• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kearifan lokal yang disebut dengan istilah kebijakan setempat (local. wisdom) atau pengetahuan setempat (local knowledge) atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kearifan lokal yang disebut dengan istilah kebijakan setempat (local. wisdom) atau pengetahuan setempat (local knowledge) atau"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

12

2.1 Kearifan Lokal

Kearifan lokal yang disebut dengan istilah kebijakan setempat (local wisdom) atau pengetahuan setempat (local knowledge) atau kecedasan setempat (local genius) (Fajarini, 2014) atau indigenous knowledge (Hoeven dkk., 2013). Secara etimologis, kearifan lokal terdiri dari dua kata yaitu kearifan dan lokal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), lokal berarti setempat, sedangkan kearifan berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, kearifan lokal secara etimologis diartikan sebagai kebijaksanaan, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan dihayati oleh anggota masyarakat. Gadgil et al. (1993) dalam Hoeven et al. (2013) mengemukakan bahwa kearifan lokal adalah keseluruhan pengetahuan dan keyakinan manusia yang diturunkan ke generasi selanjutnya dengan transmisi budaya tentang kelangsungan hidup dan hubungan dengan makhluk (termasuk manusia) terhadap satu dan lainnya dalam lingkungan mereka.

Kearifan lokal merupakan pandangan hidup yang disertai pengetahuan dan bermacam strategi kehidupan dalam aktivitas yang dilakukan masyarakat lokal untuk menyelesaikan permasalahan

(2)

dalam pemenuhan kebutuhan dalam kehidupan mereka. Bila diterjemahkan dengan bebas, kearifan lokal dapat diartikan sebagai nilai budaya baik yang ada di dalam suatu masyarakat (Fajarini, 2014). Sebuah kearifan lokal menjadi kecerdasan yang dimiliki sekelompok (etnis) manusia yang dihasilkan berdasarkan pengalaman hidup yang dialami sendiri dan dihayati serta terwujud dalam ciri budaya yang dimilikinya (Rahyono, 2009).

Kearifan lokal yang menjadi ciri budaya yang dimiliki masyarakat tertentu harus dilestarikan. Setiap individu menjadi pendukung kebudayaan etnisnya dan secara moral berkewajiban melestarikannya. Kebudayaan yang diwariskan ini menjadi “pusaka” yang diterima apa adanya, tanpa mempertanyakan mengapa seperti itu, harus dijaga jangan sampai berubah apalagi rusak (Rahyono, 2009). Kearifan lokal dipandang sangat bernilai dan bermanfaat dalam kehidupan masyarakat pemiliknya dan menjadi bagian dari cara hidup yang arif untuk menyelesaikan segala permasalahan kehidupan (Permana, 2009). Nilai-nilai budaya baik yang ada perlu dikaji untuk memahami kearifan lokal yang dimiliki masyarakat tersebut.

Kearifan lokal memiliki posisi yang strategis, sebagai pembelajaran untuk mencerdaskan bangsa pada umumnya dan mencerdaskan

(3)

masyarakat setempat pada khususnya. Faktor yang menjadi pembelajaran dan pemelajaran dalam kearifan lokal memiliki posisi stategis diantaranya: 1) kearifan lokal merupakan pembentuk identitas yang inheren sejak lahir, 2) kearifan lokal bukanlah satu hal yang asing bagi pemiliknya, 3) keterlibatan emosional yang kuat pada masyarakat dalam penghayatan kearifan lokal, 4) tidak ada pemaksanaan dan tidak perlu memaksakan pemelajaran lokal, 5) kearifan lokal mampu menumbuhkan harga diri dan percaya diri, 6) kearifan lokal mampu meningkatkan martabat bangsa dan negara (Rahyono, 2009).

Manusia dilahirkan dan dibesarkan di suatu lingkungan tempat tinggal tertentu dan hidup menetap dalam waktu yang lama. Perkembangan dunia modern saat ini memungkinkan manusia untuk berpindah tempat dari lingkungan satu ke lingkungan lain dan berpindah tempat dari satu budaya ke budaya yang lain. Walaupun demikian, jumlahnya kecil dibandingkan dengan yang tinggal menetap. Hal ini menunjukkan manusia secara alamiah belajar menjalani hidup sampai memiliki kemampuan budaya (termasuk kearifan) tercipta dilingkungan tempat manusia tinggal (Rahyono, 2009).

2.1.1 Fungsi Kearifan Lokal

Fungsi kearifan lokal tersebut antara lain untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam, mengembangkan sumber daya manusia, pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, serta

(4)

petunjuk tentang petuah, kepercayaan, sastra, dan pantangan (Aulia & Dharmawan, 2010 dalam Maridi, 2016). Dengan demikian fungsi kearifan lokal ini dapat memilih, memilah dan mengendalikan masyarakat secara berkesinambungan dan terus- menerus menumbuhkan dan mengembangkan martabat dan peradaban menuju kesempurnaan.

