Aplikasi Sel Desalinasi Mikrobial Dalam Pengolahan Air, Limbah, dan
Pembangkit Energi
Henry Sutjiono
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa No. 10, Bandung, Indonesia
Corresponding Author: [email protected]
Abstrak
Kebutuhan air bersih dan sumber energi terbarukan merupakan dua kebutuhan yang mendesak. Pengolahan dengan sel desalinasi berbasiskan mikrobial dapat memenuhi kedua kebutuhan itu secara bersamaan. Dengan memanfaatkan respirasi anaerob mikroorganisme menggunakan influen air limbah, dapat dihasilkan bioenergi yang cukup untuk menjalankan proses desalinasi mikrobial berbasiskan deionisasi elektrik. Sel tersebut terdiri dari elektroda katoda dan anoda dan membran penukar ion kation dan anion, dimana air limbah akan masuk pada ruang anoda agar dapat dioksidasi oleh mikroorganisme dan menghasilkan arus listrik, sementara air akan terdesalinasi dengan memanfaatkan gradien tegangan. Hasil dari proses ini masih cenderung fluktuatif karena amat bergantung pada karakteristik dan kandungan air yang dimasukkan. Untuk meningkatkan efisiensi proses desalinasi ini dapat dilakukan konfigurasi terhadap penggunaan sel tersebut ataupun mempengaruhi variabel – variabel yang dapat berhubungan dengan efisiensi desalinasi. Konfigurasi tersebut dapat berupa pengubahan katoda dan mikroorganisme yang digunakan, penyusunan sel, pengubahan arah aliran, penambahan bahan kimia, ataupun mengganti jenis membran yang digunakan.Variabel yang berpengaruh antara lain adalah tahanan dan pH. Metode desalinasi air ini masih belum dapat diaplikasikan sepenuhnya ke dalam industri, namun memiliki potensi yang amat tinggi dalam bidang pemurnian air dunia untuk memunuhi kebutuhan air bersih.
Kata kunci : air bersih, energi terbarukan, sel desalinasi, mikrobial, air limbah, elektroda, membran
1. Pendahuluan
Air merupakan salah satu komoditas yang paling dibutuhkan oleh manusia di seluruh dunia, dengan konsumsi mencapai 4.168.784 milyar liter air pada 2015 ini. Sebanyak 70% dari jumlah konsumsi tersebut dibutuhkan dalam bidang agrikultur, dimana 20% sisanya digunakan untuk industri dan 10% sisanya digunakan untuk penggunaan domestik [1]. Meskipun cadangan air di dunia terhitung cukup untuk memenuhi demand air dunia, namun 97% dari cadangan air tersebut tidak dapat digunakan secara langsung. Pengolahan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara. Ringkasan metode pengolahan air beserta karakteristiknya dapat dilihat pada tabel 1. Penggunaan metode termal seperti multi-stage flash distillation, multiple effect distillation, dan mechanical vapor compression merupakan metode yang cukup umum secara komersial, namun
seringkali dibatasi oleh konsumsi energi, biaya kapital, dan biaya maintenance yang cenderung tinggi. Oleh karena itu, mulailah berkembang metode pengolahan air berbasiskan membran. Reverse osmosis (RO) merupakan salah satu metode yang paling terkenal karena recovery yang tinggi dan konsumsi energi yang rendah, namun peluang pengerakan pada membran yang digunakan termasuk tinggi dan butuh biaya maintenance yang tinggi.
Salah satu metode pengolahan air yang muncul kemudian adalah pengolahan berbasiskan mikrobial, yaitu microbial fuel cell (MFC). MFC ini pada prinsipnya memanfaatkan respirasi atau pernapasan anaerob dari mikroorganisme untuk mengolah air bekas (wastewater) sekaligus menghasilkan bioenergi. Teknologi tersebut kemudian dikembangkan menjadi microbial desalination cell (MDC) yang menambahkan ruang desalinasi sehingga
energi yang dihasilkan dari pengolahan wastewater dapat digunakan untuk mengolah air garam. Air garam sendiri dapat dibagi menjadi seawater dan brackish water, dimana brackish water sebenarnya merupakan campuran air garam dan air murni sehingga tingkat kandungan garamnya sekitar 1 – 2.5%,
diantara kandungan garam pada fresh water (<1%) dan seawater (>2.5%) [2]. Namun pengolahan air dengan MDC tidak terbatas pada seawater dan brackish water saja. Dengan modifikasi tertentu, MDC juga dapat digunakan untuk mengolah wastewater. Selain dalam aspek pengolahan air, MDC juga merupakan suatu terobosan dalam bidang penghasil energi. Pada pemrosesan MDC, tidak hanya konsumsi energi yang dibutuhkan terhitung rendah, MDC bahkan bisa menghasilkan bioenergi melalui respirasi anaerob, sehingga energi tersebut dapat digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan energi MDC tersebut (self-driven).
