak 900 meter dari ambang landas pacu (threshold) dengan sebuah garis cahaya melintang (Cross Bar) sepanjang 30 meter pada jarak 300 meter dari ambang landasan (threshold) jarak antar bar

30 meter. Lihat Gambar 1.4.

b. Precision Approach Lighting System (PALS) CAT

II dan III adalah sebuah garis cahaya pada

perpanjangan landas pacu dimana

memungkinkan berjarak 900 meter dari ambang landas pacu (threshold) dengan 2 (dua) garis cahaya melintang (Cross Bar) sepanjang 30 meter pada jarak 150 meter dan

300 meter dari threshold dan mempunyai 2

(dua) sisi garis cahaya sepanjang 270 meter dari threshold yang disebut Siderow. Serta

dipasang Runway Touch Down Zone Light pada

area Runway Touch Down Zone. Lihat Gambar

(8)

Pemasangan pada permukaan tanah Lampu dipasang pada kenaikan kemiringan maksimal yang diperbolehkan untuk permukaan tanah yang tinggi A -Tanah Naik Permukaan approach (batas tertinggi lampu) Pola sudut turun untuk menghindari ketinggian melebihi 12 m Ketinggian pemasangan alternative jika tanahnya lebih mudah dan lampu dapat dipasang antara 3 m dan 6 m diatas level permukaan tanah

(9)

End Stopway Tinggi crossbar diasumsikan sesuai cross/all di tanah Runway Level Pemasangan pada permukaan tanah Batas terendah lampu 1 sampai 66 dari threshold ke 300 m luar 1 sampai 40 dari 300 m luar ke 900 m luar Lampu dipasang pada kemiringan turun maksimal yang diijinkan untuk mengurangi ketinggian pole di bukit B -Tanah Turun

(10)

O fN o o m

00MMM

M

0MMMM

s = s r \ * t 09

0 0 0 0 0

o

I

4

•M

GO

0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

9 = s'ixf w s> 7 n s> 9 = nxj7 w is

0 0 0 0 0

0 0 0 0 0

0 0 0 0 Q

o

0 0 0 0 0

o QlOHSH^Hl B - w CO >j CO 00 § 00 o cC o c a a <

|

t! CO < CO 6 a

(11)

THR/RWE ?/w

centre'

LINK \ \ s o .no oo o ** o V \ o V JT. sap BBj ^ -n. In nn nn Q -as i as-D -as t-as JD D D D • D SW-D 43: as JT. SB 10 x 30 = 300 M ± 15 M D 2 HI n 4J SD o Q D • *. I n. ji ' JT . JT. QJT-Djt. n jt. 'as; as'-ss .-asu a&n ssH-bs JT BB . -asy-as, n P JT. DJT. = -TL Q-G-_Q-n-„PJ~L UJT. P _ P JT. JT. I-SB las JT. BB .BBU BHJJ -BBU-BSQ-BS • •DDDnDDljrjiJQEnDn D Q D-CENTRE FLASHER LINE BARS (ELEVATED 20x30 = 600M±15M 30 x 30 = 900 M ±15M Gambar 1.4 Precision Approach Lighting System (PALS) CAT I

(12)

on. X H woe tNS = SZ'l*fr n m n n r^E p n m a 0 I OP! ID J2 I HIj ID & -o n r n p DDDDD

,a,

DDDDD eft DDDDD rft DDDDD i a i l id cjffl gfTTTD _.0 DDDDD eft DDDDD csa i | ij in DDDDD rft p m n p i a i :i id J2 H DDDDD rft P P O P P m n 'n DDDDDDDD 121 DDDDD S"0l = ST*£ ODD rft DDD i m i j in rft DDD DDDDD DDD DDDDD DDD DDDDD rft DDD DI. I X ID DDD LB IJ IP |ft DDD rft Q H w < 03 ooo oqooo Po . s / s s s s s s ooo H^HAO ^ / / s s s £ £

1

is

-H S O o SO II o m X o ?' i/T -rl O o O t o x o ^ s «/T -H O o o II o r*T X O C*">

5

CO 5

I

t in O

(13)

A.2. PAPI/APAPI

A.2.1 UMUM

Precision Approach Path Indicator (PAPI) merupakan salah

satu alat pendaratan visual yang berfungsi memandu

pesawat udara yang akan mendarat dengan memberikan

sudut pendaratan yang tepat kepada pesawat udara tersebut. Untuk landas pacu yang telah dilengkapi ILS,

maka besarnya sudut pendaratan PAPI harus sama dengan sudut pendaratan yang diberikan oleh Glide Slope ILS.

A.2.2 KRITERIA PENEMPATAN PAPI/APAPI

A.2.2.1 Obstruction Protection Surface

Sebelum menetapkan lokasi unit-unit PAPI/APAPI

terlebih dahulu harus ditetapkan bidang proteksi

(lahan penempatan PAPI/APAPI) terhadap

rintangan yang ada (Obstruction Protection

Surface). Karakteristik dari bidang proteksi ini,

seperti titik awal pelebaran (origin divergence), panjang dan besar sudutnya harus mengikuti spesifikasi dalam kolom terkait pada Tabel 1. di

bawah ini dan Gambar 1.6.

Tabel 1. Dimensi dan Kemiringan Bidang Proteksi Rintangan

(Dimensions and slopes of the obstacle protection surface)

Dimensi Bidang

(Surface Dimensions)

60 m

30 m

10%

Jenis/Code number Runway (Runway type/code number)

Non - Instrument Code number 80 m" 60 m 10% 150 m 60 m 10% 150 m 60 m 10% 1 150 m 60 m 15% Instrument Code number 150 m 60 m 15% 300 m 60 m 15% 300 m 60 m 15%

Panjang sisi bagian dalam

(Length of inner edge)

Jarak dari threshold

(Distance from threshold) Pelebaran (tiap sisi) (Devergence (each side)) Panjang keseluruhan (Total length) Kemiringan (Slope) a) T-VASISdan AT-VASIS b) PAPId 7.500 m 7.500 mb 15.000 m 15.000 m 7.500 m 7.500 mb 15.000 m 15.000 m c) APAPIC 1,9° 1,9° 1,9° - 1,9° 1,9° 1.9°

A-0,57° A-0,57° A-0,57° A-0,57° A-0,57° A-0,57° A-0,57°

A-0,9° A-0,9° A-0,9° A-0,9°

a. Panjang bertambah hingga 150 m untuk T - VASIS atau AT - VASIS.

(This length is to be increased to 150m fora T- VASISatauAT- VASIS).

b. Panjang bertambah hingga 15.000 m untuk T - VASIS atau AT- VASIS.

(This length is to be increasedto 15.000 m fora T- VASIS atauAT- VASIS).

c. Tidak ada kemiringan yang ditentukan jika sistem tidak digunakan pada tipe/code number Runway tersebut.

(14)

Approach surfa ce inner edge

7 \

Obstacle protection surface (Dimensions as in Table 5-3)

Thre sho Id Approach surface inner edge

Section A-A

A

A

(15)

Bangunan/obyek yang ada, baru atau pertumbuhan dari bangunan/obyek lama tidak

dibenarkan berada di atas bidang proteksi seperti

yang dijelaskan pada Tabel 1. tersebut diatas,

karena akan menggangu operasional

penerbangan saat akan mendarat atau tinggal

landas. Bila studi aeronautical mengindikasikan

bahwa obyek yang telah ada berada di atas

bidang proteksi dapat menimbulkan akibat yang

merugikan

terhadap

keselamatan

operasi

penerbangan, maka beberapa hal dibawah ini dapat dipertimbangkan :

a. meninggikan secukupnya sudut pendaratan

(approach slope) dari system;

b. mengurangi sudut pelebaran (azimuth spread)

dari sistem, sehingga obyek berada diluar

perbatasan bidang;

c. merubah arah dari sistem dan bidang

proteksinya, tetapi tidak boleh lebih dari 5°;

d. memindahkan threshold secukupnya; dan e. bila huruf c dan d tidak dapat dilaksanakan,

maka pindahkan secukupnya sistem menjauhi

ambang landasan (Threshold) untuk

menambah ketinggian pesawat saat melintas ambang landasan (Threshold Crossing Height) sehingga sama dengan ketinggian obyek.

