• Tidak ada hasil yang ditemukan

Draft Pengenalan Jenis Tumbuhan Hutan Mangrove TN Sembilang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Draft Pengenalan Jenis Tumbuhan Hutan Mangrove TN Sembilang"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Draft

Panduan Lapangan Pengenalan Jenis Mangrove

Di Kawasan Taman Nasional Sembilang

(2)

Draft

Panduan lapangan Pengenalan Jenis Mangrove Di Kawasan Taman Nasional Sembilang, Sumatera

Selatan

Penyunting:

Tukirin Partomihardjo

Penyusun:

Dafid Pirnanda

Hendi Sumantri

Riza Kadarisma

Teguh Imansyah

Rendra Bayu Prasetyo

(3)

Citation :

Pirnanda, D., H. Sumantri., T. Imansyah, R. Kadarisman dan R. B. Prasetyo. 2016. Pengenalan Jenis Mangrove Di Kawasan Taman Nasional Sembilang Sumatera Selatan. Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project. Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ). Palembang

National Library: Cataloging in Publication

Copy Right

© BIOCLIME - GIZ

Cites this book is allowed by mentioning the source and publisher.

Front Cover (from left to right):

▪ Mangrove Forest (Rendra Bayu Prasetyo/BIOCLIME) ▪ Kandelia candel (L.) Druce (Dafid Pirnanda/BIOCLIME) ▪ Sonneratia alba sm. (Dafid Pirnanda/BIOCLIME)

▪ Bruguiera gymnorhiza (L.) Lam(Dafid Pirnanda/BIOCLIME)

Detail Contact

Dafid Pirnanda (d.pirnanda@gmail.com )

Teguh Irmansyah (teguh.imansyah20@gmail.com) Hendi Sumantri (hendi.sumantri@giz.de)

Rendra Bayu Prasetyo (rendrabayuprasetyo1@gmail.com) Kantor Palembang :

(4)

Kata Pengantar

GIZ Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Project merupakan program kerjasama teknis antara Pemerintah

Republik Federal Jerman dan Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di

bidang keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Melalui program BIOCLIME, Pemerintah Jerman mendukung

upaya Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan, konservasi keanekaragaman hayati

hutan bernilai tinggi, mempertahankan kapasitas penyimpanan stok karbon dan menerapkan pengelolaan hutan

berkelanjutan untuk kepentingan rakyat. Program ini fokus dalam mendukung Provinsi Sumatera Selatan untuk

mendapatkan mengembangkan dan menerapkan konsep konservasi dan manajemen untuk menurunkan emisi dari

hutan dan memberikan kontribusi untuk komitmen penurunan emisi GRK Indonesia yang telah ditargetkan sampai

2020.

Pada Taman Nasional Sembilang telah dilakukan survey yang bertujuan untuk menginventarisasi data cadangan

karbon dan biodiversitas. Dari Hasil inventarisasi tumbuhan, dilakukan identifikasi dengan cara membuat herbarium

dan mencocokan antara ciri-ciri yang ditemukan di lapangan dengan ciri-ciri yang tertulis pada beberapa literatur

seperti Prosea dan Malesian Seed Plants, serta pada koleksi herbarium.

Kami menyadari keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada dalam ekosistem mangrove TN sembilang tidak terbatas

pada apa yang ada dalam buku ini, tetapi kami berharap buku ini dapat menjadi acuan dan memberi kemudahan

dalam kegiatan selanjutnya yang akan dilaksanakan pada kawasan TN Sembilang untuk melestarikan

keanekaragaman hayati.

Palembang, Desember 2016

Bioclime-GIZ Team Leader

(5)

Kata Sambutan

Keanekaragaman hayati (kehati) memiliki peran serta kontribusi nyata terhadap pembangunan nasional di semua

bidang. Indonesia telah menunjukkan komitmen dalam pengelolaan kehati pada tataran global dan nasional melalui

ratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati/Convention on Biological Diversity (CBD) menjadi UU nomor 5 tahun

1994. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) 2015-2020. Dokumen ini memaparkan arah kebijakan RPJM yang ditujukan untuk

mengoptimalkan pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional, selain

meningkatkan upaya perlindungan dan pengamanannya.

Telah kita ketahui bersama bahwa permasalahan dan isu terkait pengelolaan keanekaragaman hayati sungguh

sangat dinamis. Hal ini menjadi sangat menarik dan sekaligus menjadi tantangan bagi kita semua untuk dapat

mengelola keanekaragaman hayati secara adil dan lestari, dengan berpedoman pada 3 (tiga) pilar penting yaitu:

pengawetan, perlindungan, dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Maka sangat penting adanya sebuah data dasar

yang bisa menjadi pedoman, baik dalam kegiatan survey maupun dalam kegiatan rehabilitasi hutan. Dengan data

dasar keanekarangan jenis tumbuhan yang ada di Ekosistem Mangrove Taman Nasional Sembilang diharapkan akan

memudahkan dalam pengenalan jenis lokal dan pencarian nama ilmiahnya.

Kami berharap buku “Pengenalan Jenis Tumbuhan Di Ekosistem Mangrove Sumatera Selatan (Taman Nasional Sembilang)” ini dapat bermanfaat menjadi salah satu referensi penting bagi pihak-pihak yang ingin melaksanakan kegiatan survey vegetasi dan kegiatan rehabilitasi/restorasi di Ekosistem Mangrove Taman Nasional Sembilang.

Palembang,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Nama

Jabatan

(6)

Ucapan terima kasih

Kami mengucapkan terim kasih yang sebesar-besarnya kepada Berthold Haasler (Team Leader GIZ-BIOCLIME), sertu

seluruh Senior Adviser dan Technical assistant serta supporting staff yang telah mendukung dan membantu semua

kegiatan lapangan dan administrasi.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga kami sampaikan kepada Bapak Helmi (BIROCAN KLHK) yang telah berkenan

memberikan kata sambutan dalam buku ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Taman Nasional

Sembilang, Pak Teguh Imansyah, Pak Nika, Pak Hendra, dan Pak Jojon yang telah membantu dalam proses

identifikasi jenis pohon baik dilapangan maupun saat di laboratorium. Serta terima kash juga kepada tim survey

Bioclime yang telah banyak memberikan kontribus dalam pengambilan data lapangan selama ini.

Kami juga sangat menghargai bantuan dari masyarakat desa, yang telah banyak membantu dalam proses

pengambilan data dan sampel tanaman untuk herbarium. Serta seluruh pihak yang telah terlibat aktif dalam proses

survey di lapangan yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, kami ucapkan banyak terima kasih.

Palembang, Desember 2016

Tim Penyusun

(7)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati tinggi dan menempati

urutan kedua setelah Brazil, baik flora maupun fauna dengan penyebaran yang sangat luas. (Sujarwo & Darma,

2011). Hutan tropis Indonesia merupakan bagian dari paru-paru dunia. Pada periode 1995-1997, hutan di Indonesia

mengalami kerusakan dengan laju 2,4 juta ha/ tahun. Saat ini kawasan tropik mengalami tekanan sangat berat,

mulai dari praktek legal logging, kebakaran hutan serta tumpang tindih peruntukan antara hutan dan perkebunan

kelapa sawit, Hak Pengelolaan Hutan (HPH), serta pertambangan (Solviana & Chairul, 2012). Dewasa ini, diakui tengah berlangsung penurunan keanekaragaman spesies, ekosistem, dan sumberdaya genetik semakin menurun

pada tingkat yang cukup membahayakan akibat kerusakan lingkungan.

Tantangan dalam pengelolaan hutan di Indonesia semakin mengemuka seiring meningkatnya permasalahan

lingkungan global yang terjadi saat ini. Kerusakan hutan akibat deforestasi dan degradasi hutan menjadi sorotan

dunia internasional, seperti kebakaran hutan yang semakin meningkat baik intensitas maupun frekuensinya,

pengalihan lahan hutan menjadi lahan perkebunan dan hutan produksi, serta aktifitas illegal logging yang terjadi

dengan intensitas tinggi, sehingga mengakibatkan hilangnya keanekaragaman spesies tumbuhan. Kita tahu bahwa

Indonesia dikenal sebagai Negara yang memiliki keanekaragaman spesies tinggi.

Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi dengan laju kerusakan hutan sangat tinggi. Berdasarkan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 76/Kpts-II/2001 tanggal 15-03-2001, kawasan hutan Sumatera Selatan seluas

± 4.416.837 Ha. Luas kawasan hutan ini mencakup 40,43 % dari luas propinsi Sumatera Selatan, yang terdiri akan

kawasan Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan kawasan Hutan Produksi. Dari kawasan hutan yang cukup luas,

diyakini Sumatera Selatan kaya akan keanekaragaman spesies tumbuhan.

Biodiversity and Climate Change (BIOCLIME) Projct, merupakan Program kerjasama antara The eutsche

Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ) jerman dengan kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan. Program BIOCLIME bertujuan untuk membantu upaya pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi

GRK dari sektor kehutanan, konversi keanekaragaman hayati pada hutan-hutan bernilai tinggi (

high value forest’s

), dan menerapkan pengelolaan hutan lestari untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan

Provinsi Sumatera Selatan. Untuk mencapai hal tersebut, BIOCLIME telah melakukan pemantauan keanekaragaman

spesies tumbuhan pada beberapa kawasan hutan yang ada di Sumatera Selatan.

Kegiatan pemantauan keanekaragaman spesies tumbuhan yang dilakukan khusus untuk ekosistem mangrove

telah dilaksanakan di Taman Nasional Sembilang. Berdasarkan hasil survei lapangan, keanekaragaman spesies

tumbuhan di Taman Nasional Sembilang didapat sedikitnya 19 spesies tumbuhan. Guna menunjang data yang ada,

telah disusun data dasar dan mendokumentasikan ciri-ciri pohon untuk dapat digunakan sebagai panduan lapangan

(8)

Tujuan Pembuatan Buku

Pengetahuan mengenai pengenalan spesies tumbuhan saat ini mulai berkurang. Ahli botani cakap dan senior

yang ada di Indonesia sekarang telah termakan usia dan telah banyak yang pensiun, sayangnya tak banyak ahli

botani muda yang berniat melanjutkan. Hal ini telah menjadi kekhawatiran terhadap keberlanjutan ilmu pengenalan

tumbuhan. Banyak pihak sebenarnya yang sangat membutuhkan tenaga ahli botani agar dapat menjaga kelestarian

keanekaragaman spesies.

Selain itu, kerusakan hutan yang terjadi saat ini telah menghilangkan spesies-spesies langka yang ada di

kawasan hutan. Dengan demikian buku ini dapat menjadi acuan para pihak dan menjadi informasi dasar mengenai

keanekaragaman tumbuhan yang ada di kawasan hutan Sumatera Selatan, khususnya Taman Nasional Sembilang.

Manfaat Buku

Buku ini akan sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai buku panduan (guide book) untuk identifikasi nama

latin spesies tumbuhan mangrove berdasarkan nama lokal daerah penelitian. Selanjutnya, diharapkan kegiatan

survei hutan Mangrove yang memerlukan identifikasi tumbuhan , dapat menggunakan buku ini sebagai salah satu

acuan (referensi) dalam penentuan nama spesies lokal dan ilmiah.

Taman Nasional Sembilang

Taman Nasional Sembilang merupakan perwakilan hutan rawa gambut, hutan rawa air tawar, dan hutan

mangrove di Propinsi Sumatera Selatan.

Hutan mangrove merupakan vegetasi pantai yang mampu tumbuh

dan berkembang pada daerah pasang surutdan pantai berlumpur. Hutan mangrove merupakan vegetasi

yang tumbuh pada habitat tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara sungai yang masih dipengaruhi

pasang surut air laut (Soerianegara dalam Noor, 2006).

Ekosistem mangrove merupakan kawasan ekoton antara komunitas laut dan daratan, sehingga memiliki ciri-ciri

tersendiri. Komunitas mangrove sangat berbeda dengan komunitas laut, namun tidak berbeda nyata dengan

komunitas daratan yang terdapat rawa-rawa air tawar sebagai zona antara. Chapman (1976) mengklasifikasikan

vegetasi mangrove menjadi: mangrove mayor, mangrove minor dan tumbuhan asosiasi.

Tumbuhan mangrove mayor sepenuhnya berkembang pada kawasan pasang surut, dapat membentuk tegakan

murni, beradaptasi terhadap salinitas melalui peneumatofora, embrio vivipar, mekanisme filtrasi dan ekskresi garam,

serta secara taksonomi berbeda dengan tumbuhan darat. Mangrove minor dibedakan oleh ketidak mampuannya membentuk tegakan murni, sedangkan tumbuhan asosiasi adalah tumbuhan yang toleran terhadap salinitas dan

dapat berinteraksi dengan mangrove mayor.

Tumbuhan yang ada di ekosistem mangrove antara lain (Acrostichum aureum), nipah (Nypa fruticansjangkang

(9)
[image:9.595.76.544.58.302.2]

Gambar 1. Peta Taman Nasional Sembilang (Dephut)

Morfologi Pohon

Tumbuhan memiliki keanekaragaman spesies yang besar dan ditunjukkan dengan adanya persamaan dan

perbedaan karakteristik atau sifatsifat tertentu dari suatu tumbuhan. Kesamaan karakteristik atau sifatsifat yang ada

pada tumbuhan dapat dijadikan acuan dalam melakukan klasifikasi tumbuhan. Klasifikasi tumbuhan biasanya

didasari atas 2 karakteristik utama tumbuhan, yaitu melalui ciri-ciri fisiologi dan morfologi. Ciri fisiologi meliputi

proses fisika kimia yang terjadi dalam tubuh tumbuhan, sedangkan ciri morfologi biasanya lebih sering digunakan di

lapangan untuk identifikasi pohon hutan, karena mencakup bentuk luar dan juga anatomi atau organografi pohon.

Bentuk Akar (Radik)

Pada tumbuhan mangrove sejati bentuk akar merupakan ciri utama dalam mengidentifikasi, ada tuju tipe

perakaran tumbuhan mangrove , yaitu:

Akar Pasak/Akar Napas (

Pneumatophores

);

Akar Lutut (

KneeRoots

);

Akar Tunjang (

Stilt -Roots

);

Akar Papan/Akar banir (

Plank-Roots/Butress

);

Akar Gantung (

Aerial-Roots

); dan

(10)
[image:10.595.75.536.56.334.2]

Gambar 2. Tipe Akar pada Tumbuhan Mangrove

Batangdan Percabangan

Secara morfologi, beberapa karakter batang yang perlu diamati meliputi bentuk batang, percabangan, dan kulit

batang yang diuraikan sebagai berikut :

Bentuk batang

Bulat (Teres), contoh: Tumuk (Bruguiera sp)

Pipih (Cladodia),

Bersegi (Angularis), dan atau

segiempat (quadrangularis).

Percabangan batang

Monopodial, batang lebih menonjol, tinggi dan besar dibandingkan dengan percabangannya.

Contoh: batang Durian (

Durio zibethinus

)

Sympodial, batang lebih pendek, atau tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan

pertumbuhan percabangannya. Contoh:

Achras zapota

(11)
[image:11.595.71.547.82.290.2]

Permukaan Kulit Batang

Gambar 3. Permukaan kulit batang Batang berlapis : Permukaan kulit batang berupa lapisan-lapisan tipis. Contoh :

Gelam (Melaleuca cajuputi).

Batang mulus/halus ; permukaan kulit batang halus dan tidak pecah atau berkerak. Contoh :

Batang beralur : Terdapat retk-retak yang membujur atau memanjang pada batang. Contoh :

Batang bersisik : kulit batang mengelupas membentuk lembaranlembaran tipis seperti sisik.

Contoh :

Batang kasar/menyerpih : permukaan kulit kasar dan lepas berbentuk serpihan, kulit seperti

lapuk. Contoh :

Daun (Folium)

Seperti batang, daun memiliki beberapa karakter utama yang penting dalam mengamati karakteristik daun, antara

lain :

Kedudukan daun pada batang (Phyllotaxis)

Pada setiap buku hanya ada satu lembar daun, dibedakan dalam beberapa posisi kedudukan

daun yakni: tersebar (folia sparsa), bergantian (folia disticha), berkumpul/roset (rosette).

