PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH
Analisis Kondisi Kebakaran Hutan/Lahan di Sumatera dan
Kalimantan Tahun 2012
Analisis Kejadian Banjir di DAS Bengawan Solo
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Analisis
Potensi
Aliran Erupsi Gunung Api dan Banjir Lahar Dingin
Kerjasama Airborne SAR PiSAR - L2: Potensi
Pemanfaatan Data SAR untuk Pemantauan
Wilayah Indonesia
TEKNOLOGI DATA PENGINDERAAN JAUH
Kajian Spesifikasi Sensor Satelit untuk Pemantauan Sumber
Daya Pesisir dan Laut
Rancang Bangun Sistem Pengolahan Data Satelit Suomi National
Polar-orbiting Partnership (S-NPP) dari Rawdata ke Raw Data Record (RDR)
Pemanfaatan Layanan Peta (Mapservice) ddlam Konsep Pemetaan Online,
Studi Kasus Pengembangan Sistem Informasi Fasilitas Kesehatan di Kota
Depok
Kajian Data Satelit Generasi Baru Satelit LDCM (Landsat Data Continuity
Mission)
Sidang Pembaca Yang Terhormat,
P
enerbitan Majalah Inderaja LAPAN Volume IV No. 6, Edisi Juli 2013 memasuki nomor edisi ke enam. Majalah ini merupakan media distribusi informasi perkembangan hasil-hasil penelitian dan pengembangan teknologi penginderaan jauh dan pemanfaatannya. Materi tulisan yang disajikan pada edisi ini adalah hasil kegiatan penelitian dan operasional di Kantor Kedeputian Bidang Penginderaan Jauh LAPAN, Jakarta, diantaranya menggunakan data satelit Landsat-7 ETM+, LDCM, SPOT-4, SPOT-5, SPOT-6, NOAA, MODIS, S-NPP, TRMM, SRTM, World View-2 dan PiSAR-LView-2. Diharapkan materi/tulisan yang disampaikan dapat bermanfaat bagi pembaca.Teknologi Penginderaan Jauh :
 Kajian Spesifi kasi Sensor Satelit untuk Pemantauan Sumber Daya Pesisir dan Laut.
 Rancang Bangun Sistem Pengolahan Data Satelit Suomi National Polar-orbiting Partnership (S-NPP) dari Rawdata ke Raw Data Record (RDR).
 Pemanfaatan Layanan Peta (Mapservice) dalam Konsep Pemetaan Online. Studi Kasus: Pengembangan Sistem Informasi Fasilitas Kesehatan di Kota Depok.
 Kajian Data Satelit Generasi Baru, Satelit LDCM (Landsat Data Continuity Mission)
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh :
 Analisis Kondisi Kebakaran Hutan/Lahan di Sumatera dan Kalimantan Tahun 2012
 Analisis Kejadian Banjir di DAS Bengawan Solo
 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Analisis Potensi Aliran Erupsi Gunung Api dan Banjir Lahar Dingin
 Kerjasama Airborne SAR PiSAR-L2: Potensi Pemanfaatan Data SAR untuk Pemantauan Wilayah Indonesia.
Kami berusaha menyajikan informasi Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh dan Teknologi Penginderaan Jauh yang up to date. Informasi disampaikan melalui makalah/tulisan, artikel dan pemuatan poster Peta Citra Satelit Penginderaan Jauh meliputi wilayah di seluruh Indonesia. Pada kesempatan ini, redaksi menyampaikan permohonan maaf, karena belum dapat memenuhi semua permintaan pembaca yang disampaikan melalui pengembalian Formulir Tanggapan Surat Pembaca. Diharapkan pada edisi mendatang, secara bertahap kami dapat memenuhi permintaan pembaca. Terima kasih atas perhatiannya, selamat membaca.
Hormat Kami, Tim Redaksi
Diterbitkan oleh:
Bidang Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Pengarah:
Kepala LAPAN
Deputi Bidang Penginderaan Jauh Penanggung Jawab :
Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Editor :
Dr. Katmoko Ari, M.Eng. Syarif Budhiman, S.Pi., M.Sc. Staf Redaksi:
Ir. Rubini Jusuf, M.Si. Drs. Ngadino
Bambang Haryanto, S.E. Andie Setiyoko, S.T., M.Tech. Rita Silviana, S.T.
Dra. Endang Purwanti Staf Sekretariat: Widodo Basuki Lies Hendarini Aminah Dwi Nurcahyo Alamat Redaksi:
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN Jl. LAPAN No. 70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710 Telp.: (021) 8717715, 8710786, 8721870. Fax.: (021) 8717715 Email: [email protected]
Majalah Inderaja adalah majalah populer yang diterbitkan 2 kali setahun untuk mempublikasikan perkembangan hasil-hasil penelitian dan
pengembangan teknologi penginderaan jauh dan pemanfaatannya, khususnya bagi pengguna data penginderaan jauh di Indonesia. Sifat populer yang dimaksud adalah penjelasan istilah teknik secara populer dengan bahasa sederhana, tidak menggunakan rumus-rumus matematik yang terlalu komplek/rumit, sumber rujukan ditulis seperti lazimnya majalah populer tanpa daftar rujukan.
Redaksi menerima naskah hasil penelitian, pengembangan dan pengulasan bidang penginderaan jauh dari penulis yang orsinil, memiliki validasi ilmiah dan kejelasan pemaparan serta belum pernah dipublikasikan.
Daerah kami punya potensi padi sawah kurang lebih 29.000 Ha dan termanfaatkan ± 24.000 Ha . Mungkin menjadi bahan penelitian, dan kami akan siap bekerjasama.Tks
Ir. H. Firdaus Khatab, MM
Kepala Bappeda Kabupaten Tanjung jabung Barat Provinsi Jambi Jl. Jend. Sudirman Kuala Tungkal 36513, Provinsi Jambi Terima kasih kami sampaikan atas keinginan Bapak untuk menjalin kerjasama dengan LAPAN dan kesediaannya untuk menjadikan wilayah Bapak sebagai obyek penelitian. Bersama ini kami sampaikan, bahwa untuk mewujudkan maksud dan keinginan Bapak, kami persilahkan untuk mengirim surat permohonan kepada Kepala LAPAN, c.q. Kepala Biro Kerjasama dan Hubungan Masyarakat d.a. Jl. Pemuda Persil No. 1, Rawamangun, Jakarta 13220, Telp. 021-4892802
Terima kasih atas kiriman majalahnya, ini sangat bermanfaat dalam pengembangan wawasan dan informasi. Selanjutnya harapan kami dapat mengikuti pelatihan – pelatihan yang terkait dengan penginderaan jarak jauh
Said Hendri, ST
Kabid Perencanaan Fisik dan Prasarana Jl. Istana Robat No. 22 Daik Lingga Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri Majalah Inderaja terbit dua kali setahun, dan didistribusikan kepada masyarakat, khususnya para pengguna data/ jasa dalam bidang penginderaan jauh. Terkait dengan pelatihan – pelatihan yang Bapak maksud, kami sarankan Bapak mengirim surat permohonan kepada Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara LAPAN d.a. Jl. Pemuda Persil No.1 Rawamangun, Jakarta 13220 Telp. (021)4892802, 4895040 Fax. (021)47882163 email pusfatekgan@lapan. go.id atau [email protected]
Majalah inderaja sangat menunjang pekerjaan kami terutama dalam pemetaan dan penanggulangan kebakaran di taman Libangan
Tatang Suwardi, S.Hut
PEH (Pengendali Ekosistem Hutan) Balai Taman Nasional Sebangau Kementrian Kehutanan Jl. Mahir Mahar Km 1,2 Palangkaraya PO BOX 65 Syukur alhamdulillaah pak Tatang yang telah memanfaatkan Majalah Inderaja untuk menunjang pekerjaan Bapak dalam pemetaan dan penanggulangan kebakaran di taman Libangan. Semoga majalah kami akan lebih bermanfaat lagi untuk waktu-waktu mendatang.
Sebaiknya majalah ini diterbitkan paling tidak 4 kali dalam satu tahun dan semuanya bisa dibagikan kesetiap BPBD di Indonesia termasuk BPBD di Kalimantan Tengah. Sebaiknya menggunakan bahasa yang lebih sederhana supaya pengertiannya lebih cepat. Sebaiknya dilakukan pendidikan lebih lanjut agar lebih menguasai.
Kiwok
BPBD Provinsi Kalimantan Tengah Jl. Tjilik Riwut Km.7,8 Palangkaraya Kalimantan Tengah Terima kasih atas saran dan masukannya, kami akan terus melakukan evaluasi menyangkut frekuensi terbit dalam satu tahunnya maupun substansi dan redaksionalnya sehingga mudah dipahami oleh para pembaca.
