• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI TONGGERET (HEMIPTERA: CICADIDAE) DI KEBUN RAYA BOGOR DAN KEBUN RAYA CIBODAS BERDASARKAN REKAMAN SUARA ARUNIKA ANGGRADEWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI TONGGERET (HEMIPTERA: CICADIDAE) DI KEBUN RAYA BOGOR DAN KEBUN RAYA CIBODAS BERDASARKAN REKAMAN SUARA ARUNIKA ANGGRADEWI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI TONGGERET (HEMIPTERA: CICADIDAE) DI

KEBUN RAYA BOGOR DAN KEBUN RAYA CIBODAS

BERDASARKAN REKAMAN SUARA

ARUNIKA ANGGRADEWI

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

ARUNIKA ANGGRADEWI. Identifikasi Tonggeret (Hemiptera: Cicadidae) di

Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas Berdasarkan Rekaman Suara. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman tonggeret di Kebun Raya Bogor (KRB) dan Kebun Raya Cibodas (KRC) berdasarkan rekaman suara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah merekam suara dengan menggunakan alat perekam digital merek SAFA R200. Untuk membedakan suara-suara tersebut, masing-masing suara diberi kode. Suara-suara yang sama dikelompokkan dalam satu kode. Berdasarkan metode ini, di KRB terdapat 2 tipe suara tonggeret yang selanjutnya masing-masing diberi kode A dan B, sedangkan di KRC terdapat 5 tipe suara tonggeret yang kemudian diberi kode A, B, C, D, dan E. Dari hal ini dapat diketahui bahwa tipe suara di KRB (A dan B) juga ditemukan di KRC, sementara 3 tipe suara yang ada di KRC ( C, D dan E) tidak terdapat di KRB. Dari 5 tipe suara yang berhasil direkam yaitu tipe suara dengan kode A, B, C, D, dan E, terdapat 2 jenis suara yang berhasil diidentifikasi spesiesnya yaitu suara tipe A dan tipe C. Suara tipe A merupakan suara dari

Dundubia mannifera (Stal) dan suara tipe C dimiliki oleh Pomponia lactea

(Distant). Dari hasil penangkapan tonggeret dewasa yang kemudian diidentifikasi spesiesnya, terdapat 1 spesies dari sub famili Cicadinae yaitu D. mannifera di KRB sedangkan, di KRC didapatkan 3 spesies dari sub famili Cicadinae yaitu P.

lactea, D. mannifera, Puranoides sp.(Moulton), dan 1 spesies dari sub famili

(3)

IDENTIFIKASI TONGGERET (HEMIPTERA: CICADIDAE)

DI KEBUN RAYA BOGOR DAN KEBUN RAYA CIBODAS

BERDASARKAN REKAMAN SUARA

ARUNIKA ANGGRADEWI

A 44104017

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada

Departeman Proteksi Tanaman

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : IDENTIFIKASI TONGGERET (HEMIPTERA:

CICADIDAE) DI KEBUN RAYA BOGOR DAN KEBUN RAYA CIBODAS BERDASARKAN REKAMAN SUARA Nama Mahasiswa : Arunika Anggradewi

NRP : A44104017

Menyetujui,

Pembimbing

Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. NIP 131 578 795

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP 131 124 019

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 1987. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Subardjo. S. Muljono dan Ibu Sussy Handayani. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SD Bunda Maria, Depok pada tahun 1992 dan dilanjutkan di SLTP Dharma Bakti, Cijantung Jakarta Timur pada tahun 1998. Pada tahun 2001, penulis diterima di SMU Negeri 99, Cibubur Jakarta Timur dan lulus pada tahun 2004.

Pada tahun 2004, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di HIMASITA sebagai anggota departemen soskemas pada periode 2006/2007 dan menjadi kepala biro mading dan metamorfosa pada periode 2007/2008. Penulis juga aktif di majalah METAMORFOSA sebagai pemimpin redaksi pada periode 2006/2007 dan 2007/2008. Selain itu penulis juga aktif di LSM PEKA sebagai fasilitator untuk Museum Serangga Taman Mini Indonesia Indah dan sebagai volunteer untuk acara Biosafety pada tahun 2005. Penulis pernah ikut dalam field course ke Krakatau dan Ujung Kulon bersama dengan mahasiswa dari University of Vienna pada tahun 2006. Penulis berkesempatan juga menjadi asisten praktikum untuk mata kuliah Hama dan Penyakit Benih dan Pasca Panen pada tahun 2007.

(6)

PRAKATA

Adalah suatu kebahagian yang tak ternilai harganya atas selesainya skripsi

ini. Skripsi ini hanya merupakan bagian akhir dari studi penulis di program S-1 Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor yang telah digeluti sejak tahun 2004. Tetapi bukan merupakan bagian akhir dari perjalanan proses belajar yang masih panjang.

Tak ada yang patut dan pantas untuk dipanjatkan pujian selain Kehadirat Allah SWT karena hanya segala rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis sadar, bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang memberikan penyempurnaan skripsi ini menjadi sumbangan yang berharga bagi penulis.

Penyelesaian skripsi ini tak lepas dari bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Kepada Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. sebagai dosen pembimbing, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas kesabaran dalam membimbing dan pengarahan guna menyelesaikan tugas akhir ini. Kepada Ibu Liliek Endang Pujiastuti sebagai staf ahli LIPI ZOOLOGI, perhatian dan saran-saran yang diberikan menjadi dorongan selama penulisan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir Ivone Oley Sumarauw, M.Si. sebagai dosen penguji tamu yang telah memberikan masukan yang berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Serta kepada para staf di Kebun Raya Bogor dan Kebun Raya Cibodas, terima kasih atas kerjasamanya dalam pembuatan skripsi ini.

Kepada kedua orang tua, penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala dukungan moral dan material serta pengertian yang dalam kepada penulis agar tetap semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Cinta, kasih, dan kepercayaan kalian yang membuat penulis banyak belajar tentang hidup.

Penulis juga mengucapkan terima kasih pada Edi Prasetya atas dorongan, dukungan, serta semangat yang diberikan. Terima kasih juga kepada Prayudho atas segala waktu serta perhatian yang selalu diberikannya. Ucapan yang sama juga penulis haturkan kepada sahabat-sahabat, teman-teman U-maku Eisa Shinka Indonesia, teman-teman LSM PEKA, teman-teman majalah METAMORFOSA, teman-teman HPT angkatan 41, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan keceriaan, pendapat serta bantuan secara teknis, dan dukungan selama ini.