Pada setiap buku terdapat dua lembar daun, disebut kedudukan daun berhadapan (opposite).

Pada setiap buku ada lebih dari dua helai daun, yang disebut berkarang (verticillata).

Bagian-bagian organ pokok daun

Tangkai daun (petiolus), pelepah daun (vagina) dan lembaran daun (lamina) merupakan organ pokok daun.

Daun dibedakan menjadi daun lengkap (folium completus) yaitu daun yang mempunyai ketiga organ daun, dan

daun yang tidak lengkap (folium incompletus). Bentuk umum lembaran daun (Circum scriptio), antara lain :

Bentuk jarum = needle shape/acerose (acerosus)

(12)

Bulat panjang = oblong (oblongus)

Lanset = lanceolate (lanceolatus)

Lanset terbalik = oblanceolate (oblanceolatus)

Bulat telur = ovate (ovatus)

Bulat telur terbalik = obovate (obovatus)

Jorong = oval (ovalis)

Bentuk ginjal = cordate (cordatus)

Bentuk hati terbalik = obcordate (obcordatus)

[image:12.595.75.548.258.578.2]

Bentuk ginjal = reniform (reniformis) Bentuk delta = deltoid (deltoideus) tuk tombak = hastate =

(hastatus) Bentuk anak panah = sagittate (sagittatus) Bentuk sudip = spathulate (spathulatus)

Bentuk belah ketupat = rhomboideus

Gambar 4. Bentuk Umum Daun

Bagian ujung daun (Apex)

Runcing = acute (acutus); lancip

Meruncing = acuminate (acuminatus); melancip

Tumpul = obtuse (obtusus)

Membulat = rotundate (rotundatus); membundar

Rata/rompang = truncate (truncatus)

Terbelah = retuse (retusus)

(13)

Bagian pangkal daun (Basis)

Menyempit = attenuate (attenuatus)

Tumpul = obtuse (obtusus)

Membulat = rotundate (rotundatus)

Rata/rompang = truncate (truncatus)

Seperti hati = cordate (cordatus)

Bentuk anak panah = sagittate (sagittatus)

Bentuk tombak = hastate (hastatus)

Seperti telinga = auriculate (auriculatus)

Tepi daun (Margo)

rata = entire (integer)

beriak = undulate (repandus)

berombak = sinuate (sinuatus)

bergerigi = serrate (serratus)

bergerigi ganda = doble serrate (biserratus)

bergigi = dentate (dentatus)

berlekuk menyirip = pinnately lobed (pinnati lobus)

berlekuk menjari = palmately lobed (palmati lobus)

bercangap menyirip = pinnately parted (pinnati partitus)

bercangap menjari = palmately parted (palmat partitus)

terbagi menyirip = pinnately divided (pinnati visus)

terbagi menjari = palmately divided (palmati divisus)

Lekukan atau torehan pinggir daun yang mempengaruhi bentuk daun

Berlekuk menyirip (pinnati lobus), lekukannya dangkal atau kurang dari setengah panjang tulang

daun sekundernya, contoh: daun terung (

Solanum melongena

).

Bercangap menyirip (pinnati fidus), lekukannya lebih dalam sekitar setengah dari panjang tulang

daun sekunder, contoh: daun Kalawi (

Artocarpus communis

).

Berbagi menyirip (pinnati partitus), lekukannya paling dalam hampir sepanjang tulang daun

sekundernya, contoh: daun

Acanthus illicifolius.

Berlekuk menjari (palmati lobus), lekukannya dangkal, contoh: daun Jarak (

Jatropha curcas

).

Bercangap menjari (palmati vidus), lekukannya lebih dalam, hampir setengah pertulangan daun

(14)

Berbagi menjari (palmati partitus), lekukannya paling dalam, hampir mencapai bagian dasar tulang

daun sekundernya, contoh: daun Ubi Kayu (

Manihot utilissima

).

Pertulangan daun (Nervatio)

Pertulangan menyirip = pinnate (pinnati nervis)

Pertulangan menjari = palmate (palmati nervis)

Pertulangan melengkung = curvate (curvi nervis)

Pertulangan sejajar = recti nervis

Permukaan daun (surfaces)

Licin atau gundul (laevis)

Mengkilat (nitidus), contoh:

Suram (opacus), contoh:

Berlapis lilin (pruinosus/glaucus), contoh:

Gundul (glabrous), permukaan daun tidak sedikitpun ditumbuhi bulu.

Kesat (scabrous), terdapat bulu-bulu pendek, rapat dan kaku dipermukaan daun.

Bersisik (lepidus), permukaan daun ditutupi oleh bintik- bintik halus dan rapat, biasanya jelas

dilihat dengan binoculer.

Bintik-bintik seperti bintang (stellate), permukaan daun dipenuhi oleh spot-spot seperti bintang,

biasanya berwarna lain dibandingkan dengan warna dasar daun.

Berambut abu-abu atau putih (canescent), permukaan daun ditutupi oleh rambut-rambut halus

berwarna abu-abu atau putih yang langsung memberikan warna permukaan daun tersebut.

Berbulu halus dan berkelompok (tomentose), permukaan daun ditutupi oleh bulu-bulu halus,

pendek sampai sedang.

Berbulu halus (lanatus), hampir sama dengan tomentose, tetapi bulubulunya semua sama panjang.

Berbulu halus dan berkelompok (tomentose), permukaan daun ditutupi oleh bulu-bulu halus,

pendek sampai sedang.

Berbulu halus (lanatus), hampir sama dengan tomentose, tetapi bulubulunya semua sama panjang.

Berbulu kelenjar (glandular), permukaan daun ditutupi oleh bulu- bulu kelenjar yang rapat.

Berambut miring (strigose), bulu-bulu pada permukaan daun dengan posisi miring.

Berbulu (pubescens), biasanya dikatakan kepada semua permukaan yang berbulu, atau lawan dari

glabrous.

Berambut halus (Villosus), permukaan daun ditutupi oleh rambut-rambut halus dan lembut.

(15)

Daun Majemuk

Daun majemuk merupakan daun yang berjumlah dua atau lebih helaian daun dalam satu tangkai daun,

Contohnya daun Patai (Parkia speciosa), dan daun Sungkai (

Peronema canescens

). Masing-masing helaian daun disebut anak daun (foliolum). Berdasarkan susunan anak daun pada tangkai daun majemuknya dibedakan 2 macam

daun majemuk yakni :

(16)

Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove

Sumatera Selatan

(17)

Daftar Jenis Tumbuhan Mangrove Taman

Nasional Sembilang

01 Lempupu/Api-api : (Acanthaceae) Avicennia marina (Forssk.) Vierh

19

02 Mentigi : (Acanthaceae) Avicennia officinalis L.

20

03 Nypah : (Arecaceae) Nypa fruticans Wurmb

21

04 Buta-Buta : (Euphorbiaceae ) Sebastiania commersoniana (Baill.) L.B.Sm. & Downs

22

05 Perapat Laut : (Lythraceae) Sonneratia alba Sm.

23

06 Nyereh : (Meliaceae) Xylocarpus granatum J.Koenig.

24

07 Laru : (Meliaceae) Xylocarpus moluccensis (Lam.) M.Roem

25

08 Serunai, gigi gajah : (Primulaceae) Aegiceras corniculatum (L.) Blanco.

26

09 Serunai : (Primulaceae) Aegiceras floridum Roem. & Schult.

27

10 Pakis Piei : (Pteridaceae) Acrostichum aureum L.

28

11 Tumuk : (Rhizophoraceae) Bruguiera gymnorhiza (L.) Lam

29

12 Lorosan : (Rhizophoraceae) Bruguiera parviflora (Roxb.) Wight & Arn. ex Griff.

30

13 Putut : (Rhizophoraceae) Bruguiera sexangula (Lour.) Poir.

31

14 Tinggih Kecil : (Rhizoporaceae) Ceriops decandra (Griffith) W. Theob.

32

15 Tingih : (Rhizoporaceae) Ceriops tagal (Perr.) C.B.Rob.

33

16 Pisang : (Rhizophoraceae) Kandelia candel (L.) Druce

34

17 Jangkang Pisang : (Rhizophoraceae) Rhizophora apiculata Blume

35

18 Jangkang Bugis : (Rhizophoraceae) Rhizophora mucronata Lam.

36

(18)

Acanthaceae (Verbenaceae)

Lempupu/Api-api

Avicennia marina (Forssk.) Vierh

Sinonim : Avicenniaalba Blume;

Avicennia balanophora Stapf & Moldenke

Perawakan :

Pohon kecil – sedang, tinggi mencapai 27 m dan dengan

diameter batang mencapai 75 cm . Batang dengan bintik

kecil hitam, memiliki akar napas seperti pensil.Daun

berbentuk jorong dengan ujung tumpul, pangkal lancip,

tep rata, permukaan atas daun hijau mengkilap,

permukaan bawah berwarna hijau abu-abu dan suram.