2. Prinsip Dasar MDC
Seperti yang telah disebutkan di bagian 1, MDC merupakan pengolahan air berbasiskan mikrobial. Jika ditinjau dari prinsip kerjanya, metode ini sebenarnya merupakan modifikasi dari metode continuous electrodeionization (CEDI), dimana desalinasi dilakukan dengan menggunakan anoda dan katoda yang dialiri arus listrik serta membran penukar kation dan anion [17], serta metode MFC, dimana bioenergi akan dihasilkan melalui respirasi mikroorganisme. Kedua proses ini akan berjalan pada suatu sel secara simultan.
2.1. Prinsip Penghasilan Bioenergi MDC Pada MDC, mikroorganisme akan ditambahkan pada bagian ruang anoda dan katoda. Penambahan mikroorganisme di bidang anoda berfungsi sebagai biokatalis, dimana elektron akan tergenerasi sebagai hasil dari oksidasi dari komponen organik dalam wastewater yang digunakan sebagai influent dan kemudian dihantarkan menuju elektroda anoda. Elektron – elektron tersebut kemudian dihantarkan melalui suatu rangkaian eksternal menuju elektroda katoda, dimana elektron – elektron tersebut kemudian akan mereduksi akseptor elektron terminal, seperti oksigen (O2). Keadaan pada bagian
N o Teknolo gi Desalina si Basis Tekno logi Karakte ristik Utama Batasan 1 Multi-flash distillatio n Desali nasi termal Paling umum digunaka n Konsum si energi tinggi 2 Multiple-effect distillatio n Desali nasi termal Ekonomi s dalam volume besar Tak dapat digunak an untuk volume kecil 3 Mechani cal vapor compress ion Desali nasi termal Cocok untuk konsentr asi umpan besar dan konsumsi energi rendah Biaya mainten ance mahal 4 Reverse osmosis Desali nasi memb ran Recovery rate tinggi dan konsumsi energi rendah Peluang fouling dan biaya mainten ance tinggi 5 Electrodi alysis Desali nasi memb ran Recovery air dan efisiensi tinggi Biaya operasio nal dan kapital tinggi 6 Microbia l desalinat ion cell Desali nasi memb ran Tak butuh sumber energi eksternal Masih dalam skala laborato rium, biaya kapital tinggi Tabel 1. Teknologi Desalinasi dan
anoda diatur supaya berada dalam keadaan anaerobik, sementara keadaan pada bagian
katoda diatur supaya berada dalam
keadaan aerobik. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar elektron tetap dapat dihasilkan di bagian anoda dan akseptor elektron tetap ada di bagian katoda. Ketika mikroorganisme mengolah substrat organik seperti gula dalam keadaan aerob, produk hasil respirasi sel mikroorganisme tersebut adalah karbon dioksida (CO2) dan air. Sementara ketika mikroorganisme mengolah substrat organik tersebut dalam keadaan anaerob, produk dari hasil respirasi sel mikroorganisme tersebut adalah karbon dioksida, proton, dan elektron. Kunci dari penghasilan bioenergi ini adalah penangkapan elektron dari mikroorganisme ketika terjadi pernapasan anaerob. Pada awalnya dibutuhkan mediator antara mikroorganisme dan anoda yang digunakan untuk menghantarkan elektron dari mikroorganisme menuju anoda. Akan tetapi, bahan kimia yang digunakan menjadi mediator tersebut cenderung mahal dan bersifat racun sehingga penggunaannya amat dihindari. Maka dari itu muncullah penggunaan bakteri eksoelektrogen sebagai mikroorganisme dalam MDC. Bakteri eksoelektrogen ini
bersifat aktif secara elektrokimiawi sehingga dalam keadaan tertentu akan mentransfer elektron secara ekstraseluler, contohnya menggunakan anoda sebagai akseptor elektron dalam proses respirasi anaerobiknya. Contoh bakteri eksoeletrogen yang digunakan adalah Shewanella putrefaciens untuk mereduksi ion Fe3+, Geobacter sulfurreduncens untuk mereduksi sulfur, Bacillus subtilis, dan Aeromonas hydrophila [3]. Reaksi yang terjadi pada anoda dapat dilihat sebagai berikut.