Dengan pendekatan kearifan lokal, maka sumber daya alam yang ada disekitar tempat hidup manusia dapat diselamatkan dan dijaga kelestariannya. Manusia yang memanfaatkan sumber daya alam tersebut berkembang dan dikembangkan dalam mengelola sumber daya alam yang ada sesuai dengan nilai budaya yang baik dan dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Dengan demikian kearifan lokal menjadi petuah yang diturunkan ke generasi selanjutnya untuk dijadikan nilai kepercayaan dan pantangan dalam menjaga kelestarian sumber daya alam dan manusia.

2.2 Pengobatan Tradisional

Terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut pengobatan tradisional, yaitu: traditional medicine, traditional healing, folk medicine, alternative medicine, ethnomedicine dan indigenous medicine/healing. WHO (2013) menyatakan pengobatan tradisional sebagai himpunan pengetahuan, keterampilan dan praktek yang didasari pada teori, kepercayaan dan pengalaman dari budaya

(5)

masyarakat setempat yang dapat dijelaskan secara ilmiah atau tidak, didalam melakukan diagnosis, digunakan untuk memelihara, mencegah, memperbaiki atau mengobati penyakit fisik dan mental.

Berdasarkan pasal 3 ayat (1) Kepmenkes RI tahun 2003, klasifikasi dan jenis pengobatan tradisional adalah pertama keterampilan: pijat urut, patah tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresuris, akupunkturis, chiropractor dan pengobatan lainnya dengan metode sejenis. Kedua ramuan: Jamu, gurah, tabib, shinshe, homoeopathy, aromatherapist dan pengobatan lainnya dengan metode sejenis. Ketiga pendekatan keagamaan dan terakhir adalah Supranatural: tenaga dalam, paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan dan pengobatan lainnya dengan metode sejenis

Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan pengobatan tradisional dibagi menjadi 4 jenis, yaitu ramuan (jamu, aromaterapi, gurah, homeopati dan spa), keterampilan dengan alat (akupunktur, chiropraksi, bekam, apiterapi, ceragem, dan akupresur), keterampilan tanpa alat (pijat urut, pijat urut khusus ibu/bayi, patah tulang dan refleksi) dan keterampilan dengan pikiran (hipnoterapi, meditasi, prana, dan tenaga dalam).

(6)

2.2.1 Faktor yang berhubungan dengan penggunaan pengobatan tradisional

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan pengobatan tradisional, yaitu: biaya, jarak dan waktu, persepsi dan keyakinan, pengetahuan, budaya dan sejarah. Fitria (2013) menyatakan bahwa untuk mendapatkan pelayanan profesional memerlukan biaya yang tinggi, selain jarak untuk mendapatkan pelayanan tersebut. Ditambah dengan kurangnya transportasi dan minimnya ketersediaan waktu dari pemberi pelayanan profesional, membuat pelayanan professional jarang digunakan (McCullagh, Sanon, & Foley, 2015).

Penggunaan pengobatan tradisional juga dipengaruhi budaya dan sejarah. Sebanyak 76% penduduk negara Singapura dan 86% penduduk negara Republik Korea masih menggunakan pengobatan tradisional (WHO, 2013). Komunitas yang berbeda akan memiliki persepsi dan keyakinan yang berbeda terhadap tanaman tradisional masyarakat setempat yang tumbuh di daerah mereka yang mempengaruhi konsumsi dan penggunaan tanaman tersebut. Misal tanaman Momordica balsamina, buahnya dapat dimakan dan daunnya sebagai obat mata, sedangkan tanaman Physalis pyruviana dapat digunakan sebagai

(7)

bumbu dalam tepung dan dapat digunakan sebagai obat anti nyeri (Hoeven et al., 2013).

Pengetahuan juga menjadi faktor yang mempengaruhi penggunaan pengobatan tradisional. Pengetahuan dan penggunaan tanaman tradisional pada masyarakat setempat juga dapat musnah karena adanya urbanisasi, termasuk orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan (Hoeven et al.,2013).

2.2.2 Cara Pemakaian Pengobatan Tradisional

Cara pemakaian pengobatan tradisional perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu bersih, langsung digunakan, dan teratur. Tanaman herbal harus dicuci sampai bersih (Wijayakusuma, 2008), karena bahan obat dari tanaman tradisional lokal diambil langsung dari tanah, daunnya dipetik dengan tangan, harus dicuci kemudian direbus dalam air (Aziato & Antwi, 2016). Bila daun memiliki rasa yang pahit, maka direbus dalam air yang banyak (Hoeven et al., 2013). Selain direbus, tanaman untuk pengobatan tradisional dapat ditumbuk dan diminum secara langsung, dimana pengolahan dengan cara ini sangat mudah dan hemat karena dapat digunakan berulang kali (Wildayati, Lovadi, & Linda, 2016).

(8)

Pengobatan tradisional dengan obat herbal harus segera digunakan untuk pengobatan setelah dibersihkan (Wijayakusuma, 2008). Bagian dari tanaman dapat juga dikeringkan atau ditumbuk sebelum digunakan, baik dalam keadaan mentah atau digunakan dalam produk yang diproses secara mekanis (Aziato & Antwi, 2016). Terdapat juga bahan pengobatan tradisional dalam bentuk bubuk. Bentuk bubuk dapat langsung diseduh menggunakan air panas (Wijayakusuma, 2008). Tanaman tersebut juga dapat disimpan dalam beberapa waktu dengan cara dikeringkan dibawah sinar matahari (Hoeven et al., 2013). Penting untuk menggunakan pengobatan tradisional sesuai dengan dosis yang telah dianjurkan, dan melakukan pengobatan secara teratur dan sabar (Wijayakusuma, 2008).