Bunga majemuk dengan 8-14 bunga setiap tangkai

tersusun dalam tandan, kuning-oranye. Bentuk buah

seperti kacang berwarna hijau keputihan, . tersusun dalam

bulir, ujung buah tumpul.

Biologi :

Reproduksinya bersifat kryptovivipary, yaitu biji tumbuh

menjadi kecambah dan keluar dari kulit biji saat masih

menggantung pada pohon induk, tetapi tidak tumbuh keluar

menembus kulit buah sebelum biji jatuh ke tanah.

Habitat :

Lempupu/Api-api tumbuh sepanjang pantai berlumpur yang

terlindung dan di sepanjang sungai pasang surut, juga di

rawa payau hingga ketinggian 50 m. Di TN Sembilang

ditemukan pada muara sungai.

Persebaran : Tersebar alami di Afrika Timur hingga

ke India, Indo-Cina, Jepang bagian selatan, New

Guinea, Australia utara dan Barat-Pasifik. Di Borneo

ditemukan di sepanjang pantai dari Sarawak, Sabah

dan Kalimantan Timur.

Potensi : Kayu digunakan sebagai kayu bakar, Buah

dapat dibuat keripik, daun digunakan sebagai obat

luka bakar.

Status konservasi : Menurut data dari IUCN,

Lempupu berada dalam status Least concern/LC

(19)

Acanthaceae

Mentigi

Avicennia officinalis L.

Sinonim : Avicenniaobovata Griff.; Avicenniaoepata Buch.-Ham.

Perawakan :

Pohon sedang , dengan tinggi 25 m dan diameter mencapai 50

cm (dbh). Memiliki jenis akar nafas (pneumatophores), akar

percabangan yang tumbuh dengan jarak teratur secara vertikal

dari akar horizontal yang terbenam di dalam tanah. Kulit kayu

bagian luar memiliki permukaan yang halus berwarna

hijau-keabu-abuan sampai abu-abu-kecoklatan serta memiliki

lentisel. Daun bundar telur atau lonjong berlawanan, ujung

bulat, dasar membulat, tebal, kasar, ujung tergulung di bawah,

permukaan atas mengkilap, bawah kelabu. Bunga berbau

busuk, corolla berbentuk lonceng, tubular, kuning atau

kuning-coklat, berubah menjadi jingga. Biologi :

Jenis Mangrove dari Genus Avicennia memiliki sistem

reproduksi bersifat kryptovivipary, yaitu biji tumbuh keluar dari

kulit biji saat masih menggantung pada tanaman induk, tetapi

tidak tumbuh keluar menembus buah sebelum biji jatuh ke

tanah.

Habitat :

Ditemukan di sepanjang pantai di hutan bakau dan di

sepanjang sungai pasang surut, juga di pantai berpasir dan di

rawa hingga ketinggian 50 mdpl.

Persebaran : Tersebar di Bangladesh, India, Indonesia, Malaysia, Brunei, Myanmar, Philippines,

Singapore, Sri Lanka, Thailand, Viet Nam, hingga

Papua New Guinea bagian selatan

Potensi : Pemanfaatan api-api untuk bagian kayu

merahu dapat digunakan sebagai bahan bakar. Buah

dapat dimakan, buah dan biji Avicennia officinalis

dapat digunakan sebagi tonik

Status konservasi : Menurut data dari IUCN, Lempupu

berada dalam status Least concern/LC dengan trend

(20)

Arecaceae

Nipah

Nypa fruticans Wumb.

Sinonim :

Perawakan :

Batang menjalar di tanah membentuk rimpang yang terendam lumpur. Hanya

daunnya yang muncul di atas tanah, sehingga tampak seolah tak berbatang.

Akar serabut panjang hingga belasan meter. Daun majemuk menyirip,

tumbuh pada ujung rimpang, panjang mencapai 9 m, tangkai daun sekitar

1-1,5 m. Daun muda hijau kekuningan, tua hijau. Bunga majemuk muncul dari

ketiak daun, bunga betina terkumpul di ujung tangkai bentuk kepala

diameter 25 – 30 cm, merah kecoklatan dengan tangkai panjang mencapai

70 cm, bunga jantan tersusun dalam malai degan tangkai pendek, merah jingga atau kuning pada cabang bawahnya. Buah nipah bulat telur dan

gepeng dengan 2-3 rusuk, berwarna

coklat kemerahan. Panjang buahnya

sekitar 13 cm dengan lebar 11 cm.

Buah berkelompok membentuk bola

berdiameter sekitar 30 cm. Dalam

satu tandan, dapat terdiri antara

30-50 butir buah.

Biologi :

Tumbuh dengan rata-rata suhu minimum 20°C pada daerah pertumbuhan dan maksimum 32-35°C. Iklim optimum

agak lembab sampai lembab dengan curah hujan lebih dari 100 mm per bulan sepanjang tahun. Tumbuh subur hanya

pada lingkungan air yang asin.

Habitat :

Tumbuh di bagian belakang hutan bakau, terutama di dekat

aliran sungai yang memasok lumpur ke pesisir. Palma ini dapat tumbuh di wilayah yang agak tawar, sepanjang masih

terpengaruh pasang surut air laut yang mengantarkan

buah-buahnnya mengapung

Persebaran : Tersebar mulai Sri Lanka, Bangladesh, Brunei Darussalam, Kamboja, China (Pulau Hainan), India,

Indonesia, Jepang (Pulau Iriomote), Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam, Australia bagian barat

laut dan timur laut, Mikronesia, Guam, Palau, Papua New Guinea, dan Kepulauan Solomon.

Potensi : Hampir seluruh bagian tumbuhan ini dimanfaatkan, Buah bisa dimakan, daun untuk atap rumah, akar

sebagai bahan obat-obatan, tangkai daun untk bahan makanan, dan malai bahan minuman.

Status konservasi : Populasi di alam masih cukup banyak sehingga tiak dilindungi, namun dengan pemanfaatan yang

(21)

Euphorbiaceae

Buta-buta

Sebastiana commersoniana (BailL) Downs.

Sinonim : Excoecariaglauca Parodi; Excoecariadiscolor Spreng.

Perawakan :

Pohon merangas kecil dengan ketinggian

15 m. Kulit kayu berwarna abu-abu, halus,

tetapi memiliki bintil. Akar menjalar di

sepanjang permukaan tanah, seringkali

berbentuk kusut dan ditutupi oleh lentisel.

Batang, dahan dan daun memiliki getah

(Warna putih dan lengket) yang dapat

mengganggu kulit dan mata. Daun hijau tua dan akan berubah

menjadi merah bata sebelum rontok, tepi daun bergerigi halus, ada 2

kelenjar pada pangkal daun. Daun tunggal dan letak bersilangan,

berbentuk elips dan ujung meruncing. Memiliki bunga jantan atau

bunga betina saja, tidak pernah keduanya. Bunga jan tan (tanpa

gagang) lebih kecil dari betina dan menyebar di sepanjang tandan.

Tandan bunga jantan berbau, tersebar, berwarna hijau, terletak di

ketiak daun dan berbulir. Buah berbentuk seperti bola dengan 3

tonjolan, warna hijau, permukaan kulit berisi biji berwarna coklat tua.

Biologi :

Perbungaan terjadi sepanjanga tahun. Penyerbukan dilakukan oleh

serangga, khususnya lebah.

Habitat :

Sepanjang pantai di hutan bakau dan di sepanjang sungai pasang surut, tetapi juga di pantai berpasir dan di rawa-rawa hingga 50 m

ketinggian. Tumbuhan ini sepanjang tahun memerlukan masukan air

tawar dalam jumlah besar. Umumnya ditemukan pada bagian pinggir

mangrove dan kadang-kadang di atas batas air pasang.

