BAB IV
ANALISIS ASPEK PANASBUMI
IV.1 Pendahuluan
Energi panasbumi merupakan sumber panasbumi alami di dalam bumi yang terperangkap pada kedalaman tertentu dan dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Energi panasbumi merupakan hasil interaksi batuan panas dan air yang mengalir di sekitar dan dapat diperbaharui. Terdapat beberapa persyaratan terbentuknya sistem panasbumi yaitu:
1. Adanya sumber panasbumi berupa magma atau sisa panas dari batuan terobosan 2. Persediaan air yang cukup dan terjadi sirkulasi dekat sumber panasbumi agar
terbentuk uap air panas
3. Adanya batuan reservoir, berupa batuan porous yang dapat menyimpan uap air 4. Adanya batuan penudung (caprock) yang dapat menahan hilangnya uap air,
berupa batuan kedap, biasanya batulempung teralterasi 5. Adanya rekahan sebagai media transport uap air panas 6. Adanya fluida panas dengan temperatur 45º-240 º C
Sistem panasbumi berdasarkan lokasi dan tatanan hidrologinya dibagi menjadi dua, yaitu (Browne, 1989):
1. Sistem panasbumi relief rendah
Sistem panasbumi ini dicirikan oleh topografi yang relatif rendah yang memungkinkan fluida panasbumi dari dalam mencapai permukaan, dan keluar sebagai manifestasi seperti kolam air alkali korida dan endapan sinter silika. Air panas ini berasal dari air meteorik yang memiliki pH mendekati netral dan biasanya memiliki salinitas rendah.
2. Sistem panasbumi relief tinggi
Sistem panasbumi ini sangat umum di Indonesia dimana tatanan busur kepulauan yang memungkinkan terbentuknya morfologi curam dan volkanisme
andesitik berpengaruh terhadap hidrologi yang berasosiasi dengan sistem panasbumi. Air alkali klorida dari dalam sangat jarang mencapai permukaan tanah, maka sebagai penggantinya, pada sistem panasbumi ini terdapat zona dua fasa dengan ketebalan beberapa ribu meter yang diekspresikan oleh manifestasi di permukaan seperti fumarol, steaming ground, dan solfatara. Air meteorik yang berasal dari air hujan yang jatuh pada lereng yang curam akan tercampur dan mengalami kondensasi dengan gas dan uap yang naik ke permukaan, membentuk satu atau lebih lapisan kondensat (condensate layer) pada level yang lebih tinggi daripada air alkali klorida yang berada di dalam. Fluida kondensat asam ini bisa juga bergerak secara lateral di bawah permukaan dan keluar sebagai mata air panas asam.
+ + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + HOT ROCKS ( HEAT SOURCE ) INFERRED CONVECTING HOT BRINE
( Na Cl)
K A W A H HOT SPRINGS
(Bicarbonate waters)
2 - P H A S E VAPOUR DOMINATED RESERVOIR
HOT WATER COLD WATER INFILTRATION C O N D E N S A T E L A Y E R IN F E R R E D B O U N D A R Y H U J A N
Gambar 4.1 Model sistem panasbumi relief tinggi dua fasa (Browne, 1989)
Sistem hidrothermal berdasarkan siklus pembentukannya dibagi menjadi dua tipe (Ellis dan Mahon,1977), yaitu sistem berputar (cyclic system) dan sistem tersimpan (storage system).
Sistem berputar (cyclic system), dimulai dari masuknya air (permukaan) Æ terpanaskan oleh sumber panas di dalam berupa magma Æ lalu muncul kembali ke permukaan sebagai akibat gravitasi sehingga memungkinkan adanya gejala artesis. Pada sistem ini terdapat lapisan batuan dengan permeabilitas yang baik sehingga
memungkinkan sistem ini terus berputar. Sedangkan pada sistem tersimpan (storage system), air akan tersimpan dalam akuifer dan terpanaskan di tempat dan tidak menunjukkan gejala apapun di permukaan. Pada sistem tertutup terdapat lapisan batuan yang impermeabel sebagai lapisan penutup.
Pembentukan sistem berputar antara lain membutuhkan: 1. formasi batuan yang memungkinkan air mengalami sirkulasi, 2. sumber panas, 3. ketersediaan air yang cukup, 4. ketersediaan waktu dan area permukaan untuk pertukaran panas sehingga memungkinkan air terpanaskan, 5. terdapat jalur air untuk naik ke permukaan. Berdasarkan aktivitas volkanik, sistem berputar dibagi menjadi: 1. sistem temperatur tinggi yang berasosiasi dengan volkanisme resen, 2. sistem temperatur tinggi zona non-volcanic pada aktivitas tektonik Kenozoik, dan 3. sistem air hangat dekat zona aliran panas normal.
Daerah penelitian memiliki sistem panasbumi berputar (cyclic system) yang ditandai oleh hadirnya manifestasi permukaan berupa mata air panas sebagai akibat aktivitas volkanik resen dengan temperatur tinggi.
Kondisi Umum Sumur KMJ-X
Objek penelitian dalam studi khusus mengenai panasbumi diambil dari sumur KMJ-X pada area panasbumi Kamojang yang terletak pada koordinat X dan Y, berada pada elevasi 1483 mdpl. Target pemboran adalah struktur sesar normal Kendang yang diperkirakan berada pada kedalaman 1200-1600 mKU (meter Kedalaman Ukur).
