• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal ekologi Pengukuran Faktor Lingkungan.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal ekologi Pengukuran Faktor Lingkungan.docx"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUKURAN FAKTOR IKLIM ( IKLIM MIKRO ), FISIKA DAN KIMIA TANAH PADA TIGA DAERAH ( TERNAUNG, TRANSISI DAN TERBUKA ) DI LABORATORIUM PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UNIVERSITAS RIAU

Ira Hidayati

Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan PMIPA FKIP Universitas Riau Pekanbaru 28293

Email: irahidayati57@yahoo.co.id

ABSTRAK

Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau pada tanggal 15 Oktober 2016. Praktikum ini bertujuan untuk melakukan pengukuran faktor lingkungan, yaitu pengukuran faktor iklim (iklim mikro) serta pengukuran faktor fisika dan kimia tanah. Prosedur kerja pada praktikum ini terdiri dari dua bagian, yaitu pengukuran faktor iklim yang mana akan dilakukan pengukuran temperatur dan kelembaban udara serta pengukuran faktor fisika dan kimia tanah yang mana akan dilakukan pengukuran temperatur, kelembaban dan pH tanah. Hasil yang diperoleh pada praktikum ini yaitu semakin tinggi ketinggian suatu tempat maka akan semakin tinggi pula suhunya dan semakin dalam kedalaman tanah maka akan semakin rendah suhunya. Suhu pada setiap daerah (ternaung, transisi, dan terbuka) berbeda-beda. Kadar air tanah di daerah ternaung lebih besar yaitu 35,4 sedangkan pada daerah terbuka 13,1 . Serta kadar organik tanah di daerah ternaung kadarnya lebih tinggi, yaitu sebesar 15 %. Sedangkan di daerah terbuka hanya 6,2 %. Pada daerah ternaung pH tanah 3, daerah transisi pH tanah 4, dan pada daerah terbuka pH tanah 5.

Kata Kunci : Pengukuran, Faktor lingkungan, Faktor iklim, Faktor fisika dan kimia tanah, Kadar Air Tanah, dan Kadar Organik Tanah.

PENDAHULUAN

Faktor bioekologi secara umum terbagi atas dua yakni faktor fisik atau abiotik yang terdiri atas faktor-faktor lingkungan yang bersifat non biologis seperti iklim

(2)

(suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya), tanah dan kondisi fisik lingkungan lainnya. Diketahui bahwa Setiap mahluk hidup termasuk vegetasi tumbuhan berada pada kondisi lingkungan abiotik yang dinamis dalam skala ruang yang bervariasi disetiap tempat hidupnya. Oleh karena itu setiap tumbuhan harus dapat beradaptasi menghadapi perubahan kondisi faktor lingkungan tersebut. Namun demikian, adavegetasi tumbuhan tidak mungkin dapat hidup dalam kisaran faktor-faktor abiotik yang tinggi, ada jenis vegetasi tumbuhan yang mampu tumbuh dikisarn faktor abiotik yang tinggi.Faktor bioekologi yang kedua adalah faktor biotik yaitu organisme yang berpengaruh terhadap organisme lain contoh tumbuhan lain. Tumbuhan dapat tumbuh dengan berhasil bila lingkungan mampu menyediakan berbagai keperluan untuk pertumbuhan sesama daur hidupnya. Oleh karena sifat lingkungan tidak hanya bergantung pada kondisi fisik dan kimia tetapi juga karena kehadiran organisme lain faktor yang berperan dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yakni iklim, tanah dan biotik. ( Parinding, 2007 ).

Selain itu menurut Azemi et al (1996) dalam Hariyadi (2000) variasi epifit lebih disebabkan oleh perbedaan kondisi iklim mikro. Masing-masing strata pohon memiliki kondisi iklim mikro yang berbeda. Pada bagian bawah dan tengah banyak mendapatkan perlindungan dari tajuk pohon sehingga akan membentuk iklim mikro yang berbeda dibandingkan dengan kondisi bagian tajuk. Bagian bawah dan tengah pohon lebih lembab sedangkan untuk bagian tajuk pohon merupakan bagian yang terkena cahaya matahari. Dengan kondisi iklim mikro yang berbeda menyebabkan tumbuhan paku epifit pola penyebarannya engelompok pada percabangan pohon inang. Sedangkan paku terestrial lebih menyukai kondisi lingkungan yang lembab sehingga itu pola penyebarannya berkelompok di bawah naungan yang intensitas cahayanya lebih rendah.

Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suatu ruang yang sangat terbatas, tetapi komponen iklim ini penting artinya bagi kehidupan manusia, tumbuhan dan hewan, karena kondisi udara pada skala mikro ini yang akan berkontak langsung dengan (dan mempengaruhi secara langsung) makhluk-makhluk hidup tersebut. Makhluk hidup tanggap terhadap dinamika atau perubahan-perubahan dari unsur-unsur iklim di sekitarnya. Keadaan unsur-unsur-unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi tingkah laku dan metabolisme yang berlangsung pada tubuh makhluk hidup, sebaliknya, keberadaan makhluk hidup tersebut (terutama tumbuhan) akan pula mempengaruhi keadaan iklim mikro di sekitarnya. Antara makhluk hidup dan udara di sekitarnya akan terjadi saling pengaruh atau interaksi satu sama lain (Lakitan, 2002:53).

(3)

Proses metabolisme atau fisiologis tumbuhan memiliki efek terhadap suhu udara lingkungan sekitarnya. Proses ekofisiologi yang menyebabkan terbentuknya iklim mikro adalah proses transpirasi dan evaporasi (Fandeli, 2004).

Evaporasi merupakan pertukaran antara panas laten dan panas yang terasa (sensibel). Udara sekitar akan kehilangan panas karena terjadinya evaporasi yang menyebabkan suhu di sekitar tanaman menjadi lebih sejuk (Zoer’aini, 2005).

Proses evaporasi (proses fisis perubahan cairan menjadi uap) dari permukaan tanaman disebut transpirasi. Lakitan (1997) menjelaskan, bahwa penyerapan energi radiasi matahari oleh sistem tajuk tanaman akan memacu tumbuhan untuk meningkatkan laju transpirasinya (terutama untuk menjaga stabilitas suhu tumbuhan).

Pada kondisi kecukupan air, kehadiran pohon diperkirakan dapat menurunkan suhu udara di bawahnya kira-kira 3,50C pada siang hari yang terik. Proses fisiologis yang ikut berperan menciptakan iklim mikro dan berjalan secara silmultan dengan transpirasi adalah proses fotosintesis (Lakitan, 1997).

Suhu tanah sangat dipengaruhi oleh interaksi sejumlah faktor dengan sumber panas, yaitu sinar matahari dan langit, serta konduksi interior tanah. Faktor eksternal yang menyebabkan perubahan suhu tanah diantaranya adalah radiasi solar (jumlah panas yang mencapai permukaan bumi), radiasi dari langit, kondensasi, evaporasi, curah hujan, Insulasi (tanaman penutup tanah, mulsa, awan). Sedangkan faktor internal meliputi kapasitas panas tanah, konduktivitas dan difusivitas thermal, aktivitas biologis, struktur tanah, tekstur tanah dan kelembaban tanah serta garamgaram terlarut (Hanafiah KA 2004).

Semakin banyak jumlah pohon yang rindang dalam suatu wilayah maka kualitas RTH nya akan baik (Prasetya, 2012). Dengan kondisi Ruang Terbuka Hijua yang baik maka suhu udara yang berada di tempat tersebut akan lebih terasa dingin. Hal ini dikarenakan tanaman mampu menyerap energi sinar matahari dan mampu menyerap CO2. Oleh karena, dengan jumlah tanaman yang banyak dan rindang mampu menyerap energi sinar matahari dan menyerap CO2 maka suhu udara di Taman Slamet rendah.

Kelembaban tanah dan suhu tanah merupakan dua faktor penentu yang penting pada proses respirasi tanah (Raich & Tufekciogul 2000). Hasil pengamatan Rochette et al. (1997) menunjukkan respirasi tanah yang lembab dua sampai tiga kali lebih besar dibandingkan tanah yang kering. Banyak peneliti melaporkan peningkatan respirasi tanah meningkat mengikuti suhu tanah. Respirasi tanah merupakan indikator yang sensitif dan penting pada suatu ekosistem, termasuk aktivitas yang berkenaan dengan proses metabolisme di tanah, pembusukan sisa tanaman pada tanah, dan

(4)

konversi bahan organik tanah menjadi CO2. Melalui respirasi tanah ini, karbon dilepas dari tanah ke atmosfer (Rochette et al. 1997).

