• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/8/PBI/2015 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/8/PBI/2015 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MONETER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/8/PBI/2015

TENTANG

PENGATURAN DAN PENGAWASAN MONETER

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam upaya mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, Bank Indonesia bertugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter; b. bahwa dalam menetapkan dan melaksanakan

kebijakan moneter, Bank Indonesia perlu melakukan pengaturan dan pengawasan di bidang moneter terhadap orang perserorangan, bank, dan korporasi nonbank;

c. bahwa pengaturan dan pengawasan moneter diperlukan untuk mencapai dan memelihara kestabilan moneter, memastikan efektivitas kebijakan moneter, mencegah dan mengurangi risiko di bidang moneter, dan memastikan kepatuhan ketentuan di bidang moneter;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Bank Indonesia tentang Pengaturan dan Pengawasan Moneter;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik ...

(2)

- 2 -

Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);

2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3844);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN MONETER.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan:

1. Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan/atau suku bunga.

(3)

- 3 -

2. Setiap Orang adalah orang perseorangan dan korporasi termasuk Bank dan Korporasi Non-Bank.

3. Bank adalah bank umum konvensional sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan, termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri, dan bank umum syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah. 4. Korporasi Non-Bank adalah badan usaha selain Bank dan badan

lainnya.

BAB II

PENGATURAN MONETER Pasal 2

Bank Indonesia melakukan pengaturan moneter dalam rangka: a. mencapai dan memelihara stabilitas moneter;

b. memastikan efektivitas Kebijakan Moneter; dan

c. mencegah dan mengurangi risiko di bidang moneter.

Pasal 3

(1) Pengaturan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mencakup antara lain:

a. suku bunga; b. nilai tukar; c. likuiditas;

d. lalu lintas devisa; dan

e. pasar uang dan pasar valuta asing.

(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk ketentuan mengenai pelaporan.

(4)

- 4 -

Pasal 4

Ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.

Pasal 5

Setiap Orang wajib mematuhi ketentuan Bank Indonesia di bidang moneter.

BAB III

PENGAWASAN MONETER Pasal 6

Bank Indonesia melakukan pengawasan moneter kepada Setiap Orang dalam rangka:

a. memastikan kepatuhan terhadap ketentuan di bidang moneter; dan

b. mencegah dan mengurangi risiko di bidang moneter.

Pasal 7

Pengawasan moneter sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan melalui:

a. pengawasan tidak langsung; dan b. pemeriksaan.

Pasal 8

(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, Setiap Orang wajib menyediakan dan menyampaikan data, informasi dan/atau keterangan yang diperlukan oleh Bank Indonesia.

(5)

- 5 -

(2) Setiap Orang wajib bertanggung jawab atas kebenaran data, informasi dan/atau keterangan yang disampaikan kepada Bank Indonesia.

(3) Data, informasi dan/atau keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan melalui pelaporan, pertemuan langsung, dan/atau sarana komunikasi lain yang ditetapkan Bank Indonesia.

Pasal 9

Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, Setiap Orang wajib memberikan kepada pemeriksa: a. dokumen dan/atau data yang diminta;

b. informasi dan keterangan yang berkaitan dengan kegiatan yang diperiksa, baik lisan maupun tertulis;

c. akses terhadap sistem informasi; dan/atau d. hal lain yang diperlukan dalam pemeriksaan.

Pasal 10

(1) Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b.

(2) Pihak yang ditugaskan melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menjaga kerahasiaan data, informasi dan keterangan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan.

BAB IV

TINDAK LANJUT PENGAWASAN MONETER Pasal 11

(1) Setiap Orang wajib melaksanakan tindak lanjut atas hasil pengawasan moneter yang dilakukan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

(6)

- 6 -

(2) Bank Indonesia dapat menyampaikan informasi dan/atau rekomendasi hasil pengawasan moneter kepada otoritas lain, dalam hal terdapat hasil pengawasan moneter yang terkait dengan kewenangan otoritas lain.

BAB V SANKSI Pasal 12

(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 5 dan/atau Pasal 8 dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia yang terkait.

(2) Setiap Orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 9 dan/atau Pasal 11 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.

(3) Setiap Orang yang dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 11 ayat (1).

(4) Dalam hal setelah dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), orang perseorangan dan Korporasi Non-Bank tetap melanggar ketentuan dalam Pasal 9 dan/atau Pasal 11 ayat (1), Bank Indonesia menyampaikan informasi mengenai pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pihak-pihak terkait antara lain:

a. kreditor;

b. Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), bagi korporasi BUMN;

c. Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Pajak; d. Otoritas Jasa Keuangan (OJK); dan/atau

e. Bursa Efek Indonesia (BEI), bagi korporasi publik yang tercatat di BEI.