Pemboran sumur KMJ-X berupa pemboran miring sebesar 240, dan total kedalaman sumur sekitar 1748 mKU atau 1625 mKT (meter Kedalaman Tegak). Dari hasil pemboran tersebut diperoleh zona hilang sirkulasi total (TLC = Total Loss Circulation) pada kedalaman 548-554 mKU (akibat rekahan), 914-917 mKU (akibat rekahan), dan 1206-1611 mKU (akibat sesar Kendang).
Conto batuan hasil pemboran berupa serbuk bor (cutting) dari kedalaman 0 – 1206 mKU dan batu inti (core) pada kedalaman 1611-1611,6 mKU.
IV.2 Analisis Litologi Sumur KMJ-X
Analisis litologi sumur KMJ-X dilakukan secara mikroskopis dan megaskopis. Analisis mikroskopis dilakukan setiap interval kedalaman 100 mKU, dan analisis megaskopis dilakukan setiap interval kedalaman 25 m. Data sekunder yang digunakan yaitu hasil analisis X-Ray Diffractometer, analisis metil biru, dan analisis inklusi fluida.
4.2.1 Satuan Litologi
Dari hasil analisis tersebut diperoleh 5 satuan batuan yang dibagi berdasarkan ciri litologinya, yaitu: satuan tefra lapili, satuan tuff, satuan andesit, satuan andesit-basaltik, dan satuan breksi andesit. Tiap-tiap satuan batuan mengalami proses alterasi hidrothermal yang berbeda sebagai akibat dari respon terhadap perubahan temperatur dan kondisi kimiawi lingkungan.
Satuan Tefra lapili
Satuan ini berada pada kedalaman 0-185 mKU, dicirikan oleh material lepas volkanik (tefra) berukuran lapili sebagai lapisan penutup berumur resen atau lapisan overburden.
Satuan Tuff
Satuan ini terdiri dari tuff litik dan tuff kristal yang berada pada kedalaman (mKU) 290-293, 320-322, 377-398, 1010-1013, 1077-1088, 1202-1206 . Satuan ini dicirikan oleh kehadiran mineral primer berupa hornblenda, biotit, K-felspar, kuarsa, dan plagioklas. Mineral sekunder (ubahan) berupa mineral lempung, kuarsa, oksida besi, pirit, klorit, epidot, dan kalsit. Berdasarkan kehadiran mineral sekunder (ubahan), satuan batuan andesit ini mengalami proses alterasi hidrothermal yang sebanding dengan zona alterasi argillik, filik, dan propilitik.
Satuan Andesit
Satuan ini berada pada kedalaman (mKU) 197-225, 302-320, 322-377, 485-530, 647-671, 698-728, 725-755, 825-851, 1611-1611.6. Dicirikan oleh kehadiran mineral primer berupa plagioklas, piroksen, hornblenda, dan sedikit kuarsa. Mineral sekunder (ubahan) berupa kuarsa, klorit, epidot, serisit, adularia, kalsit, pirit, oksida besi, dan smektit.
Berdasarkan kehadiran mineral sekunder (ubahan), satuan batuan andesit ini mengalami proses alterasi hidrothermal yang sebanding dengan zona alterasi argillik, filik, dan propilitik.
Satuan Andesit-Basaltik
Satuan ini berada pada kedalaman (mKU) 398-401, 451-454, 557-599, 638-641, 998-1010, 1151-1154. Dicirikan oleh kehadiran mineral primer berupa plagioklas dan mineral opak; mineral sekunder (ubahan) berupa serisit, klorit, kuarsa, pirit, kalsit, dan oksida besi. Berdasarkan kehadiran mineral sekunder (ubahan), satuan ini mengalami proses alterasi hidrothermal yang sebanding dengan zona argilik dan filik.
Satuan Breksi Andesit
Satuan ini berada pada kedalaman (mKU) 185-197, 225-290, 293-302, 401-451, 454-485, 530-548, 554-557, 599-638, 641-647, 671-698, 728-752, 755-825, 851-914, 917-998, 1013-1070, 1088-1151, 1154-1202. Dicirikan oleh kehadiran mineral primer berupa plagioklas, dan mineral opak; mineral sekunder (ubahan) berupa kuarsa, epidot, klorit, serisit, kalsit, pirit, oksida besi, anhidrit, smekit. Satuan ini mengalami proses alterasi hidrothermal yang sebanding dengan zona argilik, filik, dan propilitik.
4.2.2 Metode X-Ray Diffractometer
Metode X-RD (X-Ray Diffractometer) merupakan salah satu cara untuk menentukan komposisi mineral berukuran sangat halus (<2 mikrometer) yang tidak dapat dilihat dengan mikroskop polarisasi. Metode ini bekerja berdasarkan perpendaran elastis sinar-X yang akan menghasilkan perpindahan (displacement) tiap unit sel dan menjadi penciri mineral tertentu.
Analisis pada sumur KMJ-X dilakukan pada tiga conto serbuk bor, yaitu pada kedalaman (mKU) 770, 1091-1094, dan 1199-1202. Analisis dilakukan melalui tiga cara, yaitu: 1. secara menyeluruh (bulk analysis) untuk mendapatkan semua jenis mineral, 2. pada kondisi kering (air dried), dan 3. ditambah glikol (glycolated). Cara kedua dan ketiga ditujukan untuk mendapatkan mineral tertentu seperti mineral lempung yang sensitif terhadap pengaruh temperatur ataupun proses kimia. Hasil
analisis berupa grafik posisi derajat dua theta terhadap intensitas dan menunjukkan bacaan nilai refleksi tiap-tiap mineral (grafik terlampir).