Persebaran : Tumbuh di sebagian besar wilayah Asia Tropis, termasuk

Indoonesia, dan di Australia.

Potensi : Akar dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi. Kayu digunakan

untuk bahan ukiran dan dapat digunakan sebagai bahan pembuat kertas yang

bermutu baik. Getah untuk membunuh ikan. Getah putihnya beracun dan

dapat menyebabkan kebuataan sementara, sesuai dengan namanya,

Buta-buta.

Status konservasi : keberadan populasinya melimpah di alam dan tidak

(22)

Lythraceae

Perepat Laut

Sonneratia alba Sm.

Sinonim : -

Perawakan :

Pohon sedang dengan tinggi hingga 20 m, dan ukuran

diameter sebesar 20 cm (dbh). Kulit batang berwarna

krem hingga cokelat dengan retak-retak halus di

permukaannya. Memiliki sistem perakaran berupa akar

pasak/nafas (pneumatophore) berbentu kerucut. Daun

tebal berbentuk bundar telur yang berwarna hijau cerah

dan letaknya berhadapan (opposite). Buah berbentuk

bola yang berwarna hijau keabu-abuan dengan

diameter 5-7,5 cm. Bunga berwarna putih berbenang

sari cukup banyak, terdapat diujung-ujung ranting dan

berwarna putih. Buah kasar dengan berbentuk bintang,

Mengandung 100 -150 biji kecil yang berwarna putih

dan gepeng.

Biologi :

mampu menyimpan kadar garam yang tinggi pada

daun-daun tua, sehingga konsentrasi garam pada daun-daun muda akan berkurang. Kadar garam akan dikeluarkan dari

pohon bersamaan dengan gugurnya daun-daun tua.

Berbunga sepanjang tahun (antara 3-4 bulan), berbuah

pada Mei – Juni dan Oktober – November, dengan

pembuahan sampai masak hingga 2-3 bulan.

Habitat :

ditemukan pada daerah estuaria sepanjang pantai di hutan bakau dan di sepanjang sungai pasang surut yang

berbatasan antara muara sungai dengan substrat yang

berpasir., tetapi juga di rawa-rawa hingga di ketinggian 50

mdpl.

Persebaran : Spesies ini tersebar luas dan ditemukan di Afrika

Timur, Seychelles dan Madagaskar, India, Sri Lanka dan di seluruh Asia Tenggara hingga daerah tropis Australia,

Kaledonia Baru, Palau, Feder, Kepulauan Marshall, Papua Nugini, Kepulauan

Solomon, Vanuatu, Kirabati, dan China (Pulau Hainan).

Potensi : Kayu digunakan dalam pembuatan perahu, kulit batang untuk obat

luka dan diare, dan buah digunakan untuk bahan makanan pembuatan cuka

(23)

Meliaceae

Nyirih

Xylocarpus granatum J. Koenig

Sinonim : Amoora solomoniensis C.DC.; Carapa carnulosa (Zoll. &

Mor.) Kurz

Perawakan :

Pohon tinggi mencapai 8-20 m, memiliki diameter sebesar 25

cm (dbh). Akar papan yang melebar ke samping, dan banir

(buttress), yang mana struktur akar seperti papan dan

memanjang secara radial dari pangkal batang. Batang seringkali

berlubang, khususnya pada pohon yang lebih tua. Kulit kayu

berwarna coklat muda-kekuningan, tipis dan mengelupas,

sementara pada cabang yang muda, kulit kayu berkeriput. Letak

daun majemuk, berseling yang mana anak daun biasanya terdiri

dari 2 pasang. Daun berbentuk elips hingga bundar telur dengan

panjang 7 – 12 cm. Bunga nyirih memiliki 8 – 20 bunga

pertangkai, petal berjumlah 4 dengan warna krem sampai putih

kehijauan, kelopak bunga berjumlah 4 dengan warna hijau

kekuningan. Buah seperti bola (kelapa), berkulit hijau- kecoklatan.

Biologi :

Berbunga pada saat musim penghujan tiba, bunga diserbuki oleh

serangga dan lebah. Biasanya hanya satu buah berkembang

per-perbungaan. Dalam kondisi alami, benih-benih Xylocarpus

granatum mengapung di bawah permukaan air dan disebarkan oleh arus laut.

Habitat :

Tumbuh di sepanjang pinggiran sungai pasang surut, pinggir daratan dari mangrove, dan lingkungan payau lainnya

yang tidak terlalu asin. Seringkali tumbuh mengelompok dalam jumlah besar.

Persebaran : Jenis ini ditemukan di wilayah Asia Selatan hingga Asia Tenggara seperti Bangladesh, Brunei

Darussalam, China (Hainan Island), India, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Philippines, Singapore, Sri Lanka, Thailand,

Viet Nam, and Cambodia., hingga wilayah Australia, Papua Nugini dan Afrika bagian selatan dan timur.

Potensi : Minyak dari bijinya bisa untuk minyak rambut,

juga bermanfaat sebagai obat gatal, obat luka, dan

pereda demam. Biji buah nyirih dimanfaatkan untuk bedak lulur. Bijinya juga bermanfaat sebagai obat gatal,

obat luka, dan pereda demam

Status konservasi : spesies yang umum dan tersebar luas

, meskipun tidak ada informasi spesifik mengenai

populasi jenis ini, namun bisa diasumsikan adanya

(24)

Meliaceae

Laru

Xylocarpus moluccensis (Lam.) M. Roem

Sinonim : Xylocarpus mekongensis Pierre

Perawakan :

Pohon yang memiliki tinggi antara 5-20 m dengan diameter 15

cm (dbh). Memiliki akar nafas mengerucut membentuk cawan.

Kulit kayu halus, pada batang utama memiliki

guratan-guratan permukaan yang tergores dalam. Susunan daun

berpasangan (2-3 pasang tiap tangkai) dan ada yang sendiri,

daun majemuk dan berlawanan. Bentuk elips-bundar telur,

ujung meruncing. Bunga terdiri dari bunga jantan dan betina,

tandan bunga muncul dari ujung ranting, formasi bergerombol

acak. Daun mahkota 4 putih kekuningan, lonjong, tepinya

bundar. Kelopak bunga 4, hijau kekuningan. Buah berwarna

hijau , bulat seperti jambu bangkok, permukaan berkulit dan

didalamnya terdapat 4-10 kepingan biji berbentuk tetrahedral.

Biologi :

Puncak berbunga terjadi selama bulan september dan oktober

sebelum fase gugur, sementara musim berbuah pada periode

Desember hingga februari. Habitat :

Merupakan Jenis mangrove sejati di hutan pasang surut,

pematang sungai pasang surut, serta tampak di sepanjang

pantai, serta lingkungan payau yang tidak terlalu asin.

Seringkali tumbuh mengelompok dalam jumlah besar.

Persebaran :Ditemukan di Asia Selatan, termasuk

Bangladesh, Brunei Darussalam, India, Indonesia, Malaysia,

Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, dan

Kamboja, di Australia dan Papua Nugini.

Potensi : Kayu untuk kayu bakar, bahan rumah, dan perahu.

Biji untuk bahan obat-obatan sakit perut. Tanin kulit kayu digunakan membuat jala dan sebagai obat pencernaan.

Status konservasi : Laru termasuk jenis yang tidak

dilindungi, mengingat populasinya masih cukup banyak di

alam. Namun menurut data IUCN, populasi jenis ini

(25)

Primulaceae

Serunai/Gigi gajah

Aegiceras corniculatum (L.) Blanco.

Sinonim : Xylocarpus mekongensis Pierre

Perawakan :

Semak atau pohon kecil yang selalu hijau (Evergreen) dan tumbuh

lurus dengan ketinggian 4-6 m. Akar menjalar di permukaan tanah.

Kulit kayu abu-abu coklat kemerahan, bercelah, ada lentisel. Daun

bagian atas terang berwarna hijau mengkilat dan hijau pucat di

bagian bawah, seringkali bercampur warna agak kemerahan.