Kepada Yth. Pembaca Majalah Inderaja
Bersama ini kami kirimkan Majalah Inderaja Volume IV No. 6, Edisi Juli 2013 sebanyak 1 (satu) eksemplar untuk dapat dimanfaatkan. Selanjutnya mohon diisi Formulir Surat Pembaca di bawah ini, dan dikirimkan kembali ke alamat Redaksi Majalah Inderaja seperti di atas, sebagai tanda terima serta untuk data alamat pengiriman selanjutnya. Terima kasih
Redaksi Majalah Inderaja
1 Nama Lengkap & Titel
2 Jabatan
3 Instansi/Departemen
4 Alamat Kantor/ Kota/ Kode Pos
5 Format Majalah Inderaja
6 Isi Majalah Inderaja
7 Manfaat Majalah Inderaja
7.a Apakah perlu dikirim Majalah Inderaja Ya Tidak
7.b Apakah menunjang kinerja Saudara Ya Tidak
Coret sesuai permintaan
Berikan komentar Manfaatnya
……..……….2013 Penerima
Form
Surat Pembaca
Redaksi Majalah Inderaja
d.a. Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Jl. LAPAN No. 70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur13710 Telp. (021 8710786, Fax. (021) 8717715 Email: [email protected]
Kajian Spesifi kasi Sensor Satelit
untuk Pemantauan Sumber
Daya Pesisir dan Laut
H a l a m a n
4
1 2 3 4 4 10 15 21 29 29 38 46 54 59 59 60 61 63 65 67 68 69 70 71 72 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 Meja Redaksi Surat Pembaca Daftar IsiTeknologi Penginderaan Jauh
Kajian Spesifi kasi Sensor Satelit untuk Pemantauan Sumber Daya Pesisir dan Laut Rancang Bangun Sistem Pengolahan Data Satelit Suomi National Polar-orbiting Partnership (S-NPP) dari Rawdata ke Raw Data Record (RDR)
Pemanfaatan Layanan Peta (mapservice) Dalam Konsep Pemetaan Online. Studi Kasus:
Pengembangan Sistem Informasi Fasilitas Kesehatan di Kota Depok
Kajian Data Satelit Generasi Baru, Satelit LDCM (Landsat Data Continuity Mission) Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh
Analisis Kondisi Kebakaran Hutan/Lahan di Sumatera dan Kalimantan Tahun 2012 Analisis Kejadian Banjir di DAS Bengawan Solo
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Analisis Potensi Aliran Erupsi Gunung Api dan Banjir Lahar Dingin
Kerjasama Airborne SAR PiSAR-L2: Potensi Pemanfaatan Data SAR untuk Pemantauan Wilayah Indonesia
Berita Ringan
LAPAN Ikut Serta dalam Pameran Alpalhan di Mabes TNI Cilangkap
Sosialisasi Hasil Penelitian, Kerjasama LAPAN dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang Penandatangan Pakta Integritas di Lingkungan Kedeputian Bidang Penginderaan Jauh Seminar Nasional Kedirgantaraan dan Sosialisasi RUU Keantariksaan dalam Rangka HUT LAPAN ke-49
Mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Kunjungi LAPAN Pekayon Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil di Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN, Pekayon Pustekdata Menerima Kunjungan Mahasiswa Institut Bisnis Nusantara (IBN) Jakarta. Kunjungan SMP Negeri 179 Jakarta ke Pusat Teknologi dan Data LAPAN
Diklat Aplikasi Browse Catalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional
Pelepasan Purna Bakti PNS di Kedeputian Bidang Penginderaan Jauh Tahun 2012 Poster
Perbatasan Indonesia-Malaysia, Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat Kabupaten Kampar dan sekitarnya, Propinsi Riau
Kota Rajaampat Kota Samarinda Kota Banjarmasin Kota Cirebon Kota Parepare Kota Makassar Pantai Pangandaran
Pengurangan dan Penambahan Penutup Hutan (Kalimantan, 2000-2009) Pengumuman
Form Surat Pembaca Cover
Depan : Citra Satelit Landsat-8, Kota Makasar Propinsi Sulawesi Selatan Depan Dalam : INCAS-Penambahan dan Penutup Hutan (Sumatera 2000-2009) Belakang Dalam : Citra Satelit SPOT-6 Kota Banda Aceh
Belakang : Citra Satelit SPOT-6 Kilang Minyak Balongan Indramayu
REDAKSIONAL
MAJALAH INDERAJA
Majalah Inderaja adalah majalah populer milik LAPAN yang berfungsi sebagai media
distribusi informasi perkembangan hasil-hasil litbang teknologi dan pemanfaatan
penginderaan jauh bagi masyarakat pengguna Indonesia. Naskah yang bisa dimuat
harus terbukti orsinil, belum pernah dipublikasi dan sudah memiliki validitas ilmiah.
Naskah dikirim ke Sekretariat Majalah Inderaja d.a. Pusat Teknologi dan Data
Penginderaan Jauh LAPAN, Jl. LAPAN No. 70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur,
Email:
[email protected]
Sistematika Penulisan :
Naskah terdiri dari halaman judul dan isi makalah yang terdiri dari bab pendahuluan,
bab inti dan bab penutup.
Naskah diketik dengan MS Word, jenis huruf Arial, font 11 pt pada kerta A4 dengan
1½ spasi dan maksimal 15 halaman.
Halaman judul berisi judul ringkas tanpa singkatan, nama (para) penulis tanpa gelar,
alamat instansi, dan e-mail penulis utama.
Bab Pendahuluan, merupakan pembuka permasalahan yang akan dibahas dalam
tulisan, tidak boleh terlalu panjang, hanya merupakan pengenalan kearah yang akan
dituju. Terdapat pembatasan masalah dan pengertian-pengertian sehingga pembaca
sudah dibawa kearah tertentu. Presentasi pendahuluan dari suatu keseluruhan
tulisan sekitar 20 persen.
Bab Inti, merupakan bagian yang berisi paparan dan pembahasan persoalan pokok,
ditulis secara sistematis dan logis menuju kepada satu klimaks. Presentasi bagian
ini sekitar 70 persen dari seluruh tulisan.
Bab Penutup, berisi kesimpulan, saran atau pendapat penulis tentang pokok
persoalan yang dikemukakan sebagai arahan bagi pembaca.
Penulis naskah dibuat popular dengan bahasa yang sederhana tanpa ada
rumusan-rumusan/formula yang terlalu rumit agar mudah difahami masyarakat umum.
Gambar dan tabel masuk dalam batang tubuh naskah bukan dilampirkan, diberi
nomor sesuai nomor bab dan nomor urut pada bab tersebut, misalnya Gambar 2-2
atau Tabel 2-1 disertai keterangan singkat gambar dan judul dari tabel yang
bersangkutan. Keterangan dalam gambar termasuk legenda gambar ditulis dengan
jelas dan harus terbaca.
Formula dan rujukan ditulis sebagaimana layaknya penulisan popular tanpa bentuk
rumus-rumus.
Daftar pustaka dituliskan dalam lembar terpisah.
POSTER
Penginderaan Jauh
P
P
P
Pe
e
en
e
n
n
ng
g
g
g
g
i
n
n
d
d
d
e
er
e
e
e
r
ra
aa
an
n J
J
J
Ja
a
au
uh
h
1. PendahuluanL
etak geografi s yang strategis membuat Indonesia kaya akan sumber daya alam. Secara harafi ah sumber daya alam (SDA) berarti segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya, baik yang bersifat hayati maupun non hayati. SDA hayati di wilayah pesisir tentunya akan berbeda dengan di laut. SDA hayati di wilayah pesisir masih memiliki kemiripan dengan wilayah darat, perbedaan terletak pada SDA yang berada di dalam kolom perairan (misalnya terumbu karang dan lamun). Sedangkan SDA hayati di wilayah laut didominasi oleh keberadaannya di dalam kolom perairan, terutama ikan. Untuk SDA non hayati di wilayah pesisir dan laut sangat beragam. Keberagaman tersebut dapat dibatasi pada keberadaanya di bawah permukaan bumi (misalnya minyak bumi dan mineral) dan di perairan (misalnya arus, pasang surut dan parameter oseanografi lainnya).Satelit penginderaan jauh dapat memantau kekayaan SDA di wilayah pesisir dan laut di Indonesia. Selama ini, data penginderaan jauh yang digunakan berasal dari satelit yang dimiliki oleh negara lain. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) telah memulai pengembangan satelit eksperimental yang diawali dengan pembuatan satelit mikro LAPAN-TUBSAT bekerjasama dengan TU Berlin, dan berhasil diluncurkan pada tahun 2007. Selanjutnya pada tahun 2013 ini, LAPAN merencanakan untuk melakukan peluncuran dua satelit mikro lainya yang masih terkait dengan program pengembangan satelit eksperimental, yaitu satelit LAPAN-A2 dan satelit LAPAN-A3. Kedua satelit tersebut akan memiliki
spesifi kasi yang lebih baik dari LAPAN-TUBSAT (http:// detekgan.lapan.go.id/pusteksat/; http://www.lapanrb.org/ home). Kedepannya, LAPAN merencanakan pengembangan satelit yang dapat digunakan untuk keperluan operasional. Untuk itu maka diperlukan kajian spesifi kasi sensor yang diperlukan untuk pengembangan satelit tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji spesifi kasi sensor yang dapat mendeteksi SDA di wilayah pesisir dan laut. Pembahasan dibatasi pada SDA yang berada pada kolom perairan yang dapat dideteksi oleh penginderaan jauh (yaitu terumbu karang, lamun dan parameter oseanografi ). Tulisan ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam pengembangan spesifi kasi sensor pada satelit yang dikembangkan oleh LAPAN, khususnya untuk pemantauan SDA di wilayah pesisir dan laut di Indonesia.
2.Karakteristik Sensor
Sensor adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi dan mencatat energi elektomagnetik yang dipantulkan (refl ected) atau dipancarkan (emitted) oleh suatu obyek (ITC.