Obstruction Protection Surface (OPS) dapat juga

ditetapkan dengan berpedoman pada ICAO

Aerodrome Design Manual Part 4, Visual Aids (Doc. 9157-AN/901) yang disebut juga sebagai

Obstruction Clearance Surface (OCS), yang

menetapkan berupa bidang 1° dibawah sudut yang ditetapkan sebagai batas bawah indikasi

"ON-SLOPE" (sudut pendaratan yang

dipersyaratkan). Lihat gambar 1.6.

A.2.2.2 Pengukuran Ketinggian/Elevasi.

Pengukuran ketinggian elevasi permukaan tanah

di sekitar bahu landasan dimana unit-unit

PAPI/APAPI akan dipasang, perlu diukur secara tepat seperti yang dijelaskan pada gambar 1.7 dan

gambar 1.8.

Titik-titik yang harus diukur dengan jarak antara

titik-titik adalah 10 M, dilakukan sepanjang garis

tengah landas pacu, sisi landas pacu dan garis

pada bahu landasan yang paralel dengan landas

pacu dengan jarak dari tepi landas pacu adalah 15

M, 24 M, 33 M dan 42 M (untuk PAPI) atau 10 M, serta 16 M (untuk APAPI).

(16)

9M 9M 9M 15 M

30m\v/

r

1

67.00 93.00 100.00 103.00 142.00 180i00 I 66.00 99.00 110.00 114.00 153.00 166100 60.00 100.00 112.00 120.00 156.00 164i00 63.00 97.00 115.00 125.00 160.00 163-00 64.00 96.00 123.00 130.00 163.00 156i00 A E B C evation Data in cm D sisi landasan ! I 2 6 I ±00100 THRESHOLD 250 M 240 M 230 M 220 M 210M

Gambar 1.7 Kontur tanah PAPI pada Runway - 26 (Land Profile PAPI at

(17)

6M 10M

30m\^/

100.00 103.00 142.00 180i00 i 110.00 114.00 153.00 166100 112.00 120.00 156.00 164i00 115.00 125.00 160.00 163-00 123.00 130.00 163.00 156100 A B sisi landasan

2|6

Elevation Data in cm ±00i00 THRESHOLD 250 M 240 M 230 M 220 M 210M

Gambar 1.8 Kontur tanah PAPI pada Runway - 26 (Land Profile APAPI at

(18)

A.2.2.3 Konfigurasi PAPI/ APAPI

Konfigurasi PAPI System terdiri dari 4 (empat) unit

yang dipasang berjajar pada bahu landasan pada

jarak 15 m (±

1 m) dari tepi landas pacu,

selanjutnya jarak antar unit PAPI adalah 9 m (± 1

m). Ke 4 (empat) unit PAPI tersebut harus

dipasang dalam satu garis yang tegak lurus

dengan garis tengah landas pacu.

Konfigurasi APAPI System terdiri dari 2 (dua) unit

lampu dengan jarak pemasangannya 10 m (± lm)

dari sisi landas pacu, selanjutnya jarak antar

unit-unitnya adalah 6 m (± m). Jarak antara

ambang landasan dengan unit-unit PAPI/APAPI

inilah yang akan dijelaskan pada pasal-pasal

berikut dibawah ini. Serta konfigurasi PAPI/APAPI

dapat dilihat pada gambar 1.9 dan gambar 1.10.

A.2.2.4 Pengelompokan Jenis

Beroperasi

Pesawat Terbang Yang

Data

kelompok

jenis

pesawat

terbang

yang

beroperasi di bandara diperlukan untuk :

a.

menetapkan

sudut

pendaratan

(Approach

Glide Slope);

b. mengetahui jarak antara

mata

penerbang

dengan antena pesawat udara. (Eye to Aerial

Height/EAH) pada posisi akan mendarat (flare

position). EAH ini diperlukan untuk

menetapkan lokasi PAPI pada landas pacu

yang telah dilengkapi dengan ILS; dan

c.

mengetahui jarak

antara

mata

penerbang

dengan roda pesawat (Eye to Wheel

Height/EWH) pada posisi akan mendarat

(Flare position). Data tersebut dapat dilihat

pada Gambar atau Tabel 2 dan Tabel 3 dibawah ini.

Tabel 2. Jarak mata penerbang dengan antena dan dengan roda pesawat

udara. (Give the eye to aerial and to wheels heights, for various aeroplanes in

approach altitude) m F.YF -1 -2 -3 HS -4 BA > 74B<1 _H.S -5 c * VCB <1 R7"* tn n SE -6 -7 -8 -9 R7?<, DC 5 <» 210 <• DC 9 R70<1 <» 1• DC 8 HS 121 -10 -11 -12 LlOn < ' IDC 10 >A300 WHF.F.I S - 13 B747

(19)

Gambar 1.9 Penempatan Unit PAPI [ RUNWAY <o o _ j o I LU X »—

\

CM 10m (±1m) 1 6m J (±1 m), M i JM • • B A °i

(20)

Tabel

3.

Jarak

vertikal

antara

titik

kritis

pesawat

udara

pada

pitch

attitude

(Approach

pada

VREF)

(ILS)

Vertical

distance

between

critical

points

on

aircraft

At

maximum

pitch

attitude

(Approach

at

VREF)

(ILS)

Aircraft model 2.5 degree glide slope 3 degree glide slope Pitch att (deg)Flap setting Gross weight (Kg) Eye path to ILS beam fleet) H2 ILS beam to wheel path fleet) H Eye path to wheel path fleet) HI ILS

antenna above wheels fleet)

H3 Pilot's eye above wheels fleet) H4 Pitch attitude (degree) Eye path to ILS beam fleet) H2 ELS be am to

wheel path (feet)H

Eye path to wheel path fleet) HI ILS

antenna above wheels fleet)

H3 Pilot's eye above wheels fleet) H4 A300-B2,B4 5.3 25 130000 9.1 22.9 32.0 19 6 28.7 49 9.1 229 32.0 189 28.1 A300-600 5.9 40/30 139 000 9.1 23.4 32.5 20.1 29.2 5.4 9.1 23.4 32.6 195 28.6 A310-300 40/30 118000 9.1 20.7 29.8 17 9 27.0 5j0 9.1 20J8 29.9 17.4 26 5 A320 5.0 6.0 17.3 23.3 15 0 21.2 5J0 6.0 17B 23.8 15J0 212 B7 02-120/220 1.9 50 60 782 1.0 19.4 20.4 16 5 17.7 1.4 1.0 19.4 20.4 159 17 2 B707-120B 3.0 40 64 865 1.0 20.6 21.6 17 J8 18.9 25 1.0 20j6 21.6 172 18.4 B707-138 3.0 40 58 968 1.0 20.1 20.1 17 5 18.6 25 1.0 20.1 21.1 170 18 2 B707-138B 3.0 40 63 050 1.0 20.1 20.1 17 5 18.6 25 1.0 20.1 21.1 17J0 18 2 B7 07-320/420 1.8 50 73 030 1.0 19.9 21.0 16 3 18.0 13 1.0 199 21.0 16.1 17.4 B707-320B/C (ADV) 3.9 40 112039 0.9 22.5 23.4 19.4 20.5 3.4 0.9 226 23.5 189 20 JO B707-320B 2.6 1.0 20.9 21.9 17 8 18.9 2.1 1.0 209 21.9 17.1 18.4

