• Tidak ada hasil yang ditemukan

KHUTBAH DA’I INTERNASIONAL : KAJIAN TENTANG TEKNIK KHUTBAH PROF. DR. H. MOH. ALI AZIZ, M.AG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KHUTBAH DA’I INTERNASIONAL : KAJIAN TENTANG TEKNIK KHUTBAH PROF. DR. H. MOH. ALI AZIZ, M.AG."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

KHUTBAH DA’I INTERNASIONAL

(Kajian tentang Teknik Khutbah Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag)

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

S A M S U R I Y A N T O NIM. B51212059

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRACT

Samsuriyanto, NIM. B51212059, 2016. Sermon of International Preacher (Study of Sermon technique of Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag). Thesis of Islamic Broadcasting Communication Program, Communication Department, Da'wa and Communication Faculty of the State Islamic University of Sunan Ampel Surabaya.

Keywords: technique, sermon, international preacher.

This study focuses on sermon technique of international preacher of Moh. Ali Aziz. To discuss the focus of the problem, there are several issues to be answered are: 1) How is sermon preparation technique of international preacher of Moh. Ali Aziz? 2) How is sermon opening technique of international preacher of Moh. Ali Aziz? 3) How is sermon closing technique of international preacher of Moh. Ali Aziz? 4) How is sermon language selection technique of international preacher of Moh. Ali Aziz?

To identify these issues, this study uses a qualitative approach with descriptive. Data collection techniques in this study uses observation, interviews and documentation. Data analysis technique uses data analysis techniques model of Miles and Huberman.

Conclusions or results of the study are: 1) Sermon preparation techniques of international preacher of Moh. Ali Aziz consist of two: First, mental preparation technique by performing two rak'ats of therapy prayer before sermon to increase confidence. Second, the content of sermon preparation technique using manuscript preparation with delivery using ekstempore; 2) Sermon opening technique of international preacher of Moh. Ali Aziz are tend to directly mention the topic of khutbah and declare quote from the scriptures and the words of the figures, as well as the occasional linking with the event being commemorated; 3) Sermon closing technique of international preacher of Moh. Ali Aziz are, tend to end with climax, as well as and occasional closed by declare from the scriptures; 4) Sermon language selection technique of international preacher of Moh. Ali Aziz often use the mixture language with a choice of simple words, namely Arabic, English, Indonesian and local languages to customize heterogeneous audiences.

(7)

ABSTRAK

Samsuriyanto, NIM. B51212059, 2016. Khutbah Da’i Internasional

(Kajian tentang Teknik Khutbah Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag). Skripsi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Jurusan Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Kata Kunci: teknik, khutbah, da’i internasional.

Penelitian ini difokuskan pada teknik khutbah da’i internasional Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag. Untuk membahas fokus masalah tersebut, ada beberapa permasalahan yang akan dijawab yaitu: 1) Bagaimana teknik persiapan khutbah

da’i internasional Moh. Ali Aziz? 2) Bagaimana teknik pembukaan khutbah da’i internasional Moh. Ali Aziz? 3) Bagaimana teknik penutupan khutbah da’i internasional Moh. Ali Aziz? 4) Bagaimana teknik pemilihan bahasa khutbah da’i internasional Moh. Ali Aziz?

Untuk mengidentifikasi persoalan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman.

Kesimpulan atau hasil penelitian yaitu: 1) Teknik persiapan khutbah da’i

internasional Moh. Ali Aziz terdiri dari dua. Pertama, teknik persiapan mental dengan melakukan terapi shalat dua rakaat sebelum khutbah untuk meningkatkan rasa percaya diri. Kedua, teknik persiapan isi khutbah menggunakan persiapan manuskrip dengan penyampaian menggunakan ekstempore; 2) Teknik pembukaan

khutbah da’i internasional Moh. Ali Aziz cenderung langsung menyebutkan topik khutbah dan menyatakan kutipan baik dari kitab suci maupun perkataan tokoh, serta sesekali menghubungan dengan peristiwa yang sedang diperingati; 3) Teknik

penutupan khutbah da’i internasional Moh. Ali Aziz cenderung mengakhiri dengan klimaks, serta sesekali menutup dengan menyatakan kutipan dari kitab suci; serta 4) Teknik pemilihan bahasa khutbah da’i internasional Moh. Ali Aziz seringkali menggunakan bahasa campuran dengan pilihan kata sederhana, yaitu bahasa Arab, bahasa Inggris, bahasa Indonesia dan bahasa setempat untuk menyesuaikan audiens yang heterogen.

