• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Induksi Anestesi

Induksi anestesi adalah suatu rangkaian proses transisi dari sadar penuh sampai hilangnya kesadaran sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi anestesi terdiri dari pemberian obat anestesi hipnosis secara cepat melalui intravena. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak 30 – 60 detik dan cepat turun karena proses redistribusi dari obat. Perubahan konsentrasi plasma secara cepat mengakibatkan perubahan tingkat penekanan susunan saraf pusat.24,25

Pada tahun 1937, Guedel mempublikasikan penelitian klinis klasik kedalaman anestesi berdasarkan pengamatan terhadap induksi inhalasi anestesi dengan eter, yaitu :21,22

Stadium I : Analgesia

Stadium ini ditandai dengan pola nafas yang lambat, teratur dari diafragma dan otot intercostal, masih terdapat refleks bulu mata.

Stadium II : Eksitasi, Deliruim

Selama stadium ini pasien mengalami eksitasi, tidak sadar, pola nafas tidak teratur, pupil mulai dilatasi, masih terdapat refleks bulu mata, terdapat resiko spasme laring, muntah sampai aritmia.

(2)

Stadium III : Anestesi bedah

Terdapat 4 fase, yaitu:

Plana 1 : Mulai terdapat relaksasi otot somatik, pola nafas teratur, gerak bola mata aktif

Plana 2 : Mulai dari bola mata berhenti sampai nafas torakal lemah

Plana 3 : Relaksasi sempurna otot – otot dinding perut, dengan pernapasan diafragma, refleks bulu mata negatif

Plana 4 : Mulai nafas torakal berhenti sampai nafas diafragma berhenti

Stadium IV :Intoksikasi (depresi berat pusat vasomotor dan respirasi di medula), ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan nafas, pupil dilatasi

Pada praktek anestesi saat ini sangat sulit untuk menentukan ke-empat tahapan tersebut secara khusus, karena mula kerja obat induksi baik intravena maupun inhalasi yang relatif cepat dibandingkan dengan eter di samping pemakaian pelumpuh otot atau opioid yang berpengaruh terhadap pola pernapasan dan penilaian pupil saat induksi.22

Untuk kepentingan klinis terdapat beberapa tanda penilaian yang sering digunakan sebagai acuan mengukur kedalaman anestesi saat induksi yang bertujuan menghilangkan respon motorik terhadap noxious stimuli seperti hilangnya kontak verbal, hilangnya refleks bulu mata, pemberian rangsangan nyeri saat jaw thrust atau

(3)

dengan metode stimulasi saraf. Sedangkan pemberian rangsangan dengan laringoskopi dan intubasi sangat berlebihan untuk dapat ditekan secara sempurna pada susunan saraf pusat oleh obat induksi intravena. Untuk itu umumnya diperlukan tambahan opioid intravena atau pemberian obat anestetik inhalasi nitrous oksida.22

2.2 Propofol

Propofol, 2,6-di-isopropylphenol, diperkenalkan pada praktek klinis pada awal tahun 1980-an. Saat ini propofol merupakan obat pilihan induksi dan sedasi anestesi yang populer, berhubungan dengan waktu tidur yang cepat, waktu pulih yang cepat, dan kejadian mual dan muntah paska bedah lebih sedikit.22,23

2.2.1 Struktur fisik dan kimia

Propofol, dengan struktur kimia C12H18O, terdiri dari cincin fenol dengan dua

ikatan kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan biotoksisitas yang rendah. Perubahan pada panjang rantai ikatan mengubah karakteristik dari potensi, induksi dan pemulihan.3

(4)

Formula ini menyebabkan nyeri saat penyuntikan yang dapat dikurangi dengan penyuntikan pada vena besar dan pemberian lidokain sebelum penyuntikan propofol. Propofol tidak larut dalam air sehingga dibuat menjadi emulsi yang terdiri dari 10% minyak kacang kedelai, 2,25% glyserol dan 1,2% lecithin, yang merupakan komponen utama dari egg yolk phosphatide fraction.22,24