Lessard et al. (1994) menyatakan kelembaban dan suhu tanah sangat berpengaruh terhadap produksi CO2, dan peningkatan suhu akan meningkatkan fluks CO2.

Hal ini terjadi karena dengan rapatnya jumlah pohon maka dapat menyerap radiasi matahari dan menghasilkan H2O. Dari hasil Peningkatan H2O dan penyerapan CO2 ini yang mempengaruhi peningkatan kelembapan udara (Tauhid, 2008).

Kelembaban tanah adalah jumlah uap air yang terdapat dalam suatu massa tanah yang dinyatakan dalam % bobot kering atau volume (Soedarsono et al. 2006). Kandungan air tanah dan struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan aerasi tanah, potensial redoks tanah dan difusi transfer gas dalam tanah (Taufik M 2003).

Kelembaban dan kadar air tanah mempengaruhi dominasi jenis mikroorganisme tanah yang aktif dalam proses dekomposisi bahan organik. Pada kelembaban dan kadar air yang tinggi, perkembangan dan aktivitas bakteri akan maksimum. Sebaliknya akan menurun pada kondisi kering (tekanan -3 bar) dan sangat tertekan pada kadar air titik layu permanen (tekanan -15 bar) (Hanafiah KA 2004).

Bahan organik tanah berperan secara fisik, kimia, maupun biologis sehingga menentukan status kesuburan suatu tanah. Bahan organik menjadi sumber energi karbon dan hara bagi biota heterotropik (penguna senyawa organik). Kandungan bahan organik tanah ditentukan oleh kesetimbangan antara laju pelonggokan dengan laju dekomposisinya (Soepardi G 1983).

Faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik tanah adalah iklim, vegetasi, topografi, waktu, bahan induk dan pertanaman (cropping). Sebaran vegetasi berkaitan erat dengan pola tertentu dari perubahan temperatur dan curah hujan. Pada wilayah yang curah hujannya rendah dengan jumlah vegetasi yang sedikit akan menghasilkan akumulasi bahan organik yang rendah. Pada wilayah yang temperatur dingin, kegiatan mikroorganisme juga rendah sehingga proses dekomposisi lambat (Soedarsono et al. 2006).

Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH (Hardjowigeno, 2003). Pada nilai pH yang sangat rendah tanah dikatakan bereaksi masam, sedangkan pada pH yang tinggi tanah dikatakan bereaksi alkalin (basis). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pH tanah diantaranya kadar humus, aluminium silikat, hidroksida (terutama Al dan Fe) dan garam-garam terlarut dalam tanah (Buckman and Brandy, 1960 dalam Purwanto dan Gintings, 1994).

(5)

Hardjowigeno (2003) mengemukakan pentingnya pH tanah, yaitu :

1. Menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air.

2. Menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanah masam banyak ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, yang kecuali memfiksasi unsur P juga merupakan racun bagi tanaman.

3. Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme, antara lain bakteri dan jamur berkembang dengan baik pada pH 5,5, sedangkan bakteri pengikat nitrogen dari udara dan bakteri.

BAHAN DAN METODE

Praktikum ini dilaksanakan di laboratorium Pendidikan Biologi FKIP Universitas Riau pada tanggal 15 Oktober 2016.

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu kertas pH, termohygrometer, penggaris, thermometer, neraca analitik, cawan keramik, air, oven, botol aqua gelas, dan 3 jenis tanah ( tanah di daerah terbuka, transisi, dan ternaung).

Prosedur kerja pada praktikum ini terdiri dari dua bagian, yaitu prosedur kerja pengukuran faktor iklim (iklim mikro) serta pengukuran faktor fisika dan kimia tanah. Prosedur kerja praktikum pada pengukuran faktor iklim yaitu dilakukan pengukuran temperature udara dan kelembaban relatif udara menggunakan termohygrometer pada ketinggian 1 dan 2 meter dari permukaan tanah masing-masing selama 5 menit. Kemudian hasil pengukuran disajikan dalam bentuk tabel.