2001. Principles of Remote Sensing). Sensor pada satelit terbagi
menjadi dua macam yaitu sensor aktif dan sensor pasif. Tulisan ini membatasi pada pengkajian penggunaan sensor pasif untuk deteksi SDA di wilayah pesisir dan laut. Berbeda dengan sensor aktif, sensor pasif tidak memiliki energi sendiri tetapi sangat bergantung kepada sumber energi lain yaitu matahari. Energi elektromagnetik yang berasal dari matahari kemudian dipantulkan oleh obyek dan diterima oleh sensor. Sensor pasif ini terbagi menjadi beberapa kanal yang meliputi suatu
Syarif Budhiman dan Maryani Hartuti
Peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN Email: [email protected]
Kajian Spesifi kasi Sensor Satelit untuk Pemantauan
Sumber Daya Pesisir dan Laut
rentang panjang gelombang elektromagnetik. Spektrum gelombang elektromagnetik yang umum digunakan adalah pada gelombang tampak (380-700 nm) dan gelombang infra merah dekat (700-1000 nm).
Sensor optik yang merupakan salah satu sensor pasif memiliki beberapa karakteristik dalam menghasilkan data. Karakteristik sensor ini terbagi menjadi resolusi spasial, resolusi spektral dan resolusi temporal. Resolusi spasial mengindikasikan ukuran terkecil dari obyek di permukaan bumi yang dapat dideteksi oleh sensor. Resolusi spektral mengindikasikan rentang spektrum elektromagnetik yang digunakan. Resolusi temporal mengindikasikan rentang waktu antara dua akuisisi yang berdekatan pada wilayah yang sama. Selain itu ada juga karakteristik lain yang dikenal sebagai resolusi radiometrik, yaitu karakteristik sensor yang mengindikasikan perbedaan energi yang dapat diobservasi (ITC. 2001. Principles of Remote
Sensing). Pemahaman karakteristik sensor ini berguna dalam
pengkajian spesifi kasi sensor yang paling optimum untuk mendeteksi SDA di wilayah pesisir dan laut.
Spesifi kasi karakteristik sensor yang akan digunakan bermuara kepada tujuan dari data yang akan dihasilkan untuk pemantauan SDA di wilayah pesisir dan laut. Penulis berpendapat bahwa data yang dihasilkan dapat digunakan
untuk keperluan manajerial dan keperluan eksperimental. Keperluan manajerial tentunya lebih memerlukan data yang dapat memberikan informasi yang cepat. Untuk itu data dengan resolusi spasial yang tinggi lebih disukai, karena detail yang dihasilkan mempermudah dalam memberikan informasi. Keperluan eksperimental lebih menyukai pembuatan model dalam mengekstraksi informasi dari data yang ada, sehingga data dengan resolusi spektral yang lebih tinggi akan lebih disukai. Gambar 1 menunjukkan data liputan sebagian Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, yang dihasilkan oleh karakteristik sensor yang berbeda. Sensor WorldView-2 yang memiliki resolusi spasial 50 cm memberikan detail yang lebih baik dari pada data Landsat ETM dengan resolusi spasial 30 m. Walaupun data Landsat ETM diganti dengan data sensor Hyperion (resolusi spasial 30 m) yang memiliki resolusi spektral lebih baik (220 kanal dengan rentang masing-masing kanal 10 nm), tetapi detail dari data yang diberikan sensor WorldView-2 lebih diperlukan untuk keperluan manajerial SDA di wilayah pesisir.
Berbeda dengan wilayah pesisir, untuk SDA di wilayah laut lebih mengutamakan data dengan resolusi spektral yag tinggi. Karena wilayah laut yang sangat luas, maka resolusi spasial yang sangat detail menjadi tidak begitu penting.
Gambar 1. Data liputan Pulau Tidung, Kepulauan Seribu menggunakan (a) WorldView-2 dan (b) Landsat ETM (Budhiman et al. 2013. Pengaruh Penyederhanaan Koreksi Kolom Air. Diajukan (submitted) pada Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan data Citra Digital LAPAN)
POSTER
Penginderaan Jauh
Resolusi spektral yang tinggi dapat mempermudah dalam pengembangan model untuk mengidentifi kasi paramater-parameter oseanografi yang terjadi, terutama untuk keperluan identifi kasi keberadaan ikan. Dikarenakan parameter oseanografi ini sangat dinamis, maka diperlukan juga resolusi temporal yang tinggi untuk dapat memantau perubahan yang terjadi. Gambar 2 menunjukkan contoh dari perlunya resolusi spektral dalam mengolah data yang diperlihatkan pada Gambar 2.a menjadi suatu informasi sebaran chlorophyl pada Gambar 2.b. Gambar 2.b merupakan hasil pemodelan kanal-kanal yang ada di sensor GOCI (Geostationary Ocean
Color Imager) untuk mendapatkan informasi konsentrasi chlorophyll di perairan laut Jepang. Resolusi spektral yang
tinggi dengan jumlah kanal yang banyak, mempermudah dalam mengidentifi kasi parameter oseanografi dengan menggunakan informasi puncak serapan (absorption) dari parameter tersebut.
3. Karakteristik Optik Perairan dan Keberadaan Kanal
Keberadaan kanal pada sensor juga mempengaruhi kemampuan untuk mengidentifi kasi obyek di bawah permukaan perairan. Hal ini terkait dengan hukum Beer-Lambert bahwa intensitas cahaya akan berkurang secara eksponensial terhadap perbedaan kedalaman, atau dapat ditulis sebagai berikut:
dimana Iz adalah intensitas cahaya pada kedalaman z, I0 adalah intensitas cahaya awal atau pada kedalaman 0 (di permukaan air), f adalah nilai faktor geometrik, k adalah nilai koefi sien atenuasi dan z adalah kedalaman.
Pelemahan intensitas ini (disebut juga atenuasi) berbeda untuk setiap panjang gelombang. Perbedaan nilai atenuasi dikarenakan pengaruh serapan (absorption) dan hamburan (scattering) cahaya oleh partikel yang ada dalam air, akan berbeda pada setiap panjang gelombang. Hal tersebut
Gambar 2. Data liputan perairan laut Jepang menggunakan sensor GOCI (a) RGB dan (b) Chlorophyll (IOCCG Report. 2012. Ocean-color observations from a geostationary orbit)
akan mempengaruhi kemampuan cahaya masuk ke dalam kolom perairan. Molekul air juga akan melakukan serapan dan hamburan pada cahaya. Gambar 3 memperlihatkan grafi k koefi sien serapan dan hamburan dari molekul air laut. Serapan cahaya oleh molekul air laut akan kecil pada panjang gelombang biru (400 nm) sampai dengan hijau (550 nm) dan meningkat pada panjang gelombang merah (600 nm). Sedangkan untuk hamburan cahaya, nilai hamburan yang lebih tinggi terjadi pada panjang gelombang pendek dan melemah ke arah panjang gelombang yang lebih panjang (Gambar 3).
Serapan cahaya pada perairan yang berbeda ditunjukkan oleh Gambar 4. Garis putus-putus pada Gambar 4 menunjukan serapan oleh molekul air sebagai pembanding. Gambar 4.a memperlihatkan perairan yang didominasi oleh
phytoplankton, dimana puncak serapan cahaya terjadi pada
panjang gelombang biru (440 nm) dan pada panjang gelombang merah (670 nm), sedangkan serapan cahaya terendah berada pada panjang gelombang hijau (555 nm). Gambar 4.c memperlihatkan koefi sien serapan pada perairan yang didominasi oleh padatan organik terlarut (CDOM). Serapan cahaya oleh CDOM lebih banyak terjadi pada panjang gelombang pendek dan melemah ke arah panjang gelombang yang lebih panjang, sehingga panjang gelombang biru tidak akan mampu masuk lebih dalam ke perairan yang didominasi oleh CDOM. Untuk partikel tersuspensi yang tidak memiliki pigmen chlorophyl, lebih banyak mempengaruhi hamburan cahaya pada perairan, sedangkan nilai serapannya lebih didominasi oleh serapan
phytoplankton.
Gambar 5.a memperlihatkan kondisi perairan Lautan Pasifi k yang tidak dipengaruhi oleh keberadaan phytoplankton. Terlihat penetrasi panjang gelombang hijau (552 nm) kedalam kolom perairan, hampir sama dengan panjang gelombang biru (440 nm), sedangkan panjang gelombang merah (673) diserap oleh perairan sehingga penetrasinya tidak dalam. Gambar 5.d memperlihatkan perairan yang dipengaruhi oleh keberadaan CDOM (Coloured Dissolved Organic Matter), dimana serapan pada panjang gelombang biru (440 nm) dan hijau (550 nm) lebih tinggi dibandingkan pada panjang gelombang merah (675 nm), sehingga penetrasi panjang gelombang merah terlihat lebih dalam.
Dari pembahasan mengenai karakteristik optik perairan sebelumnya, terlihat keberadaan kanal pada puncak-puncak serapan tertinggi maupun terendah akan mempengaruhi kemampuan sensor untuk mendeteksi parameter perairan. Selain itu juga, kemampuan panjang gelombang dalam melakukan penetrasi pada kolom perairan akan mempermudah untuk mendeteksi obyek yang berada di bawah permukaan air pada perairan dangkal. Kemampuan tersebut tentunya dibatasi oleh serapan dan hamburan yang terjadi pada kolom perairan. Selain keberadaan kanal, resolusi spektral (rentang panjang gelombang) pada kanal tersebut juga berpengaruh, karena dengan rentang kanal yang lebih besar maka sensitivitas spektral respon akan berkurang.