2.2.2 Propofol MCT/LCT

Propofol pertama kali diperkenalkan dengan konsentrasi 2 % dalam 16 % kremofor EL, namun karena kromofor menyebabkan reaksi alergi dan nyeri yang hebat, maka komposisi ini diperbaharui dalam formula lemak emulsi yang mengandung 10 % Long-Chain Triglycerides (LCT) minyak kacang kedelai, gliserol, dan lesitin telur. Tetapi, sejak tahun 1995 propofol juga tersedia dalam bentuk emulsi Medium-Chain Triglycerides / Long-Chain Triglycerides (MCT/LCT). Konsentrasi propofol bebas dalam MCT/LCT formula 26% - 40% lebih rendah dibandingkan dengan LCT formula, atau 0,2% - 0,14% dari total konsentrasi propofol (lihat tabel 2.1). Modifikasi pada propofol ini tidak mempengaruhi farmakokinetik dan dinamik. pH propofol 6-8.5 dan pKa dalam air adalah 11.23,25,226,28,29

Walaupun plasma konsentrasi trigliserida selama sedasi tidak ada perbedaan antara kedua formula propofol, tetapi ada kecenderungan eleminasi setelah pemberian formula MCT/LCT lebih cepat dibandingkan dengan formula LCT.26

(5)

Tabel 2.1 Distribusi propofol bebas dan total propofol26

2.2.3. Sediaan propofol

Sediaan propofol dipersiapkan secara asepsis untuk segera digunakan, sejak emulsi larutan ini menyebabkan promosi profilerasi mikrobakterial yang cepat setelah terkontaminasi bakteri.23,28

2.2.4 Mekanisme kerja

Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric acid A (GABAA) dan tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada konsentrasi

yang relevan secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik melalui interaksi reseptor GABAA. GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam

(6)

transmembran akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi melalui cara mengikat subunit ß1, ß2, ß3 dari reseptor GABA yang bertanggung jawab terhadap efek hipnotik, sedangkan interaksi dengan subunit α dan γ di area hipokampus dan korteks prefrontal yang bertanggung jawab terhadap efek sedasi, selain itu propofol juga menginhibisi reseptor NMDA, suatu subtipe dari reseptor glutamat yang mempunyai efek eksitasi melalui modulasi kanal ion kalsium yang juga ikut berperan terhadap sistem saraf pusat.3,23,25

2.2.5. Farmakokinetik

Pemberian propofol 1.5 – 2.5 mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg IV atau metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV secara cepat (<15 detik), mengakibatkan ketidaksadaran dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan tiopental (satu siklus sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis tunggal juga cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit. Lebih cepat bangun atau sadar penuh setelah induksi anestesia dibanding semua obat lain yang digunakan untuk induksi anestesi intravena yang cepat. Pengembalian kesadaran yang lebih cepat dengan residu minimal dari sistem saraf pusat (SSP) adalah salah satu keuntungan yang penting dari propofol dibandingkan dengan obat alternatif lain yang diberikan untuk tujuan yang sama.3,23,25

(7)

Konsentrasi dalam darah meningkat cepat setelah penyuntikan dosis bolus intravena, sementara peningkatan konsentrasi serebral propofol sangat lambat (T1/2 =

2,9 menit). Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah dosis yang diberikan.26

Bersihan propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan bahwa ambilan jaringan (mungkin kedalam paru), sama baiknya dengan metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini, metabolisme propofol pada manusia dianggap bersifat hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme hepatik cepat dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam glukuronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang kemudian di glukuronidasi atau sulfat. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang diekskresikan tidak berubah dalam urine.3,23,25

2.2.6. Farmakodinamik

2.2.6.1 Sistem saraf pusat

Seperti barbiturat, propofol berikatan dengan reseptor GABAA tetapi juga

bekerja dengan mekanisme kerja yang melibatkan variasi reseptor protein yang lain. Mempunyai efek serebral berupa sedasi. Propofol mengurangi laju metabolik otak untuk oksigen (CMRO2), aliran darah ke otak (CBF), dan tekanan

(8)

intrakranial (ICP). Pemberian propofol untuk menghasilkan sedasi pada pasien dengan SOL (space occupying lesion) intrakranial tidak meningkatkan ICP. Autoregulasi serebrovaskular sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah sistemik dan reaktivitas aliran darah ke otak untuk merubah PaCO2 tidak dipengaruhi oleh propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke otak akan berubah seiring dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan midazolam.3,23,25