Tiada kata yang dapat diucapkan selain terima kasih banyak. Hanya Allah SWT yang dapat membalasnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Manfaat ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Tonggeret ... 3

Komunikasi Akustik Serangga ... 5

Kebun Raya ... 6

Kebun Raya Bogor (KRB) ... 7

Kebun Raya Cibodas (KRC) ... 8

BAHAN DAN METODE ... 9

Waktu dan Tempat Penelitian ... 9

Metode Penelitian ... 9

Metode Perekaman Suara ... 9

Perhitungan Kelimpahan Populasi Berdasarkan Suara Tonggeret per Malam ... 10

Perhitungan Kelimpahan Populasi Berdasarkan Suara Tonggeret pada Dua Bulan yang Berbeda ... 10

Waktu Kemunculan dan Kelimpahan Suara Tonggret . 10

Metode Pengambilan Sampel Tonggeret ... 11

Identifikasi Tonggeret dan Identifikasi Suara ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

Identifikasi Hasil Rekaman Suara Tonggeret ... 12

Identifikasi Hasil Rekaman Suara dan Spesies Tonggeret ... .. 12

Perbedaan Bentuk Suara pada D. mannifera ... 15

Kelimpahan Suara Tonggeret ... 17

Kelimpahan Populasi Berdasarkan Suara Tonggeret per Malam ... 17 Kelimpahan Populasi Berdasrkan Suara Tonggeret

(8)

pada Dua Bulan yang Berbeda ... 18

D. mannifera ... 19

P. lactea... 19

Waktu Kemunculan dan Kelimpahan Suara Tonggeret ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

Kesimpulan ... 22

Saran ... 23

(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Alat perekam digital yang digunakan dalam penelitian... 11 Gambar 2 Oscilogram suara A yang dimiliki D. mannifera (kiri)

dan bentuk imagonya (kanan) ... 13 Gambar 3 Oscilogram suara B dengan tanda panah merah

menunjukkan satu panggilan (atas); oscilogram

getaran yang terdapat pada satu penggilan (bawah) ... 13 Gambar 3 Oscilogram suara C yang dimiliki P. lactea dengan

dua bentuk panggilan yang berbeda(tanda panah merah)

(kiri) dan bentuk imagonya (kanan)... 14 Gambar 5 Oscilogram suara D per 1 detik (atas); oscilogram

per 0.05 detik dengan satu panggilan (tanda panah merah) (tengah); dan oscilogram getaran yang terdapat

pada satu panggilan (bawah) ... 14 Gambar 6 Oscilogram suara E dengan satu panggilan (atas); oscilogram

getaran yang terdapat pada satu panggilan (bawah) ... 14 Gambar 7 Imago P. Lactea. (a) P. lactea jantan; (b) P. lactea

betina ... 15

Gambar 8 Puranoides sp. ... 15 Gambar 9 H. incarnata ... 15 Gambar 10 Oscilogram suara D. mannifera di KRC

(atas); oscilogram per 4 detik dengan satu panggilan

(tanda panah merah) dan oscilogram satu panggilan ... 16 Gambar 11 Oscilogram suara D. mannifera di KRB

(atas); oscilogram per 4 detik dengan satu panggilan

(tanda panah merah) dan oscilogram satu panggilan ... 16 Gambar 12 Perbandingan kelimpahan suara tonggeret per malam di

KRB dan KRC ... 17 Gambar 13 Perbandingan kelimpahan suara tonggeret pada dua bulan

yang berbeda di KRB (atas) dan KRC (bawah) ... 18 Gambar 14 Waktu kemunculan dan kelimpahan suara tonggeret di

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Tabel 1 Data kelimpahan suara tonggeret di KRB per waktu... 28 Tabel 2 Data kelimpahan suara tonggeret di KRC per waktu ... 28 Tabel 3 Data curah hujan kumulatif bulanan ... 29

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tonggeret (Hemiptera: Cicadidae) merupakan serangga yang unik karena dapat menghasilkan suara yang sangat nyaring. Lebih kurang 2500 spesies tonggeret telah dikenal di dunia (Pudjiastuti 2002). Sebagian besar serangga ini ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, jumlah spesies tonggeret mencapai 235 jenis (Moulton 1923 dalam Kahono 1992). Berdasarkan koleksi di Laboratorium Entomologi, Balitbang Zoologi (Museum Zoologicum Bogorinse), Puslitbang Biologi-LIPI, jenis-jenis tonggeret dapat dijumpai di beberapa pulau di Indonesia meliputi Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, dengan ketinggian 200-1400 m dpl.

Tonggeret memiliki alat penghasil dan penerima suara yang sangat kompleks. Alat penghasil suara atau timbal (tymbals) umumnya dimiliki oleh serangga jantan, sedangkan alat penerima suara atau timpana (tympana) dimiliki oleh serangga jantan dan betina. Setiap tonggeret jantan memiliki sepasang timbal terletak di dorsolateral T1 bagian kanan dan kiri. Suara dihasilkan melalui kontraksi dan relaksasi otot timbal secara berulang-ulang dan cepat sehingga menghasilkan resonansi suara di kantung udara (air sacs). Jenis struktur dan pergerakan timbal serta resonansi pada kantung udara yang berbeda-beda menyebabkan berbagai variasi ’nyanyian tonggeret’ (cicada calls).

Dulu, tonggeret digolongkan sebagai salah satu hama hutan pertanian (Kahono 1992) karena nimfa dan imago tonggeret menghisap cairan atau sari makanan dari pohon dengan menggunakan stiletnya sehingga menyebabkan pertumbuhan pohon menjadi terhambat. Namun sekarang ini kerusakan yang disebabkan oleh tonggeret tidak lagi memiliki arti penting sehingga status serangga ini tidak dapat lagi dikelompokkan sebagai hama. Justru saat ini diperkirakan populasi tonggeret semakin menurun. Hal ini dikarenakan adanya gangguan habitat dan polusi udara (Barker 1992).

Kebun raya adalah salah satu contoh dari implementasi jaringan ex-situ yang di dalamnya juga berfungsi sebagai tempat konservasi sekaligus tempat penelitian dan pendidikan. Di Jawa Barat terdapat dua kebun raya yang cukup

(12)

2

terkenal yaitu Kebun Raya Bogor (KRB) dan Kebun Raya Cibodas (KRC). Kahono (1992) melaporkan bahwa tonggeret Dundubia mannifera banyak ditemukan di KRB. Namun saat ini diperkirakan populasinya di kedua tempat tersebut semakin menurun. Khusus di KRB, penurunan populasi diperkirakan lebih drastis beberapa tahun terakhir ini. Untuk itu, monitoring mengenai keanekaragaman tonggeret di KRB dan KRC secara terus menerus perlu dilakukan. Namun terdapat masalah dalam monitoring jenis dan jumlah tonggeret ini, yaitu kesulitan dalam menemukan dan menghitung individu tonggeret secara langsung karena serangga tersebut berada pada pohon yang tinggi.

Salah satu alternatif untuk mengetahui jenis tonggeret yang berada pada pohon yang tinggi adalah dengan identifikasi rekaman suara. Setiap jenis tonggeret menghasilkan suara nyanyian yang spesifik sehingga suara tonggeret dapat digunakan untuk identifikasi dalam penentuan spesies. Perekaman suara secara digital memungkinkan untuk analisis pola frekuensi dan amplitudo suara yang dihasilkan oleh suatu jenis tonggeret.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi tonggeret di KRB dan KRC berdasarkan rekaman suara.