(7)

- 7 -

(5) Dalam hal setelah dikenakan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Bank tetap melanggar ketentuan dalam Pasal 9 dan/atau Pasal 11 ayat (1), Bank dapat dikenakan sanksi berupa:

a. pembatasan dan/atau larangan keikutsertaan dalam operasi moneter;

b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK);

c. perubahan status kepesertaan dalam Sistem Bank

Indonesia Real Time Gross Settlement (RTGS) dari status aktif menjadi ditangguhkan (suspended); dan/atau

d. penghentian sementara dalam Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia;

(6) Bank Indonesia menyampaikan informasi kepada OJK mengenai pengenaan sanksi kepada Bank.

Pasal 13

Pihak yang ditugaskan oleh Bank Indonesia untuk melakukan pemeriksaan yang melanggar Pasal 10 ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa:

a. teguran tertulis;

b. rekomendasi untuk dikeluarkan dari daftar profesi yang memberikan jasa di sektor keuangan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang; dan/atau

c. rekomendasi pencabutan izin usaha kepada instansi yang berwenang.

(8)

- 8 -

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP Pasal 14

Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Mei 2015

GUBERNUR BANK INDONESIA,

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Juni 2015

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 121 DKEM

(9)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/8/PBI/2015

TENTANG

PENGATURAN DAN PENGAWASAN MONETER

I. UMUM

Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang, kebijakan Bank Indonesia ditujukan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam mencapai tujuannya, sebagai otoritas moneter Bank Indonesia diberikan tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.

Dalam pelaksanaan tugas tersebut, Bank Indonesia diberikan kewenangan dalam mengatur dan mengawasi korporasi, termasuk Bank, Korporasi Non-Bank, dan orang perseorangan. Hal ini mengingat korporasi dan orang perseorangan berperan sangat penting dalam menentukan perkembangan indikator moneter, diantaranya inflasi, suku bunga, nilai tukar, dan likuiditas.

Pengaturan moneter oleh Bank Indonesia dimaksudkan untuk mencapai dan memelihara kestabilan moneter, memastikan efektivitas kebijakan moneter, serta mencegah dan mengurangi risiko di bidang moneter.

(10)

- 2 -

Pengawasan moneter oleh Bank Indonesia merupakan konsekuensi dari tugas Bank Indonesia dalam mengatur kebijakan moneter. Pengawasan ini tidak dimaksudkan untuk melakukan penilaian kesehatan keuangan korporasi dan orang perseorangan, melainkan untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia, dan mencegah serta mengurangi risiko di bidang moneter.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas. Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “stabilitas moneter” adalah suatu kondisi dimana inflasi berada dalam sasarannya dan nilai tukar bergerak sesuai dengan kondisi fundamentalnya, serta didukung oleh kondisi lainnya yang favorable. Kondisi yang favorable ini ditunjukkan oleh beberapa indikator seperti neraca pembayaran yang sehat, level suku bunga dan likuiditas yang cukup, kondisi sistem keuangan yang stabil, kondisi sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar serta pertumbuhan ekonomi dan kondisi fiskal yang berkesinambungan.

Huruf b

Cukup jelas. Huruf c

Risiko di bidang moneter antara lain berupa risiko nilai tukar, risiko likuiditas, dan risiko inflasi yang dapat mengganggu stabilitas moneter.

(11)

- 3 -

Pasal 3

Ayat (1)

Huruf a

Termasuk dalam pengaturan suku bunga meliputi:

1. suku bunga kebijakan;

2. suku bunga instrumen operasi moneter; dan 3. suku bunga lainnya.

Huruf b

Termasuk dalam pengaturan nilai tukar antara lain meliputi:

1. jual-beli valuta asing;

2. penempatan valuta asing di Bank Indonesia; dan

3. monitoring transaksi valuta asing.

Huruf c

Termasuk dalam pengaturan likuiditas antara lain meliputi:

1. likuiditas Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS);

2. giro wajib minimum (primer dan sekunder); 3. kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah; dan

4. transaksi antar pelaku di pasar uang. Huruf d

Termasuk dalam pengaturan lalu lintas devisa antara lain meliputi:

1. devisa hasil ekspor;

(12)

- 4 -

2. utang luar negeri;

3. eksposur risiko valuta asing; 4. remitansi;

5. pembawaan valuta asing dari dan ke luar negeri;

6. penukaran valuta asing;

7. transaksi di dalam negeri yang menggunakan valuta asing;

8. minimum holding period Sertifikat Bank Indonesia; dan

9. unremunerated reserve requirement. Huruf e

Termasuk dalam pengaturan pasar uang dan pasar valuta asing antara lain meliputi:

1. pelaku yang dapat bertransaksi di pasar uang dan pasar valuta asing, termasuk perizinan Pialang Pasar Uang (PPU) dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) nonbank; 2. instrumen yang dapat ditransaksikan di pasar

uang, termasuk karakteristik instrumen; 3. transaksi di pasar uang dan di pasar valuta

asing, termasuk mekanisme dan jenis transaksi dan penerapan prinsip kehati-hatian;

4. mekanisme penetapan suku bunga acuan (Jakarta Interbank Offered Rate) dan nilai tukar acuan (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate); dan

5. pengembangan infrastruktur, termasuk penyelesaian transaksi, penatausahaan transaksi, dan sistem yang digunakan.

(13)

- 5 -

Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Pengawasan juga ditujukan untuk mendeteksi berbagai risiko yang dapat membahayakan stabilitas moneter. Pasal 7

Cukup jelas. Pasal 8

Ayat (1)

Data, informasi, dan/atau keterangan yang diperoleh, digunakan Bank Indonesia untuk menilai, mencegah, dan mengurangi risiko di bidang moneter.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas. Pasal 9

Dokumen dan/atau data yang diminta oleh pemeriksa termasuk kebijakan, peraturan, dan/atau Standard Operating

(14)

- 6 -

Procedure (SOP), dalam bentuk hardcopy, softcopy, atau bentuk lainnya.

Akses terhadap sistem informasi antara lain mencakup pemeriksaan terhadap aplikasi, sistem pelaporan, dan jaringan yang terkait cakupan pemeriksaan.

Pasal 10 Ayat (1)

Pemeriksaan oleh pihak lain dilakukan untuk dan atas nama Bank Indonesia.

Pihak lain yang ditugaskan oleh Bank Indonesia antara lain akuntan publik dan penilai publik.

Dalam menugaskan pihak lain untuk melakukan pemeriksaan, Bank Indonesia mengeluarkan surat perintah kerja dan menetapkan terms of reference.

Ayat (2)

Kewajiban merahasiakan data, informasi, dan keterangan yang diperoleh dari pemeriksaan berlaku untuk seluruh komisaris, direksi, manajer, tenaga ahli, staf pengawas, dan staf pendukung lainnya yang terkait dengan pemeriksaan.

Pasal 11 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “otoritas lain” adalah antara lain Otoritas Jasa Keuangan dan Kementerian Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak.

(15)

- 7 -

Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a

Sanksi yang terkait dengan pembatasan atau larangan keikutsertaan dalam operasi moneter antara lain mencakup penghentian sementara dari kegiatan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dan Standing Facilities (SF).

Huruf b

Contoh penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan APMK antara lain pembatasan ekspansi penerbitan kartu kredit kepada nasabah baru. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat ...

(16)

- 8 -

Ayat (6)

Penyampaian informasi kepada OJK dapat berupa tembusan surat pengenaan sanksi terhadap Bank.

Pasal 13

Cukup jelas. Pasal 14

Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dari hasil simulasi didapatkan bahwa MP-Wavelet tipe B yang telah dikonstruksi pada penelitian ini menghasilkan rekonstruksi citra lebih baik daripada rekonstruksi

- Positioning menurut Al Ries dan Jack Trout dalam buku “positioning : “The Battle for Your Mind” (Penerbit Salemba Empat, 2002), bukanlah merupakan sesuatu yang dilakukan

Awal’.  Kode supplier ‘S001 - Penyesuaian Stok’ juga berguna pada saat anda melakukan stok opname di kemudian hari, dan ternyata ada item barang tertentu yang jumlah stok

Kegiatan pelatihan dilaksanakan pada tanggal 15 Maret 2020 di Saung Inspirasi RW 003 Kelurahan Rejomulyo Kecamatan Metro Selatan Kota Metro. Peserta pelatihan yang hadir

Identitas sistem Unani & Ayurveda menunjukkan bahwa Unani adalah istilah Arab bagi sistem penyembuhan Ayurveda yg dibawa ke Arabia saat wilayah itu masih merupakan bagian

bobot buah per tanaman, jum1ah buah per tanaman, palljang buah, diameter buah, dan tebal daging buah memiiiki keragaman genetik yang luas, dan heritabilitas

Ilmu pengetahuan tentang luar angkasa tidak kalah penting dengan ilmu pengetahuan lainnya karena kita hidup di jaman dimana manusia telah menyadari bahwa ada

Mata kuliah ini memfasilitasi mahasiswa memahami, menghayati, dan terampil merefleksikan tentang konsep profesi, keterlibatan nilai-nilai pribadi konselor dan klien