Hasil analisis pada serbuk bor sumur KMJ-X
• Pada kedalaman 770 mKU, mineral yang hadir yaitu: kuarsa, smektit (hadir pada kondisi air dried dan glycolated).
• Pada kedalaman 1091-1094 mKU, mineral yang hadir yaitu: kuarsa, klorit, anhidrit, kalsit, smektit (hadir pada kondisi air dried dan glycolated).
• Pada kedalaman 1199-1202 mKU, mineral yang hadir yaitu: kuarsa, klorit, kalsit, pirit, illit (hadir pada kondisi air dried).
4.2.3 Metode Larutan Metil Biru
Metode ini dilakukan untuk mengetahui kehadiran mineral lempung bertemperatur rendah (smektit) dengan cara lebih sederhana melalui reaksi kimia dengan menggunakan larutan kimia metil biru. Metode ini dilakukan pada 10 conto serbuk bor sumur KMJ-X pada interval kedalaman 700 – 1205 mKU.
Hasil analisis disajikan dalam bentuk grafik persentase kehadiran mineral smektit terhadap kedalaman yang menunjukkan kehadiran smektit yang sangat bervariasi (grafik terlampir). Persentase smektit pada litologi sumur KMJ-X mengalami penurunan yang mencolok, yaitu 3.5-2.25 % pada kedalaman 1000-1050 mKU menjadi 1.6-0.65% pada kedalaman 1067-1205 mKU. Penurunan nilai tersebut menunjukkan kedalaman 700 hingga 1050 mKU, litologi sumur KMJ-X memiliki tipe ubahan yang sebanding dengan zona Argilik yang didominasi oleh mineral lempung (smektit) dan berperan sebagai zona penudung (clay cap).
IV.3 Alterasi Hidrothermal 4.3.1 Teori Dasar
Alterasi hidrothermal merupakan suatu proses interaksi fluida dan batuan yang berhubungan dengan respon mineral, tekstur, dan kimiawi batuan sebagai akibat dari perubahan temperatur dan kondisi kimiawi lingkungan melalui kehadiran air panas, uap, atau gas (Henley & Ellis, 1983, op. cit., Wohletz & Heiken, 1992). Proses alterasi
hidrothermal meliputi proses penggantian (replacement) mineral, pelarutan (leaching), dan pengendapan mineral secara langsung yang mengisi urat ataupun rongga (vug). Pada proses ini, tipe dan intensitas alterasi hidrothermal yang sedang berlangsung dapat merefleksikan lingkungan baru bagi batuan reservoir.
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi alterasi hidrothermal (Browne, 1989) yaitu:
1. Temperatur dan perbedaan temperatur antara host rock dan fluida yang hadir 2. Komposisi kimiawi fluida
3. Konsentrasi fluida hidrohermal 4. Komposisi host rock
5. Kinetika reaksi atau tingkat alterasi/ pengendapan mineral 6. Lamanya (durasi) interaksi antara fluida dan batuan 7. Permeabilitas
Terdapat dua tipe alterasi hidrothermal yang mempengarui tipe fluida pada sistem panasbumi volkanik, yaitu tipe asam sulfat dan tipe adularia-serisit (Henley & Ellis, 1983, dan Heald, et. al., 1987, op. cit., Wohletz & Heiken, 1992). Daerah penelitian memiliki tipe alterasi adularia-serisit yang terbentuk pada kondisi rezim aliran tinggi pada level lebih dalam dan lebih dekat dengan sumber panas yang dicirikan oleh kondisi pH netral dan tipe air alkali klorida. Sedangkan tipe asam sulfat biasanya berada pada bagian paling atas tubuh gunungapi atau sepanjang rekahan rim kaldera purba Pangkalan.
Stabilitas mineral hidrothermal dinyatakan dalam fungsi temperatur terhadap pH fluida, dimana konsentrasi dan rasio unsur fluida serta tekanan dianggap konstan (Gambar 4.2). Corbett dan Leach (1998) membagi kelompok mineral berdasarkan tipe alterasinya menjadi enam grup mineral sebagai berikut:
 Grup Silika
Merupakan grup mineral yang paling stabil pada fluida dengan pH rendah (biasanya <2) yang biasanya berasosiasi dengan sedikit fasa titanium-iron, seperti rutile. Dibawah kondisi asam yang ekstrim, opaline silika, kristobalit, dan tridimit akan bertemu di permukaan di atas level sistem hidrothermal klorida, atau pada temperatur <1000C (Leach, et. al., 1985). Pada pH fluida yang lebih tinggi, silika
amorf akan terbentuk pada temperatur <1000C. Kuarsa hampir selalu hadir pada temperatur lebih tinggi, sedangkan kalsedon hadir pada temperatur menengah (100-2000C), khususnya pada kondisi pengendapa relatif cepat. Perbedaan tipe fasa silika dipengaruhi kinetika pengendapannya, contohnya silika amorf yang terbentuk pada temperatur >2000C pada lingkungan pengendapan cepat.
 Grup Alunit
Pada kondisi fluida dengan pH >2, mineral alunit akan terbentuk bersama mineral silika pada kisaran temperatur yang panjang (Stoffregen, 1987, op. cit., Leach, 1994). Kehadiran alunit berasosiasi dengan andalusit pada temperatur tinggi (biasanya >350-4000C). Lingkungan pembentukan mineral alunit dibagi berdasarkan bentuk kristalnya (Rye, et. al., 1992, op. cit., Leach, 1994), yaitu: 1. steam-heated alunite, 2. supergene alunite, 3. magmatic alunite, dan 4. magmatic vein/ breccia alunite.