Manfaat

Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai keanekaragaman hayati tonggeret di KRB dan KRC berdasarkan rekaman suara. Teknik identifikasi suara ini juga dapat diaplikasikan di tempat-tempat lain.

Hipotesis

Dalam penelitian ini dihipotesakan bahwa keanekaragaman tonggeret di KRB lebih rendah dibandingkan dengan KRC karena polusi di KRB lebih tinggi dibandingkan KRC.

(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Tonggeret

Tonggeret merupakan serangga yang diklasifikasikan dalam ordo Hemiptera. Ordo ini terbagi menjadi 3 sub ordo, yaitu Sternorrhyncha, Auchenorrhyncha, dan Heteroptera. Tonggeret termasuk ke dalam subordo Auchenorrhyncha superfamili Cicadoidea famili Cicadidae. Famili Cicadidae terdiri dari dua sub famili, yaitu sub famili Cicadinae yang dicirikan dengan adanya timbal pada serangga jantan yang sebagian atau seluruhnya tertutup oleh semacam piringan; dan sub famili Tibicininae yang dicirikan dengan adanya timbal pada serangga jantan yang terbuka sehingga terlihat jelas organ dalamnya. Serangga ini dapat hidup pada daerah dengan iklim sedang sampai tropis. Panjang badan serangga ini bervariasi antara 0,8-6,5 cm. Bentuk kepalanya pendek, melebar dan letaknya melintang. Sayapnya besar, kokoh, dan tembus pandang, sehingga semua venasi atau pertulangannya terlihat jelas. Ketika istirahat, sayap direntangkan ke belakang sepanjang abdomennya sehingga mirip seperti atap. Sayap yang panjang menutupi sayap yang lebih pendek. Imago tonggeret memiliki badan yang tebal dengan dua pasang sayap yang berukuran 2,5-15 cm. Abdomennya terdiri dari 9-10 segmen. Umumnya tonggeret berwarna hijau muda atau coklat tetapi kadang-kadang ada yang bermotif batik. Walaupun tonggeret ini bersayap besar dan kokoh namun tidak aktif terbang jauh atau hanya terbang beberapa meter saja untuk berpindah antar cabang.

Tonggeret memiliki siklus hidup yang panjang dan fase nimfanya menghabiskan waktu sekitar 6-7 tahun dalam tanah. Selama masa perkembangannya, tonggeret mengalami 4 kali ganti kulit walaupun terkadang ada yang mengalami 5 kali ganti kulit tergantung jenis individunya. Tonggeret yang berukuran kecil umumnya mempunyai perkembangan nimfa yang pendek, lebih kurang 9 bulan, sedangkan tonggeret yang berukuran besar umumnya 2-9 tahun. Pergantian kulit nimfa menjadi dewasa umumnya terjadi pada saat setelah hujan. Waktu yang dibutuhkan untuk ganti kulit kurang lebih satu jam atau kadang-kadang lebih. Imago tonggeret yang baru keluar dari robekan kulit nimfa instar akhir pada bagian toraks. Setelah keluar, diam untuk beberapa saat agar

(14)

4

sayapnya yang semula mengkerut dapat merentang dengan sempurna. Lama proses ini lebih kurang 10-12 jam. Dewasa muda mulai terbang setelah satu hari setelah sayap merentang sempurna. Imago tonggeret jantan mulai bernyanyi pada saat 2-3 hari setelah berganti kulit. Sepanjang hidup imago tonggeret betina hanya melakukan perkawinan sebanyak 2-3 kali. Lama waktu kawin rata-rata 90 menit. Satu atau dua hari setelah kawin, tonggeret betina meletakkan telur. Lama hidup imago sangat singkat, yaitu antara 2-4 minggu. Namun beberapa jenis tonggeret yang berukuran kecil mempunyai waktu hidup yang lebih pendek, yaitu berkisar antara 3-4 hari.

Setiap spesies tonggeret mengeluarkan suara yang spesifik. Suara yang dikeluarkan oleh tonggeret jantan dapat berfungsi sebagai alat berkomunikasi untuk memanggil betina yang akan dikawininya, sebagai sinyal tanda bahaya, dan sebagai tanda kematian yang biasanya terdengar seperti suara tangisan yang lebih lirih dan lembut. Pada dasarnya tonggeret betina juga dapat bernyanyi, namun suara yang dihasilkan oleh betina terdengar lirih atau lembut dan hanya dapat didengar oleh tonggeret jantan. Hal ini dikarenakan tonggeret betina hanya memiliki sedikit kantung udara. Sebagian besar abdomen tonggeret betina dipenuhi oleh organ reproduksi dan organ pencernaan sehingga tidak memiliki resonansi suara dan suara yang dihasilkan sangat lemah. Namun, tonggeret betina memiliki kemampuan pendengaran yang lebih sensitif dibandingkan dengan jantannya.

Suara tonggeret dihasilkan oleh sepasang timbal yang terdapat di segmen I dan II abdomen. Timbal ini terdiri dari beberapa selaput yang permukaanya kasar dan mempunyai otot-otot yang dapat meregang dan mengendurkan dinding-dindingnya. Setiap satu kali tarikan otot pada permukaan dinding timbal dapat menghasilkan satu getaran suara. Makin cepat otot-otot tersebut menarik-kendurkan dinding-dindingnya, maka makin cepat getarannya sehingga semakin keras suara yang dihasilkan. Tonggeret jantan dan betina memilki organ pendengaran yang disebut dengan timpanum, yaitu sepasang membran transparan yang terletak di bagian sisi tempat munculnya tungkai belakang yang digunakan untuk menerima suara. Timpanum memiliki penutup yang dinamakan operkulum yang berbentuk seperti piringan dengan tekstur

(15)

5

yang keras. Operkulum berbeda-beda untuk setiap genus dan spesiesnya (Pujiastuti 2002). Beberapa spesies tonggeret bernyanyi pada siang hari saat udara panas karena pada saat udara ini dinding timbal dan kantung udara di abdomen ikut meregang sehingga suara yang dihasilkan semakin keras.

Komunikasi Akustik Serangga

Komunikasi merupakan perbuatan yang dilakukan untuk menyampaikan informasi. Terdapat tiga komponen utama penyusun komunikasi, yaitu informasi, transmisi, dan resepsi. Banyak hewan termasuk serangga menghasilkan suara yang berfungsi untuk berkomunikasi atau sebagai aktivitas normalnya. Suara atau bunyi yang dihasilkan untuk berkomunikasi inilah yang dimaksud dengan komunikasi akustik serangga. Bunyi yang dimaksud adalah rambatan getaran pada medium padat, cair, dan ngas sehingga tidak hanya mencakup bunyi yang dapat didengar oleh manusia saja namun juga mencakup bunyi infrasonik dan ultrasonik. Bunyi-bunyian yang dihasilkan oleh serangga ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bunyi insidental yang dihasilkan oleh aktivitas normal serangga; dan bunyi non-insidental, yaitu bunyi yang sengaja dihasilkan untuk tujuan tertentu. Komunikasi akustik serangga lebih mengacu kepada bunyi non-insidental. Hal ini dikarenakan bunyi non-insidental bersifat spesifik untuk setiap spesies, khususnya komunikasi untuk mencari pasangan (Adiwibawa 2006). Komunikasi akustik memegang peranan penting pada banyak kelompok serangga yang umumnya digunakan untuk komunikasi intra spesies, seperti untuk mencari pasangan, peringatan, pertahanan, atau mengkoordinasikan kerja kelompok dan interaksi sosial yang kompleks pada serangga-serangga sosial (Drasopoulos 2006).