(21)

Aircraft model B7 47-100/200 (WING GEAR) B7 47-100/200

(BODY GEAR) B747SP (WING GEAR) B747SP (BODY GEAR) B747-300 (WING GEAR) B757-200 B767-200 B767-200ER B767-300 B767-300ER DC-8-51/5 DC-8-61/7

Pitch att (deg)Flap setting Gross weight (Kg) 38 556 5.05 25 170 100 5.05 25 170 100 5.2 30 156492 5.2 30 156 492 5.5 25 190 512 5.9 25 70 762 5.25 25 102 786 4.6 25 107 503 3.9 IS 109 771 2.6 35 108 864 -0.7 35 108 864 Eye path to ILS beam fleet) H2 20.4 20.4 20.4 20.4 20.9 6.1 6.6 6.7 6.8 6.5 6.9 2.5 degree glide slope Eye path to wheel path fleet) HI ILS beam to wheel path fleet) H 24.1 24.1 21.8 21.9 24.4 22.4 23.5 24.0 23.0 17.0 13.6 44.6 44.5 42.2 42.3 45.3 28.5 30.2 30.7 29.7 23.5 20.6 ILS

antenna above wheels fleet)

H3 20 j6 20 JO 18 9 18/5 20 J8 19 JO 20.4 20 3 19 3 13 J8 9.6 Pilot's eye

above wheels fleet)

H4 40.9 40.3 39.3 38.9 41.6 25.3 27.2 27.2 26.3 20.7 16.8 Pitch attitude (degree) 4/5 4j6 4.7 4.7 5J0 5.4 4.75 4.1 3.4 2j6 -0.7 Eye path to ILS beam fleet) H2 20.4 20.4 20.4 20.4 21.0 6.1 6.6 6.7 6.8 6.5 6.9 3 degree glide slope Eye path to wheel path fleet) HI ILS be am to

wheel path (feet)H 242 242 21J8 219

24.4 22.4 23.5 24D 23J0 17J0 13/5

44.7 44.6 42.2 42.3 45.3 28.5 30.2 30.7 29.7 23.5 20.6

ILS

antenna above wheels fleet)

H3 199 193 183 17J8 20.1 18.4 19.7 19/5 18/5 132 Pilot's eye above wheels fleet) H4 40 2 39/5 38/5 38.1 40 9 24.7 26/5 26 5 25 j6 20.1 16.1

(22)

ID O •a (U Si <D (D e n § ft _

1J«K

»

to" II K <D o •D •a <D •S g •* w

Hi

^ffi d 3

&**

*0 8 f* <o CO c i m co •Cf <*» '"I «"» <* "O o-, «Q — C* "' O C3 W"t <o "> •o «> jog • o Ok PI "1 v> "O <o M <o CO

(23)

Aircraft model Pxkker 100 MD-30 MD-87 Pitch att (deg)FTap setting Gross weight (Kg) 26.5 15 075 4.5 25 36 000 6.5 28 58 968 6.6 28 58 968 Eye path to ILS beam fleet) H2 2.7 5.9 5.5 2.5 degree glide slope Eye path to wheel path fleet) HI ILS beam to wheel path fleet) H 16.4 20.3 18.8 19.1 26.1 24.3 ILS

antenna above wheels fleet)

H3 14 JO 16 9 15 9 Pilot's eye

above wheels fleet)

H4 16.9 23.1 21.7 Pitch attitude (degree) 4J0 65 «5j6 Eye path to ILS beam. fleet) H2 2.7 5.9 5.5 3 degree glide slope Eye path to wheel path fleet) HI ILS be am to

wheel path (feet)H 16.4 203

188

19.1 26.1 24.3

ILS

antenna above wheels fleet)

H3 13.5 163 153 Pilot's eye above wheels fleet) H4 16 5 22/5 212

(24)

A.2.2.5

Penetapan Sudut Pendaratan (Approach Glide

Slope)

Penetapan sudut pendaratan ( 0 ) harus

mempertimbangkan kelompok pesawat yang

beroperasi secara reguler pada bandara yang

akan dipasang PAPI/APAPI tersebut. Sudut pendaratan ditetapkan 3°.

Sudut pendaratan ini masih dapat berubah,

misalnya karena adanya obstacle yang tidak

dapat dihilangkan.

Pada landas pacu yang telah dilengkapi dengan

alat bantu pendaratan Instrument Landing

System (ILS), sudut pendaratan harus sama

dengan sudut pendaratan Glide Path ILS dan

letaknya harus diperhitungkan agar keduanya

pada saat digunakan, menunjukkan indikasi

yang sama (coincide).

Dalam menetapkan sudut pendaratan ini,

harus dengan mempertimbangkan

saran/pendapat dari pihak yang berwenang

dalam operasi penerbangan dalam hal ini

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.

A.2.2.6 Ketinggian Roda Pesawat Udara Di Atas

Ambang Landas pacu (Wheel to Threshold

Height / WTH)

Ketinggian roda pesawat ketika melintas di atas

threshold saat mendarat dijadikan dasar untuk

menetapkan jarak lokasi unit-unit PAPI/APAPI

lihat Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Wheel clearance over threshold for PAPI and APAPI

Eye-to-wheel height

Pesawat terbang pada konfigurasi approach

(Eye-to-wheelheightof aeroplane in the approach configuration)

(11

Hingga tapi tidak termasuk 3 m {up to but not including 3 m) 3 mhingga tapi tidak termasuk 5 m (3mup to but not including 5 m) 5 m hingga tapi tidak termasuk 8 m (5 m up tobut not including 8 m) 8 m hingga tapi tidak termasuk 14 m (8 m up to but not including 14 m)

Standar Jarak Bebas roda

{Desired wheel clearance)

(meter)b,c

J2L

Jarak bebas roda minimum

{Minimum wheel clearance)

(meter)d 131 3e 4 5 6

a Dalam menyeleksi kelompok eye-to-wheel height, hanya pesawat terbang yang menggunakan sistem secara rutin yang

dimasukkan dalam pertimbangan. Pesawat yang menetapkan persyaratan paling tinggi yang akan menentukan kelompok

eye-to-wheel height.

(In selecting the eye-to-wheel height group, only aeroplanes meant to use the system on aregular basis shall be considered. The most demanding amongst such aeroplanes shall determine the eye-to-wheel height group).

b. Jika bisa diterapkan, standar jarak bebas roda yang ditunjukkan pada kolom (2) yang harus disediakan. {Where practicable the

desired wheel clearances shown incolumn (2) shall be provided).

c Jarak bebas roda dapat dikurangi hingga tidak kurang dari kolom (3) dengan persetujuan khusus dan DGAC, setelah adanya

studi aeronautik yang mengindikasikan bahwa pengurangan jarak bebas roda tersebut dapat ditenma. {The wheel clearances in

column (2) may be reduced to no less than those in column (3) where an aeronautical study indicates that such reduced wheel

(25)

h ilka iarak bebas roda Minimum Khusus disediakan pada suatu threshold yang ditutup, maka harus dipastikan bahwa jarak

tiXtoX^^m^^^ dengannya yang dijelaskan pada kolom (2) tersed.a pada saat suatu pesawat

terhann rii uiunaatas darieve-to-wheel height group melintasi bagianterujung runway.

Twhen afXcld wLe/ cfearance /s provSsdS adf^aced flSSoW «Sfte/7 be ensured that the corresponding desired wheel

fflJl^^tfteo^fl ®J!be available when an aeroplane at the top end of the eye-to-wheel he,ght group chosen

e <S^^TZ1XZT^ 1.5 mpada runway yang digunakan terutama ««£"£/* '^weight. (This

HL*i defence mav be reduced to 1.5 mon runways used mainly by light-weight non-turbo-,et aeroplanes).