(CH2O)n+nH2O -> nCO2+4ne
-+4nH+ (1) Karena reaksi tersebut berlangsung dalam keadaan anaerob, dapat dilihat bahwa reaksi berlangsung tanpa oksigen dan hasilnya adalah elektron dan proton dalam bentuk H+. Reaksi yang terjadi pada katoda dapat dilihat sebagai berikut. O2+4ne
-+4nH+ -> 2H2O (2) Dapat dilihat bahwa reaksi redoks diatas merupakan sumber bioenergi yang dihasilkan secara mikrobial [4]. Sebagai perbandingan, metode konvensional membutuhkan sekitar 6 – 68 kWh untuk Gambar 1. Struktur microbial desalination cell [3]
desalinasi 1 m3 air laut (kurang lebih 35 g/L jumlah padatan terlarut). Bahkan pada proses pengolahan air secara teoretis, dengan mengasumsikan ada proses temodinamika yang reversibel dan recovery yang diinginkan hanya 50%, dibutuhkan energi minimal sebanyak 1 kWh. Pada MDC, secara kontras akan dihasilkan 180 – 231% lebih banyak energi dalam bentuk H2 untuk mendesalinasi suatu larutan NaOH dari kadar kandungan 30 g/L hingga 5 g/L [5]. Dalam studi lain, tiap 1 m3 wastewater biasanya memiliki kandungan bioenergi sebanyak 1.8-2.1 kWh, yang setara dengan energi yang dibutuhkan untuk mendesalinasi 1 m3 air laut dengan metode RO (1.8 – 2.2 kWh). Selain itu, wastewater biasanya hanya memiliki jumlah padatan terlarut sekitar 0.8 g/L. Gradien salinitas antara wastewater dan air laut yang digunakan akan menjadi potensial untuk diubah menjadi energi tambahan.
2.2. Prinsip Desalinasi Air MDC
Dapat dilihat bahwa mekanisme yang dijelaskan di bagian 2.1 sebenarnya merupakan prinsip dasar dari MFC, dimana tujuan utamanya adalah menghasilkan bioenergi terbarukan. Akan tetapi, pada MFC tujuan utama yang ingin dicapai bukan hanya penghasilan energi melainkan juga pengolahan air. Maka dari itu, ditambahkan dua buah membran penukar ion, yaitu cation exchange membrane (CAM) dan anion exchange membrane (AEM) diantara elektroda katoda dan elektroda anoda [10]. Pada MDC, mirip dengan MFC, energi biokimia yang terkandung dalam air yang diolah akan dikonversikan menjadi listrik. Hasilnya adalah timbulnya gradien potensial sepanjang anoda dan katoda yang menjadi driving force terjadinya desalinasi air. Desalinasi air pada MDC sendiri terjadi mirip seperti pada CEDI. Perbedaan tegangan pada anoda dan katoda akan menyebabkan kation dalam air akan tertarik menuju elektroda katoda,
sementara anion dalam air akan tertarik menuju elektroda anoda. Penambahan membran penukar kation dan anion akan menghalangi ion lain meninggalkan air, sehingga lama kelamaan air pada desalination chamber akan semakin murni. Akan tetapi proses ini amat bergantung pada konduktivitas air untuk menghantarkan ion. Pada dasarnya konduktivitas air cukup rendah sehingga dapat menghambat penghilangan ion. Saat jumlah ion dalam air berkurang, hambatan elektrik dari air tersebut juga bertambah. Hal ini akan mempersulit penghantaran listrik sebagai driving force dari proses desalinasi tersebut. Untuk mengatasi masalah tersebut, pada desalination chamber biasa digunakan resin kation dan anion. Resin kation dan anion ini berperan sebagai penghantar kation dan anion dalam air yang sedang diolah menuju membran penukar ion [18]. Luas daerah resin yang relatif besar membuat hambatan untuk menghantarkan ion menjadi sangat kecil. Secara praktis, resin tersebut berfungsi sebagai jembatan untuk memudahkan pergerakan ion dari air menuju ke permukaan membran [15]. Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah tidak perlu regenerasi resin sehingga mampu menekan biaya maintenance. Resin tidak perlu diregenerasi karena pada bagian bawah ruang desalinasi dimana konsentrasi ion telah berkurang hingga satuan part per trillion, medan listrik akan terkonsentrasi di antara resin – resin dan air. Ketika medan listrik tersebut telah mencapai kurang lebih 0.8 Volt, akan terjadi suatu reaksi elektrokimiawi air, dimana H2O akan terpisah menjadi ion H+ dan ion OH -yang merupakan asam dan basa. Asam dan basa dalam bentuik ion H+ dan ion OH- tersebut kemudian akan menggantikan kation dan anion yang menempel pada resin – resin tersebut. Prinsip tersebut mampu mengemulasikan metode regenerasi resin pada penukar ion konvensional dimana asam dan basa akan digunakan untuk mencuci resin sehingga kation dan anion yang menempel akan
terlepas dan digantikan oleh ion – ion yang baru. Hal ini menyebabkan prinsip desalinasi pada MDC ini tidak memerlukan tambahan bahan kimia untuk meregenerasi resin [6]. Hasil dari desalinasi dengan prinsip MDC ini dapat menghasilkan air dengan tingkat kemurnian yang tinggi, namun kemurnian yang dihasilkan masih sangat bergantung kepada karakteristik dan komposisi air yang dimasukkan sebagai influent.