Bunyi yang dihasilkan oleh serangga memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dari mekanisme penghasil bunyinya serta waktu menghasilkannya (Hill 2001). Perbedaan karakteristik bunyi pada serangga akan tampak jelas melalui tampilan sonogram. Bunyi yang terpengaruh intraspesifik biasanya merupakan bunyi yang teratur dengan pengulangan getaran frekuensi secara berkesinambungan yang biasanya terjadi pada spesies spesifik. Bunyi atau nyanyian yang dihasilkan oleh serangga ini seringkali memberikan ciri-ciri

(16)

6

taksonomis dan diagnostik yang lebih baik daripada ciri-ciri morfologinya. Dengan mengetahui karakteristik bunyi serangga tertentu, daerah tempat hadirnya serangga tersebut dapat dilokalisasi sehingga populasi serangga pada daerah tersebut dapat dihitung.

Karakteristik bunyi yang dihasilkan serangga dapat dianalisa berdasarkan pola titinada (pitch), komposisi suara, intensitas suara, struktur waktu, dan irama (Doberlet 2004). Namun manusia memiliki keterbatasan dalam menganalisa karakteristik bunyi tersebut secara objektif. Hal ini dikarenakan fisiologi telinga manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Contohnya jika terdapat dua tipe suara dengan volume yang berbeda, maka manusia tentunya akan lebih memperhatikan tipe suara dengan volume yang lebih keras. Untuk mengatasi keterbatasan semacam inilah maka perlu digunakan beberapa peralatan teknis untuk memvisualisasikan suara tersebut secara objektif. Salah satu caranya adalah dengan memproses suara tersebut secara digital, yaitu dengan merekam suara yang didapat dengan alat perekam. Kemajuan teknologi memberikan kemudahan dengan tersedianya alat perekam digital, sehingga suara yang direkam dengan alat ini dapat langsung dimasukkan ke dalam komputer untuk proses analisa selanjutnya.

Oscilogram merupakan salah satu metode analisa karakteristik bunyi dengan plot sederhana yang menampilkan bentuk suara dalam perbandingan antara tekanan udara dengan waktu. Amplitudo dan struktur waktu dalam karakteristik bunyi dapat diamati dengan metode ini. Frekuensi suara dapat ditentukan dengan mengukur periode waktu namun hasilnya tidak terlalu tepat. Metode lain yang dapat digunakan untuk menganalisa karakteristik bunyi antara lain dengan menggunakan spektrum frekuensi dan spektogram suara (Beecher 1988).

Kebun Raya

Kebun raya merupakan salah satu upaya konservasi ex-situ yang dilakukan oleh manusia. Konservasi ex-situ adalah konservasi sumber daya alam yang dilakukan diluar kawasan yang pembangunannya diupayakan sesuai dengan aslinya, sehingga memungkinkan dilakukan pengembangan dan pembinaan

(17)

7

sumber daya alam beserta ekosistemnya untuk berbagai tujuan (KLH 2004). Maksud dari konservasi ex-situ ini adalah untuk memelihara jumlah dan variabilitas genetik di dalam populasi alam (re-stucking), untuk menemukan strategi atau upaya konservasi, untuk keperluan penelitian atau atraksi wisata, dan untuk sarana pendidikan serta penelitian bagi masyarakat.

Menurut Sastrapradja (1969) dalam Budiman (2007), kebun raya merupakan suatu museum tumbuh-tumbuhan yang berguna untuk tempat pelestarian flora tropik, tempat penelitian ekologi dan biologi, tempat pengenalan sumberdaya nabati dan penunjang pendidikan biologi, serta sebagai tempat rekreasi yang sehat bagi masyarakat, sedangkan Cayne (1979) dalam Budiman (2007) menyebutkan bahwa kebun raya merupakan suatu tempat untuk mengumpulkan dan memelihara tumbuh-tumbuhan yang memiliki fungsi penting, sebagai tempat pendidikan estetika, ilmu pengetahuan, dan rekeasi. Sastrapradja (1969) dalam Budiman (2007) menyebutkan beberapa fungsi utama kebun raya yaitu menyelenggarakan kegiatan eksploitasi dan pengumpulan tumbuhan-tumbuhan hidup yang diharapkan mempunyai potensi ekonomi dan penting bagi ilmu botani; melakukan penelitian-penelitian morfologi, ekologi, genetika, hortikultura, dan mengadakan pengujian-pengujian genetis serta menyediakan material untuk penelitian dan pertumbuhan; melaksanakan kegiatan pengenalan atau introduksi dari tumbuh-tumbuhan; memberikan bimbingan dan menyediakan fasilitas bagi pendidikan; dan menyediakan tempat istirahat dan rekreasi yang sehat, untuk membangkitkan kesadaran dan minat masyarakat terhadap kekayaan sumberdaya hayati.

Kebun Raya Bogor (KRB)

KRB didirikan pada tanggal 18 Mei 1917 oleh Gubernur Jenderal Van Der Capellen. KRB awalnya merupakan hutan buatan yang ditujukan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sebagai tempat pemeliharaan benih-benih kayu yang langka. KRB adalah sebuah kebun penelitian besar yang terletak pada 106º 47’ 53.1” BT dan 6º 33’ 58.7” LS di jantung Kota Bogor, Indonesia yang terletak 60 km dari Jakarta. Berada di ketinggian 260 m dpl dengan suhu udara rata-rata 26 ºC dan tingkat kelembaban 80-90 %. Curah hujan rata-rata per tahun adalah

(18)

8

3000-4000 mm. Luas kebun raya ini mencapai 87 hektar. Kebun ini dikhususkan untuk melindungi spesies-spesies tanaman yang tempat hidupnya pada dataran rendah yang lembab. Sebagai museum hidup, kebun raya yang berada di tengah Kota Bogor ini mempunyai 13.697 jenis koleksi pohon dan tumbuhan yang terbagi menjadi 3441 spesies pohon. Dari 3441 spesies pohon terbagi lagi menjadi 1.265 genera dan 220 famili. Koleksi tanaman ini anatara lain adalah bunga bangkai Titan arum (Amorphophallus titanum), anggek, Dipterocarps, Kantong semar (Nephentes), Koompassia excelsa, Victoria amazonica.