Prosedur kerja praktikum pada pengukuran faktor fisika dan kimia tanah yaitu dilakukan pengukuran suhu pada permukaan tanah dan pada kedalaman 30 cm dengan bantuan alat ukur thermometer Hg.

Diukur pH tanah dengan menggunakan kertas pH. Selanjutnya dimasukkan masing-masing sampel tanah (tanah ternaung,transisi,dan terbuka) sebanyak ¾ aqua gelas. Setelah itu dicampur dengan air secukupnya hingga sampel tanah larut,diaduk dan selanjutnya kertas pH dimasukkan kedalam masing-masing aqua gelas berisi sampel tanah. Kemudian di lihat hasilnya pada kertas pH tersebut .

Pengukuran kelembaban tanah diukur dengan menghitung kadar air tanah/KAT dengan cara pengeringan. Kemudian diambil dua sampel tanah terbuka dan ternaung. Ditimbang sampel tanah sebanyak 20 gr kemudian dikeringkan di dalam oven pada

(6)

suhu 105 ℃ selama 2 jam, lalu berat tanah tersebut ditimbang. Diukur kadar organik tanah (KOT) dengan cara membakar 5 gram tanah yang telah dikeringkan di dalam oven pada suhu 600 selama 3 jam, lalu berat tanah tersebut ditimbang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengukuran Faktor Iklim (Iklim Mikro)

Tabel 1. Pengukuran temperatur udara dan kelembaban udara Ketinggian

Temperatur Udara ( )

Kelembaban Udara (%) Keterangan

1 2 Rerata 1 2 Rerata 1 m 32,8 32,9 32,85 45 48 46,5 Daerah Ternaung 2 m 32,8 32,8 32,8 45 48 46,5 1 m 35,2 35,0 35,1 38 39 38,5 Daerah Transisi 2 m 35,9 35,9 35,9 35 35 35 1 m 34,2 34,2 34,2 42 42 42 Daerah Terbuka 2 m 34,5 34,5 34,5 39 39 39 Rerata 34,05 / 34,4 42,33 / 40,17

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil bahwa semakin tinggi ketinggian suatu tempat maka akan semakin tinggi pula suhunya.

Menurut (Tauhid, 2008), dengan rapatnya jumlah pohon maka dapat menyerap radiasi matahari dan menghasilkan H2O. Dari hasil Peningkatan H2O dan penyerapan CO2 ini yang mempengaruhi peningkatan kelembapan udara. Sesuai teori ini maka kelembaban udara daerah ternaung akan lebih tinggi daripada daerah transisi dan daerah terbuka. Namun data hasil praktikum yang kami dapatkan, yaitu kelembaban daerah terbuka lebih tinggi dari daerah transisi. Hal ini dapat terjadi karena kurang telitinya praktikan saat melakukan praktikum.

(7)

B. Pengukuran Faktor Fisika dan Kimia Tanah

Tabel 2. Hasil pengukuran temperature tanah dan kelembaban tanah pada daerah ternaung, transisi, dan terbuka.

Ketinggian Temperatur Tanah ( ) pH Keterangan

1 2 Rerata Permukaan 27 26 26,5 3 Daerah Ternaung dl = 30 cm 25 25 25 Permukaan 31 30 30,5 4 Daerah Transisi dl = 30 cm 28 28 28 Permukaan 31 32 31,5 5 Daerah Terbuka dl = 30 cm 28 29 28,5 Rerata 29,5 / 27,17

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil bahwa semakin dalam kedalaman tanah maka akan semakin rendah suhunya.

Dan juga suhu ketiga daerah berbeda-beda. Pada daerah terbuka suhu tanahnya lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah transisi dan ternaung. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya pada setiap daerah tersebut berbeda-beda. Pada daerah terbuka intensitas cahayanya lebih tinggi karena sinar yang datang langsung diserap oleh permukaan tanah dikarenakan tidak adanya penghalang secara langsung. Pada daerah transisi suhu tanahnya sedikit lebih rendah dibandingkan dengan daerah terbuka. Hal ini dikarenakan intensitas cahayanya lebih rendah daripada daerah terbuka. Dikarenakan adanya beberapa tumbuhan yang dapat menjadi penghalang/penghambat sehingga sinar yang datang tidak langsung sampai ke permukaan tanah. Pada daerah ternaung suhu tanahnya rendah dibandingkan kedua daerah sebelumnya. Hal ini dikarenakan intensitas cahayanya rendah daripada dua daerah sebelumnya. Dikarenakan banyaknya tumbuhan yang dapat menjadi penghalang/penghambat sehingga sinar yang datang terhalang oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya.