2.3. MDC dengan Katoda Udara
Katolit yang pertama kali digunakan untuk pembuatan MDC adalah ferrisianida dengan pertimbangan tegangan potensial yang dihasilkan dan kinetika reduksi yang lebih cepat. Akan tetapi, ferrisianida tidak cocok untuk dilakukan dalam skala besar karena biayanya mahal dan memiliki karakteristik racun. Maka dari itu mulailah digunakan udara sebagai katoda, dimana kandungan oksigen (O2) dalam udara akan digunakan sebagai akseptor elektron terminal karena memiliki potensial reduksi yang tinggi dan murah. Salinitas air berkurang sebanyak 63% dengan penggunaan katoda udara dilapisi lapisan karbon dan platinum sebagai katalis. Selain itu, alternatif penggunaan katoda udara adalah dengan penggunaan cobalt tetramethoxyphenylporphyrin sebagai katalis dan karbon aktif untuk memperluas daerah aktif dan meningkatkan efisiensi desalinasi MDC. Kerugian dari penggunaan udara sebagai katoda MDC adalah kinetika reaksi redoks dalam kondisi ambien tergolong rendah dibanding katoda lain [4].
2.4. MDC dengan Biokatoda
MDC dengan katolit udara dan sejenisnya memiliki efisiensi desalinasi yang cukup baik, namun kurang sustainable karena membutuhkan katalis dalam jumlah banyak dan mahal. Maka dari itu,
muncullah teknologi penggunaan biokatoda, dimana mikroorganisme yang ada pada permukaan katoda akan dimanfaatkan sebagai biokatalis untuk mempercepat reaksi reduksi pada katoda. Biokatoda ini juga memiliki keuntungan dapat meregenerasi dan bersifat sustainable. Reaksi reduksi yang lebih cepat akan menghasilkan desalinasi air yang lebih efisien pula. Optimasi biokatoda juga dapat mengurangi waktu start-up dari MDC sehingga meningkatkan kinerja MDC secara keseluruhan. Dalam suatu studi, penggunaan biokatoda aerobik dapat meningkatkan tegangan terhasilkan sebanyak 136 miliVolt dan efisiensi desalinasi terhitung sebanyak 92% dengan penggunaan 0.441 Liter larutan anoda [8]. Kinerja MDC dengan biokatoda juga dapat ditingkatkan dengan penggunaan biofilm oksigenik pada katoda sehingga meningkatkan konsentrasi oksigen, sehingga penghantaran arus semakin baik.
2.5. MDC dengan Konfigurasi Stacking Pada aplikasi industri, alat CEDI biasa tidak digunakan dengan hanya satu ruang desalinasi, melainkan dilakukan stacking, dimana ruang desalinasi dibuat menjadi lebih dari satu dengan penambahan membran penukar anion dan kation. Struktur sederhana stack structure microbial desalination cell dapat dilihat pada gambar 2. Dapat terlihat bahwa membran penukar anion dan kation diaplikasikan secara bergantian. Hal ini meningkatkan recovery energi yang dihasilkan sehingga menjadi lebih efektif dari segi biaya. Susunan dalam merangkai membran tersebut pun perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi proses desalinasi yang terjadi. Susunan membran paralel menghasilkan 15 – 20% lebih banyak listrik dibandingkan susunan membran seri [9].
Gambar 2. Struktur MDC dengan konfigurasi stacking [4] 2.6. Upflow Microbial Desalination Cell
Salah satu upaya meningkatkan efisiensi MDC dalam melakukan desalinasi pada seawater adalah penggunaan upflow microbial desalination cell (UMDC). Susunan UMDC dapat dilihat pada gambar 3. UMDC merupakan modifikasi MDC dengan penambahan granula grafit pada ruang anoda untuk menambah luas terjadinya proses oksidasi, serta batang grafit sebagai pengumpul arus. Dalam UMDC ini, aliran wastewater biasa dimasukkan dari bagian bawah untuk meningkatkan efisiensi oksidasi yang terjadi. UMDC ini dapat digunakan sebelum proses RO untuk menurunkan konsumsi energi sebanyak 22%, namun membutuhkan waktu retensi yang lebih banyak sehingga membutuhkan volume reaktor yang lebih besar. Hal ini kemudian akan meningkatkan biaya kapital dari industri tersebut [4].