 Grup Kaolin
Mineral pada grup kaolin akan terbentuk pada kondisi fluida dengan pH sekitar 4, dan akan hadir bersamaan dengan mineral grup alunit pada kondisi fluida transisi (pH sekitar 3-4). Berdasarkan penelitian pada sistem geothermal di Filipina (Leach, et. al., 1985), diperoleh zonasi pembentukan mineal grup kaolin yang terbentuk seiring dengan peningkatan kedalaman dan temperatur. Kaolin terbentuk pada kedalaman dangkal pada temperatur rendah (<150-2500C), dan pirofilit terbentuk pada kedalaman dan temperatur lebih besar (<200-2500C). Dickite terbentuk pada zona transisi antara level pembentukan kaolin dan pirofilit. Diaspor hadir bersama alunit dan/ atau fasa grup kaolin, umumnya hadir pada zona silisifikasi.
 Grup Illit
Mineral dari grup illit akan terbentuk pada kondisi fluida dengan pH 5-6, dan akan hadir bersamaan dengan mineral grup kaolin pada pH 4-5, tergantung dari temperatur dan salinitas fluida. Smektit hadir pada temperatur rendah (<100-1500C), illit-smektit hadir pada temperatur 100-2000C, illit pada temperatur 200-2500C, dan muskovit pada temperatur >2500C. Serisit yang merupakan muskovit halus (fine-grained muscovite) dapat berisi mineral illit, dan bertemu pada level transisi antara illit dan kristal muskovit yang lebih kasar. Mineral smektit yang hadir pada mineral
lempung illit-smektit akan menurun secara progresif seiring dengan peningkatan temperatur sampai melebihi sekitar 100-2000C. Kristalinitas mineral illlit dan serisit akan meningkat seiring peningkatan temperatur, dan dapat diketahui dari hasil analisis X-RD.
 Grup Klorit
Mineral klorit-karbonat dominan hadir pada kondisi fluida mendekati netral, dan akan hadir bersama mineal grup illit pada kondisi fluida dengan pH 5-6. Interlayer klorit-smektit hadir pada temperatur rendah, dan berubah menjadi klorit pada temperatur lebih tinggi.
 Grup Kalk-Silikat
Mineral grup kalk-silikat terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral-alkalin. Zeolit-klorit-karbonat terbentuk pada kondisi dingin, dan pembentukan epidot yang diikuti amfibol sekunder (aktinolit) terbentuk secara progresif pada temperatur lebih tinggi. Zeolit merupakan mineral yang sensitif terhadap temperatur, dan hydrous zeolite hadir mendominasi pada kondisi dingin (<150-2000C), sedangkan hydrated zeolite seperti laumontit (150-2000C) dan wairakit (200-3000C) hadir secara progresif pada level lebih dalam dan temperatur lebih tinggi pada sistem hidrothermal. Mineral epidot hadir sebagai butiran awal kristal pada temperatur sekitar 180-2200C, dan mengkristal lebih sempurna pada temperatur lebih tinggi (>220-2500C). Amfibol sekunder (biasanya aktinolit) hadir pada sistem hidrothermal aktif dan stabil pada temperatur >280-3000C. Biotit hadir mendominasi pada tubuh intrusi porfiri. Pada sistem aktif, biotit sekunder tumbuh pada temperatur >300-3250C.
Pembagian zona alterasi hidrothermal dilakukan untuk menentukan tipe alterasi pada tiap-tiap grup mineral. Corbett dan Leach (1998) membagi zona alterasi menjadi lima zona, yaitu: zona argilik lanjut (advanced argillik), argilik (argilic), filik (phyllic), propilitik (propylitic), dan potasik (potassic).
 Zona Argilik Lanjut
Terdiri dari mineral yang terbentuk pada kondisi pH rendah (<4) (contohnya: grup mineral silika dan alunit) dan hadir melimpah bersama grup mineral alunit dan
kaolinit. Zona ini memiliki variasi temperatur tinggi – rendah, dan mencakup ubahan sulfida tinggi (high sulphidation) dan ubahan asam sulfat.
 Zona Argilik
Terdiri dari mineral yang terbentuk pada kondisi pH sekitar 4-6 dan temperatur rendah (>200-2500C). Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral kaolin dan smektit yang melimpah, serta mineral illit/ illit-smektit yang kadang hadir, dan klorit yang kadang hadir.
 Zona Filik
Mineral pada zona filik terbentuk pada kondisi pH sekitar 4-6 dan temperatur lebih tinggi (>200-2500C). Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral serisit (atau muskovit), dan pada temperatur tinggi kadang hadir pirofilit-andalusit, dan kadang hadir mineral klorit.
 Zona Propilitik
Mineral pada zona propilitik terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral-alkalin dan temperatur rendah-tinggi. Pada temperatur rendah (<200-2500C) disebut sebagai zona sub-propilitik, dicirikan oleh kehadiran mineral zeolit yang menggantikan epidot. Pada temperatur lebih tinggi (>280-3000C) disebut sebagai zona propilitik dalam (inner proyllitic zone), dicirikan oleh kehadiran mineral amfibol sekunder (biasanya aktinolit). Sedangkan mineral yang umumnya hadir pada semua zona propilitik yaitu albit atau K-felspar sekunder.