A.2.2.7 Sudut Penyetelan

Sudut penyetelan untuk tiap unit PAPI berbeda

20', jadi bila sudut pendaratan adalah 0, maka

sudut penyetelannya adalah sebagai berikut:

TanpaILS :

Unit PAPI A = 01 = 0-30' Unit PAPI B = 02 = 0 - 10' Unit PAPI C = 03 = 0 + 10' Unit PAPI D = 04 = 0 + 30'

Untuk mendapatkan harmonisasi antara PAPI

dengan ILS, perbedaan sudut penyetelan unit

B dan C adalah 30', sehingga sudut penyetelan masing-masing unit adalah :

Dengan ILS :

Unit PAPI A = 01 =0-35' Unit PAPI B = 02 = 0 - 15' UnitPAPIC = 03 = 0+ 15' Unit PAPI D = 04 = 0 + 35'

Selisih

sudut

penyetelan

unit-unit

APAPI

adalah 30', sehingga bila sudut pendaratannya

q, maka sudut penyetelan unit:

Unit APAPI A = 01 = 0-15" Unit APAPI B = 02 = 0 + 15'

Untuk menetapkan jarak unit-unit PAPI, sudut

yang dijadikan dasar adalah sudut pancar

pada unit PAPI B, karena sudut tersebut

adalah batas bawah dari koridor "ON - SLOPE^.

Sedangkan dalam menetapkan jarak unit-unit

APAPI, sudut pancar yang dijadikan patokan

adalah penyetelan sudut unit APAPI A. Sudut

penyetelan PAPI/APAPI seperti dijelaskan pada

Gambar di bawah ini.

(26)

Putih (White)

A-PAPI Wing Bar Threshold

Sudut dan pancaran cahaya penyetelan elevasi PAPI dan APAPI (Light beams

and angle of elevation setting of PAPI and APAPI)

3°30'

PAPI Wing Bar Threshold

2°50'

PAPI approach slope

B + C 2

Tinggi mata pilot diatas antena glide path ILS/MLS pesawat beragam tergantung tipe

pesawat dan attitude pendekatan. Harmonisasi sinyal PAPI dan ILS glide path

dan/atau MLS glide path minimum ke suatu titik terdekat dengan threshold dapat

diterima dengan menambah on-course sector dari 20 sampai 30. Setting sudut untuk

glide slope 3<> akan menjadi 2°25, 2°45, 3°15 and 3°35.

( The height of the pilot's eye above the aircraft's ILS glide path/MLS antenna varies

with the type ofaeroplane and approach attitude. Harmonization ofthe PAPI signal and

ILS glide path and/or MLS minimum glide path to apoint closer to the threshold may be

achieved by increasing the on-course sector from 20 to 30. The setting angles for a 3°

(27)

A.2.2.8 Perhitungan Penempatan PAPI Tanpa ILS

a. Approach Slope Angle : 0 = 3°

b. Pada Elevasi R/W a = 0

02 = 0 - 10*

= 3 ° - 10' = 2° 50'

Setting sudut PAPI tanpa ILS :

- Unit PAPI A = 2° 30' - Unit PAPI B = 2° 50' - Unit PAPI C = 3° 10' - Unit PAPI D = 3° 30'

Landasan datar

< e2 =e-io'

PAPI D,

D1= (EWH+WTH)Ctge2

-*•• EWH

J

WTH ? Threshold Dimana EWH WTH 02 Di a

Eye to Wheel Height

Wheel to Threshold Height

Setting sudut unit B adalah sudut glide

path dikurangi 10 menit (Setting angle of

unit B is the glide path angle minus 10

minutes (0 - 10*))

Jarak PAPI terhadap R/W Threshold Slope Elevasi R/W

c. Pada Elevasi R/W : + a

(28)

d. Pada Elevasi R/W : - a

Landasan datar

/ ) 82

-aL--~

_^-—— / \ ' Dl •'

Dl = (EWH + WTH) Ctg (92 - a)

A.2.2.9. Perhitungan Penempatan PAPI Dengan ILS

a. Approach Slope Angle : 6 = 3° b. Pada Elevasi R/W a = 0

Setting sudut PAPI dengan ILS : - Unit PAPI A = 2° 25'

- Unit PAPI B = 2° 45' - Unit PAPI C = 3° 15' - Unit PAPI D = 3° 35'

Layout PAPI 1 Ujung 1 Sisi dengan ILS PAPI

EWH

(29)

a = 0 Landasan datar t Threshold

D = D! + D:

Dl = TCH Ctg 9 D2 = AEAHR Ctg 6 Dimana : Dl D2

= Jarak Horizontal (Horizontal Distance) ILS (GP)

= Jarak Horisontal antara ILS GP & Lokasi PAPI

(Distance Beetwen ILS GP &Horizontal PAPI

Location).

TCH

= The Aerial Nominal T/H Crossing Height

AEAHR = Average Eye To Aerial Height Distance

0

= Glide Slope Angle (normally) = 3°

a

= Slope Elevasi R/W

D

= Jarak horisontal PAPI terhadap R/W Threshold

c. Pada Elevasi R/W : - a

(30)

Dimana :

Dl

D2

Dimana : Dl = Jarak Horizontal (Horizontal Distance) ILS (GP)

= Jarak Horisontal antara ILS GP & Lokasi PAPI

(Distance Beetwen ILS GP & Horizontal PAPI

Location).

= The Aerial Nominal T/H Crossing Height

AEAHR = Average Eye To Aerial Height Distance

0

= Glide Slope Angle (normally) = 3°

a = Slope Elevasi R/W

D = Jarak horisontal PAPI terhadap R/W Threshold

TCH d. Pada Elevasi R/W : + a AEAHR PAPI TCH THR D = D1+D2 Dl = TCH Ctg (9 + a) D2 = AEAHR Ctg (9 + a) Dl D2 TCH AEAHR e a D

= Jarak Horizontal (Horizontal Distance) ILS (GP)

= Jarak Horisontal antara ILS GP & Lokasi PAPI

(Distance Beetwen ILS GP & Horizontal PAPI

Location).

= The Aerial Nominal T/H Crossing Height

= Average Eye To Aerial Height Distance

= Glide Slope Angle (normally) = 3°

= Slope Elevasi R/W

(31)

A.3 RUNWAY THRESHOLD IDENTIFICATION LIGHT (RTLL)

A.3.1 UMUM

Runway Threshold Identification Light (RTIL) berupa 2 (dua) unit lampu yang berkedip (flash) dipasang pada kedua sisi

ujung landasan, yang memberikan petunjuk kepada

penerbang posisi ambang batas landas pacu (threshold).

A.3.2 KRITERIA PENEMPATAN RTIL

Runway Threshold Identification Light (RTIL) terdiri dari 2

(dua) unit lampu discharge bercahaya putih berkedip (flash) dengan frekwensi 60 dan 120 permenit yang dipasang dipinggir ujung landas pacu dengan jarak 10 meter dari sisi landas pacu dengan sudut pancar 15° keluar dari axis dan

10° keatas dari sumbu datar, serta dapat menunjukkan

suatu ambang landas pacu (seperti pada gambar 1.11). RTIL dipasang berlawanan dengan lokasi approach light.

A.4 LEAD IN LIGHT SYSTEM (LIL)

A.4.1 UMUM

Lead in Light System (LIL) berfungsi memberi tanda

petunjuk jalur pendekatan (approach path) secara

melengkung untuk mencapai final approach.