Kebun Raya Cibodas (KRC)

KRC didirikan pada tahun 1862 oleh Johannes Elias Teysjmann sebagai cabang dari KRB. KRC atau Taman Hutan Raya (Botanic Garden), terletak 107º 0’ 33.3” BT dan 6º 44’ 31.0” LS di Kompleks Hutan Gunung Gede Pangrango, Desa Cimacan, Pacet, Cianjur. Terletak ± 85 km dari Bandung dan 100 km dari Jakarta. Sebelah tenggara berbatasan dengan Bogor dan di utara berbatasan dengan Cianjur. Sebelah selatan dan barat berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP). KRC berada pada lereng utama TNGGP dengan ketinggian 1300-1425 m dpl, dengan luas seluruhnya kurang dari 125 ha.

KRC memiliki udara yang sejuk pada temperatur rata-rata 14-21 ºC dengan kelembaban 80-90 %. Berada di ketinggian ± 1300-1425 m dpl serta topografi bergelombang dan berbukit-bukit. Iklimnya tropik basah dengan curah hujan rata-rata 2380 mm/tahun. Tanahnya terdiri dari lava yang telah lapuk dengan endapan alusial dari lahar yang mengalir pada zaman dahulu. Tanahnya berwarna coklat kehitam-hitaman sampai dengan hitam dengan pH = 5.

KRC merupakan tempat wisata alam pegunungan yang ditumbuhi beraneka ragam jenis pohon dan palma. KRC dimaksudkan sebagai tempat koleksi ex situ (di luar habitat) bagi tumbuh-tumbuhan tropis basah dataran tinggi. Termasuk dalam koleksinya adalah berbagai jenis pohon besar yang dilindungi seperti tusam dan tumbuhan runjung, tumbuhan paku pegunungan, hutan kaliandra, hutan alam, dan terdapat pula air terjun. Dari pintu masuk ke lokasi air terjun berjarak 750 m.

(19)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitan ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007-Mei 2008 di KRB dan KRC. KRB terletak pada ketinggian 260 m dpl, sedangkan KRC terletak pada ketinggian 1300-1425 m dpl. KRB bersinggungan langsung dengan jalan raya dan letaknya berada di tengah-tengah kota Bogor, sedangkan letak KRC berada jauh dari jalan raya dan berbatasan langsung dengan Taman Nasinonal Gunung Gede Pangrango (TNGGP).

Sebelum penelitian dimulai, pada bulan November 2007, terlebih dahulu dilakukan survei lokasi di KRB sebagai penelitian pendahuluan. Penelitian lapangan di KRB dilakukan pada bulan Desember 2007 dan Mei 2008, sedangkan penelitian di KRC dilakukan pada bulan Maret dan April 2008. Penelitian di kedua tempat ini meliputi perekaman suara tonggeret dan penangkapan imagonya, sedangkan identifikasi imago tonggeret dilakukan di Pusat Pengembangan dan Penelitian Biologi bidang Zoologi LIPI, Cibinong.

Metode Penelitian

Metode Perekaman Suara

Di KRB, penelitian pertama dilakukan pada bulan Desember 2007 dan diulang pada bulan Mei 2008. Di KRC, penelitian pertama dilakukan pada bulan Maret yang kemudian diulang pada bulan April 2008. Perekaman suara dilakukan sambil mengitari tempat penelitian saat suara-suara tonggeret tersebut terdengar, dengan menggunakan alat perekam digital merek SAFA R200 (Gambar 1). Untuk membedakan suara-suara tonggeret tersebut, masing-masing suara diberi kode. Suara-suara yang sama dikelompokkan dalam satu kode. Metode perekaman ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis suara tonggeret yang terdapat pada masing-masing lokasi penelitian.

(20)

10

Perhitungan Kelimpahan Populasi Berdasarkan Suara Tonggeret Per Malam

Metode yang dilakukan diawali dengan metode perekaman kemudian apabila pada proses perekaman terdengar suara yang sama, maka yang dihitung hanya jumlahnya saja. Dari jumlah suara tersebut dapat diketahui rata-rata tiap tonggeret yang keluar sehingga didapatkan kelimpahannya.

Perhitungan banyaknya tiap suara tonggeret yang keluar per malam dilakukan dua kali di masing-masing lokasi yaitu pada bulan Desember 2007 dan Mei 2008 di KRB serta pada bulan Maret dan April 2008 di KRC. Hasil yang didapatkan dari dua kali penelitian di masing-masing lokasi tersebut digabungkan sehingga menghasilkan jumlah total suara per lokasi yang diklasifikasikan berdasarkan tipe suara.

Perhitungan Kelimpahan Populasi Berdasarkan Suara Tonggeret Pada Dua Bulan Berbeda

Metode yang dilakukan serupa dengan metode perhitungan kelimpahan tonggeret per malam. Akan tetapi, data yang dibandingkan adalah data kelimpahan tonggeret pada setiap lokasi dalam dua bulan yang berbeda. Data yang dibandingkan di KRB adalah data bulan Desember 2007 dan Mei 2008, sedangkan di KRC adalah data bulan Maret dan April 2008. Perbandingan pada dua bulan yang berbeda ini dimaksudkan untuk mengetahui kelimpahan populasi tonggeret per lokasi pada dua tingkat curah hujan yang berbeda. Bulan Desember 2007 dan Maret 2008 dipilih karena pada bulan tersebut kedua lokasi itu memiliki curah hujan yang tinggi, sedangkan bulan April dan Mei 2008 di kedua lokasi tersebut memiliki curah hujan yang cukup rendah.

Waktu Kemunculan dan Kelimpahan Populasi Tonggeret

Untuk mengetahui waktu kemunculan dan kelimpahan Populasi tonggeret, dilakukan dengan cara mengamati waktu munculnya tiap suara tonggeret hingga tiap suara tersebut berhenti berbunyi. Di setiap lokasi penelitian, pengamatan kelimpahan tonggeret per waktu yang dilakukan pada bulan April di KRC dan

(21)

11

bulan Mei di KRB. Pengamatan ini dilakukan selama 3 hari dan dianggap sebagai 3 kali ulangan.

Gambar 1 Alat perekam digital yang digunakan dalam penelitian (SAFA R200).

Metode Pengambilan Sampel Tonggeret

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah pengambilan imago tonggeret yang dilakukan dengan menggunakan perangkap cahaya dan jaring. Pengambilan sampel imago tonggeret sangat penting dilakukan untuk identifikasi spesies yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi-LIPI Bidang Zoologi, Cibinong sehingga dapat diketahui spesies masing-masing yang berada pada dua tempat penelitian.

Identifikasi Tonggeret dan Analisa Hasil Rekaman Suara Tonggeret

Tonggeret yang ditemukan diidentifikasi hingga tingkat spesies dengan cara membandingkan dengan spesimen yang berada di Museum Zoologi, LIPI, Cibinong. Hasil rekaman suara tonggeret yang didapat dari lapangan dianalisis dengan menggunakan software audio, yaitu Soundruler dan Audacity sehingga didapatkan oscilogramnya (pola frekuensi dan amplitudo suara). Hasil oscilogram yang didapat di kelompokkan dan dibandingkan untuk penentuan spesies.