 Zona Potasik
Mineral pada zona potasik terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral-alkalin dan temperatur tinggi (>300-3500C). Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral biotit, K-felspar, magnetit, ± aktinolit, ± klinopiroksen. Pada kondisi yang sama, mineralogi skarn dapat terbentuk jika batuan asal (host rock) berupa sedimen karbonatan yang akan membentuk zona mineral kalk-silikat seperti garnet, klinopiroksen, dan tremolit.
Gambar 4.2 Mineral alterasi yang umumnya hadir pada sistem hidrothermal (Corbett dan Leach, 1998)
4.3.2 Intensitas Alterasi
Derajat alterasi (alteration rank) digunakan sebagai indikasi empiris dari temperatur dan permeabilitas di lapangan gunungapi yang dapat ditunjukkan melalui studi kehadiran mineral sekunder. Intensitas merupakan istilah objektif yang ditujukan
bagi batuan yang telah mengalami alterasi (perubahan) dan dapat diukur secara kuantitatif (Browne, 1989). Intensitas alterasi dapat dilihat berdasarkan perhitungan rasio persentase mineral sekunder (SM) terhadap total mineral (TM) pada tiap kedalaman (tabel 4.2).
Intensitas Alterasi Kondisi Batuan
0.01-0.25 (lemah)
Massadasar/ matriks atau fenokris/ fragmen telah terubah
0.25-0.50 (sedang)
Massadasar/ matriks dan fenokris/ fragmen telah terubah tapi tekstur asalnya masih ada
0.50-0.75 (kuat)
Massadasar/ matriks dan fenokris/ fragmen telah terubah tapi tekstur asal dan bentuk kristalnya masih dapat terlihat 0.75-1
(sangat kuat)
Massadasar/ matriks dan fenokris/ fragmen seluruhnya telah terubah dan sulit untuk dibedakan
Tabel 4.1 Intensitas alterasi (Browne, 1989)
4.3.3 Alterasi Hidrothermal di Daerah Penelitian
Berdasarkan kumpulan mineral sekunder yang hadir pada tiap kedalaman, daerah penelitian pada sumur KMJ-X terdiri dari zona kuarsa-epidot-klorit, zona kuarsa-serisit-kalsit, dan zona kaolin-smektit-kuarsa. Mengacu pada Corbett dan Leach (1998), zona kumpulan mineral sekunder tersebut sebanding dengan zona propilitik, filik, dan argilik (Gambar 4.2).
Zona Kuarsa-Epidot-Klorit
Zona kuarsa-epidot-klorit hadir pada interval kedalaman 1100-1611,6 mKU sebagai ubahan pada litologi berupa andesit, breksi andesit, andesit-basaltik, dan tuff. Mengacu pada Corbett dan Leach (1998), zona ini sebanding dengan zona alterasi propilitik. Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral kuarsa yang melimpah, epidot, dan klorit, sedangkan mineral lain yang hadir sedikit berupa adularia.
Mineral kuarsa hadir pada zona ini dan semakin bertambah seiring bertambahnya kedalaman. Kuarsa terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral, pada temperatur sekitar 150-3300C. Kuarsa hadir mengisi rekahan sebagai urat dan sebagai ubahan pada massadasar.
Epidot hadir mulai kedalaman 1100 mKU dan dijadikan sebagai batas dari zona ini. Epidot terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral pada temperatur 230-3000C. Epidot hadir sebagai ubahan pada massadasar berupa penggantian (replacement) mineral plagioklas, dan sebagian kecil hadir mengisi rekahan sebagai urat bersama kuarsa dan adularia. Kehadiran epidot pada massadasar (pada interval kedalaman 1100-1611,6 mKU) kemungkinan sebagai akibat interaksi fluida hidrothermal berupa uap panas dengan batuan asal. Sedangkan kehadiran epidot yang mengisi rekahan (pada inteval kedalaman 1611-1611,6 mKU), kemungkinan akibat hadirnya fluida hidrothermal berupa larutan panas yang langsung mengisi rekahan dan mengalami presipitasi mineral. Kehadiran epidot pada massadasar ini menjadi penciri hadirnya fasa uap dengan temperatur tinggi pada interval kedalaman 110-1611,6 mKU yang juga berperan sebagai zona reservoir dalam sistem panasbumi sumur KMJ-X.
Klorit terbentuk pada kondisi fluida dengan pH netral dan temperatur >1200C, hadir pada interval kedalaman 1100-1202 mKU. Klorit hadir sebagai ubahan pada massadasar berupa replacement mineral plagioklas. Sebagian klorit juga hadir mengisi rongga dan mengalami presipitasi.
Adularia hadir sedikit pada interval kedalaman 1611-1611,6 mKU, mengsisi rekahan sebagai urat bersama kuarsa, dan epidot. Adularia terbentuk pada kondisi fluida dengan pH mendekati netral-alkalin dan temperatur >1800C. Kehadiran adularia dapat dijadikan sebagai indikator masuknya sistem panasbumi pada level boiling zone, dan kehadirannya mengisi rekahan berasosiasi dengan permeabilitas yang baik.
Zona Kuarsa-Serisit-Kalsit
Zona kuarsa-serisit-kalsit hadir pada interval kedalaman 1000-1100 mKU sebagai ubahan pada litologi berupa andesit-basaltik, breksi andesit, dan tuff. Mengacu pada Corbett dan leach (1998), zona ini sebanding dengan zona alterasi filik. Zona ini
dicirikan oleh kehadiran mineral kuarsa dan serisit yang dominan, kalsit, serta sedikit mineral illit yang hanya dapat diidentifikasi melalui analisis X-RD.