A.4.2 KRITERIA PENEMPATAN LEAD IN LIGHT SYSTEM (LIL)

Lead in Light System (LIL) terpasang dengan jarak 300

meter sampai dengan 1000 meter satu sama lainnya

berbentuk setengah lingkaran (circling guidance lights)

dengan radius 1,5 s/d 3 Kilometer mulai dari sumbu

perpanjangan landas pacu. Lead in Light System (LIL) menyala secara kedip (flash) berurutan menuju landas pacu.

A.5 CIRCLING GUIDANCE LIGHT

A.5.1 UMUM

Peralatan ini merupakan lampu petunjuk arah secara

melengkung sebelum mencapai final approach. Circling

Guidance Light diperlukan bilamana tidak terdapat

petunjuk (lampu) secara visual untuk mengetahui posisi dan arah landas pacu bagi pesawat yang sedang memutar

(32)

~j*~4F-~—

10 m f

15'

1

* With PAPI = 22,5 m < Flashing Light o Threshold Light 10'

£ L

10 m'J^

w^Msgr*-1

'15° Vertical Setting Angle

(33)

A.5.2 KRITERIA PENEMPATAN CIRCLING GUIDANCE LIGHT

Peralatan ini dipertimbangkan apabila pada suatu bandar

udara terdapat permasalahan sebagai berikut:

a.

Tidak ada petunjuk yang dapat diikuti secara visual

dipermukaan tanah berdekatan dengan bandar udara

(bandar udara di laut atau dikelilingi gunung).

b.

Terdapat banyak cahaya yang cukup mengganggu

disekitar bandar udara, antara lain jalan raya yang

padat atau jalan bebas hambatan.

A.6 RUNWAY EDGE LIGHT

A.6.1 UMUM

Peralatan ini merupakan rambu penerangan landas pacu,

terdiri dari lampu-lampu yang dipasang pada jarak tertentu

di tepi kiri dan kanan landas pacu untuk memberi

tuntunan kepada penerbang pada pendaratan, dan tinggal

landas pesawat terbang disiang hari pada saat cuaca buruk

atau berkabut serta pada saat malam hari.

A.6.2 KRITERIA PENEMPATAN RUNWAY EDGE LIGHT

Runway edge light harus ditempatkan disepanjang landas

pacu dan harus berada didua baris paralel berjarak sama

dari

garis

tengah

(center line).

Runway

edge

light

ditempatkan sepanjang tepi daerah tersebut dinyatakan

untuk digunakan sebagai landas pacu atau diiuar tepi

daerah pada jarak tidak lebih dari 3 (tiga) meter. Untuk

lebar Runway lebih dari 60 meter (seperti pada gambar

1.12).

Jarak antara deretan

lampu

harus

ditentukan

dengan mempertimbnagkan sifat dari operasi, distribusi

cahaya, karakteristik Runway edge light dan Alat Bantu

Pendaratan Visual yang lainnya. Untuk Instrument

Runway jarak antar lampu tidak lebih dari 60 meter dan

pada Non Instrument Runway tidak lebih dari 100 meter.

Runway edge light akan tetap menampilkan warna clear

(putih), kecuali :

a. dalam kasus Displaced Threshold, lampu antara awal

landas pacu dan displaced threshold harus berwarna

merah ke arah approach, dan

b.

bagian 600 meter dari lampu atau sepertiga dari

panjang landas pacu dimana take-off dimulai lampu

harus berwarna kuning.

Runway edge light harus menunjukkan semua sudut

dalam

azimuth

hingga

15°

diatas

horizontal

dengan

intensitas yang memadai untuk kondisi visibilitas dan

cahaya sekitar yang menggunakan landas pacu untuk take

off atau landing.

Dalam kasus apapun, intensitas cahaya paling sedikit 50

cd atau intensitas lampu dapat dikurangi dengan tidak

(34)

Max 60 m Max 60 m Max 60 in

Max 60 m

Max 60 m Max 60 m

1

Max 60 m

f

T

Putih/Kunin^ Putih/KuningPutih/Kuning Putih/Putih Putih/Putih Kuning/Puiih Kuniny/P..tih k..ning/l»utih

(1

flft

CD

H cr -» Vi cr o R/W Centre Line

0

(D

Putih/Kuning Putih/KuningPutih/Kuning Putih/Putiii Putih/Putih Kuning/Putib Kuning/Putih Kuning/Putih

(35)

A.7 RUNWAY THRESHOLD/RUNWAY END LIGHT

A.7.1 UMUM

Threshold/ Runway End Light harus disediakan pada suatu landas pacu yang dilengkapi dengan Runway Edge Light.

A. 7.2 KRITERIA PENEMPATAN THRESHOLD/RUNWAY END

LIGHT

Lampu bercahaya merah / hijau yang dipasang dipinggir akhir dari kedua ujung suatu landas pacu, dapat digunakan sebagai ambang landas pacu atau batas akhir dari landas pacu (seperti pada gambar 1.13).

Warna hijau berfungsi sebagai threshold light, warna merah sebagai Runway End Light.

Konfigurasi menurut lebar landas pacu, untuk :

Lebar 30 Lebar 45 Lebar 60 \e 4 x 2,4 m = 9,6 m ->k >

i n n

m i l

5 0 5 / 5 5 7 0 7 / 5 7 8 0 8 / 5 8 33 m 5 7 6 ->! 4 x 2,4 m = 9,6 mi

<

>k

i n n

i n n

(36)

IT t nj x i n u x 0 •"T CO fu II "3-x >-in IT-~ ^ II "3-ru x CO OJ X PC \ EC 5 o n rvj . c/) -7 i— > Cu a (_' CK t— <r SL 4 QL 4

hrl

U.

II

2 ck: -E3-_ -E3-_ i I i I i ••• -G3-' V p -G3-' UJ 0. i l l -*<r

M

H E-> W

•6

tt i/D ^ 73

H

J XJ < <u 2 J 4-> w £j z W> o J £ T3 o £ CO H J2

(37)

5X3--1S M APH - ><-7X3=21 M -REH 2 3 * 5 ' X X X X X r~

q

0

a

a

b

i

i

i

i,

PALS CAT. I 21X3=63 M 1X3J21M

be

nL

vq

q

b

e

Q_i

%

1%1

%

b

i

f

Hltiilisliii-y1w?i

NONE MALS 7X3=21 M REH s t 3 2 i SX3=15 M APH S 4 3 2

c.

Threshold

Light

Lebar

60

M/

Runway

End

Light

CIRCUIT NO TRANSFORMER PIT SIZE 3 TRANSFPRMER PIT SIZE 2

(38)

A.8 RUNWAY CENTER LINE LIGHT

A.8.1 UMUM

Runway Center Line Light harus disediakan pada precision

approach Runway category II atau III, lebar dari landas

pacu lebih dari 50 meter dan sudah didarati oleh pesawat dengan kecepatan tinggi (pesawat Jet).

A.8.2 KRITERIA PENEMPATAN RUNWAY CENTER LINE LIGHT

Lampu untuk menunjukkan center line (sumbu landas pacu) terpasang inset (terbenam) pada landas pacu, harus ditempatkan mulai dari threshold hingga ke ujung dengan jarak longitudinal kurang lebih :

1. 15 meter untuk suatu Runway yang ditujukan untuk

digunakan dengan kondisi jarak pandang landas pacu

kurang dari 350 meter;

2. 30 meter untuk suatu landas pacu yang ditujukan

untuk digunakan dengan kondisi jarak pandang

landas pacu 350 meter atau lebih;

3. Runway Center Line Light dapat ditempatkan diiuar

garis tengah landas pacu (Runway center line)

sesungguhnya dengan jarak tidak lebih dari 0,6 meter, untuk tujuan pemeliharaan marka landas pacu. Jika dapat diterapkan, pergeseran letak lampu harus ke

arah sisi kiri pesawat yang akan mendarat, jika

Runway digunakan dari kedua arah, patokan yang

digunakan adalah arah yang paling banyak digunakan

untuk pendaratan; dan

4. Runway Center Line Light harus inset (terbenam) dan

fixed yang memancarkan warna putih dari threshold hingga ke titik 900 meter dari ujung landas pacu

(Runway end). Dari titik 900 meter hingga 300 meter

dari ujung landas pacu (Runway end), pola lampunya

harus 1 (satu) lampu merah diikuti 1 (satu) lampu

putih. Untuk 300 meter terakhir sebelum ujung landas pacu (Runway end), lampunya harus menunjukkan

warna merah.