2.2.3 Tujuan Penggunaan Pengobatan Tradisional

Penggunaan pengobatan tradisional bertujuan sebagai sumber energi, meningkatkan kekebalan, mencegah penyakit, infeksi dan sebagai pengobatan. Umumnya digunakan untuk menjaga kesehatan atau kebugaran, dan digunakan berdasarkan tradisi atau kepercayaan (Kemenkes RI, 2013). Tanaman tradisional pada masyarakat setempat, yang dapat dimakan, dipercaya sebagai sumber nutrisi dan penting bagi tubuh untuk

(9)

menyediakan energi, meningkatkan kekebalan tubuh dan dapat mencegah penyakit dan infeksi (Hoeven et al., 2013). Akar dan buah dari tanaman liar juga memiliki tujuan sebagai pengobatan karena dapat mengobati beberapa penyakit (Uprety et al., 2012).

2.2.4 Alasan Pemakaian Pengobatan Tradisional

Praktek pengobatan sendiri menggunakan pengobatan tradisional merupakan hal umum yang digunakan pada masyarakat. Terdapat beberapa alasan dalam penggunaan pengobatan tradisional, yaitu persepsi, pengetahuan, keyakinan, ekonomi, efek samping obat, dan sebagai pertolongan pertama.

Fitria (2013) mengatakan alasan penggunaan pengobatan tradisional dipengaruhi persepsi tentang sakit, pengetahuan akan penyakit dan keyakinan akan sumber pengobatan. Selain itu pilihan menggunakan obat ini dikarenakan mereka tidak bisa dan tidak mampu untuk mendapatkan pengobatan medis, atau karena mereka tinggal di daerah dimana tenaga professional jarang dilihat (Bova, Krippner, Budden, & Galante, 2016). Hal ini dapat dikarenakan jauhnya jarak tempat tinggal dengan tempat pelayanan kesehatan berada, dapat juga dikarenakan perbandingan rasio antara penyembuh tradisional dengan tenaga professional. Contohnya di Afrika, rasio penyembuh tradisional

(10)

dengan penduduk 1:500 sedangkan rasio dokter dengan penduduk 1:40.000 (WHO, 2013).

Adapun alasan lain dapat dikarenakan penyakit yang dialami tidak parah, maka pengobatan tradisional digunakan sebagai upaya petolongan pertama di rumah (Fitria, 2013), menunda sakit di rumah (Aziato & Antwi, 2016), masalah privasi, taraf ekonomi keluarga yang rendah, ketiadaan akses fasilitas kesehatan, pengalaman terhadap penyakit yang dialami (Fitria,2013).

Pandangan anggota masyarakat mengalami peruabahan ke agro-ekologi, yaitu mengkaitkan produksi dengan mengkonsumsi produk yang alami dan sehat (Aziato & Antwi, 2016). Mereka menjaga kesehatan dengan menggunakan obat dari alam dan obat yang sehat (Mathez-Stiefel, Brandt, Lachmuth, & Rist, 2012), dengan tidak mengandung atau minimalnya efek samping (Aziato & Antwi, 2016)

Pada masyarakat di Afrika, pengobatan tradisional merupakan komponen kesehatan yang penting dengan sebagian besar menggunakan tanaman sebagai obat (Cousins & Witkowski, 2015). Tanaman obat asli di masyarakat tertentu yang digunakan dalam pengobatan tradisional berpotensi untuk dibudidayakan agar varietas yang diturunkan

(11)

dapat ditingkatkan kekuatan dan kemanjurannya (Cousins &Witkowski, 2015) dan mudah didapatkan dan tersedia (Aziato & Antwi, 2016) dan dengan biaya yang terjangkau (Hanafiah, 2014). Penghematan biaya merupakan alasan penting memilih pengobatan tradisional dibandingkan pengobatan modern. Pengobatan tradisional tidak memerlukan perawatan di rumah sakit dan tidak menerima resep obat.

Pengobatan modern tidak digunakan dengan alasan untuk menghindari obat- obatan yang dipandang berpotensi berbahaya, adiktif, dan dalam beberapa kasus tidak efisien (Mathez-Stiefel, Brandt, Lachmuth, & Rist, 2012). Disamping itu, pengobatan modern dirasa tidak efektif (Aziato & Antwi,2016), dan tidak selalu berhasil mengatasi masalah kesehatan

(Hanafiah, 2014) Hal ini menjadikan pengobatan tradisional lebih banyak digunakan oleh masyarakat.