Mineral kuarsa hadir paling banyak pada zona ini atau disebut juga mengalami silisifikasi. Kuarsa hadir baik sebagai pengisi rekahan sebagai urat, maupun sebagai replacement massadasar plagioklas.
Serisit terbentuk pada kondisi fluida dengan pH mendekati netral-asam dan temperatur >2600C. Serisit hadir sebagai ubahan pada massadasar plagioklas dan juga pada fenokris mineral primer.
Kalsit dapat terbentuk pada berbagai rentang temperatur, pada kondisi fluida dengan pH netral. Kalsit hadir sebagai ubahan menggantikan plagioklas.
Zona Kaolin-Smektit-Kuarsa
Zona kaolin-smektit-kuarsa hadir pada interval kedalaman 185-1000 mKU sebagai ubahan pada litologi berupa andeit, andesit-basaltik, breksi andesit, dan tuff. Mengacu pada Corbett dan leach (1998), zona ini sebanding dengan zona alterasi argilik. Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral lempung yang dominan berupa kaolin dan smektit, serta kuarsa yang hadir semakin bertambah seiring bertambahnya kedalaman
Kaolin terbentuk pada kondisi fluida dengan pH 4 dan temperatur <150-2500C. Mineral kaolin dan smektit yang termasuk ke dalam grup illit-kaolin hadir bersamaan dan dapat ditemukan secara megaskopis (berupa mineral lempung berwarna putih) dan melalui hasil analisis X-RD. Mineral lempung ini hanya dapat hadir pada kedalaman yang relatif dangkal, karena semakin bertambahnya kedalaman dan temperatur maka mineral lempung tersebut akan berubah menjadi illit dan/ atau serisit yang hadir pada zona alterasi sebanding zona filik.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan berbagai metode, diperoleh nilai persentase mineral sekunder yang bervariasi pada sumur KMJ-X dan menunjukkan intensitas lemah sampai sangat kuat (tabel 4.2).
KEDALAMAN (mKU)
LITOLOGI PERSENTASE SM / TM
INTENSITAS ALTERASI
300 Breksi Andesit 5-9 Lemah
400 Andesit-Basaltik 8-18 Lemah
500 Andesit 14-20 Lemah
600 Breksi Andesit 10-15 Lemah
700 Andesit 15-18 Lemah
800 Breksi Andesit 22-55 Lemah-Kuat
900 Breksi Andesit 22-55 Lemah-Kuat
1000 Andesit-Basaltik 20-24 Lemah
1100 Breksi Andesit 15-20 Lemah
1200 Breksi Andesit 28-81 Sedang-Sangat Kuat
1600 Andesit 5-50 Lemah-Sedang
Tabel 4.2 Persentase mineral ubahan sumur KMJ-X (hasil analisis mikroskopis dan megaskopis)
IV.4 Temperatur Sumur KMJ-X
Penentuan temperatur bawah permukaan diperoleh dari kisaran temperatur pembentukan mineral sekunder, data inklusi fluida untuk menentukan temperatur uap dalam zona reservoir, dan pengukuran temperatur sumur pada kondisi mulai memanas (heating up).
4.4.1 Kisaran Temperatur Zona Alterasi
Kehadiran mineral sekunder pada tiap zona alterasi dapat dijadikan dasar penentuan temperatur purba saat pembentukan batuan. Kisaran temperatur zona alterasi ditentukan berdasarkan temperatur pembentukan mineral spesifik yang memberikan kisaran yang pendek.
Zona Kuarsa-Epidot-Klorit
Berdasarkan kehadiran mineral sekundernya, zona ini memberikan kisaran temperatur pembentukan yang ditunjukkan oleh mineral spesifik berupa epidot yang terbentuk pada temperatur >200-3000C.
Tabel 4.3 Temperatur pembentukan mineral sekunder (Morrison, 1995)
Zona Kuarsa-Serisit-Kalsit
Berdasarkan kehadiran mineral sekundernya, zona ini memberikan kisaran temperatur pembentukan yang ditunjukkan oleh mineral spesifik berupa serisit yang terbentuk pada temperatur >2600C.
Tabel 4.4 Temperatur pembentukan mineral sekunder (Morrison, 1995)
Zona Kaolin-Smektit-Kuarsa
Berdasarkan kehadiran mineral sekundernya, zona ini memberikan kisaran temperatur pembentukan yang ditunjukkan oleh mineral spesifik berupa kaolin dan smektit yang terbentuk pada temperatur <100-2500C.
Tabel 4.5 Temperatur pembentukan mineral sekunder (Morrison, 1995)
4.4.2 Analisis Inklusi Fluida
Tujuan dilakukannya analisis inklusi fluida yaitu:
• Determinasi temperatur fasa pengendapan mineral sekunder • Determinasi salinitas fluida (mineralisasi dan ubahan)
• Pemodelan proses-proses fisis seperti boiling, dilusi, percampuran, conductive cooling yang berhubungan dengan mineralisasi
• Pemodelan hidrologi purba (paleo-hydrological model) dari sistem mineralisasi • Membantu dalam interpretasi kedalaman erosi, kehadiran sesar dan gejala tektonik
lainnya yang berpengaruh
• Pembuatan paragenesa mineral. Analisis inklusi fluida digunakan untuk menentukan temperatur pembentukan fluida yang terperangkap dalam mineral yang dianggap sebagai temperatur pembentukan mineral tersebut.