Gambar 3. Struktur UMDC [4]
2.7. Forward Osmosis Microbial Desalination Cell
Teknologi forward osmosis (FO) diaplikasikan dengan cara menciptakan fluks air melalui gradien konsentrasi. Membran penukar ion yang digunakan akan digantikan dengan membran FO. Dengan prinsip osmosis ini, garam pada larutan tidak dihilangkan melainkan dikonsentrasikan pada larutan yang hendak dibuang. Karena prinsip kerja dari FO ini adalah gradien konsentrasi, sangat sedikit air yang akan berdifusi melalui membran ke dalam ruang katoda ataupun anoda. Akan tetapi, kelemahan dari penggunaan membran FO adalah peluang fouling yang besar terjadi sehingga dapat meningkatkan tahanan listrik dari membran dan mengurangi fluks air. [4]. Pemakaian membran FO untuk MDC sendiri sebenarnya belum sepenuhnya dipahami, karena pada ruang tengah, driving force dari terjadinya desalinasi adalah gradien tegangan, berbeda dari unit osmosis konvensional yang memiliki driving force berupa gradien konsentrasi. Struktur pemakaian membran FO pada MDC dapat dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Penggunaan membran FO pada MDC [4]
2.8. Coupled Forward Osmosis
Pada bagian sebelumnya dapat dilihat salah satu jenis konfigurasi dimana membran yang digunakan adalah CEM dan membran FO. Untuk lebih mengefisienkan desalinasi air, dibuat konfigurasi baru dimana sistem FO dibuat sebelum UMDC seperti dapat dilihat pada gambar 5. Dengan menggunakan coupling, dapat diperoleh efisiensi desalinasi yang lebih tinggi. Pada suatu studi, dilakukan uji pada 3 alat yaitu MDC standalone, FO standalone, dan coupled FO-MDC. Parameter yang diukur adalah konduktivitas air, yaitu kemampuan air untuk menghantarkan listrik. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, konduktivitas air akan berbanding terbalik dengan efisiensi desalinasi, karena semakin efisien desalinasi yang digunakan, ion – ion dalam air yang berperan sebagai penghantar listrik akan semakin sedikit sehingga konduktivitas air tersebut menurun. Pada studi tersebut diperoleh hasil bahwa coupled FO-MDC mampu menurunkan konduktivitas air hingga 80%, dimana MDC standalone hanya mampu menurunkan konduktivitas air hingga 40% dan FO standalone hanya mampu menurunkan konduktivitas air sebanyak 60%. Hal yang sama pun dapat diamati pada bagian draw solution, dimana proses coupled FO-MDC ini mampu menurunkan konduktivitas draw
solution sebanyak 62%. Maka dari itu, coupled FO-MDC merupakan salah satu metode yang paling efektif karena mengurangi biaya post-treatment untuk draw solution, meningkatkan efisiensi desalinasi, dan mengurangi efluen limbah yang dihasilkan [13].
Gambar 5. Coupling FO dengan MDC [13].
2.9. Coupled Membrane Capacitive Deionization
Salah satu kelemahan dari MDC adalah kurang efisien dalam menangani air garam dengan konsentrasi rendah. Maka dari itu, salah satu solusi dalam mengatasi masalah ini adalah dengan mengintegrasikan membrane capacitive deionization (MCDI). MCDI merupakan modifikasi dari capacitive deionization dengan cara menambahkan CEM pada permukaan katoda dan menambahkan AEM pada permukaan anoda. MCDI ini sebenarnya merupakan proses yang lebih hemat energi, dimana prinsip dari MCDI ini adalah teori electric double layer, dan desalinasi terdiri atas proses adsorpsi dan desorpsi. Pada proses adsorpsi, counter-ion pada larutan akan bergerak menuju elektroda dan disimpan pada elektrodakarena pengaruh gaya elektrostatis saat tegangan dialirkan pada elektroda. Pada proses desorpsi, dengan mengaplikasikan arus balik pada elektroda, sehingga ion teradsorpsi dilepaskan dari elektroda dan dibuang ke aliran flushing. Penambahan CAM dan AEM ditujukan untuk meningkatkan
efektivitas adsorpsi counter-ion. Dari studi yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa untuk konsentrasi garam rendah konfigurasi MDC dan MCDI secara paralel akan menghasilkan electrosorption capacity paling besar yaitu 264.8 μmol/g yang merupakan kenaikan sebesar 59% dari potensiostat dengan voltase yang sama. Desalinasi berjalan dengan laju 3.7 mg/h pada satu siklus kerja [14].