Penelitian ini memfokuskan pada teknik khutbah da’i internasional Moh. Ali Aziz, maka pada penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang pesan, respon

(8)

DAFTAR ISI

Pernyataan Pertanggungjawaban Penulisan Skripsi ... i

Persetujuan Pembimbing ... ii

Pengesahan Tim Penguji ... iii

Abstrak ... iv

Daftar Isi... vii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Konsep ... 8

F. Sistematika Pembahasan ... 9

BAB II: Kajian Kepustakaan A. Kajian Pustaka ... 10

1. Pengertian Khutbah ... 10

2. Pokok-Pokok Isi Khutbah ... 11

3. Teknik-Teknik Khutbah ... 12

a. Teknik Persiapan Khutbah ... 12

b. Teknik Pembukaan Khutbah ... 17

c. Teknik Penutupan Khutbah ... 19

d. Teknik Pemilihan Bahasa Khutbah ... 21

e. Efektivitas Khutbah ... 24

B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 25

BAB III: METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 31

B. Kehadiran Peneliti ... 32

(9)

D. Jenis dan Sumber Data ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 36

F. Teknik Analisis Data ... 39

G. Teknik Pengecekan Keabsahan Data ... 39

H. Tahapan Penelitian ... 41

BAB IV: PENYAJIAN DAN TEMUAN PENELITIAN A. Penyajian Data ... 42

1. Biografi Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag ... 42

2. Dari Mauritius – Afrika hingga ke Nepal – Asia ... 48

3. Khutbah Da’i Internasional Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag di KBRI Dhaka Bangladesh, 1 Syawal 1435 H / 29 Juli 2014 ... 57

B. Temuan Penelitian ... 62

1. Teknik Persiapan Khutbah Da’i Internasional ... 62

2. Teknik Pembukaan Khutbah Da’i Internasional ... 66

3. Teknik Penutupan Khutbah Da’i Internasional ... 81

4. Teknik Pemilihan Bahasa Khutbah Da’i Internasional ... 88

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Allah SWT menurunkan Islam melalui utusan-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada manusia dan menjadi pedoman hidup bagi mereka.1 Sebagai agama, Islam membimbing manusia dari kesesatan, mengajari dari kebodohan serta mengeluarkannya dari kegelapan menuju cahaya terang. Dengan Islam pulalah, kaum muslimin menjadi umat terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia.2

Islam adalah agama yang mudah diterima sepanjang zaman untuk segala tingkatan intelekual manusia.3 Walaupun demikian, Islam tidak begitu saja diam tanpa usaha untuk menambah kuantitas dan kualitas pemeluknya. Dakwah merupakan cara terbaik untuk mencapai itu semua. Sebab dakwah adalah perbuatan paling utama, pendekatan amat efektif serta kewajiban yang sangat urgen. Allah SWT mengutus para nabi dan rasul-Nya sebagai makhluk pilihan untuk melaksanakan dakwah. Kepada para pelaku dakwah, Dia akan memberi balasan berlipat ganda baik di dunia maupun di akhirat.4

Islam dan dakwah adalah dua hal yang tak terpisahkan, namun dapat dibedakan. Islam tidak akan mungkin maju dan berkembang, tanpa adanya dakwah. Semakin sering aktivitas dakwah dilakukan, semakin bersyiarlah ajaran Islam. Semakin kendor upaya dakwah, semakin redup pulalah ajaran

1

Abd. Majid, Tantangan dan Harapan Umat Islam di Era Globalisasi (Bandung: Pustaka Setia, 2000), hlm. 206.