2.2.6.2 Sistem kardiovaskular

Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan dimana tidak ada gangguan kardiovaskuler, penurunan tekanan darah ini berhubungan dengan perubahan curah jantung dan resistensi vaskular sistemik. Hal ini berhubungan dengan relaksasi otot polos vaskular yang dihasilkan oleh propofol karena adanya hambatan aktivitas saraf simpatis vasokonstriktor. Efek inotropik negatif dari propofol dapat dihasilkan dari penurunan kalsium intraselular akibat hambatan

influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah akibat propofol dapat diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia dan pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri koroner. Propofol mendepresi refleks baroreseptor kontrol denyut jantung. Bradikardi dan asistol juga telah diamati setelah induksi anestesia dengan propofol, meskipun telah diberikan profilaksis antikolinergik.3,23,25

(9)

2.2.6.3. Sistem pernapasan

Efek propofol terhadap sistem pernapasan secara kualitas mirip seperti barbiturat. Henti nafas bisa terjadi setelah induksi dengan propofol. Insiden dan durasi henti nafas tergantung dosis, kecepatan pemberian dan penggunaan premedikasi. Dosis induksi propofol menimbulkan 25 – 30% terjadinya henti nafas. Pemberian dosis induksi 2,5 mg/kgBB IV, menurunkan laju nafas selama 2 menit, dan volume semenit menurun lebih dari 4 menit.23,25

2.3 Ketamin

Ketamin adalah derifat fensiklidin yang menghasilkan anestesi disosiatif yang ditandai adanya disosiasi EEG antara sistem thalamokortikal dan sistem limbik, yaitu efek ketamin berupa aktivitas eksitasi di talamus dan sistem limbik tidak diikuti penyebaran aktivitas ke daerah korteks. Ketamin bersifat unik dan berbeda dari anestesi induksi lain karena ia memiliki efek hipnotik, amnesia, analgesia yang signifikan dan juga tidak menekan sistem kardiovaskular maupun pernapasan. Namun ketamin memiliki efek psikologis yang mengkhawatirkan seperti golongan pensiklidin lainnya.23,25

Ketamin merupakan senyawa yang larut dalam air dengan pKa 7,5 dan tersedia dalam larutan cair yang bersifat sedikit asam (pH 3,5 – 5,5) dengan konsentrasi 1%, 5% dan 10%. Molekul ketamin terdiri dari pusat silindris dan memiliki 2 isomer yaitu isomer positif (S) dan isomer negatif (R) dimana isomer S memiliki sifat anestesia dan analgesia yang lebih poten, metabolisme yang cepat,

(10)

saliva lebih sedikit dan angka kejadian efek samping delirium saat pulih sadar lebih rendah. Namun demikian dalam penggunaan klinis saat ini di Indonesia yang tersedia adalah campuran rasemik dari kedua isomer dalam jumlah seimbang.2,23,24,25

R (-) ketamin S (+) ketamin

Gambar 2.2 Rumus bangun ketamin23

Ketamin tidak seperti anestetik intravena lainnya, ia tidak berinteraksi dengan reseptor GABA tapi berinteraksi dengan reseptor N-metil-D-aspartat (NMDA), reseptor opioid, reseptor monoaminergik, reseptor muskarinik dan celah natrium.23

Tabel 2.2 Penggunaan dan dosis Ketamin25

OBAT PENGGUNAAN JALUR DOSIS

KETAMIN Induksi

Pemeliharaan

Sedasi dan analgesi IV IM IV + N2O 50% IV + N2O 50-70% IV IV IM 0,5-2 mg/kgBB 4-6 mg/kgBB 0,5-1 mg/kgBB/min 15-45 mcg/kgBB/min 30-90 mcg/kgBB/min 0,2-0,8 mg/kgBB 2-4 mg/kgBB

(11)

Ketamin adalah analgesik poten pada dosis subanestetik, 0,2 – 0,4 mg/kgBB IV. Efek anestesi dan analgesinya mungkin dimediasi oleh mekanisme yang berbeda. Reseptor NMDA adalah suatu kanal ion yang bersifat eksitasi, ketamin merupakan antagonis nonkompetitif pada sisi fensiklidin (PCP) dari reseptor NMDA yang bekerja dengan cara menghambat terbukanya kanal ion kalsium, sehingga menghambat pelepasan glutamat di presinap.25