Gambar 6. Diagram skema coupling MDC dan MCDI pada proses adsorpsi dan
desorpsi. Tabel 2. Konfigurasi MDC [4] Konfigurasi MDC Karakteristik Utama Keuntungan Katoda udara Oksigen sebagai akseptor elektron terminal Potensial reduksi tinggi Biokatoda Mikroba sebagai katalis Mampu regenerasi Stacking AEM dan CEM bergantian Efisiensi desalinasi tinggi Upflow Aliran bawah ke atas, dari
ada granula Mudah untuk scale-up, pencampuran grafit mudah Osmotic Menggantikan AEM dengan membran FO Kinerja keseluruhan meningkat
3. Aplikasi MDC dalam Pengolahan Air
3.1. Desalinasi air laut
Salah satu sasaran utama dari pemanfaatan teknologi MDC adalah desalinasi air laut. Metode desalinasi air laut komersial yang digunakan sekarang cenderung memiliki konsumsi energi dan biaya yang tinggi, termasuk penggunaan membran dalam metode reverse osmosis yang dapat terbilang paling efektif. Oleh karena itu, dilakukan studi terhadap desalinasi larutan NaCl, artificial seawater, dan real seawater [7]. Pada desalinasi larutan NaCl, diperoleh hasil bahwa hingga 99% garam dapat dihilangkan dari larutan, tergantung pada waktu retensi hidraulik. Saat dilakukan studi terhadap artificial seawater (mengandung campuran garam mineral terlarut dan vitamin) serta real seawater, diperoleh penghilangan garam sebanyak 66% pada awal proses MDC. Akan tetapi, di akhir pemrosesan 5000 jam nampak bahwa terjadi penurunan efisiensi desalinasi sebanyak 27% dan penurunan arus listrik sebanyak 47%. Efisiensi desalinasi awal memang lebih rendah karena pada artificial dan real seawater, komposisi air tidak hanya terdiri dari air dan garam, melainkan juga ion – ion kompleks lainnya. Selain itu, sepanjang proses desalinasi air laut berjalan, terjadi pengerakan (scaling) pada CEM dan fouling AEM yang digunakan. Karena itu, salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah menjadikan MDC sebagai salah satu tahap pre-desalinasi sebelum metode desalinasi konvensional seperti reverse osmosis, electrodialysis (ED), atau CEDI. Berdasarkan hasil studi, penghubungan MDC dan ED akan menghasilkan reduksi
waktu desalinasi sebanyak 25% dan konsumsi energi sebanyak 45.3% dibandingkan dengan proses ED sendiri. Selain itu, bioenergi yang dihasilkan oleh proses MDC tersebut dapat digunakan untuk menyuplai energi bagi pemrosesan ED tersebut. Selain itu, MDC juga dapat dimodifikasi menjadi Microbial Electrolysis Desalination and Chemical-producing Cell (MEDCC) untuk melakukan recovery terhadap by-product seperti alkali, asam, dan magnesium pada umpan masuk campuran NaCl, MgCl2, KCl, dan CaCl2. Recovery tersebut akan mengurangi potensi scaling pada membran yang digunakan. Akan tetapi, penggunaan MEDCC untuk mengolah real seawater masih belum efektif dan efisien karena komposisi ion kompleksnya [7].
3.2. Desalinasi Brackish Water
Karena pemrosesan air laut dengan MDC masih belum efektif dan efisien, salah satu fokus utama dalam pemanfaatan teknologi MDC adalah desalinasi brackish water. Brackish water memiliki jumlah padatan terlarut sekitar 1-5 g/L sehingga relatif lebih mudah untuk dimurnikan. Brackish water sendiri tersedia dalam jumlah banyak dalam bentuk air darat, sehingga desalinasinya diharapkan mampu membantu mengakomodasi kebutuhan air bersih. Salah satu masalah utama yang mungkin muncul dalam desalinasi brackish water dengan menggunakan MDC adalah rendahnya konduktivitas dalam air karena jumlah padatan yang sedikit, sehingga tahanan listrik meningkat dan dapat menurunkan penghantaran listrik dan efisiensi desalinasi. Salah satu konfigurasi yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah penggunaan lapisan active carbon cloth (ACC) pada membran di MDC. Pemasangan ACC dapat mencegah difusi kation dan anion kepada ruang katoda dan anoda. Akan tetapi, ACC ini hanya efektif untuk digunakan pada konsentrasi jumlah padatan terlarut yang rendah sehingga
kurang cocok untuk digunakan pada air laut [7].
3.3. Produksi Hidrogen dan Substansi Kimiawi
Karena MDC memiliki prinsip kerja yang mirip dengan MFC, dapat dilakukan modifikasi berupa penambahan tegangan untuk mereduksi proton pada bagian katoda sehingga menghasilkan ion hidrogen (H+) dalam sel yang dinamakan microbial electrodialysis desalination cell (MEDC). Seperti yang telah dijelaskan pada bagian 2.2, ketika tegangan telah mencapai 0.8 Volt akan terjadi reaksi elektrokimiawi pemisahan ion air menjadi hidrogen dan hidroksida. Laju produksi hidrogen bergantung pada salinitas air yang diolah pada salt chamber. Pada studi yang dilakukan, pada proses yang berlangsung selama 60 jam akan dihasilkan 6.50 + 1.40 mL H2 untuk umpan 5 g/L NaCl dan dihasilkan 2.70 + 1.00 mL H2 untuk umpan 20 g/L NaCl. Hidrogen yang dihasilkan tidak hanya digunakan untuk meregenerasi resin yang digunakan, namun juga sebagai tambahan energi yang dihasilkan. Dengan penambahan tegangan eksternal sebesar 0.8 Volt akan diperoleh laju penghasilan hidrogen sebesar 1.6 mL/jam [7].
4. Usaha Optimasi MDC
Dari analisis percobaan yang telah dilakukan, MDC memiliki peluang sebagai solusi untuk mengolah wastewater dan desalinasi air laut. Namun, efektivitas dan efisiensi penggunaan metode tersebut masih cukup rendah karena masih banyak variabel – variabel yang belum dipahami. Maka dari itu, ada beberapa usaha yang dilakukan untuk mengoptimasi desalinasi dengan metode MDC ini.