2.2.5 Peranan Pengobatan Tradisional dalam Pelayanan Kesehatan

Pada tingkat rumah tangga dan tingkat masyarakat, keluarga lebih senang mengobati sendiri di rumah sebagai pertolongan pertama. Mereka akan mencoba untuk mengobati sendiri terlebih dahulu, apabila pengobatan dengan cara tradisional belum menunjukkan kemajuan kearahan kesembuhan, barulah

(12)

kemudian ke pelayanan kesehatan. Tindakan ini dilakukan karena keluarga memiliki tanaman obat yang dapat diambil di sekitar rumah mereka atau tersedia di dapur. Tanaman obat ini bisa didapat dari apotik hidup di pekarangan rumah ataupun Toga (tanaman obat keluarga) yang sengaja ditanam. Oleh karena itu pengetahuan tentang pengobatan tradisional dengan tanaman obat dan pemanfaatan tanaman obat merupakan unsur penting dalam pengobatan tradisional di rumah.

Tanaman obat yang belum diteliti kemungkinan mengandung khasiat obat didalamnya dan bisa saja hanya hidup didaerah tertentu. Tanaman obat asli dianjurkan agar dibudidayakan untuk mencegah eksplotasi spesies liar yang terancam punah dan diharapkan nantinya dapat menjadi tanaman komersil yang dapat menguntungkan secara financial (Cousins & Witkowski, 2015). Dengan adanya tanaman obat keluarga dan apotek hidup, disertai dengan pendidikan kesehatan yang diberikan mengenai pemanfaatan tanaman obat tradisional yang berkhasiat obat, diharapkan dapat meningkatkan kesehatan keluarga dan masyarakat. Secara tidak langsung perlu menggali, mengenali dan mengembangkan pengobatan tradisional tersebut sebagai warisan budaya.

(13)

2.2.6 Peran perawat dalam penggunaan pengobatan tradisional

Pelaksanaan asuhan keperawatan kepada manusia meliputi biopsikososiospiritual. Perawatan ini merupakan perawatan yang holistik dan komprehensif, dimana perawatan yang diberikan oleh perawat harus dapat menjamin pelayanan yang sesuai dengan keyakinan, budaya, adat istiadat dan nilai yang dianut oleh anak dan keluarga.

Perawat berperan sebagai pemberi informasi tentang penatalaksanaan gejala penyakit yang dialami, memberi motivasi dan menumbuhkan rasa ingin sembuh, memberikan rasa aman dalam asuhan yang diberikan, pendidikan kesehatan dalam menjaga kebersihan diri anak dan lingkungan, menjelaskan efek samping yang tidak diinginkan yang dapat terjadi terhadap pengobatan tradisional yang kurang tepat, serta menjelaskan nutrisi yang tepat sesuai dengan keadaan anak saat sakit ataupun dalam keadaan sehat. Contohnya, perawat dapat memberi informasi cara memasak sayuran atau tanaman obat yang dapat dimakan secara benar untuk mempertahankan nilai nutrisi yang terkandung didalamnya (Hoeven et al., 2013).

Perawat harus dapat menjelaskan manfaat dan pertimbangan dari pengobatan pengobatan tradisional yang digunakan keluarga berdasarkan bukti ilmiah dan keamanan

(14)

penggunaannya. Perawat juga dapat memberikan konseling cara mempertahankan kesehatan dengan perilaku hidup sehat dan bersih.

2.3 Konsep Keperawatan Akut

Keperawatan akut paling sering menangani penyakit infeksi. Beberapa penyakit infeksi merupakan penyakit akut yang datangnya tiba-tiba. Kondisi atau penyakit akut merupakan perubahan kondisi yang relatif cepat. Karakteristik dari penyakit akut ini berupa kejadian yang tiba-tiba atau tidak disangka-sangka, berat, dan berupa gangguan pada pola hidup normal sehari-hari (Bowden & Greenberg, 2010). Penyakit ini dapat menjadi ancaman bagi anak dan keluarga. Penyakit akut yang sering terjadi pada anak-anak antara lain infeksi pernafasan, infeksi pencernaan, fraktur, meningitis dan penyakit jantung bawaan serta kemungkinan dapat menjadi proses yang lebih buruk ke kondisi kronis dan terminal (Bowden & Greenberg, 2010).

Sekitar 20% dari pasien terlihat mengunjungi pusat pelayanan perawatan. Lingkup keperawatan akut saat ini meliputi akut, kritis dan perawatan khusus (Reuter-Rice, Madden, Gutknecht, & Foerster, 2016). Menurut Bowden dan Greenberg (2010) pelayanan keperawatan akut meliputi unit rawat inap, klinik rawat jalan, ruang emergensi, ruang pembedahan, unit rehabilitasi dan unit perawatan paliatif.