A.9 TURNING AREA LIGHT

A.9.1 UMUM

Jika pada suatu landas pacu disediakan daerah perputaran pesawat, tepian dari area perputaran harus diberi lampu

warna biru jika landas pacu tersebut dipasang Runway Edge Light.

A.9.2 KRITERIA PENEMPATAN TURNING AREA LIGHT

(39)

daerah perputaran landas pacu lebih dari 10 meter dari

Runway Edge Light landas pacu sebelumnya, satu unit

Turning Area Light

harus ditempatkan tepat pada

permulaan daerah perputaran. Pada saat sisi suatu area

perputaran lebih panjang dari 30 meter, Turning Area Light

yang

ditempatkan

secara

seragam

harus

diletakan

disepanjang sisi tersebut, dengan jarak tidak melebihi 30

meter.

A. 10 RUNWAY TOUCH DOWN ZONE LIGHT

A. 10.1 UMUM

Runway Touch Down Zone Light harus disediakan bagi

landas pacu yang ditujukan untuk precision approach

category II atau III.

A. 10.2 KRITERIA PENEMPATAN RUNWAY TOUCH DOWN ZONE

LIGHT

Runway

Touch

Down

Zone

Light,

lampu

untuk

menunjukkan lokasi touch down zone, terpasang secara

inset

(terbenam)

pada

permukaan

landas

pacu

dan

unidirectional yang memancarkan warna putih. Runway

Touch Down Zone Light harus merentang dari threshold

untuk jarak sepanjang 900 meter. Penerangannya terdiri

dari suatu seri lampu atau barrette yang membentuk garis

melintang, yang ditempatkan secara simetris dikedua sisi

dari garis tengah landas pacu (Runway Center Line). Setiap

barrette harus berisikan 3 (tiga) unit lampu yang berjarak

1,5 meter satu sama lain. Lampu pada sisi paling dalam

dari setiap barrette harus berada 9 (sembilan) meter dari

garis tengah landas pacu (Runway Center Line) yang

sebenarnya. Pasangan pertama barrette harus ditempatkan

pada jarak 60 meter dari threshold. Barrette selanjutnya

harus ditempatkan secara terpisah pada jarak longitudinal

60 meter.

A. 11 STOPWAY LIGHT

A. 11.1 UMUM

Stopway

Light

harus

disediakan

pada

stopway

yang

panjangnya lebih dari 180 meter dan ditujukan untuk

penggunaan malam hari serta siang hari pada waktu cuaca

berkabut

atau

hujan.

Lampunya

harus

fixed

dan

unidirectional menunjukkan warna merah mengarah ke

landas pacu.

A. 11.2 KRITERIA PENEMPATAN STOPWAY LIGHT

Stopway Light harus ditempatkan disepanjang kedua sisi

stopway sejajar dengan Runway Edge Light dan dipasang

(40)

Edge Light, dengan pasangan lampu terakhir ditempatkan

diujung stopway.

A. 12 TAXIWAY EDGE LIGHT

A. 12.1 UMUM

Taxiway Edge Light harus disediakan pada tepian taxiway

dan holding bays yang ditujukan untuk digunakan pada

malam hari.

A. 12.2 KRITERIA PENEMPATAAN TAXIWAY EDGE LIGHT

Lampu untuk menunjukkan batas sisi kanan kiri Taxiway.

Jarak antar lampu maksimal 60 meter, sedangkan jarak dari titik lampu ke Taxiway edge marking maksimal 3

meter. Pada belokan-belokan maka titik-titik lampu harus

diatur sedemikian, sehingga jaraknya bisa dikurangi,

disesuaikan dengan ukuran belokannya.

A. 13 TAXIWAY CENTER LINE LIGHT

A. 13.1 UMUM

Taxiway Center Line Light harus disediakan pada exit

taxiway,

taxiway,

apron dan fasilitas

icing/anti icing,

digunakan dalam kondisi RVR (Runway Visual Range) kurang dari 350 meter.

A. 13.2 KRITERIA PENEMPATAN TAXIWAY CENTER LINE LIGHT Taxiway Center Line Light pada exit taxiway harus

menunjukkan warna hijau dan kuning dari awal dekat

Runway Center Line

untuk area perimeter yang kritis

seperti ILS atau Lower edge dari inner transitional surface,

mana yang paling jauh dari Runway dan setelah itu semua lampu akan menyala warna hijau.

Taxiway Center Line Light harus ditempatkan pada taxiway

center line marking, kecuali dengan toleransi tidak lebih

dari 30 cm. Taxiway Center Line Light harus berjarak tidak

lebih dari 30 m, kecuali kondisi dari meteorology

memungkinkan berjarak tidak lebih dari 60 m. Dalam

kondisi Runway Visual Range (RVR) kurang dari 350 m,

jarak longitudinal tidak melebihi 15 m dan pada kurva

kurang dari 400 m radius lampu harus berjarak pada

interval tidak kurang dari 7,5 m. Jarak ini harus diperluas

untuk 60 m sebelum dan sesudah kurva.

A. 14 STOPBAR LIGHT

A. 14.1 UMUM

Stopbar harus disediakan pada setiap Runway Holding

Position melayani Runway, bila dimaksudkan Runway akan

(41)

A. 14.2 KRITERIA PENEMPATAN STOPBAR LIGHT

Stopbar harus ditempatkan diseberang taxiway pada atau

tidak lebih dari 0,3 m sebelum titik dimana diharapkan semua lalu lintas yang memasuki Runway berhenti.

Stopbar menggunakan lampu inset unidirectional dan

memancarkan warna merah, berjarak 3 meter satu sama

lain serta ditempatkan secara simetris dan pada sudut tegak lurus terhadap garis tengah taxiway (taxiway center

line).

Sirkuit dari Stopbar harus didisain sehingga :

1. Stopbar yang ditempatkan di seberang jalan masuk

taxiway secara selektif dapat dimatihidupkan;

2. Stopbar yang berlokasi di seberang taxiway yang

digunakan hanya sebagai exit taxiway secara selektif dapat dimatihidupkan atau dalam grup;

3. Pada saat sebuah Stopbar diterangi, Taxiway Center

Line Light yang berada langsung setelah Stopbar

tersebut akan dimatikan sepanjang paling sedikit 90

m, dan

4. dengan kontrol yang saling mengunci dan bukannya

kontrol manual, pada saat taxiway Center Line Light

dinyalakan maka Stopbar akan dimatikan dan

demikian pula sebaliknya. A. 15 RUNWAY GUARD LIGHT

A. 15.1 UMUM

Runway Guard Light ditempatkan pada persimpangan

taxiway dengan precision approach Runway dan

Runway-nya :

1. Runway precision approach Category I dimana kepadatan lalu lintasnya tinggi; atau

2. Runway precision approach Category II or III.

A. 15.2 KRITERIA PENEMPATAN RUNWAY GUARD LIGHT

Runway Guard Light digunakan pada semua taxiway yang

memungkinkan akses menuju Runway. Jika

memungkinkan, lampu tersebut harus dipasang pada

semua taxiway pada waktu yang bersamaan.