Daunnya berselang berbentuk oval-elips. Bunga bergerombol dalam

satu tandan seperti terompet/lampion dengan masing-masing

tangkai atau gagang, mahkota 5 berwarna putih, kelopak 5 helai

berwarna hijau. Buah berwarna hijau hingga merah jabon (apabila

sudah matang), permukaan halus, membengkok seperti sabit.

Biologi :

Perbungaan terjadi sepanjang tahun, dan kemungkinan diserbuki

oleh serangga. Biji tumbuh secara vivipar, dimana embrio muncul

melalui kulit buah ketika buah membesar rontok biasanya segera

tumbuh sekelompok anakan dibawah pohon dewasa.

Habitat :

Tumbuh di tepi daratan mangrove yang tergenang oleh pasang naik

yang normal, serta di bagian tepi dari jalur air payau.

Persebaran : Tersebar Sri Lanka, Malaysia, seluruh

Indonesia, Papua New Guinea, Cina selatan, Australia

dan Kepulauan Solomon.

Potensi : Kulit kayu yang berisi saponin digunakan

untuk racun ikan. Bunga digunakan sebagai hiasan

karena wanginya. Kayu untuk arang dan daun muda

dapat dimakan.

Status Konservasi : Serunai/gigi gajah termasuk spesies

yang tidak dilindungi, mengingat populasinya masih cukup

banyak di alam. Namun menurut data IUCN spesies ini

berstatus Least concern, populasi spesies ini mengalami

tren menurun dengan adanya pengembangan

(26)

Primulaceae

Serunai

Aegiceras floridum Roem. & Schult.

Sinonim :

-Perawakan :

Semak atau pohon kecil yang selalu hijau dan tumbuh lurus

dengan ketinggian mencapai 4 m. Akar menjalar di

permukaan tanah. Kulit batang bagian luar berwarna

abu-abu hingga coklat, berselah dan memiliki sejumlah lentisel.

Daun bagian atas terang dan hijau mengkilat, bagian bawah

hijau pucat kadang kemerahan. Kelenjar pembuangan

garam terletak pada permukaan daun dan gagang daun.

Daun tunggal & bersilangan, bentuk bundar telur terbalik,

ujung membundar. Dalam satu tandan banyak bunga yang

bergantungan, letak diujung tangkai bunga. Buah berwarna

hijau hingga merah, bentuk agak lurus, berisi satu biji

memanjang dan cepat rontok.

Biologi :

Perbungaan terjadi sepanjang tahun.

Habitat :

Tumbuh di daerah mangrove, pada tepi pantai berpasir

hingga tepi sungai, tercatat pula tumbuh pada substrat

berkarang. Toleran terhadap salinitas yang tinggi.

Persebaran : Tersebar Sumatera, Kalimantan Utara, Jawa

Timur, Bali, Maluku, Sulawesi, seluruh Filipina - Indo Cina.

Potensi : Kayu untuk arang dan digunakan sebagai kayu bakar.

Status Konservasi : Serunai termasuk spesies yang keberadaannya

di alam sudah mulai terancam karena sudah sangat jarang di

(27)

Pteridaceae

Pakis piei

Acrostichum aureum L.

Sinonim : Acrostichuminaequale Willd. ; Acrostichumguineense Gaudich.

Perawakan :

Ferna berbentuk tandan di tanah, besar, tinggi hingga 4 m.

Batang timbul dan lurus, ditutupi urat besar. Menebal di

bagian pangkal, coklat tua, peruratan tipis, pucat, ujung

tipis, bercampur dengan urat yang sempit dan tipis. Daun

panjang 1-3 m, tidak lebih dari 30 pinak daun. Pinak daun

letaknya berjauhan dan tidak teratur. Pinak daun terbawah

selalu terletak jauh dari yang lain dan memilliki gagang.

Ujung daun fertil berwarna coklat seperti karat. Bagian

Bawah daun tertutup seragam oleh sporangia yang besar.

Duri banyak, berwarna hitam. Peruratan daun menyerupai

jaring. Sisik yang luas, hanya terdapat di bagian pangkal

dari gagang, menebal di tengah. Spora besar berbentuk

tetrahedral.

Biologi : Tumbuh dengan mudah di kawasan mangrove,

berkembang biak dengan spora.

Habitat :

Tumbuh di mangrove dan pematang tambak, sepanjang kali

dan sungai payau. Toleransi terhadap genangan air laut.

Biasa terdapat pada habitat yang sudah rusak.

Persebaran : Tersebar di kepulauan karibean, di Selatan dan

Tenggara, di Australasia, dan di timur dan barat afrika

Potensi : Akar rimpang dan daun tua digunakan sebagai obat.

Daun digunakan sebagai alas ternak.

Status Konservasi : Keberadaannya di alam sangat

melimpah, populasi sangat mudah meningkat dan

berkoloni di area yang kosong. Data dari IUCN status

(28)

Rhizophoraceae

Tumuk

Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam.

Sinonim : Bruguieracapensis Blume

Bruguieraconjugata (L.) Merr.

Perawakan :

Tinggi pohon mencapai ketinggian 30 – 35m dengan

diameter batang 15 – 35 cm (dbh). Akarnya membentuk

akar papan dan melebar ke samping tetapi juga memiliki

sejumlah akar lutut. Batang umumnya berwarna abu-abu

sampai hitam, memiliki lentisel yang besar dengan

percabangan simpodial. Kulit kayu memiliki lentisel,

permukaannya halus hingga kasar berwarna abu-abu tua

sampai coklat. Daun umumnya berwarna hijau tua,

berbentuk elips, licin, dan tebal. Ujung daun meruncing,

berwarna hijau pada bagian atas dan hijau kekuningan

pada bagian bawah tanpa bercak-bercak hitam. Daun

tunggal dan berlawanan. Bunga ditempatkan di ketiak

daun, bergelantungan dan soliter. Helai mahkota

berwarna putih dan coklat jika sudah tua. Kelopak bunga

berwarna merah hingga merah muda. Buah berwarna hijau gelap hingga ungu dengan bercak coklat,

permukaan buah licin, buah berbentuk silinder memanjang

Biologi :

Regenerasi seringkali dalam jumlah yang terbatas. Bunga dan buah

terdapat sepanjang tahun. Bunga relatif besar, memiliki kelopak bunga berwarna kemerahan dan menggantung,

mengundang bururng untuk melakukan penyerbukan.

Habitat :

Umum dijumpai di hutan mangrove karena merupakan spesies

dominan dan mencirikan perkembangan tahap akhir dari hutan

pantai, juga tumbuh pada tepian daratan dari hutan mangrove,

sepanjang tambak dan serta sungai pasang surut dan air payau.

Persebaran : Tersebar dari Afrika Timur dan Madagaskar hingga

Sri Lanka, Malaysia dan Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat

dan Australia Tropis.

Potensi : Kayunya yang berwarna merah digunakan untuk kayu bakar dan pembuatan arang.

Status Konservasi : Keberadaannya di alam sangat melimpah

dan tersebar luas, tidak termasuk spesies yang dilindungi.

(29)

Rhizophoraceae

Bruguiera parviflora (Roxb.) Wight & Arn. ex Griff.

Sinonim : Bruguieracapensis Blume

Bruguieraconjugata (L.) Merr.

Perawakan :

Pohon kecil, tinggi dapat mencapai 20 m (jarang). Kulit

kayu kasar, burik, berwarna abu-abu hingga coklat tua,

bercelah dan agak membengkak di bagian pangkal

pohon. Akar lutut dapat mencapai tinggi 30 cm. Daun

tunggal dan berlawanan, bentuk elips, ujung

meruncing. Terdapat bercak hitam di bagian bawah

daun dan berubah menjadi hijau-kekuningan ketika

usia bertambah. Bunga mengelompok diujung tandan,

terletak di ketiak daun secara berkelompok. Helai

mahkota berwarna putih-kekuningan, berambut di

tepinya. Kelopak bunga menggelembung warna hijau

kekuningan, pada bagian bawah berbentuk tabung.

Buah melingkar spiral, hipokotil silindris, agak

melengkung dan permukaan halus dengan warna hijau

kekuningan.

Biologi :

Perbungaan terjadi di bulan juni hingga september, dan

berbuah di bulan september hingga desember. Bunga

dibuahi oleh serangga yang terbang pasa siang hari, seperti kupu-kupu.