(15)

Penyakit infeksi adalah penyakit karena adanya agen penyebab yang memindahkan atau menularkan penyakit dari orang atau hewan yang terinfeksi kepada yang rentan baik langsung maupun tidak langsung melalui vektor atau lingkungan hidup (Amir, 2014). Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh invasi dan perbanyakan mikroorganisme di dalam tubuh yang ditularkan dari orang secara kontak langsung atau tidak, melalui vektor atau udara, dan umumnya terjadi pada bayi, anak dan remaja (Potts & Mandleco, 2012). Penyakit infeksi dapat menyebabkan keadaan tidak sehat pada bayi dan anak (Ball, Bindler & Cowen, 2012) dan merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia, disebabkan munculnya penyakit infeksi baru, penyakit infeksi lama yang muncul kembali, dan adanya penyakit infeksi yang mengalami resisten (Almeida, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO) (2017) penyakit infeksi adalah penyakit disebabkan bakteri, virus, parasit atau jamur, dapat menular secara langsung melalui membran mukosa, injuri pada kulit, inhalasi dan pencernaan (Ball, Bindler, & Cowen, 2012) ataupun tidak langsung dari satu ke lain orang. Selain itu status gizi yang kurang akan energi, vitamin A, Zn, dan Fe juga menjadi penyebab bayi dan anak mengalami infeksi dan berlangsung lama (Nur & Marissa, 2014).

(16)

Anwar dan Burnham (2016) mengkategorikan penyakit infeksi yang terjadi pada anak-anak meliputi: pilek dan batuk (infeksi saluran pernafasan akut), infeksi telinga, hidung dan tenggorokan, pneumonia, diare akut dengan darah, diare cair akut, hepatitis virus, cacar air, pertusis, difteri, tetanus neonatus, malaria, infeksi saluran perkemihan, cacing pada saluran pencernaan, infeksi kulit, infeksi mata dan infeksi dengan gejala berat. Gejala umum yang sering muncul pada penyakit infeksi dapat berupa demam, diare (Ball, Bindler & Cowen, 2012; Nur & Marissa, 2014), batuk, pilek (Nur & Marissa, 2014), muntah dan tidak nafsu makan (Ball, Bindler & Cowen, 2012; Wagner & Clodfelter, 2014), sakit tenggorokan (Hockenberry & Wilson, 2013; Wagner & Clodfelter, 2014), dan ruam (Ball, Bindler & Cowen, 2012; Hockenberry & Wilson, 2013).

Manajemen terapeutik secara umum yang dapat dilakukan berupa : a. Pemberian edukasi, evaluasi, dan pemeriksaan program

Pemberian edukasi penting diberikan di awal sebagai langkah yang efektif untuk mengontrol infeksi, meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan penyakit infeksi dan mengurangi terjangkitnya penyakit, misalnya mempromosikan cuci tangan, program pelaksanaan cuci tangan dan pengawasan dan evaluasi praktek cuci tangan (Wagner & Clodfelter,2014). Edukasi difokuskan pada kebersihan diri, cara hidup sehat, dan pentingnya nurisi untuk mendukung sistem kekebalan tubuh (Potts & Mandleco, 2012). Orang tua perlu diinformasikan tentang

(17)

perjalanan penyakit, pemantauan terhadap tanda komplikasi dan alasan untuk segera mendapatkan terapi, misal sakit kepala yang parah, cepat marah, kaku pada leher, terjadi perubahan tingkat kesadaran, kejang dan lainnya (Hockenberry & Wilson, 2013).

b. Cakupan vaksin, keamanan makanan, kesadaran tentang kebersihan dan nutrisi, pelatihan kesehatan perorangan dan program pengawasan (Anwar & Burnham, 2016) Penyakit infeksi dapat dicegah dengan menerima imunisasi atau menghindari paparan patogen dengan praktek promosi kesehatan (Potts & Mandleco, 2012). Sekitar 20 juta keadaan sakit dan 40 ribu kematian di Amerika Serikat dapat dicegah dengan vaksin dan vaksin yang efektif adalah yang paling menguntungkan dan hemat biaya untuk mengontrol penyakit infeksi (Khabbaz, Moseley, Steiner, Levitt, & Bell, 2014).

Penyakit infeksi dapat dicegah dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI), karena kolostrum didalam ASI mengandung immunoglobulin M, lamanya pemberian ASI, ASI ekslusif selama 6 bulan, dan pemberian makanan pendamping ASI memiliki hubungan yang bermakna dalam mencegah penyakit infeksi pada balita (Nur & Marissa, 2014).

c. Mencegah penyebaran penyakit dan mengontrol penyebaran kepada orang lain.

Cara yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit dan mengontrol penyebaran kepada orang lain yaitu dengan: mencuci tangan

(18)

yang baik sebelum makan dan setelah ke toilet bagi anak-anak, menutupi wajah dengan menggunakan tisu saat batuk dan bersin, menggunakan masker, tidak membiasakan berbagi makanan dan peralatan makan di dalam keluarga (Hockenberry & Wilson, 2013).

d. Mencegah komplikasi

Kepatuhan terhadap antibiotik dan mengkonsumsi suplemen vitamin A menunjukkan bukti dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit campak (American Academy of Pediatrics & Komite Penyakit Menular,2009 dalam Hockenberry & Wilson, 2013).