4.1. Pemasangan External Resistance Tahanan eksternal memiliki pengaruh yang cukup besar pada arus yang
dihasilkan oleh MDC ini. Dengan pengurangan tahanan eksternal dari 1000 Ω menjadi 100 Ω, arus yang dihasilkan meningkat sebanyak 680% [7]. Dengan arus yang lebih tinggi jumlah padatan terlarut yang dapat dihilangkan juga akan meningkat. Pada studi yang dilakukan dengan menggunakan UMDC, pada kondisi hambatan 6 Ω, terjadi penghilangan padatan terlarut sebanyak 42.30 + 7% dan 29.10 + 1% untuk air garam dan artificial seawater. Pada kondisi hambatan 0.1 Ω dengan air yang sama dihasilkan penghilangan padatan terlarut sebanyak 60.10 + 6.5% dan 42.50 + 1.4%. [7]
4.2. Tahanan Internal
Seperti telah dibahas di atas, tahanan internal juga memiliki pengaruh yang amat besar terhadap laju desalinasi air. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tahanan internal air, seperti fouling, konsentrasi ion dalam air, dan jarak antar membran. Waktu retensi hidraulik juga mempengaruhi tahanan internal yang terjadi. Pada waktu retensi 6 jam diperoleh tahanan sebesar 222 Ω, sedangkan pada waktu retensi 20 jam tahanan yang diperoleh meningkat menjadi 339 Ω [7].
4.3. pH
Sepanjang pemrosesan MDC ini berlangsung dapat terjadi perubahan pH, baik pada ruang katoda maupun anoda. Perubahan pH yang terlalu drastis akan menghambat pertumbuhan mikroba yang digunakan. Untuk mengurangi masalah tersebut, dapat dilakukan penambahan volume ruang anoda ataupun menambahkan asam dan/atau basa. Pada skala kecil juga dapat digunakan larutan buffer fosfor untuk menjaga pH dan membantu penghantaran ion, namun kurang aplikatif pada skala besar [7].
4.4. Pengoperasian MDC
Pengoperasian MDC juga mempengaruhi kinerja dari MDC tersebut. Pada pengoperasian batch, efisiensi MDC cenderung rendah. Hal ini dikarenakan tingginya tahanan internal dari MDC tersebut sehingga arus tidak dapat mengalir dengan sempurna. Metode yang lebih baik adalah menggunakan cyclic batch, karena ada pengurangan waktu lag phase dan pH cenderung stabil [7].
5. Aplikasi MDC dalam Pengolahan
Limbah Pembangkitan Tenaga
Listrik
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, MDC dapat pula digunakan untuk mengolah limbah dan membangkitkan tenaga listrik. Umumnya substrat dalam limbah yang dapat diolah dengan sistem MDC adalah easily-degradable substrate, seperti glukosa, oksalat, butirat, dan lain – lain. Bahan organik kompleks dan beracun juga mulai dapat diolah, seperti nitrofenol, quinoline, dan endapan terkontaminasi hidrokarbon. Salah satu substrat yang dapat diolah adalah cat. Pada suatu studi [3], dilakukan percobaan dengan menggunakan bakteri B. subtilis moh3 dan Aeromonas hydrohila untuk mengolah limbah yang mengandung 50 ppm cat 1000 mg/L dan 0.1% ekstrak ragi. Cat yang digunakan adalah pewarna malachite green dan sunset yellow. Dari hasil percobaan, terlihat bahwa bakteri B.subtilis mampu mengolah limbah dengan lebih baik. Bakteri B.subtilis mampu mencapai derajat decolorization sebesar 56 + 5% dan 92 + 4% untuk masing – masing pewarna, sedangkan bakteri A. hydrohila hanya mampu mencapai 35 + 6% dan 41 + 5% untuk masing – masing pewarna. Maka dari itu, dalam pengukuran tenaga listrik hanya digunakan bakteri B. subtilis. Pada pengolahan limbah malachite green, diperoleh tegangan maksimum yang dihasilkan adalah 585 + 5 mV dengan densitas arus 135.8 + 0.5 mA/m2 dan densitas energi 3.01 + 0.04 mW/m2 (cross sectional area 7 cm2). Pada pengolahan
limbah sunset yellow, diperoleh tegangan maksimum yang dihasilkan adalah 530 + 4 mV dengan densitas arus 129.6 + 0.6 mA/m2 dan densitas energi 2.86 + 0.25 mW/m2 (cross sectional area 7 cm2). Pengolahan limbah sunset yellow menghasilkan tegangan yang lebih rendah karena jenis pewarna sunset yellow merupakan senyawa azo yang membutuhkan elektron untuk mereduksi ikatannya [3].