Gambar 6 memperlihatkan posisi setiap kanal pada sensor yang berbeda. Sensor pada satelit SPOT hanya terdiri dari 3 kanal dengan rentang panjang gelombang 80 nm. Apabila kemampuannya dibandingkan dengan sensor AVIRIS, terlihat sangat berbeda dalam mendeteksi kurva karakteristik
Gambar 3. Koefi sien serapan (absorption) dan hamburan (scattering)
pada molekul air laut (Mobley.1994. Light and water: radiative transfer
in natural waters).
Gambar 4. Contoh koefi sien serapan pada berbagai perairan:
a) didominasi oleh phytoplankton, b) didominasi oleh Non-Algae Partikel (NAP) dan c) didominasi oleh CDOM (Coloured Dissolved
Organic Matter) (Mobley.1994. Light and water: radiative transfer in natural waters).
POSTER
Penginderaan Jauh
spektral (diperlihatkan oleh garis biru). Dengan sensor AVIRIS, kurva spektral tersebut dapat dengan mudah dikenali karena setiap kanal AVIRIS (71 kanal) dan rentang kanal yang rapat (15 nm) mewakili respon spektral pada setiap panjang gelombang. Untuk jumlah kanal yang lebih sedikit, maka keberadaan kanal tersebut sebaiknya ditempatkan pada posisi panjang gelombang yang memiliki puncak serapan cahaya tertinggi maupun terendah.
4. Karakteristik Sensor untuk SDA di Wilayah Pesisir
Pembahasan pada tulisan ini membatasi untuk SDA yang berada pada kolom perairan, yaitu terumbu karang dan lamun. Keberadaan SDA tersebut dapat dideteksi oleh sensor yang dapat menembus kolom perairan. Salah satu keterbatasan untuk dapat mendeteksi terumbu karang dan lamun adalah kekeruhan, karena kekeruhan lebih didominasi oleh padatan tersuspensi yang bertanggung jawab dalam menghamburkan cahaya. Terumbu karang dan lamun akan berkembang dengan baik pada perairan yang jernih, dimana
konsentrasi partikel tersuspensi sangat kecil. Pada perairan jernih tersebut maka kanal yang baik untuk digunakan adalah kanal biru (440 nm) dan hijau (550 nm) karena dapat melakukan penetrasi lebih dalam di kolom perairan yang jernih.
Berbeda dengan pendapat penulis di awal tulisan ini, Mumby pada papernya (Mumby et. al. 2004. Remote sensing
of coral reef and their physical environment) menunjukan
bahwa untuk dapat mendeteksi SDA pesisir diperlukan resolusi spektral yang lebih detail dibandingkan dengan resolusi spasial. Resolusi spektral dapat membedakan antara komunitas terumbu karang dengan lebih baik. Sedangkan resolusi spasial yang tinggi dapat memetakan keberadaan terumbu karang dan lamun secara umum. Kombinasi yang terbaik dalam mendeteksi SDA pesisir adalah resolusi spasial tinggi dengan resolusi spektral yang tinggi.
5. Karakteristik Sensor untuk SDA di Wilayah Laut
Intensitas cahaya pada perairan di laut dipengaruhi oleh keberadaan phytoplankton. Pengaruh terbesar adalah serapan cahaya oleh phytoplankton tersebut. Selain itu cahaya yang dipantulkan dari wilayah perairan yang luas sangat dipengaruhi oleh kondisi atmosfer ketika diterima oleh sensor. Cahaya dari matahari akan melalui dua komponen ruang, yaitu atmosfer (udara) dan air, sebelum dipantulkan dan diterima oleh sensor. Sehingga, total radiansi cahaya yang diterima oleh sensor adalah gabungan dari hasil interaksi cahaya matahari dengan atmosfer, permukaan air, dan kolom air pada seluruh panjang gelombang (). Interaksi yang berada pada ruang
Gambar 5. Profi l kedalaman penetrasi cahaya dalam menembus
kolom air pada kanal biru (), hijau () dan merah () untuk perairan a) Lautan Pasifi c, b) Saluran air San Vicente, c) Bendungan
Corin dan d) Danau Kecil Georgetown (Kirk. 1994. Light and
Photosynthesis in aquatic ecosystem).
Gambar 6. Contoh posisi setiap kanal pada sensor satelit yang
atmosfer/udara dan permukaan air merupakan informasi yang bersifat gangguan (noise) terhadap nilai radiansi yang berasal dari obyek yang akan dideteksi, sehingga perlu dilakukan koreksi terhadap nilai radiansi tersebut.
Keberadaan phytoplankton dan kondisi atmosfer menjadi dua hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan spesifi kasi sensor untuk pemantauan SDA di wilayah laut. IOCCG pada laporannya (IOCCG Report 1998. Minimum
requirements for an operational, ocean-color sensor for the open ocean) telah membahas mengenai kebutuhan minimum
dalam mendeteksi parameter perarain di laut dengan menggunakan dua batasan tersebut sebelumnya. Keberadaan
phytoplankton dapat diketahui dari rasio serapan cahaya
terendah dan tertinggi pada spektrum panjang gelombang tampak, sehingga IOCCG mengusulkan untuk menggunakan kanal biru (485-495 nm) dan kanal hijau (550-565 nm) dengan rentang kanal 10 nm. Sedangkan untuk koreksi keberadaan atmosfer dapat digunakan rasio dari kanal infra merah dekat, karena pada kanal tersebut seluruh cahaya diserap oleh air. IOCCG mengusulkan digunakannya dua kanal infra merah dekat yaitu pada panjang gelombang 744-757 nm, dan 855-890 nm. Ke empat kanal tersebut merupakan kebutuhan minimum untuk dapat mendeteksi parameter perairan dan mengkoreksi kondisi atmosfer.
Selain itu juga diperlukan data dengan pengulangan akuisisi yang lebih cepat, karena kondisi perairan di laut sangat dinamis. Untuk resolusi temporal ini diusulkan penempatan satelit pada orbit bumi (geostationary). Penempatan satelit untuk pemantauan laut pada posisi orbit bumi telah dilakukan oleh Korea Selatan dengan diluncurkannya sensor GOCI (Geostationary Ocean Colour Imagery) pada tahun 2010 yang akan disusul untuk seri kedua GOCI-II pada tahun 2018 (http:// www.ioccg.org/sensors/GOCI.html). Dengan posisi pada orbit bumi, maka pengulangan akuisisi dapat dilakukan setiap jam, sehingga dinamika perubahan parameter perairan dapat terlihat lebih jelas.
6 . Penutup
Pengembangan pembuatan sensor satelit harus diselaraskan dengan tujuan dari pemanfaatan sensor tersebut. Tujuan pemanfaatan yang berbeda membutuhkan karakteristik sensor yang berbeda, contohnya sensor untuk
keperluan pemantauan SDA di wilayah pesisir akan berbeda dengan di wilayah laut. Perbedaan kebutuhan karakteristik sensor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Karakteristik sensor untuk pemantauan SDA di wilayah pesisir: a) memiliki kanal yang mampu menembus kolom perairan, yaitu kanal pada gelombang tampak (biru, hijau dan merah), terutama untuk keperluan pemantauan ekosistem perairan dangkal seperti terumbu karang dan lamun, serta untuk deteksi kedalaman perairan dangkal (bathymetry), b) memiliki resolusi spasial yang tinggi sekitar 10-30 m, khusus untuk keperluan pemantauan pulau-pulau kecil diperlukan resolusi spasial yang lebih tinggi lagi yaitu sekitar 0.5-2 m, c) memiliki resolusi spektral yang tinggi, terutama untuk informasi kualitas ekosistem diperlukan data hyperspektral pada kanal gelombang tampak sampai dengan infra merah dekat (Near Infra Red / NIR).
Karakteristik sensor untuk pemantauan SDA di wilayah laut: a) memiliki kanal pada gelombang tampak (biru, hijau dan merah) yang mampu mendeteksi parameter perairan (misalnya chlorophyl dan CDOM), b) memiliki kanal pada gelombang infra merah (NIR) yang dapat digunakan untuk melakukan koreksi atmosfer, c) memiliki resolusi temporal yang tinggi, dikarenakan kondisi perairan yang dinamis, dibutuhkan resolusi temporal sekitar 0.5-8 hari untuk perairan di Indonesia. Resolusi temporal yang lebih tinggi akan menghasilkan informasi yang lebih baik, d) memiliki resolusi spektral yang tinggi, terutama untuk informasi kualitas perairan diperlukan kanal multispektral dengan rentang antara gelombang ultra
violet dekat (380 nm) sampai dengan infra merah dekat (Near Infra Red / NIR).
Penjelasan di atas menunjukan beberapa perbedaan dan persamaan karakteristik sensor yang diperlukan. Perbedaan yang terlihat untuk pemantauan SDA di wilayah pesisir memerlukan resolusi spasial yang lebih tinggi, sedangkan untuk pemantauan SDA di wilayah laut memerlukan resolusi temporal yang lebih tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa untuk pemantauan SDA di wilayah pesisir dan laut diperlukan dua sensor yang berbeda. Dikarenakan ada keterbatasan terkait jumlah dan volume muatan pada wahana sekelas satelit mikro, maka perlu dikembangkan dua wahana yang berbeda sebagai tempat penempatan masing-masing sensor tersebut.