2.4 Konsep Family Centered Care Pada Perawatan Anak Sakit Menggunakan Pengobatan Tradisional

Perawatan dan pengobatan anak sakit di rumah secara langsung melibatkan orang tua dalam penanganannya. Family centered care (FCC) sudah menjadi gold standar dalam pelayanan perawatan anak (Abraham & Moretz, 2012). Pada asuhan keperawatan pada anak sakit menggunakan pengobatan tradisional dapat diterapkan konsep FCC. Inti dari konsep FCC adalah martabat dan kehormatan, berbagi informasi, partisipasi dan kolaborasi (Johnson et al., 2008 dalam Abraham & Moretz, 2012). Intervensi keperawatan FCC menekankan bahwa keluarga dengan pengalaman, pengetahuan, kemampuan, keterampilan dan budaya yang dimiliki memberikan manfaat yang positif dalam melakukan perawatan menggunakan pengobatan tradisional.

(19)

Asuhan berpusat pada keluarga memfasilitasi keterlibatan orang tua dalam merawat anak secara holistik, dan memenuhi kerjasama keluarga dalam perencanaan, intervensi dan evaluasi terhadap perawatan pada anak (Rostami, Hasan, Yaghmai, Ismaeil, & Suandi, 2015). FCC merupakan hubungan kolaborasi antara tenaga kesehatan dengan keluarga dalam perawatan anak (Ball, Bindler & Cowen, 2010). Penelitian Byczkowski et al. (2015) di ruang emergensi didapatkan delapan dimensi perawatan berpusat pada keluarga, yaitu: 1) dukungan emosional dan pengentasan ketakutan dan kecemasan; 2) perawatan terkoordinasi dan terintegrasi; 3) menghormati pasien, nilai-nilai, pilihan, dan kebutuhan menyatakan, keterlibatan pasien dan keluarga dalam Keputusan perawatan; 4) perawatan tepat waktu dan peduli; 5) informasi, komunikasi, dan edukasi; 6); manajemen nyeri; 7) lingkungan yang aman dan berfokus pada anak; dan 8) kontinuitas dan transisi. Oleh karena itu keterlibatan keluarga dalam pengambilan keputusan memiliki peranan penting.

Tema ketiga dari dari delapan dimensi diatas merupakan hal penting yang menyatakan keluarga terlibat dalam keputusan tentang perawatan anak mereka, baik perawatan di rumah maupun perawatan di rumah sakit, dimana perawatan profesional akan meminta informasi langsung dari orang tua dan anak. Tenaga profesional akan berbicara langsung kepada orang tua dan kepada anak bila memungkinkan, mendengarkan, dan menggabungkan pengetahuan dan menghormati pilihan keluarga untuk terlibat langsung

(20)

dalam rencana pengobatan anak. Keluarga menyatakan penting untuk selalu berada didekat anak disetiap perawatannya baik selama pemeriksaan dan selama prosedur tindakan berlangsung.

Di negara berkembang, 80% perawatan kesehatan dilakukan di rumah (Rostami, Hasan, Yaghmai, Ismaeil, & Suandi, 2015). Keluarga memiliki kesempatan yang banyak untuk melakukan perawatan pada anak sakit di rumah. Perawatan yang dilakukan keluarga untuk pencegahan dan peningkatan serta mengatasi masalah kesehatan sederhana. Keluarga perlu diberi dukungan dan pengetahuan dalam perawatan di rumah agar dapat berkolaborasi dengan tenaga profesional. Perawat harus dapat menghargai perbedaan pengalaman, budaya, sikap, keterampilan keluarga dalam melakukan perawatan dan pengobatan pada anak sakit di rumah menggunakan pengobatan tradisional. Dengan meningkatkan praktek FCC, diharapkan kematian anak karena penyakit infeksi yang dapat dicegah dan penyakit infeksi yang dapat diobati tidak meningkat (Rostami, Hasan, Yaghmai, Ismaeil, & Suandi, 2015). Perawatan yang berpusat pada keluarga harus dapat mendorong, meningkatkan dan memberdayakan kompetensi keluarga dalam melakukan pengambilan keputusan dan melakukan perawatan dan pengobatan bagi anggota keluarga (Abraham & Moretz, 2012). Perawat patut menghargai dan mendukung keputusan keluarga terhadap penggunaan pengobatan tradisional. Perawat dapat memberikan informasi tentang penyakit dan cara penanganan penyakit

(21)

secara profesional, memberi kesempatan kepada keluarga untuk belajar dan memahami informasi yang telah diberikan. Peran keluarga sangat penting dalam FCC untuk dukungan partisipatif, dukungan pendidikan dan dukungan psikologis (Rostami, Hasan, Yaghmai, Ismaeil, & Suandi, 2015).