2.3.1 Farmakokinetik

Penelitian farmakokinetik dari ketamin tidak sebanyak obat anestesi intravena lainnya. Pemberian secara IV menimbulkan efek setelah 30 – 60 detik penyuntikan dengan lama kerja 10 – 15 menit. Kadar plasma tertinggi dicapai pada 1 menit setelah pemberian IV dan 5 menit setelah pemberian melalui IM. Masa kerja ketamin Efek yang pernah diteliti yaitu setelah pemberian dosis anestesi (2 – 2,5 mg/kgBB IV), diikuti dosis subanestesi (0,25 mg/kgBB IV) dan setelah pemberian terus – menerus (kadar dalam plasma ≈2,000 ng/ml). Tingginya kelarutan ketamin dalam lemak terlihat dari relatif besarnya nilai volume distribusi, mendekati 3 l/kg. Bersihan juga relatif besar, berkisar 890 – 1227 ml/menit dengan bersihan rerata seluruh tubuh (1,4 l/menit) yang kira – kira sama dengan alirah darah hati. Ini artinya perubahan jumlah aliran darah hati juga mempengaruhi bersihan ketamin. Jadi, pemberian bersama obat lain yang mengurangi aliran darah hati, seperti halotan, mengurangi bersihan ketamin.23,25

(12)

enzim sitikrom P-450 untuk membentuk norketamin yang masih memiliki potensi 20-30% ketamin. Norketamin kemudian dihiroksilasi menjadi hidroksinorketamin. Metabolit ini terkonjugasi dengan derivat glikoronida yang larut dalam air dan kemudian diekskresi dalam urin.25

2.3.2 Farmakodinamik

2.3.2.1 Efek pada sistem saraf pusat

Efek ketamin pada sistem saraf pusat setelah penyuntikan intravena terjadi setelah 1-5 menit. Anestesi yang dihasilkan disebut anestesi disosiatif yang berarti pasien ‘terlepas’ dari lingkungan sekitarnya. Mata pasien dapat tetap terbuka dan terjadi nystagmus. Efek samping yang dapat terjadi adalah pasien dapat timbul ilusi visualisasi, proprioseptif dan pendengaran sehingga dapat terjadi disorientasi, gelisah dan agitasi saat pulih sadar. Hal ini sering disebut ‘emergence delirium’. Reaksi ini mungkin disebabkan karena depresi dari kolikulus inferior dan nukleus genikulata medialis yang menyebabkan kesalahan interpretasi visual maupun pendengaran. Hilangnya sensasi pada kulit dan muskuloskeletal menimbulkan berkurangnya kemampuan untuk merasakan gravitasi yang kemudian menimbulkan perasaan tubuh melayang di udara. Pemberian benzodiazepin sebagai premedikasi sebelum induksi dengan ketamin atau memberikan lingkungan yang tenang saat pulih sadar dapat membantu mengurangi efek samping ini.23,25

(13)

2.3.2.2 Efek pada sistem kardiovaskular

Mekanisme efek kardiovaskular akibat pemberian ketamin sangat kompleks. Stimulasi langsung pada SSP mengakibatkan meningkatnya sistem saraf simpatis yang merupakan mekanisme utama dari efek kardiovaskular. Pada sistem kardiovaskular, ketamin menyebabkan stimulasi yang menyerupai stimulasi syaraf simpatis, sedangkan efek langsung berupa inotropik negatif biasanya tertutupi oleh stimulasi simpatis pusat. Aktivasi dari sistem syaraf disebabkan karena adanya depresi refleks baroseptor melalui efek ketamin pada reseptor NMDA di nukleus traktus solitarius syaraf pusat. Peran ketamin dalam menghambat ambilan norepineprin di post ganglionik syaraf simpatis dan peningkatan konsentrasi katekolamin plasma dalam hubungan dengan efek stimulasi jantung belum diketahui. Tekanan darah akan meningkat sekitar 25% dan laju nadi meningkat 20%. Pada sebagian besar pasien, peningkatan tekanan darah berlangsung selama 3-5 menit pertama dan kemudian kembali ke normal pada 10-20 menit setelah penyuntikan ketamin. Pada pasien dengan penyakit kritis, kadang – kadang respon terhadap ketamin berupa penurunan tekanan darah atau curah jantung. Hal ini disebabkan karena cadangan katekolamin endogen sudah habis atau mekanisme kompensasi sistem saraf simpatis yang sudah kelelahan.23