Penjelasan tersebut sesuai dengan yang disampaikan oleh (Lakitan, 1997), yaitu Pada kondisi kecukupan air, kehadiran pohon diperkirakan dapat menurunkan suhu udara di bawahnya kira-kira 3,50C pada siang hari yang terik.

(8)

Semakin banyak jumlah pohon yang rindang dalam suatu wilayah maka kualitas RTH nya akan baik. Dengan kondisi Ruang Terbuka Hijua yang baik maka suhu udara yang berada di tempat tersebut akan lebih terasa dingin. Hal ini dikarenakan tanaman mampu menyerap energi sinar matahari dan mampu menyerap CO2 (Prasetya, 2012).

Berdasarkan tabel diatas pH tanah pada setiap daerah berbeda-beda. Pada daerah ternaung pH tanah 3, daerah transisi pH tanah 4, dan pada daerah terbuka pH tanah 5.

Pengukuran Kelembaban Tanah a.) Kadar Air Tanah (KAT)

 Daerah terbuka

Berat basah = 20 gram Berat kering = 17,38 gram

Kadar Air Tanah (KAT) = Berat basah−berat keringBerat basah × 100

= 20−17,3820 × 100

= 2,6220 ×100 = 0,131 ×100

¿13,1

 Daerah ternaung Berat basah = 20 gram Berat kering = 12,93 gram

Kadar Air Tanah (KAT) = Berat basah−berat keringBerat basah × 100

= 20−12,9320 × 100

(9)

= 0,354 ×100 ¿35,4

b.) Kadar Organik Tanah  Daerah Terbuka

Berat kering = 5 gram Berat Abu = 4,69 gram

Kadar Organik Tanah (KOT) = Berat kering−berat abuBerat kering × 100

= 5−4,695 ×100

= 0,315 ×100 = 0,062 ×100

¿6,2

 Daerah Ternaung Berat kering = 5 gram Berat Abu = 4,25gram

Kadar Organik Tanah (KOT) = Berat kering−berat abuBerat kering × 100

= 5−4,255 ×100

= 0,755 ×100 = 0,15 ×100

(10)

Berdasarkan pengukuran kelembaban tanah yang dilakukan didapatkan hasil bahwa kadar air tanah di daerah ternaung lebih besar yaitu 35,4 sedangkan pada daerah terbuka 13,1 . Kemudian pada pengukuran kadar organik tanah didapatkan hasil bahwa di daerah ternaung kadarnya lebih tinggi, yaitu sebesar 15 %. Sedangkan di daerah terbuka hanya 6,2 %.

Perbedaan persentase kadar organik tanah teresebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut (Soedarsono et al. 2006), faktor yang mempengaruhi kandungan bahan organik tanah adalah iklim, vegetasi, topografi, waktu, bahan induk dan pertanaman (cropping). Sebaran vegetasi berkaitan erat dengan pola tertentu dari perubahan temperatur dan curah hujan. Pada wilayah yang curah hujannya rendah dengan jumlah vegetasi yang sedikit akan menghasilkan akumulasi bahan organik yang rendah. Pada wilayah yang temperatur dingin, kegiatan mikroorganisme juga rendah sehingga proses dekomposisi lambat.

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil bahwa semakin tinggi ketinggian suatu tempat maka akan semakin tinggi pula suhunya. Dan semakin dalam kedalaman tanah maka akan semakin rendah suhunya.

Suhu ketiga daerah (ternaung, transisi, dan terbuka) berbeda-beda. Pada daerah terbuka suhu tanahnya lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah transisi dan ternaung. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya pada setiap daerah tersebut berbeda-beda.

Berdasarkan pengukuran kelembaban tanah yang dilakukan didapatkan hasil bahwa kadar air tanah di daerah ternaung lebih besar yaitu 35,4 sedangkan pada daerah terbuka 13,1 . Kemudian pada pengukuran kadar organik tanah didapatkan hasil bahwa di daerah ternaung kadarnya lebih tinggi, yaitu sebesar 15 %. Sedangkan di daerah terbuka hanya 6,2 %.