(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Hasil Rekaman Suara Tonggeret

Identifikasi hasil rekaman suara dan spesies tonggeret

Hasil perekaman suara di KRB menunjukkan ada 2 tipe suara tonggeret yang selanjutnya masing-masing diberi kode A dan B, sedangkan di KRC terdapat 5 tipe suara tonggeret yang kemudian diberi kode A, B, C, D, dan E (Gambar 2-6). Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa tipe suara di KRB (A dan B) juga ditemukan di KRC, sementara 3 tipe suara yang ada di KRC (C, D dan E) tidak terdapat di KRB.

Dari 5 tipe suara yang berhasil direkam yaitu tipe suara dengan kode A, B, C, D, dan E, terdapat 2 jenis suara yang berhasil diidentifikasi spesiesnya yaitu suara tipe A dan tipe C. Suara tipe A merupakan suara dari Dundubia mannifera (Stal) dan suara tipe C dimiliki oleh Pomponia lactea (Distant). Kedua tipe suara ini dapat diidentifikasi spesiesnya, karena ketika dilakukan penangkapan, kedua tonggeret tersebut sedang bersuara.

Hasil identifikasi tonggeret yang berhasil ditangkap adalah sebagai berikut: Dari KRB terdapat 1 spesies dari sub famili Cicadinae yaitu D.

mannifera (diketahui memiliki suara tipe A), sedangkan dari KRC terdapat 3

spesies dari sub famili Cicadinae yaitu P. lactea (diketahui memiliki suara tipe C),

D. mannifera (diketahui memiliki suara tipe A), Puranoides sp. (Moulton)

(Gambar 8), dan 1 spesies dari sub famili Tibicininae yaiu Huechys incarnata (Germar) (Gambar 9).

Penangkapan imago tonggeret dilakukan dengan menggunakan perangkap cahaya (light trap) dan jaring serangga. Namun penangkapan dengan menggunakan jaring ini hanya dilakukan apabila tonggeret tersebut sedang berada di bagian bawah batang pohon. Penangkapan dengan menggunakan jaring serangga hanya dilakukan di KRB, karena ketika dilakukan percobaan pendahuluan, penangkapan dengan menggunakan perangkap cahaya tidak berhasil menarik tonggeret untuk datang. Hal ini disebabkan tonggeret yang berada di

(23)

13

KRB sudah beradaptasi dengan cahaya lampu yang berada di dalam dan di sekitar Kebun Raya (Kahono 1992).

Berikut ini adalah oscilogram setiap tipe suara yang ditemukan di KRB dan KRC. Tanda panah merah pada gambar-gambar ini menunjukkan satu panggilan (call) yang dihasilkan oleh tipe-tipe suara tersebut. Dalam satu panggilan bisa saja terdiri dari satu getaran (pulse) atau bahkan beberapa getaran (pulses).

Gambar 2 Oscilogram suara A yang dimiliki oleh D. mannifera (kiri) dan bentuk imagonya (kanan).

Gambar 3 Oscilogram suara B dengan tanda panah merah menunjukkan satu panggilan (atas); oscilogram getaran yang terdapat pada satu panggilan (bawah).

5,3 cm

(24)

14

Gambar 4 Oscilogram suara C yang dimiliki oleh P. lactea dengan dua bentuk panggilan yang berbeda (tanda panah merah) (kiri) dan bentuk imagonya (kanan).

Gambar 5 Oscilogram suara D per 1 detik (atas); oscilogram per 0.05 detik dengan satu panggilan (tanda panah merah) (tengah); dan oscilogram getaran yang terdapat pada satu panggilan (bawah).

Gambar 6 Oscilogram suara E dengan satu panggilan (atas); oscilogram getaran yang terdapat pada satu panggilan (bawah).

4,5 cm

(25)

15

(a) (b)

Gambar 7 Imago P. lactea. (a) P.lactea jantan; (b) P. lactea betina.

`

Gambar 8 Puranoides sp. Gambar 9 H. incarnata

Berdasarkan banyaknya tipe suara tonggeret yang berhasil direkam dan imago tonggeret yang berhasil ditangkap di kedua tempat penelitian membuktikan bahwa kekayaan spesies tonggeret di KRC lebih tinggi dibandingkan dengan di KRB.

Perbedaan bentuk suara pada D. mannifera

D. mannifera merupakan spesies tonggeret yang ditemukan di KRB dan

KRC. Walaupun di kedua tempat tersebut suara spesies ini terdengar sama, namun analisa karakteristik suara dengan menggunakan oscilogram ternyata menghasilkan karakter yang berbeda (Gambar 10 & 11). Perbedaan karakteristik suara ini terlihat dari banyaknya panggilan yang dihasilkan oleh spesies tersebut di masing-masing tempat penelitian per periode waktu.

D. mannifera yang berada di KRC mampu menghasilkan 13 panggilan

dalam waktu 5 detik, sedangkan D. mannifera yang berada di KRB hanya mampu 4 cm 2 cm 1,2 cm 4,5 cm 1,8 cm 3,3 cm 2,8 cm 3 cm 0,8 cm 1 cm

(26)

16

menghasilkan 7 panggilan dalam waktu 5 detik. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa waktu yang dibutuhkan oleh D. mannifera yang berada di KRB untuk menghasilkan satu panggilan lebih lama dibandingkan dengan D. mannifera yang berada di KRC.

Perbedaan jumlah panggilan yang dihasilkan oleh spesies ini dikarenakan adanya perbedaan temperatur udara antara KRB dan KRC. Suhu udara harian rata-rata di KRB adalah sebesar 26 ºC, sedangkan di KRC berkisar antara 14-21 ºC, sehingga dapat disimpulkan bahwa temperatur udara di KRB lebih tinggi dibandingkan dengan KRC.

Berikut ini adalah oscilogram suara D. mannifera baik yang ditemukan di KRB maupun di KRC.

Gambar 10 Oscilogram suara D. mannifera di KRC (atas); oscilogram per 4 detik dengan satu panggilan (tanda panah merah) dan oscilogram satu panggilan.

Gambar 11 Oscilogram suara D. mannifera di KRB (atas); oscilogram per 4 detik dengan satu panggilan (tanda panah merah) dan oscilogram satu panggilan.

Perbedaan suara yang dihasilkan oleh suatu spesies dikarenakan kemampuan bernyanyi suatu spesies dipengaruhi oleh kondisi temperatur. Beberapa spesies serangga dalam suatu populasi yang berada pada daerah yang

(27)

17

hangat akan menghasilkan suara yang lebih perlahan dibandingkan dengan serangga yang berada pada temperatur yang lebih rendah (Bailey 1991). Menurut Sanborn (2006), perbedaan temperatur udara akan mempengaruhi produksi suara yang dihasilkan oleh serangga. Pada tonggeret, perbedaan temperatur udara ini dapat mempengaruhi kinerja otot-otot yang terdapat pada timbal dalam menghasilkan suatu panggilan. Kinerja otot pada timbal ini tidak selalu sama pada setiap spesies tonggeret. Bisa saja pada kondisi dengan temperatur yang lebih tinggi, panggilan yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan dengan kondisi dengan temperatur yang lebih rendah.