Habitat :

Jenis ini membentuk tegakan monospesifik pada areal yang tidak sering tergenang. Individu yang terisolasi juga

ditemukan tumbuh di sepanjang alur air dan tambak tepi pantai. Pada substrat lumpur, pasir, tanah payau dan

bersalinitas tinggi.

Persebaran : Tersebar Dari India, Seluruh Asia Tenggara (termasuk Indonesia)

hingga Australia utara.

Potensi : Kayunya digunakan untuk kayu bakar.

Status Konservasi :

Keberadaannya di alam sangat

melimpah dan tersebar luas

namun terfragmentasi, tidak

termasuk spesies yang dilindungi.

Menurut data IUCN masih dalam

(30)

Rhizophoraceae

Putut

Bruguiera sexangula (Lour.) Poir.

Sinonim : Bruguieraaustralis A.Cunn. ex Arn.

Perawakan :

Pohon yang memiliki tinggi mencapai 30 m. Kulit kayu coklat

muda-abu-abu, halus hingga kasar, terdapat sejumlah lentisel

berukuran besar, dan pangkal batang yang membengkak. Akar

lutut, kadang akar papan. Daun sedikit tebal, berkulit, dan

memiliki bercak hitam di bagian bawah letak sederhana dan

berlawanan, bentuk elips dan ujungnya meruncing. Bunga

diletakkan di ketiak daun secara soliter (1 bunga per tandan). Daun

mahkota berwarna putih dan kecoklatan jika tua, kadang berambut

halus pada tepinya. Kelopak bunga warna kuning kehijauan atau

kemerahan atau kecoklatan. Hipokotil buah menyempit di kedua

ujung.

Biologi :

Perbungaan terjadi sepanjang tahun. Bunganya besar diserbuki

oleh burung. Hipokotil disebarkan melalui air.

Habitat :

Tumbuh di sepanjang jalur air dan tambak pantai, pada berbagai

tipe substrat

yang tidak

sering

tergenang dan

biasanya

tumbuh pada kondisi yang

lebih basah

dibanding B. gymnorrhiza. Kadang-kadang terdapat pada

pantai berpasir. Toleran terhadap kondisi air asin, payau dan

tawar.

Persebaran : Tersebar Dari India, Seluruh Asia Tenggara

(termasuk Indonesia) hingga Australia utara.

Potensi : Kayunya digunakan untuk kayu bakar, tiang dan

arang, buah digunakan untuk menngobati penyakit herpes dan

akar serta daunnya untuk mengatasi kulit terbakar

Status Konservasi : Keberadaannya di alam sangat melimpah dan tersebar luas, tidak termasuk spesies yang

(31)

Rhizophoraceae

Tingih Kecil

Ceriops decandra (Griffith.) Ding Hou.

Sinonim : Bruguieradecandra Griff. ; Ceriopscandolleana Náves

Perawakan :

Pohon atau semak kecil dengan ketinggian hingga 15 m. Kulit

kayu berwarna coklat, jarang berwarna abu-abu atau putih kotor,

permukaan halus, rapuh dan menggelembung di bagian pangkal.

Daun hijau mengkilap, sederhana letak berlawanan, bentuk

elips-bulat memanjang dengan ujung membundar. Bunga

mengelompok, menempel dengan gagang yang pendek, tebal

dan bertakik. Diletakkan di ketiak daun, dengan 2-4 bunga

perkelompol. Daun mahkota 5, putih dan kecoklatan jika tua,

kadang berambut halus pada tepinya. Hipokotil (Propagul) berbentuk silinder, ujungnya menggelembung tajam dan berbintil,

warna hijau hingga coklat. Leher kotilodon jadi merah tua jika sudah

matang/ dewasa, hipokotil: panjang 15 cm dan diameter 8-12 mm.

Biologi :

Perbungaan terjadi sepanjang tahun.

Habitat :

Tumbuh tersebar di sepanjang hutan pasang surut, akan tetapi

lebih umum pada bagian daratan dari perairan pasang surut dan

berbatasan dengan tambak pantai. Menyukai substrat pasir atau

lumpur.

Persebaran : Tersebar Dari India, hingga indocina,

Malaysia, Indonesia, Papua Nugini, Filipina dan

Australia

Potensi : Kayunya digunakan untuk bahan

bangunan, bantalan kereta api serta pegangan

berbagai perkakas bangunan. Kulit kayu untuk tanin

serta bahan pewarna.

Status Konservasi : Keberadaannya di alam sudah relatif

jarang an mengalami penurunan populasi. Menurut data

(32)

Rhizophoraceae

Tingih

Ceriops tagal (perr.) C.B.Rob.

Sinonim : Rhizophora tagal Perr.

Perawakan :

Pohon kecil atau semak dengan ketinggian mencapai 25 m.

Kulit kayu berwarna abu-abu, kadang-kadang coklat, halus

dan pangkalnya menggelumbung. Pohon seringkali memiliki

akar tunjang yang kecil. Daun hijau mengkilap mengkilapdan

sering memiliki pinggiran yang melingkar ke dalam.

Sederhana dan letak berlawanan. Bentuk bulat telur

terbalik-elips, ujung membundar. Bunga mengelompok di ujung

tandan. Gagang bunga panjang dan tipis, ber-resin pada

ujung cabang baru atau pada ketiak cabang yang lebih tua,

terletak di ketiak daun, 5-10 bunga per kelompok. Bunga

dengan tabung kelopak yang melengkung. Hipokotil berbintil,

berkulit halus, sedikit menggelembung dan seringkali agak

pendek. Leher kotiledon menjadi kuning jika sudah

matang/dewasa.

Biologi :

Perbungaan terjadi sepanjang tahun.

Habitat :

Membentuk belukar yang rapat pada pinggir daratan dari hutan

pasang surut dan pada areal yang tergenang oleh pasang tinggi

dengan tanah memiliki sistem pengeringan baik. Juga terdapat di

sepanjang tambak. Menyukai substrat tanah liat, dan kemungkinan

berdampingan dengan C. decandra

Persebaran : Tersebar

Dari Mozambik hingga

Pasifik barat, termasuk Australia Utara, Malaysia dan Indonesia.

Potensi : Kayu bermanfaat untuk bahan bangu nan, bantalan rel kereta api dan

pegangan perkakas. Bahan kayu bakar yang aik serta merupakan salah satu

kayu terkuat diantara jenis-jenis mangrove.

Status Konservasi : Keberadaan dan kelimphan populasinya banyak, belum

termasuk jenis yang dilindungi. Data dari IUCN berstatus Least Concern dengan

(33)

Rhizophoraceae

Pisang

Kandelia candel

(L.) Sinonim : Rhizophoracandel L.

Perawakan :

Semak atau pohon kecil dengan tinggi mencapai 7 m dengan pangkal

batang yang lebih tebal. Tanpa berakar nafas. Kulit kayu berwarna

keabu-abuan hingga coklat-kemerahan, permukaan halus dan memilliki lentisel. Daun tunggal, bersilangan, pinggir mengkerut

kedalam, bentuk elips-bulat memanjang, ujung membundar hingga

meruncing. Bunga Majemuk (4-9) berwarna putih, kelopak tabung

bunga melebihi bakal buah dan memiliki cuping sejajar yang

melengkung ketika bunga mekar penuh. Buah hijau berbentuk oval.

Hipokotil (Propagul) silindris panjangnya 15-40 cm.

Biologi :

Perbungaan terjadi sepanjang tahun.

Habitat :

Tumbuh banyak pada pematang sungai pasang surut. Menempati relung

yang sempit.

Persebaran : Tersebar dari Timur Laut Sumatera,

Kalimantan Barat dan Utara. India, Burma, Thailand,

Indo Cina, Cina, Taiwan, Jepang Selatan dan Malaysia.

Potensi : Kayu bermanfaat untuk bahan kayu bakar

Status Konservasi : Keberadaan dan kelimpahan sudah

sangat terbatas dan jarang, namun belum termasuk

(34)

Rhizophoraceae

Jangkang Pisang

Rhizopora apiculata Blume.

Sinonim : Rhizophoracandelaria DC.