POSTER
Penginderaan Jauh
Pendahuluan
L
ebih dari satu dekade terakhir, National Aeronautics andSpace Administration (NASA) meluncurkan serangkaian
satelit untuk memperoleh tampilan planet bumi dari antariksa. Serangkaian satelit tersebut, dikenal secara umum sebagai NASA Earth Observing System (EOS), telah memberikan wawasan baru yang luar biasa mengenai dinamika planet bumi secara menyeluruh, mencakup awan, lautan, vegetasi, es dan atmosfer. Namun, seiring akan berakhirnya masa operasional satelit-satelit EOS, satelit-satelit pemantau planet bumi generasi baru lainnya telah dipersiapkan untuk menjaga kontinyuitas data yang diberikan oleh satelit-satelit tersebut.
National Polar-orbiting Operational Environmental Satellite System (NPOESS) Preparatory Project (NPP) merupakan
salah satu satelit yang dipersiapkan. NPP merupakan satelit pertama dari satelit-satelit generasi baru yang akan digunakan untuk mengamati lebih banyak lagi aspek dari perubahan planet bumi. Satelit tersebut utamanya dirancang untuk mengumpulkan data penting yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan prediksi cuaca jangka pendek dan pemahaman mengenai perubahan iklim jangka panjang. NASA telah menamai ulang satelit NPP untuk menghormati almarhum Verner E. Suomi, seorang ahli meteorologi di Universitas Wisconsin yang dikenal secara luas sebagai “Bapak Satelit Meteorologi”. Pengumuman tersebut dilaksanakan pada tanggal 24 Januari 2012 di pertemuan tahunan American
Meteorological Society (AMS) di New Orleans.NPP dinamai
ulang menjadi Suomi National Polar-orbiting Partnership atau Suomi-NPP (S-NPP).
S-NPP mengumpulkan dan mendistribusikan data penginderaan jauh daratan, lautan dan atmosfer
kepada para penggunanya sebagai tanggung jawab akan kontinyuitas pengukuran-pengukuran yang diperlukan untuk menjembatani misi-misi pemantauan planet bumi sebelumnya yang dilakukan oleh EOS NASA (satelit Terra, Aqua dan Aura) dengan Joint Polar Satellite System (JPSS) sebelumnya bernama NPOESS - sebuah program kerja sama antara
National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan Goddard Space Flight Center (GSFC) NASA yang peluncuran
pertamanya dijadwalkan pada tahun 2017. S-NPP diantaranya akan menyediakan data temperatur atmosfer, temperatur permukaan laut, kelembaban, produktivitas biologis darat dan laut, serta sifat-sifat awan dan aerosol.
S-NPP mengorbit planet bumi 14 kali sehari dengan cakupan hampir seluruh permukaan planet bumi. S-NPP diluncurkan ke orbit dengan menggunakan roket United
Launch Alliance Delta-II dari Vandenberg Air Force, California
pada tanggal 28 Oktober 2011 jam 5:48 pagi waktu setempat. S-NPP diperkirakan memiliki masa pakai 7 tahun dengan umur misi 5 tahun.
S-NPP membawa muatan beragam yang terdiri dari instrumen-instrumen ilmiah untuk mengamati planet bumi. Wahananya memiliki berat 4.600 pon (2.100 kg), melintasi ekuator setiap siang hari pada jam 13:30 waktu setempat. S-NPP membawa lima instrumen penting, yaitu:
 Visible Infrared Imaging Radiometer Suite (VIIRS), yang
dikembangkan oleh Raytheon Space and Airborne
Systems, sebuah radiometer yang memiliki 22 kanal
mirip dengan instrumen Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer (MODIS). VIIRS akan mengumpulkan
tampilan sinar tampak dan infra merah dari proses-proses dinamika permukaan planet bumi, seperti kebakaran
Rancang Bangun Sistem Pengolahan Data Satelit Suomi National
Polar-orbiting Partnership (S-NPP) dari Rawdata ke Raw Data Record (RDR)
Budhi Gustiandi, Andy Indradjad, Islam Widia BagdjaPeneliti Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN Email: [email protected]
hutan, perubahan lahan dan pergerakan es. VIIRS juga mengukur sifat atmosfer dan lautan, termasuk awan dan temperatur permukaan laut;
 Advanced Technology Microwave Sounder (ATMS), sebuah
radiometer gelombang mikro pasif yang memiliki 22kanal, digunakan untuk menghasilkan model-model global terkait profi l temperatur dan profi l kelembaban yang siap diolah oleh para ahli meteorologi menjadi model-model prediksi cuaca;
 Cross-track Infrared Sounder (CrIS), sebuah interferometer
yang digunakan untuk mengamati karakteristik-karakteristik dari atmosfer, seperti kelembaban dan tekanan yang akan digunakan untuk meningkatkan baik dalam memprediksi cuaca jangka pendek maupun jangka panjang;
 Ozone Mapping and Profi ler Suite (OMPS), sepasang
spektrometer pencitra hiperspektral yang dibuat oleh
Ball Aerospace, yang akan digunakan untuk mengukur
lapisan-lapisan ozon planet bumi, terutama di daerah kutub dimana lapisan ozonnya paling banyak berfl uktuasi; dan
 Clouds and the Earth's Radiant Energy System (CERES),
sebuah radiometer 3 kanal yang digunakan untuk mengukur radiasi sinar matahari dan pantulannya dari permukaan planet bumi sehingga dapat diamati
pengaruh alam dan pengaruh kegiatan manusia terhadap jumlah keseluruhan radiasi termal di planet bumi.
Kelima instrumen yang disertakan dalam S-NPP yang diluncurkan tersebut mengadopsi instrumen-instrumen misi satelit Terra, Aqua dan Aura milik NASA, Polar Operational
Environmental Satellite (POES) milik NOAA dan Defense Meteorological Satellite Program (DMSP) milik Department of Defense (DoD). Gambar satelit S-NPP bersama dengan kelima
instrumennya diperlihatkan pada Gambar 1.
Sejak bulan Mei 2012, stasiun bumi penginderaan jauh LAPAN yang terletak di kota Parepare, Sulawesi Selatan, telah menerima data satelit S-NPP secara Direct Broadcast (DB). Datanya tersimpan di komputer server akuisisi(Parepare) dalam level rawdata. Data tersebut kemudian dikirimkan ke
data center yang terletak di Pekayon, Jakarta agar dapat segera
diolah dan didistribusikan lebihlanjut kepada pihak-pihak yang membutuhkannya.
Pada kegiatan ini telah dibangun sebuah system pengolahan data satelit S-NPP dari level rawdatamenjadi level
Raw Data Record (RDR). Data dalam level rawdata memiliki
format yang mengikuti standar rekomendasi Consultative
Committe for Space Data System (CCSDS) dimana di dalamnya
terdiri atas data gabungan dari keseluruhan hasil pengukuran kelima instrumen satelit S-NPP ditambah dengan
frame-frameyang bersesuaian. Sedangkan data dalam level RDR
POSTER
Penginderaan Jauh
merupakan data hasil pengukuran masing-masing instrumen satelit S-NPP secara terpisahdalam format Hierarchical Data
Format versi 5 (HDF5). Data dalam level RDR bukan merupakan
produk akhir yang langsung bias dimanfaatkan oleh para pengguna. Data dengan level tersebut masih harus diolah lagi menjadi level-level yang lebih tinggi lagi, seperti Sensor Data
Record (SDR), Temperature Data Record (TDR), Application Related Products (ARP),Environmental Data Record (EDR), dan Climate Data Record (CDR) agar produknya dapat lebih bermanfaat bagi
para pengguna akhir. Namun, data dalam level RDR merupakan dasar untuk pengolahan selanjutnya yang biasanya dilakukan berdasarkan masing-masing instrument secara terpisah.
Deskripsi Sistem
Perangkat keras yang digunakan dalam sistem yang dibangun adalah seperangkat komputer server dan koneksi internet dengan spesifi kasi seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Sistem operasi yang digunakan adalah Linux CentOS versi 6.3. Perangkat lunak yang digunakan adalah Real-time
Software Telemetry Processing System (RT-STPS) versi 5.3 dan
Simulcast Viewer. Perangkat lunak RT-STPS merupakan salah satu perangkat lunak utama yang dikembangkan oleh Direct
Readout Laboratory (DRL) GSFC NASA untuk mengolah data
satelit-satelit EOS dan S-NPP (juga JPSS di masa mendatang). Perangkat lunak Simulcast Viewer merupakan perangkat lunak yang digunakan untuk menampilkan secara visual data RDR yang dihasilkan oleh sistem. Penggunaan sistem operasi dan perangkat lunak yang bersifat open source ini bertujuan agar penerapan system ini di masa yang akan datang tidak akan terkendala oleh lisensi.
Tabel 1. Spesifi kasi perangkat keras yang digunakan dalam sistem
pengolahan data satelit S-NPP yang dibangun.
Komputer Server
Prosesor 24 Core Intel® Xeon®@ 2,4 GHz
Memori 64 GB
Kapasitas Penyimpanan 4 TB
Koneksi Internet
Kapasitas 20 Mbps
Terdapat 2 (dua) jenis data yang digunakan sebagai masukan dalam sistem yang dibangun. Pertama, sampel
rawdata yang disertakan bersama-sama dengan perangkat
lunak RT-STPS yang digunakan untuk memvalidasi keberhasilan instalasi perangkat lunak RT-STPS di dalam sistem yang dibangun. Kedua, rawdata yang diterima secara Direct
Broadcast oleh stasiun bumi penginderaan jauh LAPAN.