2.5 Teori Keperawatan “Culture Care Theory of Diversity and Universality”

Madeleine Leininger

2.5.1 Dasar Teori Leininger tentang penggunaan pengobatan tradisional

Teori Culture care theory of diversity and universality adalah salah satu teori keperawatan yang terkenal dan banyak digunakan dibidang keperawatan (McEwen, 2011). Teori ini dikembangkan oleh Madeleine Leininger sejak tahun 1950. Garis besar teori Leininger adalah tentang culture care diversity and universality, yang kini lebih dikenal dengan transcultural nursing. Teori culture care mengedepankan asuhan budaya yang holistik dan komprehensif (McFarland, 2014). Tujuan dari teori Leininger adalah mendapatkan pengetahuan yang berkaitan dengan perawatan yang menghargai warisan budaya dan pandangan hidup, dan ini adalah bagian penting bagi perawat untuk memahami pandangan individu terhadap sakit (McEwen, 2011). Budaya mempengaruhi pemikiran, keputusan dan tindakan tertentu. Budaya adalah sesuatu yang dipelajari, dibagi, disebarkan dari nilai, keyakinan, norma dan pandangan hidup dari kelompok tertentu dan diturunkan dari generasi

(22)

ke generasi selanjutnya (Leininger, 2002 dalam Morgan, 2010). Leininger telah menunjukkan kepada perawat tentang pentingnya mempertimbangkan dampak dari budaya individu terhadap kesehatan dan kesembuhan (Leininger, 2002 dalam McEwen, 2011). Menurut Leininger, budaya memiliki arti pola dan nilai dari cara hidup seseorang yang akan mempengaruhi keputusan dan tindakan mereka. Teori ini mengarahkan perawat untuk memiliki pengetahuan, sudut pandang berdasarkan budaya dan praktik dengan etik yang sesuai dengan budaya klien untuk membuat keputusan dan tindakan keperawatan profesional (Leininger, 1991b, 1995c, dalam McFarland, 2014).

2.5.2 Kerangka Kerja Transcultural Nursing Leininger

Asuhan keperawatan pada anak sakit di rumah menggunakan pengobatan tradisional ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan orang tua dalam perawatan dengan menggunakan pengobatan tradisional yang aman, tepat dan manjur. Berdasarkan teori culture care, dalam melakukan intervensi pada anak dan keluarga, perawat mempertimbangkan budaya yang diyakini keluarga, memahami keyakinan keluarga tentang penyebab sakit dan penyakit yang dialami, dan memahami praktek kesehatan tradisional yang dilakukan keluarga (Hockenberry & Wilson, 2013).

(23)

2.5.3 Aplikasi teori Culture Care Theory of Diversity and Universality dalam asuhan keperawatan pada anak sakit menggunakan pengobatan tradisional

Perawat memiliki peranan penting dalam mempertimbangkan pemberian asuhan keperawatan terkait dengan penggunaan pengobatan tradisional pada perawatan anak sakit di rumah melalui pendekatan budaya yang dianut oleh anak dan keluarga. Aplikasi teori culture care Leininger dalam asuhan keperawatan anak sakit di rumah menggunakan pengobatan tradisional meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

2.5.3.1 Pengkajian

Terdapat tujuh komponen yang perlu dikaji dalam memberikan asuhan keperawatan (Tomey & Alligood, 2006), yaitu:

a. Teknologi kesehatan, perawat perlu menggali informasi mengenai pemanfaatan teknologi kesehatan dalam penggunaan pengobatan tradisional seperti obat-obatan herbal.

b. Faktor agama dan falsafah hidup, memberikan pengaruh dan makna penting dalam kehidupan manusia yang merupakan wujud kedekatan pada Tuhan. Ritual keagamaan di dalam keluarga diyakini dapat memberikan

(24)

kesembuhan dan sebagai obat terhadap penyakit yang diderita (Hockenberry & Wilson, 2013)

c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga, dikaji dari kemampuan keluarga untuk memberikan tindakan sesuai dengan keputusan yang diambil dan kebiasaan yang dilakukan keluarga dalam meningkatkan kesehatannya. d. Faktor nilai budaya dan gaya hidup, perlu dikaji mengenai

pola makan, bahasa, dan perilaku yang diinginkan dalam budaya dan lain-lain (Tomey & Alligood, 2006; Hockenberry & Wilson, 2013).

e. Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku, adanya peraturan pemerintah dalam penggunaan pengobatan tradisional sebagai bagian dalam pelayanan kesehatan

f. Faktor ekonomi, biaya kesehatan yang tinggi, memugkinkan penggunaan pengobatan tradisional dipilih oleh masyarakat dikarenakan harganya yang relatif lebih murah (Hockenberry & Wilson, 2013)

g. Faktor pendidikan, perawat perlu mengkaji pendidikan keluarga dalam memberikan pendidikan kesehatan dan informasi mengenai pengobatan tradisional.

(25)

2.5.3.2 Perencanaan

Strategi pendekatan intervensi keperawatan dengan latar belakang budaya meliputi: a) mempertahankan budaya (culture care preservation), hal ini dilakukan apabila budaya masyarakat tidak bertentangan dengan kesehatan, b) negosiasi budaya (culture care accommodation), membantu masyarakat terhadap budaya tertentu yang mendukung memberi keuntungan dan kepuasan kesehatan, dan c) restrukturisasi budaya (culture care repatterning), budaya yang bertentangan dengan kesehatan (Leininger,1995d dalam Morgan, 2010).

Tradisi budaya dengan menggunakan objek yang dipakai, dibawa atau di gantung di rumah atau di kamar untuk melindugi kesehatan si pemakai menjadi salah satu strategi untuk mempertahankan budaya. Praktek lain dapat berupa memasukkan zat dalam makanan, misal ginseng dapat menambah darah dalam budaya Cina, membakar lilin dalam praktek keagamaan juga merupakan tradisi untuk melindungi kesehatan (Hockenberry & Wilson, 2013). Terdapat pengobatan tradisional efektif untuk anak yaitu masase untuk mengatasi konstipasi, latihan nafas dalam meditasi untuk mengatasi nyeri (Ball, Bindler & Cowen, 2012).