Kelimpahan Populasi Berdasarkan Suara Tonggeret

Kelimpahan populasi berdasarkan suara tonggeret per malam

Kelimpahan suara tonggeret menunjukkan banyaknya individu dari setiap tipe suara tonggeret yang terdapat di lapangan. Berikut ini adalah grafik kelimpahan suara tonggeret per malam pada bulan Desember 2007 dan Mei 2008 di KRB serta pada bulan Maret dan April 2008 di KRC (Gambar 12).

0 5 10 15 20 25 30

Kebun Raya Bogor Kebun Raya Cibodas

Tempat J u m la h A B C D E

Gambar 12 Perbandingan kelimpahan suara tonggeret per malam di KRB dan KRC.

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa tipe suara A, yang merupakan suara dari D. mannifera, adalah tipe suara yang paling melimpah di

(28)

18

KRB dengan rata-rata jumlah suara adalah 14 suara per malam. Di KRC, tipe suara yang paling melimpah adalah tipe C yang merupakan tipe suara yang dihasilkan oleh P. lactea dengan rata-rata jumlah suara yang keluar adalah 26 suara per malam.

Kelimpahan populasi berdasarkan suara tonggeret pada dua bulan yang berbeda

Penelitian ini untuk mengetahui populasi tonggeret pada bulan yang berbeda berdasarkan rekaman suara. Hasil rekaman suara di KRB pada bulan Desember 2007 dan Mei 2008 serta hasil rekaman di KRC pada bulan Maret dan April 2008 disajikan dengan grafik pada Gambar 13.

0 5 10 15 20 25 A B C D E Tipe Suara R a ta -r a ta S u a ra p e r M a la m Desember Mei 0 5 10 15 20 25 30 35 40 A B C D E Tipe Suara R a ta -r a ta S u a ra p e r M a la m Maret April

Gambar 13 Perbandingan kelimpahan suara tonggeret pada dua bulan yang berbeda di KRB (atas) dan KRC (bawah).

(29)

19

Grafik pada Gambar 13 menunjukkan bahwa kelimpahan suara tonggeret per malam di KRB pada bulan Desember lebih sedikit dibandingkan pada bulan Mei. Di KRC, kehadiran dan kelimpahan suara tonggeret per malam lebih banyak pada bulan April. Hal ini ditunjukkan dengan adanya suara yang tidak keluar pada bulan Maret namun keluar pada bulan April. Hal tersebut diatas dikarenakan pada bulan April (di KRC) dan bulan Mei (KRB) terjadi peralihan musim dari musim hujan ke kemarau, sehingga curah hujannya tidak setinggi pada bulan Desember (KRB) dan bulan Maret (KRC). Faktor hujan inilah yang mengakibatkan sedikitnya suara yang keluar, karena hujan dapat mempengaruhi distribusi, kegiatan, dan perkembangan serangga (Jumar 2000). Apabila terlalu banyak air, seperti hujan yang deras, akan membahayakan keberadaan serangga tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan pada musim hujan populasi tonggeret menurun.

D. mannifera. Aktifitas bersuara yang dilakukan spesies ini terjadi baik pada saat hujan maupun pada saat cerah. Namun pada saat hujan deras atau angin kencang tonggeret bisa saja tidak aktif. Berbeda dengan tonggeret jantan dewasa D.

mannifera yang berada di KRB, tonggeret D. mannifera yang berada di KRC

hanya aktif pada saat cuaca cerah. Namun, jumlah suara yang aktif pada saat itupun tidak sebanyak jumlah suara yang aktif di KRB.

P. lactea. Spesies ini merupakan spesies yang paling banyak ditemukan di KRC. Spesies ini merupakan pemilik suara tipe C. Aktifitas bersuara dari tonggeret jantan dewasa P. lactea ini dilakukan baik pada saat cuaca cerah maupun mendung. Kecuali pada saat hujan deras, spesies ini menjadi kurang bahkan tidak aktif bersuara.

Waktu kemunculan dan kelimpahan suara tonggeret

Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan per 30 menit dari pukul 15.00 sampai 18.30 sehingga dapat diketahui pada pukul berapakah tonggeret paling banyak bersuara.

(30)

20 0 5 10 15 20 25 30 35 15.00-15.30 15.30-16.00 16.00-16.30 16.30-17.00 17.00-17.30 17.30-18.00 18.00-18.30 Waktu J u m la h S u a ra A B 0 5 10 15 20 25 30 35 40 15.00-15.30 15.30-16.00 16.00-16.30 16.30-17.00 17.00-17.30 17.30-18.00 18.00-18.30 Waktu J u m la h S u a ra A B C D E

Gambar 14 Waktu kemunculan dan kelimpahan suara tonggeret di KRB (atas) dan KRC (bawah)

Dari kedua grafik diatas, dapat dilihat bahwa di KRB tipe suara A (D.

mannifera) umumnya mulai bersuara pada pukul 15.00 sampai dengan pukul

18.00 WIB dengan puncak kelimpahan suara ini terjadi pada pukul 16.30-17.00, sedangkan tipe suara B dianggap tidak memiliki puncak kelimpahan suara karena sangat jarang bersuara (Gambar 14). Di KRC, setiap spesies tonggeret memiliki waktu bersuara yang berbeda-beda yaitu D. mannifera (tipe suara A) aktif bersuara mulai pukul 16.30-18.00 WIB dengan puncak kelimpahan suara adalah pada pukul 17.30-18.00 WIB, suara tipe B aktif bersuara mulai pukul 16.00-18.00

(31)

21

WIB dengan puncak kelimpahan suara adalah pada pukul 16.30-17.00 WIB, suara tipe C (P. lactea) aktif bersuara mulai pukul 16.30 sampai 18.30 WIB dengan puncak kelimpahan suara adalah pada pukul 17.30-18.00 WIB, suara tipe D aktif bersuara mulai pukul 17.30 sampai lebih dari pukul 18.30 WIB, dan tipe suara E aktif bersuara mulai pukul 16.30-18.30 WIB dengan puncak kelimpahan suara adalah pada pukul 16.30-17.30 WIB (data terlampir). Namun, tidak semua spesies tonggeret aktif bersuara pada sore hari. Ada beberapa spesies tonggeret yang aktif bersuara pada pagi atau siang hari bahkan aktif bersuara sepanjang hari. Di kedua tempat penelitian, tonggeret hanya aktif bersuara pada sore hari. Hal ini disebabkan adanya aktivitas manusia pada pagi dan siang hari.

(32)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Identifikasi tonggeret berdasarkan analisis rekaman suara digital dapat membedakan pola-pola suara yang dihasilkan tonggeret di KRB dan KRC. Cara ini dapat digunakan untuk memprediksi kelimpahan tonggeret tanpa harus mengkoleksinya langsung dari pohon yang tinggi. Namun cara ini memiliki kelemahan, yaitu apabila dilakukan di lapangan sering tercampur dengan suara angin. Untuk itu penggunaan peredam suara pada mikrofon sangat disarankan untuk meredam suara yang tidak diinginkan. Untuk mendapatkan kualitas suara yang lebih jernih, dapat digunakan mikrofon parabolik.