Inklusi fluida terjadi sebagai akibat kerusakan di dalam kristal yang terjadi selama pembentukan maupun setelahnya yang terisi fluida baik dalam fasa gas maupun cair. Gelembung gas didalam kebanyakan inklusi fluida terbentuk akibat perbedaan koefisien penyusutan dari cairan dan mineral yang mengelilinginya selama masa pendinginan dari suhu yang lebih tinggi pada saat terjadinya inklusi (Tt: temperature of trapping) dan temperatur pada saat dilakukan observasi. Dengan teknik pemanasan, gelembung gas tersebut akan hilang apabila mencapai suhu tertentu yaitu suhu saat menghilangnya gelembung yang disebut sebagai suhu homogenisasi (Th: temperature of homogenization) yang dianggap sebagai Tt. Suatu teknik pendinginan dapat dilakukan terhadap inklusi cair sampai terjadinya fasa padat (Tf: temperature of freezing), dilanjutkan dengan pemanasan kembali sampai seluruh es mencair dan mencapai suhu peleburan (Tm: temperature of melting). Hasil pengukuran Tm dari inklusi fluida memberikan informasi mengenai salinitas saat pembentukan mineral tempat fluida tersebut terperangkap. Dengan diketahuinya Th, Tf, dan Tm maka akan didapat banyak informasi dari lingkungan fisik dan maupun kimiawi di dalam kristal induknya. Mineral yang dapat dianalisis antara lain kuarsa, anhidrit, karbonat, sfalerit, barit, fluorit, dan adularia.
Analisis inklusi fluida sumur KMJ- X dilakukan pada satu conto serbuk bor (cutting) pada interval kedalaman 1064-1067 mKU dan dua conto batu inti (core) pada kedalaman 1611.5 mKU. Pada kedua conto batu inti tidak dijumpai inklusi fluida baik pada urat maupun batuan induk (host rock), sedangkan pada conto serbuk bor terdapat inklusi fluida pada urat kuarsa, terdistribusi sangat jarang, dan berukuran sangat halus (<3 mikrometer). Hasil analisis disajikan dalam bentuk histogram temperatur terhadap
frekuensi (histogram terlampir). Inklusi fluida disusun oleh satu fasa baik uap maupun air dengan Th sebesar 2250C dan nilail salinitas 4.1% wt NaCL.
4.4.3. Pengukuran Temperatur Sumur
Pemantauan dan pengukuran temperatur sumur KMJ-X dilakukan setelah pemboran (pada kondisi heating up) dan pemantauan dilakukan selama 46 hari sampai kisaran temperatur menunjukkan nilai yang relatif stabil (Gambar 4.3). Pemantauan dilakukan secara berkala setelah 1 hari, 3 hari, 6 hari, 10 hari, 15 hari, 22 hari, dan 46 hari. Dari data pemantauan temperatur (1-22 hari) diperoleh grafik yang menunjukkan peningkatan temperatur rata-rata 25-2200C pada kedalaman 0-1100 mKU. Kemudian temperatur konstan pada kedalaman 1100-1400 mKU, dan penurunan temperatur terjadi secara tiba-tiba setelah kedalaman 1400 mKU. Hasil pemantauan mulai 1 sampai 22 hari inilah yang digunakan sebagai penunjuk hadirnya zona reservoir yang berisi uap pada interval kedalaman >1100 mKU. Sedangkan pada pemantauan setelah 46 hari diperoleh grafik yang relatif konstan mulai kedalaman 200 sampai 1700 mKU sehingga tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam pembagian zonasi untuk sistem panasbumi.
Berdasarkan kehadiran mineral sekunder (ubahan) pada tiap-tiap zona, diperoleh perbandingan antara temperatur pembentukan mineral sekunder yang menunjukkan temperatur purba dan temperatur pengukuran sumur KMJ-X yang menunjukkan kondisi temperatur saat ini (Gambar 4.3). Pada kedalaman >1100 mKU, temperatur purba dicirikan oleh kehadiran mineral epidot dengan kisaran temperatur pembentukan >200-3000C, sedangkan pada saat pengukuran temperatur sumur diperoleh nilai 220-2300C. Pada kedalaman 1000-1100 mKU, temperatur purba dicirikan oleh kehadiran mineral serisit dengan kisaran temperatur pembentukan >2500C, sedangkan pada saat pengukuran temperatur sumur diperoleh nilai 100-1500C. Pada kedalaman 180-1000 mKU, temperatur purba dicirikan oleh kehadiran mineral kaolin dan smektit dengan kisaran temperatur pembentukan <100-2500C, sedangkan pada saat pengukuran temperatur sumur diperoleh nilai 40-1000C. Dari hasil perbandingan temperatur tersebut diperoleh nilai penurunan temperatur yang lebih rendah pada saat pengukuran sumur daripada temperatur purba saat pembentukan mineral sekunder tersebut. Hal ini menunjukkan kondisi sumber panas yang mulai mendingin.
Gambar 4.3 Perbandingan temperatur purba dan temperatur pengukuran sumur KMJ-X
IV.5 Sistem Panasbumi
Berdasarkan beberapa persyaratan terbentuknya sistem panasbumi, maka sumur KMJ-X dibagi menjadi zona overburden, zona penudung (cap rock/ clay cap) dan zona reservoir pada interval kedalaman 0-1611,6 mKU. Pembagian tiap zona berdasarkan kehadiran mineral sekunder sebagai indikator tipe alterasi hidrothermal yang juga berperan dalam penentuan zona dalam sistem panasbumi.