Diagram alir dari sistem pengolahan yang dibuat adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2. Rawdata diperoleh dari sistem penyimpanan komputer server akuisisi yang terletak di stasiun bumi penginderaan jauh LAPAN Parepare, Sulawesi Selatan. Rawdata tersebut ditransfer ke sistem penyimpanan komputer server pengolahan data yang terletak di ruang data center Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh (Pustekdata) di kota Jakarta, melalui jaringan Internetdengan protokol File Transfer Protocol (FTP). Perangkat lunak FTP yang digunakan adalah Filezilla versi 3.6.0.2 yang diunduh dari https://fi lezilla-project.org/.
Dari sistem penyimpanan, rawdata diolah dengan menggunakan perangkat lunak RT-STPS untuk dijadikan RDR. Pemasangan, konfi gurasi, pengujian fungsional dan eksekusi rutin-rutin program yang terdapat di dalam perangkat lunak RT-STPS dilakukan dengan menggunakan bash shell scripting.
Gambar 2. Diagram alir sistem pengolahan data
Bahasa ini telah dikenal secara luas sebagai bahasa yang paling sesuai untuk bekerja dalam lingkungan sistem operasi Linux. RDR yang dihasilkan sebagai keluaran dari pengolahan perangkat lunak RT-STPS kemudian disimpan kembali ke
dalam sistem penyimpanan yang terdapat pada komputer server pengolahan data di Jakarta.
Pada komputer server pengolahan data, direktori kerja yang digunakan untuk menjalankan perangkat lunak
Gambar 3. Salah satu contoh tampilan Simulcast Viewer untuk data RDR hasil pengolahan rawdata akuisisi tanggal 12 Maret 2013:
(a) tampilan global, (b) tampilan per scene, dan (c) tampilan wilayah Indonesia. (a)
(b)
Pelepasan Purna Bakti PNS
di Kedeputian Bidang Penginderaan
Jauh Tahun 2012
K
amis, 14 Maret 2013, Kedeputian Bidang Penginderaan Jauh menyelenggarakan acara Pelepasan Purna Bakti Pegawai yang telah selesai melaksanakan tugas menjadi PNS yaitu Gunawan , Tamjiz, Drs. Sukmadradjat, M.Sc., Muhadi, Abdul Kholik, S.H. Sebagai tanda terima kasih, LAPAN memberikan penghargaanyang diserahkan langsung oleh Kepala LAPAN Drs. BambangTejasukmana, Dipl. Ing. dan disaksikan oleh Deputi Bidang Penginderaan Jauh Drs. Taufi k Maulana, MBA, Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Ir. Agus Hidayat, M.Sc., Kepala Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh Dr. Orbita Roswintiarti, M.Sc. (WB, BH, NGD)
Gambar 1. Dari kiri Kapusfatja, Kepala LAPAN, Gunawan, Tamjiz, Sukmadradjat, Muhadi, Abdul Kholik, Kapustekdata, Deputi Inderaja
Berita Ringan
Penginderaan Jauh
RT-STPS dibuat terpisah dengan direktori penyimpanan data untuk menghindari kemungkinan terhapusnya data yang sudah disimpan dan diolah sebelumnya apabila perangkat lunak RT-STPS mengalami kerusakan atau akan diperbaharui. Di dalam direktori penyimpanan data, sub-sub direktori terpisah dibuat untuk masing-masing level data, sehingga data dengan level berbeda tidak saling tercampur untuk memudahkan pencarian data di masa mendatang berdasarkan level pengolahannya.
Hasil dan Pembahasan
Salah satu contoh tampilan dari Simulcast Viewer untuk data RDR yang dihasilkan oleh sistem diperlihatkan pada Gambar 3. Pada contoh ini rawdata yang digunakan adalah yang diakuisisi tanggal 12 Maret 2013. Pada Gambar 3(a), 3(b), dan 3(c) masing-masing diperlihatkan tampilan untuk cakupan global, tampilan untuk cakupan data satelit S-NPP yang diakuisisi secara DB oleh stasiun bumi penginderaan jauh LAPAN, dan tampilan untuk cakupan wilayah negara Indonesia.
Apabila rawdata telah berhasil diolah menjadi RDR, data tersebut akan dapat ditampilkan dalam perangkat lunak Simulcast Viewer seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3. Namun, apabila terjadi kesalahan dalam pengolahan rawdata menjadi RDR, maka data tersebut akan gagal ditampilkan. Oleh karena itu, penggunaan perangkat Simulcast Viewer dapat berfungsi sebagai validator keberhasilan pengolahan data RDR yang dihasilkan dari sistem. Sampai tulisan ini dibuat, seluruh rawdata yang diterima secara DB oleh stasiun bumi penginderaan jauh LAPAN Parepare telah dapat diolah menjadi RDR dan ditampilkan dalam perangkat lunak Simulcast Viewer, sehingga sistem dapat dikatakan berfungsi sebagaimana mestinya.
Hasil pengukuran waktu yang diperlukan untuk mengolah data satelit S-NPP dari level rawdata ke level RDR dan waktu yang diperlukan untuk transfer rawdata dari stasiun bumi penginderaan jauh LAPAN Parepare ke sistem pengolahan di Jakarta disajikan pada Tabel 2. Sampel data yang diambil adalah data dengan tanggal akuisisi 1 Maret 2013 sampai 31 Maret 2013. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengolah data satelit S-NPP dari level rawdata ke level RDR dengan menggunakan sistem yang dibuat adalah selama 2 menit
43 detik. Sedangkan rata-rata waktu yang diperlukan untuk transfer rawdata dari stasiun bumi penginderaan jauh LAPAN Parepare ke sistem pengolahan di Jakarta adalah selama 6 menit 43 detik.
Tabel 2. Hasil pengukuran waktu pengolahan data satelit S-NPP
dari level rawdata ke level RDR dan waktu transfer rawdata dari stasiun bumi penginderaan jauh LAPAN Parepare ke sistem pengolahan di Jakarta untuk periode 1 Maret 2013 - 31 Maret 2013.
Waktu Transfer Data Waktu Transfer Data Tercepat 6 detik
Waktu Transfer Data Terlama 10 menit 7 detik Waktu Transfer Data Rata-rata 6 menit 43 detik
Waktu Pengolahan
Waktu PengolahanTercepat 4 detik
Waktu PengolahanTerlama 3 menit 59 detik Waktu Pengolahan Rata-rata 2 menit 43 detik Penutup
Sistem yang dibuat telah dapat mengolah data satelit S-NPP yang diterima secara Direct Broadcast oleh stasiun bumi penginderaan jauh LAPAN dari level rawdata menjadi level RDR. Pada saat ini sistem pengolahan data satelit S-NPP tersebut masih terus dikembangkan agar dapat mengolah data RDR yang telah dihasilkan menjadi level yang lebih tinggi lagi (SDR, TDR, ARP,EDR, dan CDR) sehingga datanya dapat langsung dimanfaatkan oleh para pengguna tanpa harus melakukan pengolahan secara tersendiri.
Waktu rata-rata total yang dibutuhkan dari mulai proses transfer data sampai pengolahan data ke level RDR adalah selama 9 menit 26 detik. Selang waktu rata-rata antara akuisisi dua data satelit S-NPP yang berurutan dalam satu hari adalah selama 1 jam 39 menit 21 detik. Dari waktu rata-rata total tersebut, sistem memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sistem yang bersifat near real-time dengan menambahkan fi tur otomatisasi mulai dari proses transfer data sampai pengolahan data ke level RDR karena masih lebih cepat dibandingkan dengan selang waktu rata-rata antara akuisisi dua data satelit S-NPP yang berurutan dalam satu hari.
Gambar 1. Diklat Aplikasi Browse Catalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional di PT. Maxxima Innovative Engineering, Jakarta.
Diklat Aplikasi Browse Catalog
Bank Data Penginderaan Jauh Nasional
P
usat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN bekerjasama dengan PT. Maxxima Inovative Engineering melaksanakan kegiatan Diklat Aplikasi Browse Catalog Bank Data Penginderaan Jauh Nasional yang dilaksanakan di Gedung PT. Maxxima Inovative Engineering Jakarta selama 5 hari dari tanggal 3 - 7 Desember 2012. Dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia, Pustekdata mengirimkan staf dari bidang PengembanganBank Data Inderaja yaitu Widodo Basuki, Endang Purwanti, Dwi Nurcahyo, Widiyoko, Bambang Haryanto dan dari staf Teknologi Pengolahan Data yaitu Yusron, Ferdiansyah, Hendayani. Pada acara diklat tersebut, para peserta dilatih cara mengoperasikan Software Aplikasi Browse Catalog meliputi Login dan Logout, Pencarian Metadata dan Pemesanan Data dengan instruktur dari PT. Maxxima Inovative Engineering yaitu Ellon, Davit, dan Reza. (WB, BH, NGD)
D
ewasa ini, aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) berbasis web semakin berkembang dan banyak digunakan oleh instansi baik pemerintah, pendidikan maupun swasta. Instansi pemilik data spasial mensosialisasikan data mereka dengan salah satu cara melalui aplikasi SIG online. Pada awalnya aplikasi SIG berupa pemetaanonline yang menampilkan peta statik pada skala peta tertentu
dengan format JPG, GIF dan lainnya. Seiring perkembangan teknologi SIG, sudah dimungkinkan untuk menampilkan pemetaan interaktif yang memungkinkan pengguna bisa melakukan pembesaran/pengecilan peta(zoom in/out) dengan variasi skala dan melakukan query atribut untuk mendapatkan informasi yang terdapat pada peta serta melakukan pemrosesan dan pembaharuan data(update). Pemetaan interaktif tersebut menggunakan layanan peta (mapservice) yang dihasilkan olehserver SIG(server layanan peta). Layanan peta (mapservice) merupakan protokol standar untuk menyajikan peta yang mempunyai referensi kebumian melalui jaringan internet yang dihasilkan oleh server SIG menggunakan data dari basisdata SIG (wikipedia) maupun dari fi le data spasial. Aplikasi layanan peta online yang banyak digunakan saat ini memanfaatkan layanan peta yang disediakan oleh server SIG seperti Google Map, Bing Map, dan lain-lain. Aplikasi layanan peta tersebut dapat diintegrasikan
dengan data atau layanan peta untuk menghasilkan aplikasi SIG online yang baru.