Runway Guard Light berada pada jarak yang sama terhadap garis tengah taxiway (centerline taxiway); dan berjarak tidak kurang dari 3 meter dan tidak lebih dari 5 meter diiuar taxiway edge. Runway Guard Light harus ditempatkan di seberang taxiway keseluruhan, termasuk

fillet, holding bays dan Iain-lain, pada Runway holding

position

terdekat

dengan

Runway,

dengan

lampu

ditempatkan pada interval jarak 3 meter. Runway Guard

Light memancarkan warna kuning dengan masing-masing

pasangan dinyalakan secara bergantian dengan 30 hingga

60 siklus per menit. Sebaran sinar harus unidirectional dan

(42)

A. 16 ROTATING BEACON

A. 16.1 UMUM

Rotating Beacon harus disediakan jika ditetapkan oleh

DGCA (Directorate

General Civil Aviation)

bahwa alat

petunjuk visual tersebut secara operasional dibutuhkan.

A. 16.2 KRITERIA PENEMPATAN ROTATING BEACON

Rambu penerangan petunjuk lokasi bandar udara, terdiri

dari 2

(dua)

sumber cahaya bertolak belakang yang

dipasang pada as yang dapat berputar, sehingga dapat

memancarkan cahaya berputar dengan warna hijau dan

putih dan total frekuensi kedipan harus berjumlah 20

hingga 30 permenit.

Pada umumnya Rotating Beacon

ditempatkan di tower dan sinar yang dipancarkan dari

Rotating Beacon harus dapat dilihat dari semua sudut di

azimuth.

A. 17 WIND DIRECTION INDICATOR

A. 17.1 UMUM

Wind Directional Indicator (WDI) disediakan di sekitar

Runway threshold untuk memberikan informasi angin

permukaan

kepada

pilot

yang

akan

menggunakan

instrumen straight-in approach dan landing.

A. 17.2 KRITERIA PENEMPATAN WIND DIRECTION INDICATOR

Penempatan Wind Direction Indicator harus mudah dilihat

oleh penerbang serta bebas, sehingga arah angin tidak

terganggu oleh

bangunan-bangunan disekitarnya.

Jika

dianggap praktis untuk melakukannya,

Wind Direction

Indicator harus ditempatkan

100 meter dari threshold

dengan mengarah ke arah datangnya angin. Wind Direction

Indicator yang disediakan di threshold suatu runway harus

ditempatkan :

(a)

terkecuali tidak praktis untuk melakukannya, pada

sisi kiri runway seperti yang terlihat dari sebuah

pesawat terbang yang mendarat; dan

(b)

di luar runway strip;dan

(c)

bebas dari transitional obstacle limitation surface.

Wind Direction Indicator yang disediakan di threshold suatu

runway harus dibuatkan :

1. Penimbunan tanah untuk pembuatan Wind Direction

Indicator area, pada tanah yang berbentuk lingkaran

dengan diameter 18,4 meter pada tempat yang telah

ditentukan; dan

2.

Pembuatan lingkaran batas circular band dari instalasi

(43)

Pada aerodrome yang ditujukan untuk penggunanaan

malam hari, paling tidak satu Wind Direction Indicator perlu

diterangi dengan menyediakan hot spot dari atas dan

harus diarahkan dan terlindung dengan tujuan agar :

1.

tidak menyebabkan cahaya yang menyilaukan yang

mengganggu pilot; dan

2.

secara merata menyinari daerah lambaian maksimum

lengan angin.

A. 18 OBSTRUCTION LIGHT

A. 18.1 UMUM

Obstruction Lighting atau lampu tanda bahaya rintangan,

berupa Obstruction Light dan Hazard Beacon. Obstruction

Lighting adalah lampu untuk menunjukkan adanya object

yang

keberadaannya

merupakan

gangguan

terhadap

penerbangan.

A. 18.2 KRITERIA PENEMPATAN OBSTRUCTION LIGHT

Obstruction Light yang dipasang pada suatu obyek dengan

ketinggian diatas 60 meter dan obyek lain yang berdekatan

pada area permukaan yang terbatas (restricted surface).

Obstruction lighting berwarna merah dengan nyala tetap,

sedangkan untuk Hazard Beacon yang menunjukkan lokasi

berbahaya menyala dengan kedip (flashing).

A. 19 TAXIWAY GUIDANCE SIGN

A. 19.1 UMUM

Taxiway

Guidance

Sign

adalah

lampu-lampu

yang

menunjukkan titik-titik tujuan, route dan persilangan

cabang.

A. 19.2 KRITERIA PENEMPATAN TAXIWAY GUIDANCE SYSTEM

Taxiway Guidance Sign terpasang 11 sampai dengan 21

meter dari sisi landas pacu, taxiway atau dekat belokan

atau pertemuan antara landas pacu dan taxiway.

A.20 AIRCRAFT DOCKING GUIDANCE SYSTEM (ADGS)/ VISUAL DOCKING GUIDANCE SYSTEM (VDGS)

A.20.1 UMUM

Aircraft Docking Guidance System/Visual Docking Guidance

System adalah peralatan yang memandu pesawat udara

secara visual menuju ke tempat parkir di Apron secara otomatis.

(44)

A.20.2 KRITERIA PENEMPATAN AIRCRAFT DOCKING GUIDANCE

SYSTEM (ADGS)

1) Sistem ini harus disediakan pada suatu posisi apron

parkir pesawat terbang yang dilengkapi dengan sebuah

jembatan

masuk

penumpang

(Passenger

Loading

Bridge), dimana ciri-ciri jembatan masuk penumpang

(passenger loading bridge) tersebut membutuhkan

pemosisian pesawat terbang yang tepat.

2) Harus diberikan perhatian pada saat merencanakan

dan pemasangan sistem di lokasi untuk memastikan bahwa pantulan sinar matahari, atau sinar lain di

sekitarnya, tidak mengurangi kejelasan dari petunjuk

visual yang disediakan sistem.

3) Unit harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga ada

suatu kesinambungan petunjuk antara marka posisi

parkir pesawat terbang (aircraft parking position

markings), petunjuk azimuth dan indikator stopping

position.

4) Unit harus ditempatkan pada atau di dekat garis

tengah posisi parkir (parking position centreline)

menghadap ke arah pesawat terbang sehingga sinyalnya dapat dilihat dari cockpit pada saat melakukan docking manoeuvre dan diselaraskan

untuk digunakan paling tidak oleh pilot yang

menggunakan kursi kiri.

A.21. CONSTANT CURRENT REGULATOR ( CCR )

A.21.1 UMUM

Constant Current Regulator (CCR) adalah catu daya arus

konstan yang digunakan untuk mensuplai peralatan

Airfield Lighting System (AFL).

A.21.2. KRITERIA PENEMPATAN CONSTANT CURRENT

REGULATOR (CCR)

Constant Current Regulator ditempatkan pada suatu

ruangan yang khusus dibuat untuk penempatan CCR, jarak antara satu CCR terhadap CCR lainnya 1 meter dan

jarak terhadap dinding minimal 1 meter. Seperti pada

gambar 2.1.

B. SISTEM MEKANIKAL DAN ELEKTRIKAL BANGUNAN

B.l PERLENGKAPAN HUBUNG BAGI DAN KENDALI (PHB)

B.l.l. UMUM

PHB (Perlengkapan Hubung Bagi) yang meliputi

(45)

Minimum 2m mini m u m . JE C C C 4 - N m i n i m u m Gambar 1.14 Ruang CCR m i n i m u m on _. K 2E CO r -"2CO "Dw a ft

£ 5

io E *4 O O Q E

|

"~

j

o

|

Minimum1,5 m I

I

3

k Minimum 0,75 m

(46)

Kendali adalah tindakan dengan maksud tertentu pada

atau dalam sistem, untuk memperoleh sasaran tertentu.