PH tanah pada setiap daerah (ternaung, transisi, dan terbuka) berbeda-beda. Pada daerah ternaung pH tanah 3, daerah transisi pH tanah 4, dan pada daerah terbuka pH tanah 5.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Fandeli, C., Kaharuddin dan Mukhlison. 2004. Perhutanan Kota. Cet. I. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hanafiah, Kemas Ali. 2004. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademik Presindo.

Hariyadi, Bambang. 2000. Sebaran dan keanekaragaman jenis tumbuhan paku di bukit sari, Jambi (Tesis).Bandung ITB. Di akses 2 Oktober 2012.

Lakitan, B. 2002. Dasar-dasar Klimatologi cetakan ke-2. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Lessard, R., Rochette, P., Topp, E., Pattey, E., Desjardins, R. L. And Beaumont G. 1994. Methane and carbon dioxide fluxes from poorly drained adjacent cultivated and forest soils. Can. J. Soil Sci. 74, 139 – 146.

Parinding. 2007. Potensi dan Karakteristik Bio-Ekologis Tumbuhan Sarang Semut Di Taman Nasional Wasur Merauke Papua (Tesis). Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Diakses tanggal 2 Oktober 2012

Prasetyo. 2008. Pengaruh RTH Terhadap Iklim Mikro di Kota Pasuruan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Geografi UM

Purwanto I, dan Gintings AN. 1994. Penelitian Sifat-sifat Fisik dan Kimia Tanah di Bawah Tegakan Hutan Alam Duabanga moluccana di Nusa Tenggara Barat. Buletin Penelitian Hutan No. 561. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.

Raich, J. W., and A. Tufekciogul (2000), Vegetation and soil respiration : Correlations and controls, Biogeochemistry, 48, 71–90.

(12)

Rochette, P., and L.B. Flanagan. 1997. Quantifying rhizosphere respiration in a corn crop under field conditions. Soil Sci. Soc. Am. J. 61:466–474.

Soedarsono N, Rabello D, Kamei H, Fuma D, Ishihara Y, Suzuki M, Noguchi T, Sakaki Y, Yamaguchi A, Kojima T (2006). Evaluation of RANKL/RANKL/OPG gene polymorphisms in aggressive periodontitis. J Periodont Res. 41: 397-404. Soepardi G. 1983.Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Jurusan Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian IPB.

Tauhid. 2008. Kajian Jarak Jangkau Efek Vegetasi Pohon Terhadap Suhu Udara Pada Siang Hari di Perkotaan. Thesis tidak diterbitkan. Semarang: Universitas Diponegoro

Zoer’aini. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Bumi Aksara, Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Pengukuran temperatur udara dan kelembaban udara Ketinggian
Tabel   2.   Hasil   pengukuran   temperature   tanah   dan   kelembaban   tanah   pada daerah    ternaung, transisi, dan terbuka.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian pemberian perlakuan berupa konseling kelompok rasional emotif perilaku dapat memberikan perubahan pada pikiran MR yang awalnya irasional menjadi

Persyaratan bahan eksipien yang dapat digunakan dalam metode kempa langsung antara lain memiliki sifat alir yang baik, kompaktibilitas yang baik, distribusi ukuran

Penelitian yang telah dilakukan memberikan banyak data mengenai hasil penelitian. Pun begitu, akan dituliskan kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; pertama, justifikasi partai politik sebagai korporasi dalam tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang dapat dilihat

Multimedia yang digunakan dalam proses pembelajaran sangat bermanfaat antara lain untuk: pengenalan teknologi informasi dan komunikasi kepada siswa, memberikan

Kode Barang Jenis Barang /Nama Barang Asal

Sedangkan perbedaannya adalah: (1) terdapat variabel independen dalam penelitian ini yang tidak digunakan dalam penelitian terdahulu yaitu CAR, sebaliknya juga terdapat

Bagi sekolah yang diteliti (MAN 1 Kota Pekalongan dan MAN 2 Kota Pekalongan) dapat digunakan sebagai evaluasi diri, sehingga dapat meningkatkan hal-hal yang