Zona Overburden
Zona ini berada pada kedalaman 0-185 mKU, terdiri dari tefra berukuran lapili. Zona ini hanya berupa lapisan penutup antara bidang permukaan sumur dengan zona penudung. Intensitas alterasi tergolong lemah dan berdasarkan pengamatan megaskopis pada zona ini hanya terjadi proses ubahan berupa pelapukan yang memberikan warna kekuningan sampai coklat pada serbuk bor. Zona overburden menunjukkan kisaran temperatur 22-340C.
Zona penudung (cap rock)
Merupakan suatu lapisan impermeabel yang memiliki kemampuan menahan uap panas di dalam reservoir. Untuk zona ini dibutuhkan lapisan batuan yang didominasi oleh mineral lempung. Pada sumur KMJ-X, zona penudung hadir pada kedalaman 185-1100 mKU dengan litologi berupa tuff, andesit, andesit-basaltik, dan breksi andesit. Intensitas alterasi lemah-kuat, dan zona alterasi kaolin-smektit-kuarsa atau sebanding dengan zona ubahan argilik. Zona penudung menunjukkan kisaran temperatur 25-2200C.
Zona Reservoir
Zona ini merupakan tempat tersimpannya uap panas dan dijadikan sebagai target pemboran sumur panasbumi. Zona reservoir panasbumi dibagi menjadi zona dominasi uap dan zona dominasi air yang dicirikan oleh kehadiran air dan uapnya. Sumur KMJ-X memiliki reservoir yang didominasi oleh uap, dicirikan oleh grafik pengukuran temperatur sumur yang menunjukkan pola konstan pada temperatur maksimum pembentukan uap atau pada kedalaman >1100 mKU. Zona ini dicirikan oleh kehadiran mineral bertemperatur tinggi seperti epidot pada zona ubahan kuarsa-epidot-klorit dengan intensitas alterasi lemah-sangat kuat. Mineral epidot yang hadir pada massadasar dijadikan sebagai penciri hadirnya uap yang membawa larutan pembentuk mineral tersebut.
Secara umum daerah penelitian (area panasbumi Kamojang) memiliki sistem panasbumi dimana kondisi reservoir didominasi oleh uap. Sistem panasbumi dominasi uap dicirikan oleh kehadiran uap lebih dari 85%. Sistem ini biasanya hadir pada kondisi yang memiliki aliran panas sangat tinggi tetapi recharge air yang rendah. Gas-gas dekat permukaan pada reservoir dominasi uap mengalami kondensasi membentuk asam yang melarutkan batuan di sekitar area mata air. Manifestasi yang hadir pada sistem panasbumi dominasi uap dicirikan oleh batuan yang mengalami pelarutan, mata air dengan komposisi asam-sulfat, dan tidak hadirnya air klorida. Mata air dengan pH<6 (asam) hadir diiringi oleh mudspots, geysers, dan fumarol. Manifestasi permukaan di area panasbumi Kamojang hadir di sebelah Timur laut daerah penelitian (di luar daerah penelitian) sedangkan pada sumur KMJ-X tidak ditemukan manifestasi permukaan.
Sumur KMJ-X memiliki sistem reservoir panasbumi dominasi uap yang dicirikan oleh grafik temperatur sumur yang mengalami kondisi puncak (suhu tertinggi) mulai kedalaman 1100 mKU dan temperatur konstan pada 220-2280C. Temperatur ini menunjukkan temperatur maksimal pada kondisi uap sehingga memberikan nilai yang konstan pada kedalaman >1100mKU.
IV.6 Simpulan
• Daerah penelitian terletak pada sistem panasbumi relief tinggi yang memiliki sistem dua fasa (Browne, 1989). Berdasarkan siklus pembentukkannya (Ellis dan Mahon, 1977) daerah penelitian memiliki sistem berputar (cyclic system) bertemperatur tinggi yang berasosiasi dengan volkanisme resen.
• Sumur KMJ-X yang menjadi objek studi khusus dibagi menjadi 5 satuan batuan, yaitu: satuan tefra lapili, satuan tuff, satuan andesit, satuan andesit-basaltik, dan satuan breksi andesit.
• Zona alterasi pada litologi sumur KMJ-X (Corbett dan Leach, 1998) tediri dari zona kuarsa-epidot-klorit, kuarsa-serisit-kalsit, dan kaolin-smektit-kuarsa; atau sebanding dengan zona propilitik, filik, dan argilik.
• Sumur KMJ-X dibagi menjadi zona overburden pada kedalaman 0-185 mKU, zona penudung pada kedalaman 185-1100 mKU (tipe ubahan argilik dan filik), dan zona reservoir pada kedalaman >1100 mKU (tipe ubahan propilitik).
• Hasil perbandingan temperatur purba yang dicirikan oleh temperatur pembentukan mineral sekunder dengan temperatur sumur, menunjukkan kondisi sumber panas yang mulai mendingin.
• Sumur KMJ-X memiliki sistem reservoir dominasi uap, dicirikan oleh grafik temperatur sumur yang menunjukkan pola konstan pada temperatur maksimum pembentukan uap (2280C). Secara petrografi juga dicirikan oleh kehadiran mineral epidot yang hadir sebagai ubahan pada sebagian massadasar pada zona reservoir dan sebagai penciri temperatur tinggi, sedangkan adularia sebagai penciri zona didih (boiling zone) atau indikator permeabilitas reservoir yang baik.