2.3.2.3 Efek pada sistem pernapasan

Ketamin tidak menurunkan ventilasi secara signifikan. Respon ventilasi terhadap karbondioksida tetap dipertahankan selama anestesi dengan ketamin dan

(14)

selama 2 – 3 menit setelah pemberian ketamin. Henti nafas dapat terjadi jika pemberian obat secara cepat atau diberikan bersama dengan opioid. Refleks jalan nafas atas tetap dipertahankan setelah pemberian ketamin. Meskipun refleks tadi tetap ada, namun tidak dapat melindungi paru dari aspirasi. Sekresi kelenjar ludah meningkat pada pemberian IM maupun IV, dan direkomendasikan pemberian

antisialagogue sebagai premedikasi.23

Ketamin memiliki efek bronchodilator sama seperti halotan atau enfluran. Ketamin dosis kecil dapat digunakan sebagai terapi spasme bronkus di ruang operasi dan rawat intensif.23

Penelitian terakhir menunjukkan adanya kegunaan klinis baru dari ketamin, yaitu sebagai obat koinduksi propofol dengan dosis subanestesi yaitu 0,2 – 0,4 mg/kgBB IV, kombinasi ini menguntungkan dalam hal mempertahankan stabilitas hemodinamik selama induksi dengan propofol melalui efek ketamin di sistem kardiovaskular dan efek pengurangan dosis induksi propofol ketamin. Keuntungan lain adalah penambahan efek analgesia oleh ketamin dan berkurangnya efek depresi nafas. Hui dkk, melaporkan ketamin dosis subanestesi terbukti tidak menyebabkan delirium saat pulih sadar walaupun tanpa pemberian benzodazepin sebelumnya.2,30

2.4 Midazolam

Benzodiazepin bekerja pada asam γ aminobutirat (GABA) yang merupakan neurotransmiter utama disusunan saraf pusat. Benzodiazepin yang berikatan dengan reseptor spesifik GABAA akan meningkatkan afinitas neurotransmiter inhibisi

(15)

dengan reseptor GABA. Ikatan ini akan membuka kanal Cl- yang menyebabkan

meningkatnya konduksi ion Cl- sehingga menghasilkan hiperpolarisasi pada

membran sel pasca sinap dan saraf pasca sinap menjadi resisten untuk dirangsang. Efek resistensi terhadap rangsangan ini diduga sebagai mekanisme efek ansiolitik, sedasi dan antikonvulsi serta relaksasi otot pada benzodiazepin. Diduga bila 20% reseptor GABA berikatan dengan benzodiazepin akan memberikan efek ansiolitik, 30 – 50% untuk sedasi dan akan tidak sadar bila lebih dari 60%.23,25

60 % reseptor GABAA terdapat pada ujung saraf post sinaps di sistem saraf

pusat (SSP). Karena anatomi distribusi reseptor ini, maka obat ini mempunyai efek yang minimal di luar SSP. Sebaran terbanyak reseptor GABA ditemukan di korteks serebri, diikuti penurunan jumlahnya di hipothalamus, serebelum, hipokampus, medula oblongata dan medula spinalis.23

Reseptor GABAA merupakan makromolekulyang terdiri dari beberapa tempat

ikatan, ikatannya bukan hanya dengan benzodiazepin tetapi juga barbiturat, alkohol, propofol dan etomidat. Obat – obat tersebut yang bekerja pada reseptor yang sama dengan mekanisme yang berbeda – beda akan memberikan efek sinergik. Efek sinergik ini akan meningkatkan efek inhibisi SSP masing – masing obat. Disamping itu adanya efek amnesia yang cukup tinggi dengan angka kejadian >50% menyebabkan midazolam juga sering digunakan secara intravena sebelum induksi anestesi.23,25

(16)

seperti golongan barbiturat dan propofol, tidak dapat menghasilkan EEG yang isoelektris.23

Tabel 2.3 Penggunaan dan dosis golongan benzodiazepin3

OBAT PENGGUNAAN JALUR DOSIS (mg/kgBB) DIAZEPAM Premedikasi Sedasi Oral IV 0,2 - 0,5 0,04 – 0,2 MIDAZOLAM Premedikasi Sedasi Induksi IM IV IV 0,07 – 0,15 0,01 – 0,1 0,1 – 0,4