6. Analisis Peluang dan Prospek MDC
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, dapat terlihat bahwa MDC memiliki peluang yang amat besar untuk menjadi salah satu proses utama dalam desalinasi air laut dan pengolahan air limbah. MDC dapat digunakan sebagai tahap pre-desalinasi sebelum metode pre-desalinasi yang lebih konvensional ataupun sebagai proses yang berdiri sendiri. Memang dalam industri saat ini, MDC masih belum terintegrasikan secara sempurna. Meskipun secara teoretis dapat dilakukan, penggunaan MDC yang menggunakan tenaga langsung dari pengolahan wastewater oleh MDC itu sendiri juga masih belum dapat digunakan karena faktor teknis yang masih belum dipahami. Pemahaman yang terbatas itu membuat MDC masih belum dapat di scale up. Selain itu, pada pengoperasian jangka panjang, efisiensi MDC pun masih cenderung turun karena beberapa faktor yang bersifa fluktuatif dan belum dapat dikendalikan dengan baik [11]. Akan tetapi, MDC menjanjikan suatu alternatif untuk menyediakan energi dan mengolah air menjadi air bersih, dua kebutuhan yang menjadi permasalahan besar bagi dunia sekarang.
12
Daftar Notasi
ACC active carbon cloth
CEDI continuous electrodeionization
ED electrodialysis
FO forward osmosis
MCDI membrane capacitive deionization
MDC microbial desalination cell
MEDC microbial electrodialysis desalination cell MEDCC microbial electrodialysis
desalination and chemical-producing cell
MFC microbial fuel cell
RO reverse osmosis
UMDC upflow microbial desalination cell
Daftar Pustaka
[1] World Water Consumption, Available: http://www.worldometers.info/water/, diakses 4 November 2015
[2] Types of Water, Available:
http://corrosion-doctors.org/Corrosion-by-Water/Types-of-water.htm, diakses 4
November 2015
[3] S. Kalleary, F.M. Abbas, A. Ganesan, S. Meenatchisundaram, B. Srinivasan, et al., Biodegradation and bioelectricity generation by Microbial Desalination Cell, International Biodeterioration & Biodegradation 92 (2014) 20-25
[4] H.M Saeed, G.A. Husseini, S. Yousef, J. Saif, S. Al-asheh, A.A. Fara, et al., Microbial desalination cell: a review and a case study, Desalination 359 (2015) 1-13
[5] H.Wang, Z.J. Ren, A comprehensive review of microbial electrochemical
systems as a platform technology, Biotechnol. Adv 31 (8) (2013) 796-1807 [6] How CEDI Works, Available: https://www.youtube.com/watch?v=wNC cpx9leG4, diakses 3 November 2015 [7] S. Sevda, H. Yuan, Z. He, I.M. Abu-Reesh, Microbial desalination cells as a versatile technology: Functions, optimization, and prospective, Desalination 371 (2015) 9-17
[8] Q. Wen, H. Zhang, Z. Chen, Y. Li, J. Nan, Y. Feng, Using bacterial catalyst in the cathode of microbial desalination cell to improve wastewater treatment and desalination, Bioresour. Technol. 125 (2012) 108-113
[9] J. Choi, Y. Ahn, Continuous electricity generation in stacked air cathode microbial fuel cell treating domestic wastewater, J. Environ. Manag. 130 (2013) 146-152
[10] K.S. Brastad, Z. He, Water softening using microbial desalination cell technology, Desalination 309 (2013) 32-37
[11] H. Luo, P. Xu, Z. Ren, Long-term performance and characterization of microbial desalination cells in treating domestic wastewater, Bioresource Technology 120 (2012) 187-193
[12] Y. Kim, B.E. Logan, Microbial desalination cells for energy production and desalination, Desalination 308 (2013) 122-130
[13] H. Yuan, I.M. Abu-Reesh, Z. He, Enhancing desalination and wastewater treatment by coupling microbial desalination cells with forward osmosis, Chemical Engineering Journal 270 (2015) 437-443
[14] Q. Wen, H. Zhang, H. Yang, Z. Chen, J. Nan, Y. Feng, Improving desalination by coupling membrane capacitive deionization with microbial desalination, Desalination 354 (2014) 23-29
[15] I.G. Wenten, Khoiruddin, A.N. Hakim, P.T.P. Aryanti, 2012, Teori Perpindahan dalam Membran, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung
13 [16] I.G. Wenten, A.N. Hakim,
Khoiruddin, 2014, Elektrodeionisasi, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung [17] I.G. Wenten, A.N. Hakim, Khoiruddin, 2014, Elektrodialisis, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung
[18] I.G. Wenten, A.N. Hakim, Khoiruddin, 2014, Teknologi Membran Dalam Pengolahan Limbah, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung
[19] I.G. Wenten, N.F. Himma, S. Anisah, N. Prasetya, 2015, Kontaktor Membran, Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung
[20] G. Liu, Y. Zhou, H. Luo, X. Cheng, R. Zhang, W. Teng, A comparative evaluation of different types of microbial electrolysis desalination cells for malic acid production, Bioresource Technology 198 (2015), 87-93