(26)

2.5.3.3 Pelaksanaan

Perawat melaksanakan asuhan keperawatan dengan melakukan pendekatan terhadap anak dan keluarga tanpa menghakimi, memberikan rasa hormat, menjaga privasi, termasuk terhadap benda-benda keagamaan dalam menyediakan pelaksanaan kesehatan sensitif budaya pada anak dengan perawatan di rumah termasuk pengobatan tradisional (Potts & Mandleco, 2012). Disamping itu pemberi asuhan keperawatan harus memberikan informasi tentang keamanan dari produk yang digunakan, keuntungan dan kerugian, efektifitas, biaya dan efek samping dan masalah yang dapat terjadi untuk mengenali kegagalan (Ball, Bindler & Cowen, 2012).

2.5.3.4 Evaluasi

Menilai perilaku kesehatan keluarga yang berhubungan dengan budaya dalam mendukung kesehatan dan memberi keuntungan terhadap penyembuhan dan pengobatan penyakit, kecacatan dan kematian.

(27)

2.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penyakit infeksi yang terjadi pada anak-anak akan menimbulkan satu atau beberapa gejala seperti demam, diare, batuk, pilek, muntah, tidak nafsu maka, ruam atau sakit tenggorokan. Gejala yang ditimbulkan menstimulusi keluarga untuk menggunakan pengobatan tradisional untuk menurunkan dan menghilangkan gejala. Keluarga dengan budaya tertentu meyakini penggunaan kearifan lokal dapat menyembuhkan penyakit yang diderita anak. Kearifan lokal merupakan warisan budaya yang diturunkan dari generasi satu ke generasi selanjutnya.

Dalam keperawatan transkultural, perawat mempelajari budaya keluarga. Sesuai dengan teori Leininger, bahwa budaya mempengaruhi perilaku keluarga terhadap masalah kesehatan. Hubungan teori Leininger dengan pengalaman merawat anak sakit menggunakan kearifan lokal masyarakat sunda di kecamatan cijeruk kabupaen Bogor , dapat dilihat pada gambar 2.1

(28)

Penyakit Akut Pada Anak Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Sumber: Tomey & Alligood (2006); Rahyono (2009); Permana (2009); Leininger (1995d) dalam Morgan (2010); Abraham & Moretz (2012); Fajarini (2014); Nur & Marissa (2014); Wagner & Clodfelter (2014); Rostami, Hasan,Yaghmai, Ismaeil, & Suandi (2015); Aulia & Dharmawan (2010) dalam Maridi (2016); Anwar & Burnham (2016)

gejala yang sering muncul: - Demam - Muntah

- Batuk - Sakit tenggorokan - Pilek - Ruam

- Diare - Tidak nafsu makakn

Orang tua melakukan tindakan pengobatan awaL

FCC : pengalaman, pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan budaya

Pengobatan Tradisional Dengan pendekatan kearifan

lokal: - Pengetahuan - Kecerdasan - Pengalaman - Nilai budaya - Cara hidup

Asuhan keperawatan dengan pendekatan Teori Leininger: teknologi, agama dan falsafah, sosial dan keluarga, budaya dan gaya hidup, peraturan, ekonomi,

dan pendidikan

1. Culture care preservation 2. Culture care

accommodation

3. Culture care repatterning

pengalaman merawat anak sakit menggunakan pengobatan tradisional pada masyarakat Sunda

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

menyatakan bahwa, dengan menggunakan pendekatan metode sosio-historis, KH. Husein Muhammad menafsirkan Q.S. An-Nisa/4:3, lebih kepada penjagaan terhadap anak-anak yatim,

Pada umumnya jenis-jenis pohon hutan memperbanyak diri secara alami melalui biji (generatif), namun ada beberapa jenis yang yang secara alami memperbanyak diri secara

Bab VI adalah penutup yang berisikan simpulan dan saran. Simpulan yang dapat diratik adalah pelaksanaan Perda Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 2 Tahun 1992

Variabel terikat pada penelitian ini yaitu Gross Domestic Product (GDP) dengan satuan (USD) adalah total moneter atau nilai pasar dari semua barang jadi dan

Ekspor Produk COVID-19 Medical Supplies asal Indonesia juga tidak terlepas dari interdependensi dengan negara lain pada level yang beragam. Dari 17 kelompok produk yang merupakan

Hasil analisis ragam (ANOVA) terhadap total hasil tangkapan untuk setiap shortening menunjukkan bahwa perlakuan shortening berpengaruh terhadap total hasil tangkapan.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan dari inovasi pemanfaatan sampah plastik dan kaca bekas sebagai bahan dasar pembuatan genteng komposit

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai pengaruh kepemimpinan, komunikasi, dan lingkungan kerja terhadap semangat kerja pada PT Angkasa Pura 1 Divisi