LORAZEPAM Premedikasi Oral 0,05

Seperti obat benzodiazepin lainnya, midazolam bekerja pada reseptor GABA. Midazolam merupakan obat golongan benzodiazepin dengan cicin imidazol. Obat ini tersedia sebagai garam yang larut dalam air dengan pH 3,5. Adanya cincin imidazol membuat obat ini stabil dalam larutan dan metabolismenya cepat. Dalam pH fisiologis di dalam darah, cincin imidazol tertutup dan membuat obat ini mempunyai kelarutan yang tinggi dalam lemak. Kelarutan yang tinggi dalam lemak ini membuat mula kerja midazolam cepat (30 – 60 detik) dengan waktu paruh eliminasi 2-3 jam.23,25

(17)

Gambar 2.3 Rumus bangun midazolam25

Dibandingkan diazepam, midazolam 2-3 kali lebih poten dan afinitasnya 2 kali lebih besar. Efek amnesia pada midazolam lebih besar dari efek sedasinya. Jadi pasien mungkin bangun saat pemberian midazolam, namun dia akan lupa beberapa kejadian atau percakapan (instruksi setelah operasi) selama beberapa jam.23,25

2.4.1 Farmakokinetik

Midazolam dapat dengan cepat diabsorbsi dari saluran cerna dan cepat melalui sawar darah otak. Durasi kerja yang singkat dari pemberian tunggal dikarenakan kelarutan yang tinggi terhadap lemak, cepat berdistribusi kembali dari otak ke jaringan melalui bersihan melalui hati.23

Waktu paruh midazolam 1 – 4 jam, lebih singkat dari diazepam. Waktu paruh meningkat pada usia lanjut, dikarenakan menurunnya aliran darah hati dan mungkin juga aktifitas enzim. Volume distribusi (Vd) dari midazolam dan diazepam memiliki kesamaan karena kelarutan dalam lemak dan ikatan protein yang tinggi. Sebagai contoh, pada orang gemuk, dosis induksi midazolam harus

(18)

sesuai dengan berat badan sebenarnya dikarenakan meningkatnya timbunan obat pada lemak. Namun, pemberian terus – menerus pada pasien gemuk harus berdasarkan pada berat badan ideal, karena bersihan obat tidak tergantung berat badan.23,25

2.4.2 Farmakodinamik

Seluruh golongan benzodiazepin memiliki efek hipnosis, sedasi, tenang, lupa, anti kejang dan relaksasi otot secara sentral. Hingga sekarang belum diketahui secara pasti mekanismenya. Namun itu muncul dari sub tipe reseptor yang berbeda. Sebagai contoh ketenangan, anti kejang dan relaksasi otot dari reseptor GABAA

sub unit α1 dan γ sedangkan efek hipnotik dari reseptor lainnya.23,24,25

2.4.2.1 Efek pada sistem saraf pusat

Midazolam, seperti benzodiazepin lainnya, menghasilkan penurunan kebutuhan oksigen untuk metabolisme otak (CMRO2) dan aliran darah otak

seperti barbiturat dan propofol. Pada orang sehat, pemberian midazolam 0,15 mg/kgBB IV, menghasilkan pasien tidur dan pengurangan aliran darah otak 34%. Perubahan EEG mirip dengan diazepam seperti tidur ringan walaupun secara klinis pasien sudah tertidur.23,24,25

(19)

2.4.2.2 Efek pada sistem pernapasan

Benzodiazepin, seperti obat anestesi intravena lainnya, dapat menekan sistem pernapasan. Efek depresi lebih besar pada midazolam dari diazepam dan lorazepam. Henti nafas sementara terjadi setelah pemberian secara cepat dan dosis besar (>0,15 mg/kgBB IV) terlebih jika bersama dengan opioid.23,24,25

2.4.2.3 Efek pada sistem kardiovaskular

Diantara golongan benzodiazepin, midazolam menyebabkan penurunan tekanan darah terbesar, tapi dengan efek hipotensi yang minimal seperti pada thiopental. Walaupun memiliki efek hipotensi, midazolam dosis tinggi 0,2 mg/kgBB IV aman dan efektif untuk induksi pada pasien dengan aorta stenosis. Midazolam tidak mengurangi curah jantung, jadi penurunan tekanan darah dikarenakan penurunan tahanan pembuluh darah sistemik.23,25