Perawakan :

Pohon dengan ketinggian mencapai 30 m dengan diameter mencapai

50 (dbh). Memiliki perakaran yang khas hingga mencapai ketinggian 5

m, dan kadang-kadang memiliki akar yang keluar dari cabang. Kulit kayu berwarna abu-abu tua dan berubah-ubah. Daun berkulit, tunggal,

berlawanan, elips menyempit, ujung meruncing, hijau muda pada

bagian tengah, kemerahan di bagian bawah.Bunga kemerahan di

bagian bawah. Bunga biseksual, majemuk (2 bunga per kelompok),

kepala bunga kekuningan, terletak di ketiak daun, warna kuning

kecoklatan dan melengkung. Buah kasar berbentuk bulat memanjang,

warna coklat, berisi satu biji fertil. Hipokotil (Propagul) silindris,

berbintil, berwarna hijau jingga. Leher kotilodon berwarna merah jika

sudah matang, hipokotil panjang 18-38 cm dan diameter 1-2 cm.

Biologi :

Pertumbuhan lambat. Perbungaan terjadi sepanjang tahun, namun

puncak berbunga terjadi pada bulan April hingga Mei. Pematangan

hipokotil (propagul) terjadi pada Januari hingga Februari. .

Percabangan akarnya dapat tumbuh secara abnormal karena gangguan

kumbang yang menyerang ujung akar. Kepiting dapat juga menghambat

pertumbuhan jenis ini karena mengganggu kulit akar anakan.

Habitat :

Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam, dan tergenang pada saat pasang normal. Tidak menyukai substrat yang lebih

keras yang bercampur dengan pasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh di suatu lokasi. Di

taman Nasional Sembilang sendiri pun, populasi

jenis ini seringkali mendominasi suatu area.

Menyukasi perairan pasang surut ya ng memiliki

pengaruh masukan air tawar yang kuat secara

permanen.

Persebaran : Tersebar di Sri Lanka, seluruh Malaysia dan Indonesia hingga Australia Tropis dan

Kepulauan Pasifik.

Potensi : Kayu bermanfaat untuk bahan kayu

bakar, bahan bangunan dan arang. Kulit kayu

berisi 30% tanin.

Status Konservasi : kelimpahan populasinya

banyak, belum termasuk jenis yang dilindungi.

(35)

Rhizophoraceae

Jangkang Bugis

Rhizopora mucronata

Lam.

Sinonim : Mangiumcandelarium Rumphius, Rhizophoracandelaria Wight & Arn.

Perawakan :

Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang mencapai 30

m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm (dbh), kulit kayu

berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal.

Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabanga

bagian bawah. Daun berkulit, gagang berwarna hijau. Pinak

daun terletak pada pangkal gagang daun. Daun tunggal, letak

berlawanan, bentuk elips melebar hingga bulat memanjang,

ujung meruncing. Bunga bersifat biseksusal, masing-masing

menempel pada gagang indovidu. Diletakkan di ketiak daun,

dengan 4-8 bbunga per kelompok. Daun mahota ada 4 berwarna putih dan ada rambut, kelopak bunga ada 4, kuning

pucat, benang sari tak bertangkai. Buah lonjong/panjang

hingga berbentuk telur, berwarna hijau-kecoklatan, seringkali

kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal. Hipokotil (propagul)

silindris kasar dan berbintil.

Biologi :

Perbungaan terjadi sepanjang tahun, namun puncak berbunga

teramati selam bulan Oktober hingga Desember. Pematangan

hipokotil (propagul) terjadi pada Januari hingga Maret. Anakan

seringkali dimakan oleh kepiting, sehingga menghambat

pertumbuhan.

Habitat :

Di areal yang sama dengan R.apiculata tetapi lebih toleran terhadap

substrat yang lebih keras dan pasir. Pada umumnya tumbuh dalam

kelompok, dekat atau pada pematang sungai pasang surut dan di

muara sungai, jarang sekali tumbuh pada daerah yang jauh dari air

pasang surut.

Persebaran : Tersebar di Arfika Tiur, Madagaskar, Mauritania, Asia Tenggara, seluruh Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia.

Potensi : Kayu bermanfaat untuk bahan bakar dan arang. Tanin

dari kulit kayu digunakan untuk pewarnaa.

Status Konservasi : kelimpahan populasinya banyak, belum

termasuk jenis yang dilindungi. Data dari IUCN berstatus Least Concern.

(36)

Rubiaceae

Perepat Lanang

Scyphiphora hydrophyllacea

C. F. Gaerin Sinonim : Epithiniamalayana Jack, Scyphiphoramalayana (Jack) Bedd.

Perawakan :

Semak tegak (Evergreen), seringkali memiliki

banyak cabang, ketinggian mencapai 3 m.

Kulit kayu kasar berwarna coklat, cabang

muda memiliki resin, terkadang terdapat akar tunjang pada individu yang besar. Daun

berkulit dan mengkilap. Pinak daun

berkelenjar, terletak pada pangkal tangkai

daun membentuk tutup berambut, tangkai

daun lurus. Daun tunggal dan berlawanan,

bentuk bundar telur terbalik dengan ujung

daun membundar. Bunga berwarna putih,

hampir tak bertangkai, biseksual, terdapat di tandan,

diletakkan di ketiak daun, 3-7 bunga per kelompok, daun

mahkota ada 4-5 putih-agak merah, berbentuk elips,

berambut kasar. Kelopak bunga berbentu mangkok, terdiri

4-5 dan bawahnya seperti tabung. Buah silindris, berwarna

hijau hingga coklat, berurat memanjang dan memiliki sisa

daun kelopak bunga. Tidak membuka ketika matang.

Biologi :

Perbungaan terdapat sepanjang tahun, kemungkinan diserbuki sendiri atau oleh serangga. Nektar diproduksi oleh

cakram kelenjar pada pangkal mahkota bunga. Buah teradaptasi dengan baik untuk penyebaran oleh air karena

kulir buahnya yang ringn dan mengapung.

Habitat :

Tumbuh pada substrat lumpur, pasir dan karang pada tepi daratan mangrove atau pada pematang dan dekat jalur air. Nampaknya tidak

toleran terhadap penggenangan air tawar dalam waktu yang lama dan

biasanya menempati lokasi yang kerap tergenang oleh pasang surut.

Persebaran : Tersebar di India, Sri Lanka, Malaysia, seluruh Indonesia,

Papua New Guinea, Filipina, Kepulauan Salomon dan Australia Tropis.

Potensi : Kayu dapat digunakan untuk peralatan makan, seperti

sendok. Daun dapat digunakan untuk mengatasi sakit perut.

Status Konservasi : kelimpahan populasinya banyak, belum termasuk

Gambar

Gambar 1. Peta Taman Nasional Sembilang (Dephut)
Gambar 2. Tipe Akar pada Tumbuhan Mangrove
Gambar 3. Permukaan kulit batang Batang berlapis : Permukaan kulit batang berupa lapisan-lapisan tipis
Gambar 4. Bentuk Umum Daun

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian tentang kualitas laba dilakukan oleh Bala dan Kumai (2015) dengan menggunakan variabel ukuran komite audit, independensi komite audit, keahlian keuangan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan pola distribusi pusat perbelanjaan skala besar di Kota Bekasi; (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

Model persamaan bagi masalah daur ulang nutrisi yang ditinjau berupa kolam air tawar yang di dalamnya terdapat tiga komponen, yaitu nutrisi biotik, organisme

Untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara penguasaan kosakata aktif- produktif dengan kemampuan menulis karangan narasi ekspositoris siswa kelas VB Sekolah

Aktivitas jual beli yang dilakukan di pasar pangkoh sangat berbeda jauh dengan penjelasan yang di berikan narasumber kepada penulis, para pedagang menjelaskan bahwa

informasi yang relevan, mempunyai alasan yang informasi yang relevan, mempunyai alasan yang kuat dalam memilih suatu kriteria, memeriksa kuat dalam memilih suatu kriteria, memeriksa

1. Pendidikan akhlak anak merupakan taanggung jawab para orang tua dan guru. Untuk mensukseskan pendidikan akhlak ini, seorang anak selayaknya menemukan teladan

collaborative action research , yaitu peneliti beserta guru berkolaborasi dalam pelaksanaan laynan bk yang terintegrasi dengan PBM. Penelitian dilakukan dalam tiga siklus