Berdasarkan rekaman suara yang dilakukan, terdapat 5 tipe suara tonggeret di KRC yang diberi kode A, B, C, D, dan E dan 2 tipe suara tonggeret di KRB yang diberi kode A dan B. Kedua tipe suara yang diperoleh dari KRB semuanya merupakan tipe suara yang juga terdapat di KRC. Dari seluruh tipe suara yang didapat baik di KRB maupun di KRC, hanya 2 tipe suara yang berhasil diidentifikasi spesiesnya yaitu tipe suara A yang merupakan suara D. mannifera dan tipe suara C yang merupakan suara dari P. lactea.

Berdasarkan hasil identifikasi imago tonggeret yang ditangkap di masing-masing tempat penelitian, diperoleh 3 spesies dari sub famili Cicadinae yaitu P.

lactea, D. mannifera, Puranoides sp., dan satu spesies dari sub famili Tibicininae

yaitu H. incarnata di KRC, sedangkan di KRB didapatkan satu spesies saja yaitu

D. mannifera. Hal ini menandakan bahwa kekayaan spesies di KRC lebih tinggi

dibandingkan dengan KRB.

Dari kelimpahan populasi berdasarkan suara tonggeret per malam pada masing-masing tempat penelitian, tipe suara A yang merupakan suara D.

mannifera adalah suara yang kelimpahannya paling tinggi di KRB, sedangkan di

KRC tipe suara yang paling melimpah adalah tipe suara C yaitu suara dari P.

(33)

23

Saran

Perlu pengembangan lebih lanjut mengenai metode perekaman suara untuk identifikasi spesies tonggeret ini. Disarankan metode perekaman suara tidak hanya dilakukan langsung di lapangan namun juga dilakukan di laboratorium. Caranya adalah dengan memelihara serangga yang akan direkam di laboratorium dengan tempat pemeliharaan yang dibuat mirip dengan habitat alaminya sehingga serangga dapat bersuara sesuai dengan kebiasaannya di lapangan. Metode perekaman suara skala laboratorium ini dimaksudkan agar hasil rekaman suara lebih jernih dan terbebas dari gangguan suara-suara lain seperti angin, air, dsb.

(34)

24

DAFTAR PUSTAKA

Adiwibawa MAS. 2006. Komunikasi akustik serangga: pengembangan dan pemanfaatannya. Insect Conference; Bogor, 27-28 Januari 2007. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Bailey WJ. 1991. Acoustic Behavior of Insects. UK: Chapman & Hall.

Barker JR, Tingey DT, editor. 1992. Air Pollution Effects on Biodiversity. New York: Van Nostrand Reinhold.

Beecher, MD. 1988. Spectographic analiysis of animak vocalizations: Implication of the “Uncertainty Principle”. Bioaccoustic Vol 1 No 2/3, AB Academic

Publisher.

Budiman AS. 2007. Data dan informasi biologi di KRC [karya ilmiah]. Bogor: Depertemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Colwell RK. 1994. Biodiversity: an intrduction. Di dalam: Solbrig OT, Van Emden HM, Van Oordort PG, editor. Biodiversity and Global Change CAB International.

Doberlet MV, Cokl A. 2004. Vibrational communication in insects. Neotropical

Entomology 33(2): 121-134.

Drosopoulos S, Claridge MF, editor. 2006. Insect Sound and Communication: Physiology, Behaviour, Ecology, and Evolution.USA: Taylor & Francis. Hill PSM. 2001. Vibration and animal communication: a review. Amer.Zool 41:

1135-1142.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta: Rineka Cipta.

Kahono S. 1992. Beberapa aspek perilaku, perbandingan jenis kelamin dan populasi tonggeret dewasa Dundubia mannifera (Linn) (Cicadidae) di KRB.

Buletin Kebun Raya Indonesia 7(3): 71-74.

Nanao J. 1997. Tonggeret. AW Blasius H, penerjemah. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Terjemahan dari: Cicadas.

Pujiastuti LE. 2002. Keluarga tonggeret. Di dalam: Amir M, Kahono S, editor.

Serangga Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Bagian Barat. LIPI:

(35)

25

Sanborn AF. 2006. Acoustic signals and temperature. Di dalam: Drosopoulos S, Claridge MF, editor. Insect Sound and Communication: Physiology,

(36)

26

LAMPIRAN

Tabel 1 Data kelimpahan suara tonggeret di KRB per waktu. Ulangan Tipe

Suara Waktu Bersuara

15.00-15.30 15.30-16.00 16.00-16.30 16.30-17.00 17.00-17.30 17.30-18.00 18.00-18.30 I A 7 28 26 30 17 3 0 B 0 0 0 0 0 0 0 II A 15 33 40 37 19 5 0 B 0 0 0 0 0 0 0 III A 9 28 26 28 13 3 0 B 0 0 0 3 2 0 0

Tabel 2 Data kelimpahan suara tonggeret di KRC per waktu. Ulangan Tipe

Suara Waktu Bersuara

15.00-15.30 15.30-16.00 16.00-16.30 16.30-17.00 17.00-17.30 17.30-18.00 18.00-18.30 A 0 2 11 14 12 0 0 B 0 17 17 9 7 4 0 I C 0 3 16 37 43 11 0 D 0 0 0 0 5 20 0 E 0 1 4 4 2 0 0 A 0 0 7 5 3 0 0 B 0 11 14 13 4 0 0 II C 0 1 18 32 35 17 0 D 0 0 0 1 5 18 0 E 0 0 2 1 0 0 0 A 0 1 3 7 10 0 0 B 0 13 21 15 4 0 0 III C 0 3 21 27 31 11 0 D 0 0 0 0 3 22 0 E 0 1 1 2 2 0 0

(37)

27

Tabel 3 Data Curah Hujan Kumulatif Bulanan (mm)

2007 2008

Lokasi

Observasi Des Jan Feb Mar Apr Mei

Gn.Mas 490 386.5 652 522.5 392.5 278.5 Dermaga 463 253.5 391.5 677 588.6 278.1 Sumber: Sub Bidang Informasi Iklim dan Agroklimatologi, BMG Jakarta.

Gambar

Gambar 1  Alat perekam digital yang digunakan dalam penelitian   (SAFA R200).
Gambar 2  Oscilogram suara A yang dimiliki oleh D. mannifera (kiri) dan         bentuk imagonya (kanan)
Gambar 4  Oscilogram suara C yang dimiliki oleh P. lactea dengan dua  bentuk panggilan yang berbeda (tanda panah merah) (kiri) dan  bentuk imagonya (kanan)
Gambar 7  Imago P. lactea. (a) P.lactea jantan; (b) P. lactea betina.
+6

Referensi

Dokumen terkait