2.4.3 Penggunaan klinis

Midazolam adalah obat golongan benzodiazepin yang paling banyak digunakan sebagai premedikasi terutama pada anak. Mula kerja yang cepat pada midazolam, dengan efek puncak mencapai pada 2 – 3 menit setelah pemberian, namun masa pulih sama dengan diazepam dikarenakan kedua obat memiliki redistribusi plasma yang sama.3,23,25

Dosis midazolam 1 – 2,5 mg IV (mula kerja 30 - 60 detik, dengan efek puncak 2 – 3 menit, lama kerja 15 – 80 menit) efektif sebagai sedasi saat

(20)

anestesi regional. Dibanding diazepam, midazolam menghasilkan mula kerja yang cepat, lebih amnesia dan cepat pulih sadar setelah operasi.Efek samping terbesar pemberian midazolam adalah menekan sistem pernapasan dikarenakan menurunnya ambang nafas, terlebih jika digabung dengan opioid.23,25

Tabel 2.4 Efek farmakodinamik obat anestesi intravena3,23,25

PROPOFOL KETAMIN MIDAZOLAM

Dosis induksi (mg/kgBB) 1,5 – 2,5 1 – 2 0,1 – 0,3 Dosis koinduksi (mg/kgBB) 0,4 – 0,5 0,2 – 0,4 0,01 – 0,05 Tekanan darah

Menurun Meningkat Tetap sampai menurun Nadi Tetap sampai

menurun Meningkat Meningkat sampai menurun Tahanan pembuluh sistemik

Menurun Meningkat Tetap sampai menurun

Ventilasi Menurun Tetap Tetap

Laju nafas Menurun Tetap Tetap

Aliran darah otak

Menurun Meningkat hingga tetap

Tetap

Ketenangan Tidak Tidak Ya

Analgetik Tidak Ya Tidak

Mual dan muntah

Menurun Tetap Tetap hingga

(21)

2.5 KERANGKA TEORI INDUKSI PROPOFOL • INHIBISI NMDA o Reseptor Glutamat • GABA o Subunit α o Subunit ß o Subunit γ MIDAZOLAM • GABA o Subunit α KETAMIN • Antagonis reseptor NMDA

(EYE LID REFLEKS (-))

• TOTAL DOSIS • KECEPATAN • KOINDUKSI • USIA • Henti nafas • Penurunan tekanan darah

(22)

2.6 KERANGKA KONSEP

Keterangan :

= Variabel Bebas

= Variabel Tergantung

Induksi propofol

(titrasi)

hingga eye lid refleks (-)

PENGURANGAN

DOSIS INDUKSI

PROPOFOL

Koinduksi

Ketamin

Koinduksi

Midazolam

Pasien yang akan

menjalani

anestesi umum

PENGURANGAN

DOSIS INDUKSI

Gambar

Tabel 2.1 Distribusi propofol bebas dan total propofol 26
Tabel 2.2 Penggunaan dan dosis Ketamin 25
Tabel 2.3 Penggunaan dan dosis golongan benzodiazepin 3
Gambar 2.3 Rumus bangun midazolam 25
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari pemeriksaan atau praktikum yang dilakukan praktikan dapat mengetahui cara pemeriksaan urobilinogen metode Ehrlich dan Schlesinger serta diperoleh hasil

Berdasarkan penelitian terdahulu, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dharmastuti dan Dwiprakasa, (2016) dan Putri dan Haryanto, (2014) yang menyatakan

Sehingga dari permasalahan yang ada mendorong penulis untuk mengidentifikasi citra ikan berformalin dengan menggunakan metode MLP (Multilayer Perceptron) yang

Apabila pihak regulator di suatu negara anggota telah dapat menentukan adanya bahaya dari produk pangan dan menunjukkan resiko terhadap kesehatan dan kehidupan

telah terjadi pisah tempat tinggal selama 6 bulan;--- Menimbang, bahwa dari fakta-fakta tersebut diatas, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa rumah tangga antara

Kondisi lain yang ada adalah masyarakat yang bertanggungjawab mengelola kampung budaya ini belum paham apa yang harus disiapkan untuk memberikan kepuasan kepada

Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut

10 Penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Pasuruan, terutama Pemerintah Desa Karangjati khususnya bagi Badan Usaha Miliki Desa Kujati