B.1.2

KRITERIA PENEMPATAN PERLENGKAPAN HUBUNG BAGI

DAN KENDALI (PHB)

Perlengkapan Hubung Bagi dan Kendali (PHB) harus ditata

dan dipasang sedemikian rupa sehingga terlihat rapi dan

teratur, dan harus ditempatkan dalam ruang yang cukup

leluasa. PHB harus ditata dan dipasang sedemikian rupa

sehingga pemeliharaan dan pelayanan mudah dan aman,

dan bagian yang penting mudah dicapai.

Semua komponen yang pada waktu kerja memerlukan

pelayanan, seperti instrument ukur, tombol dan sakelar,

harus dapat dilayani dengan mudah dan aman dari depan

tanpa bantuan tangga, meja atau perkakas yang tidak

lazim lainnya.

Penyambungan saluran masuk dan saluran keluar pada

PHB

harus

menggunakan

terminal

sehingga

penyambungan dengan komponen dapat dilakukan dengan

mudah, teratur dan aman. Ketentuan ini tidak berlaku bila

komponen tersebut letaknya dekat saluran keluar atau

masuk.

1)

PHB Tegangan Rendah

a. PHB tegangan

rendah

atau

bagiannya,

yang

masing-masing

disupply

dari

sumber

yang

berlainan

harus

jelas

terpisah

dengan

jarak

sekurang-kurangnya 5 cm. Seperti gambar 2.1.

b. Disekitar PHB harus terdapat ruang yang cukup

luas

sehingga

pemeliharaan,

pemeriksaan,

perbaikan,

pelayanan

dan

lalu

lintas

dapat

dilakukan dengan mudah dan aman dengan lebar

sekurang -

kurangnya 0,75 meter,

sedangkan

tinggi sekurang - kurangnya 2 meter (seperti pada

Lampiran gambar 2.1).

c. Jika di sisi kiri dan kanan ruang bebas yang

berupa lorong terdapat instalasi listrik tanpa

dinding pengaman (dinding pemisah), lebar ruang

bebas ini harus sekurang - kurangnya 1,5 meter.

d. Pintu ruang khusus tempat PHB terpasang harus

mempunyai ukuran tinggi sekurang - kurangnya 2

meter dan ukuran lebar sekurang - kurangnya

0,75 meter.

e.

Untuk PHB terbuka tegangan rendah dengan rel

telanjang melintang dalam ruang bebas, tinggi rel

tersebut diatas lantai lorong harus sekurang

-kurangnya 2,3 meter.

2)

PHB Tegangan Menengah

a. Lebar ruang pelayanan antar 2 (dua) PHB jenis

tertutup

yang

berhadapan

harus

sekurang

-kurangnya 1,5 meter dan antar PHB dengan

dinding tembok harus sekurang - kurangnya 1

(47)

b. Lebar ruang bebas untuk pemeliharaan antar sisi belakang dua PHB harus sekurang - kurangnya 1

meter, dan antara sisi belakang PHB dengan

dinding tembok harus sekurang - kurangnya 0,8

meter.

c. Bila dalam ruang terdapat PHB tegangan rendah

dan tegangan menengah, PHB tegangan rendah dianggap sebagai dinding tembok dan lebar ruang

pelayanan PHB tegangan menengah harus

sekurang - kurangnya 1 meter.

B.2 KABEL TANAH (UNDERGROUND CABLE)

B.2.1 UMUM

Kabel adalah jenis kabel yang dibuat khusus untuk

dipasang dipermukaan atau dalam tanah atau dalam air

(underground cable).

Menurut jumlah dan susunan hantarannya, kabel tanah

meliputi :

1. kabel hantaran tunggal (single - core cable)

2. kabel tiga hantaran (three - core cable)

3. kabel sektoral (sector cable)

4. kabel dengan netral konsentris.

B.2.2. KRITERIA PENEMPATAN KABEL TANAH (UNDERGROUND CABLE)

1)

Pemasangan kabel didalam tanah harus dilakukan

dengan cara sedemikian rupa sehingga kabel itu

cukup terlindung terhadap kerusakan mekanis dan

kimiawi yang mungkin timbul di tempat kabel

tanah tersebut dipasang. Letak kabel tanah tersebut harus ditandai dengan patok tanda kabel yang kuat, jelas dan tidak mudah hilang.

CATATAN :

Perlindungan terhadap kerusakan mekanis pada

umumnya dianggap mencukupi bila kabel tanah itu

ditanam.

a. Minimum 0,8 m dibawah permukaan tanah pada jalan yang dilewati kendaraan;

b. Minimum 0,6 m dibawah permukaan tanah yang tidak dilewati kendaraan.

2) Kabel tanah harus diletakkan didalam pasir atau

tanah halus, bebas dari batu-batuan, diatas galian

tanah yang stabil, kuat dan rata dengan ketentuan tebal lapisan pasir atau tanah halus tersebut tidak kurang dari 5 cm disekeliling kabel tanah tersebut. CATATAN :

Sebagai tambahan perlindungan, maka diatas urugan

pasir dapat dipasang beton, batu atau bata pelindung.

3)

Pada umumnya kabel tanah untuk tegangan yang

(48)

4)

Kabel tanah yang sudah tidak terpakai disarankan

agar diambil dari dalam tanah untuk menghindari

open fire terhadap jaringan yang baru.

B.3 TRANSFORMATOR

B.3.1 UMUM

Transformator atau sering juga disebut Trafo adalah suatu

alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain, melalui suatu gandengan magnet dan

berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik. B.3.2 KRITERIA PENEMPATAN TRANSFORMATOR

1) Transformator (Trafo) dan Gardu Transformator harus mudah dicapai oleh petugas yang berwenang, untuk pemeriksaan dan pemeliharaan, dengan pengecualian

sebagai berikut:

a. Transformator jenis kering tegangan rendah yang

ditempatkan secara terbuka pada dinding, tiang

atau konstruksi bangunan tidak perlu mudah dicapai;

b. Transformator jenis kering tegangan rendah dan kurang dari 50 kVA dipasang dalam ruang yang tahan api dari gedung, tidak tertutup permanent oleh suatu konstruksi dan dengan ventilasi yang cukup, tidak perlu mudah dicapai.

2) Transformator harus mempunyai ventilasi yang cukup untuk mencegah suhu Transformator melampaui batas yang aman.

Penempatan gardu Transformator harus sedemikian rupa sehingga masih dapat diberi ventilasi udara tanpa menggunakan cerobong udara atau saluran udara, hal ini dapat dilaksanakan.

3) Transformator harus dilindungi sebagai berikut :

a. Perlindungan mekanik yang diperlukan untuk memperkecil kemungkinan kerusakan yang disebabkan oleh gangguan mekanik dari luar.

b. Transformator kering harus diberi wadah atau selungkup yang tidak dapat terbakar dan tahan lembab, yang akan memberi perlindungan yang cukup terhadap masuknya benda asing secara tidak sengaja.

c. Tegangan kerja pengenal dari bagian terbuka yang bertegangan harus dinyatakan dengan tanda yang jelas pada perlengkapan atau bangunannya.

B.4 AIR CONDITIONING (AC) SPLIT

BAA. UMUM

Gambar

Gambar 1.1 ODALS (Omnidirectional Approach Lighting System)
Gambar 1.6 Bidang Proteksi Rintangan (Obstacle Protection Surface)
Gambar 1.7 Kontur tanah PAPI pada Runway - 26 (Land Profile PAPI at
Gambar 1.8 Kontur tanah PAPI pada Runway - 26 (Land Profile APAPI at
+7

Referensi

Dokumen terkait