Penggunaan layanan peta membuat peta yang ditampilkan secara online menjadi lebih menarik dan lebih kaya informasi dari sisi pengguna, dibandingkan peta statis yang menampilkan peta dalam format gambar saja. Penggunaan layanan peta memungkinkan untuk kegiatan berbagi data (layanan peta) antar instansi pemerintah. Suatu instansi dapat memanfaatkan layanan peta dari instansi lain yang telah mempublikasikan layanan petanya melalui mekanisme tertentu. Pemanfaatan layanan peta yang disediakan oleh instansi penghasil data spasial dapat digunakan untuk memberikan nilai tambah bagi data spasial yang dimiliki oleh pengguna layanan. LAPAN melalui Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh mendukung kegiatan untuk berbagi data spasial antar instansi pemerintah dan bertindak sebagai salah satu simpul dalam Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN) dan telah mempublikasikan beberapa layanan peta yang bisa digunakan oleh instansi lain dalam hal berbagi data.
Pada tulisan ini, penulis mencoba untuk membahas konsep layanan peta (mapservice), aplikasi yang digunakan untuk menghasilkan layanan peta dan pemanfaatan layanan peta untuk mengembangkan aplikasi pemetaan online. Penggunaan studi kasus untuk pengembangan aplikasi system
Pemanfaatan Layanan Peta (Mapservice) dalam
Konsep Pemetaan Online.
Studi Kasus: Pengembangan Sistem Informasi
Fasilitas Kesehatan di Kota Depok
Riyan Mahendra Saputra
Peneliti Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh, LAPAN Email :[email protected]
P
usat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh (Pustekdata Inderaja) menerima kunjungan dari siswa-siswi SMP Negeri 179 Jakarta sebanyak 300 siswa bersama lima orang guru pendamping pada tanggal 26 Juni 2013. Kunjungan tersebut diterima oleh dua orang staf peneliti dari Pustekdata yaitu Fadila Muchsin dan Ngadino.Acara diawali dengan sambutan dari pimpinan rombongan SMP Negeri 179 Jakarta, beliau menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pustekdata yang telah menerima kunjungan tersebut, dan mengharapkan untuk waktu-waktu mendatang agar memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa-siswi SMP Negeri 179 untuk berkunjung ke Pustekdata karena akan banyak membawa manfaat yang bisa diambil oleh para siswa terutama belajar tentang penginderaan jauh maupun masalah-masalah kedirgantaraan
pada umumnya.
Sedangakan sambutan dari Pustekdata diwakili oleh Ngadino yang menyampaikan ucapan terima kasih atas kunjungan tersebut dan memberikan semangat kepada para siswa untuk lebih serius belajar, agar nantinya mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan pembangunan bangsa maupun kesejahteraan umat manusia.
Selanjutnya pemaparan materi tentang LAPAN dan Penginderaan Jauh oleh Ibu Fadila Muchsin yang dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Selesai pemaparan, para siswa diajak untuk mengunjungi Ruang Pameran yang dipandu oleh staf dari Bidang Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh. Setelah semua acara selesai, para siswa kembali ke sekolah bersama para guru pendampingnya. (NGD)
Kunjungan SMP Negeri 179 Jakarta
Ke Pusat Teknologi dan Data LAPAN
Gambar 1. Kunjungan siswa-siswi SMP Negeri 179 Jakarta ke Pustekdata.
Berita Ringan
Penginderaan Jauh
informasi fasilitas kesehatan di kota Depok, diharapkan dapat memberikan gambaran pemanfaatan layanan peta (mapservice) yang dihasilkan oleh LAPAN untuk dimanfaatkan dalam pengembangan aplikasi SIG berbasis web oleh instansi lainnya.
Konsep Layanan Peta dalam Pemetaan Online
Seperti yang sudah dibahas dalam pendahuluan bahwa layanan peta merupakan protokol standar untuk menyajikan peta yang mempunyai referensi kebumian melalui jaringan internet yang dihasilkan oleh server peta menggunakan data dari basisdata SIG (wikipedia) maupun dari fi le data spasial. Konsep pemetaan online (arsitektur) secara garis besar ditunjukkan pada Gambar 1 yang menggambarkan interaksi pengguna dengan aplikasi yang menghasilkan layanan peta melalui web browser. Pada gambar tersebut, pengguna melakukan permintaan(request) terhadap peta yang diinginkan melalui web browser yang mengakses alamat web server tertentu, permintaan tersebut dilanjutkan ke server aplikasi yang kemudian dilanjutkan ke server peta dan server basisdata untuk diproses. Server peta menerima permintaan pemrosesan peta, kemudian memproses permintaan tersebut dengan mentransformasikan peta yang ada menjadi format yang lebih mudah diakses melalui web, hasil server peta berupa citra(image) yang telah terkompresi dalam format tertentu (JPG, PNG, dan lain-lain). Server basis
data menerima permintaan untuk memproses atribut peta. Hasil pemrosesan server peta dan basis data dikirim kembali ke server aplikasi untuk menggabungkan serta menampilkan informasi yang dihasilkan dan kemudian ditampilkan dalam server web.
Data yang digunakan untuk menghasilkan layanan peta adalah data spasial berupa gambar (image), vektor (titik, garis dan polygon) dan data atribut lainnya. Data tersebut bias berdiri sendiri maupun tersimpan dalam suatu basis data geo (geodatabase) pada server data. Data spasial tersebut diperoleh dari hasil pengukuran, citra satelit maupun penggunaan aplikasi SIG dengan standar akurasi data spasial tertentu.
Informasi berbagai macam aplikasi dalam pemetaan online untuk menghasilkan layanan peta dapat dengan mudah diperoleh melalui jaringan internet. Aplikasi yang digunakan diantaranya adalah aplikasi berbayar(ArcGIS Server, MapStudio dll) dan aplikasi sumber terbuka (MAPSERVER, Geoserver dll). Horanont, et. al (2002) melakukan perbandingan server dalam pemetaan online. Perbandingan dilakukan terhadap aplikasi pemetaan online baik aplikasi server berlisensi dan sumber terbuka (Map Extreme, ArcIMS dan MapServer). Perbandingan arsitektur sistem pemetaan online dilakukan dengan membandingkan fi tur yang dimiliki masing-masing aplikasi. Hasil perbandingan menunjukkan perangkat lunak berlisensi dan sumber terbuka memiliki kemampuan yang hampir sama.
Pustekdata Menerima Kunjungan Mahasiswa
Institut Bisnis Nusantara (IBN) Jakarta.
Gambar 1. Kunjungan mahasiswa Institut Bisnis Nusantara ke Pustekdata pada tanggal 03 Juli 2013.
S
ebanyak 50 mahasiswa dari Institut Bisnis Nusantara (IBN) Jakarta melakukan kunjungan ke Kantor Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN pada hari Rabu tanggal 03 Juli 2013. Kunjungan tersebut diterima oleh dua orang staf peneliti dari Pustekdata yaitu Danang Surya Candra dan Ngadino.Para mahasiswa menerima pemaparan materi penginderaan jauh oleh Danang Surya Candra yang memaparkan tentang penginderaan jauh mulai dari proses perekaman, pengolahan, pemanfaatan dan distribusi data penginderaan jauh. Disamping itu para mahasiswa juga banyak menanyakan tentang teknologi kedirgantaraan dan
aplikasinya maupun yang terkait dengan sains antariksa. Pada kesempatan tersebut para mahasiswa terlihat antusias mengikuti pemaparan dan banyak yang bertanya terkait dengan proses pengolahan data yang dilakukan di Pustekdata.
Selesai mengikuti pemaparan, para mahasiswa diajak mengunjungi ruang pameran Pustekdata yang dipandu oleh staf dari unit pelayanan data. Pada sesi penutupan, pimpinan rombongan mahasiswa tersebut mengucapkan terima kasih atas pelayanan yang diberikan. Sebelum kembali ke Kampus, dilakukan acara penyerahan cindera mata oleh pimpinan rombongan. (NGD)
Perangkat lunak dalam pemetaan online sangat bervariasi, baik yang menggunakan aplikasi berlisensi maupun aplikasi sumber terbuka (opensource). Dari pembahasan sebelumnya di atas, terdapat 2 jenis pemetaan secara online, yaitu statis (menampilkan peta dari fi le digital) dan interaktif (pengguna bisa melakukan interaksi dengan memilih lapisan data untuk visualisasi dan melakukan perbesaran / pengecilan (zoomin/out) sesuai dengan skala peta yang diinginkan) (Mitchel, 2005). Pemetaan interaktif secara online memanfaatkan layanan peta (mapservice) yang disediakan oleh Open Geo Consortium (OGC) yaitu: web map service (WMS), web feature service (WFS) dan web coverage service (WCS). Layanan peta tersebut digunakan untuk visualisasi data, integrasi data dan tumpang tindih (overlay) data.
Layanan Peta
Layanan peta (Mapservice) yang disediakan oleh OGC terdiri dari beberapa layanan dan kemampuan yang berbeda. Layanan WMS, memiliki kemampuan dalam memproses layanan berdasarkan permintaan/request (getCapabilities, getMap, getFeatureInfo, DescribeLayer dan GetLegendGraphic). Layanan WFS menampilkan fi tur atau informasi atribut. Layanan WCS lebih kearah visualisasi dan pemrosesan data citra.Layanan peta (mapservice) digunakan oleh suatu instansi/orang untuk membuat aplikasi pemetaan online yang mempunyai tujuan tertentu (diseminasi data atau hasil pekerjaan yang dibuat, contoh: aplikasi persil tanah, peta fasilitas kesehatan dll).
Jenis layanan peta (Map service)
 Web Map Service (WMS) merupakan protokol standar
untuk menyajikan peta citra/gambar yang mempunyai referensi kebumian (georeferensi) melalui internet yang dibuat oleh suatu server peta(map server) menggunakan data dari basis data SIG(Open Geospatial Consortium, http://www.opengeospatial.org/standards/wms). Data yang digunakan merupakan data citra dan vektor, data yang dihasilkan berupa citra dan tidak dapat diedit.  Web Feature Service (WFS) merupakan standar
antarmuka yang menghasilkan suatu antarmuka yang mengijinkan untuk permintaan fi tur geografi melalui web menggunakan platform pemanggilan bebas. Mengijinkan untuk manipulasi data untuk mendapatkan permintaan (get or query features), membuat fi tur
baru(create), menghapus fi tur(delete) dan memperbaharui fi tur(update). Data yang digunakan berupa data vektor dan dapat diedit.
 Web Coverage Service (WCS) merupakan standar
antarmuka yang menghasilkan suatu antarmuka yang mengijinkan untuk permintaan cakupan luasan geografi tertentu melalui web menggunakan platform pemanggilan bebas. WCS menggambarkan proses penemuan, atau operasi transformasi data. Data yang digunakan dapat dalam beberapa format, DTED, GeoTiff , HDF-EOS atau NITF. Beberapa jenis data yang didukung diantaranya adalah, kumpulan titik, regular grid, kurvatersegmentasi, TIN, dan lain-lain.
Tabel 1. Perintah yang digunakan dalam mengakses layanan peta
WMS WFS WCS
Data Image Vektor Image & Vektor
Perintah
(Command) Get CapabilitiesGet Map Get Feature Info Describe Layer Get Legend Graphic
Get Capabilities Describe Feature Type Get Feature Get Capabilities Describe Coverage Get Coverage
(sumber: Wikipedia dan OGC)
Pembuatan layanan peta (mapservice) dapat menggunakan perangkat lunak yang berlisensi seperti ARCIMS/ARCGIS SERVER maupun yang sumber terbuka seperti GEOSERVER, MAPSERVER dan lain-lain. Aplikasi opensource geoserver menawarkan kemudahan dalam pembuatan layanan peta dengan menggunakan fi tur yang dimilikinya, namun dalam membuat informasi legenda masih dilakukan secara manual dengan mendefi nisikan melalui kode/script tertentu. Aplikasi opensource MAPSERVER dalam pembuatan layanan peta melalui script/kode program tertentu dan dalam pendefi nisian sistem proyeksi, atribut, pewarnaan legenda secara manual.
Metodologi Data dan peralatan
Data yang digunakan adalah data fasilitas kesehatan (vektor) kota Depok yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Depok, data jaringan jalan dari Dinas Pekerjaan Umum
J
um’at, 22 Maret 2013, Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN, Pekayon menerima kunjungan Tim dari Biro Umum LAPAN dalam rangka sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan di Gedung Training Pustekdata Jl. LAPAN Nomor 70, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Tim sosialisasi tersebut diterima langsung oleh Kepala Bidang Teknologi Pengolahan Data, Drs. Kustiyo, M.Si. Dalam sambutannya Kabid. Teklahta menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tim Sosialisasi yang dipimpin oleh Ibu Anik Sri Parianti, S.H., dan diharapkan seluruh peserta sosialisasi dapat memanfaatkan waktu untuk menyimak dan memperhatikan secara seksama dari apa yang akan disampaikan oleh tim.Dalam paparannya, Anik Sri Parianti, S.H. menyampaikan aturan-aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 diantaranya terkait penilaian pegawai yang mengggunakan tolok ukur baru sebagai pengganti Daftar Penilaian Prestasi Pegawai
(DP3) yaitu Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) meliputi kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya yang memiliki bobot 60 % dan perilaku meliputi orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama, kepimimpinan (untuk pejabat struktural) dengan bobot 40 %. Setiap PNS wajib menyusun SKP sesuai dengan kegiatan tugas jabatan dan tanggungjawab sebagaimana tertuang di dalam Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi, Renstra, Renja, dan uraian jabatan. Unsur-unsur Sasaran Kinerja Pegawai ada empat komponen yaitu: pertama, kegiatan tugas jabatan berupa rincian tugas sesuai struktur dan tata organisasi dan pekerjaan yang riil dilaksanakan; kedua, angka kredit untuk mengkalkulasi nilai butir butir kegiatan yang harus dicapai oleh seorang PNS dalam rangka pembinaan karier dan jabatannya; ketiga, target kuantitas, kualitas waktu dan biaya; ke empat tugas tambahan dan atau kreavitas di luar tugas pokok. Sesi terakhir dari kegiatan sosialisasi ini adalah latihan pengisian Form SKP oleh para peserta yang dibimbing langsung oleh Tim. (BH, WB, NGD)
Gambar 1. Para PNS Pustekdata pada acara sosialisasi PP Nomor 46 Tahun 2011
Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 tentang
Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil
di Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh LAPAN, Pekayon
Berita Ringan
Penginderaan Jauh
Kota Depok dan data citra penginderaan jauh dalam format layanan peta yang dihasilkan oleh LAPAN. Untuk server aplikasi menggunakan Apache Web server, server SIG untuk instansi PU dan Kesehatan menggunakan Geoserver, untuk server SIG di LAPAN menggunakan ArcGIS server serta server SIG di BIG.
Metode
Secara garis besar metode yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Kajian pustaka, kajian pustaka dilakukan untuk memperdalam informasi
2. Analisa kebutuhan aplikasi Sistem informasi fasilitas kesehatan dan pembuatan layanan peta
3. Desain dan model aplikasi 4. Pemrograman
5. Pengujian dan perbaikan aplikasi
Untuk pembuatan layanan peta menggunakan aplikasi ArcGIS terdiri dari 3 tahap, yaitu:
 Penyimpanan data padaruang penyimpanan digital di server penyimpanan. Data yang dimiliki disimpan deserver penyimpanan. Format penyimpanan mengikuti format penyimpanan data. Penyimpanan dilakukan ke dalam folder berdasarkan jenis data (format pengarsipan). Jika menggunakan suatu basis data geo, perlu dilakukan proses import data kedalam basis data tersebut.
 Pembuatan project data pada aplikasi ArcGIS Desktop, pembuatan project (*.mxd) terhadap data yang akan dibuatkan layanan peta, proses manipulasi data spasial dilakukan pada tahap ini, simpan fi le project tersebut dalam folder tertentu, sebaiknya dibuatkan aturan dalam folder penyimpanan untuk memudahkan dalam pembuatan layanan peta.
 Pembuatan map service pada aplikasi ArcGIS server, pembuatan layanan peta menggunakan Aplikasi ArcGIS server diantaranya melalui web browser (mozilla, fi refox, google chrome, dan lain-lain). Data yang digunakan adalah fi le project (*.mxd) yang telah dibuat. Penentuan layanan yang akan diberikan dilakukan pada tahap ini (WMS, WFS, WCS) .
Hasil dan Pembahasan Analisa Kebutuhan Aplikasi
Tahapan pertama dalam pengembangan aplikasi system informasi fasilitas kesehatan berbasis web perlu didefi nisikan fi tur yang dibutuhkan pada aplikasi adalah, aplikasi dapat menampilkan peta online fasilitas kesehatan di Kota Depok yang interaktif. Pada peta terdapat informasi skala, fasilitas pembesaran/pengecilan (zoom in/out), legenda, peta dasar, jaringan jalan dan fasilitas kesehatan dan legenda informasi.
No Instansi Data Layanan Peta Keterangan
1 Dinas Kesehatan kota Depok
Fasilitas kesehatan http://localhost:8080/geoserver/depok/wms?service =WMS&version=1.1.0&request=GetMap&layers=depo k:fas_kesehatan&styles=&bbox=106.7248521336067,- 6.4638589143161465,106.90898412706845,-6.314182056568318&width=512&height=416&srs=EPSG: 4326&format=application/openlayers Dibuatkan layanan peta nya 2 Dinas Pekerjaan Umum kota Depok
Jaringan jalan http://localhost:8080/geoserver/depok/wms?service =WMS&version=1.1.0&request=GetMap&layers=dep ok:jalan_depok&styles=&bbox=106.7248521336067,- 6.4638589143161465,106.90898412706845,-6.314182056568318&width=512&height=416&srs=EPSG: 4326&format=application/openlayers Dibuatkan layanan peta nya
3 LAPAN Citra Quickbird
2003
http://geoportal.lapan.go.id:6080/arcgis/services/ Daftar layanan peta yang disediakan
4 BIG Batas Administrasi http://geoservices/ArcGIS/services/ Daftar layanan peta
yang disediakan