2

Yusuf Qardhawi, Generasi Mendatang; Generasi yang Menang (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm. 11.

3

A. Busyairi Harits, Dakwah Kontekstual; Sebuah Refleksi Pemikiran Islam Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 181.

4

(11)

Islam di tengah-tengah kehidupan manusia.5 Dengan dakwah, Islam dapat menyelamatkan manusia dan hal-hal yang membawa kerusakan. Jadi, dakwah bukanlah aktivitas tidak penting – asal dikerjakan sambil lalu saja – melainkan sudah menjadi kewajiban bagi setiap pemeluknya.

Sebagai agama dakwah, Islam selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan aktivitas dakwah, bahkan maju mundurnya umat Islam sangat tergantung dan erat kaitannya dengan aktivitas dakwah yang dilakukannya. Dalam Al Qur’an, dakwah disebut sebagai ahsanu qaula (the best speaking – perkataan yang terbaik). Artinya dakwah menempati posisi tinggi dan mulia dalam Islam. Sebagai muslim, kita tidak dapat membayangkan jika aktivitas dakwah mengalami kemunduran sebagai akibat era globalisasi. Berbagai informasi masuk begitu cepat dan instan yang tidak dapat dibendung lagi. Umat Islam harus memilah dan menyaring informasi tersebut sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.6

Para da’i yang mendakwahkan Islam, adalah Islam yang memiliki rambu-rambu jelas, dasar-dasar terang serta tujuan-tujuan jelas. Mereka diminta untuk menyebarkan ajaran Islam yang kompleks, universal dan komprehensif. Sebab ia, adalah agama dapat memberikan solusi terbaik terhadap dinamika problematika kehidupan umat manusia, khususnya umat Islam sendiri.7 Sebagai ajaran yang bersifat komprehensif, Islam mencakup semua sisi kehidupan dan segala urusan manusia dengan segala kondisi dan

5

A. Sunarto AS, Kiai Prostitusi; Pendekatan Dakwah Kiai Muhammad Khoiron Syu’aeb di Lokalisasi Kota Surabaya (Surabaya: IDIAL-MUI Jawa Timur, 2012), hlm. 15.

6

M. Munir dkk, Metode Dakwah (Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 4-5.

7

(12)

keterkaitannya. Setiap orang akan menemukan apa yang mereka dambakan dan inginkan tanpa adanya kesulitan.8

Da’i harus menguasai obyek dakwah dan mencurahkan pikiran

dengan sepenuh hati.9 Obyek yang digarap oleh seorang da’i adalah semua umat manusia di muka bumi. Baik muslim maupun yang belum menyatakan keislamannya. Baik yang di belahan bumi bagian barat maupun timur. Semua yang dilaksanakan itu hanya ingin mendapatkan ridla dari Allah SWT.

Seorang da’i dan semua insan harus intropeksi diri bahwa mereka adalah

makhluk yang diciptakan dalam rangka mengabdi kepada-Nya.10

Figur seorang da’i cenderung menjadi sorotan masyarakat. Kesalahan

amat kecil yang ia lakukan, akan semakin mencuat ke permukaan. Dakwah yang dilaksanakan oleh seorang da’i seharusnya lebih menonjolkan berupa tingkah laku daripada berupa perkataan-perkataan semata.11 Betapa banyak

da’i yang tidak pandai berbicara, namun dengan pertolongan Allah SWT

banyak mad’u (baca: masyarakat) yang duduk di sampingnya. Ini disebabkan

oleh getaran psikis, pantulan wajah, kelembutan emosi, penampilan menarik, keimanan mendalam serta wawasan yang luas.12 Sehingga mereka dapat

menguasai hati dan jiwa mad’u, sebelum menguasai fisik mereka.13

8

Musthafa Luthfi, Melenyapkan Hantu Terorisme dari Dakwah Kontemporer (Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2008), hlm. 10.

9

Fathi Yakan, terj. Zeyd Ali Amar, Benturan-Benturan Dakwah (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), hlm. 71.

10Abdullah Nashih ‘Ulwah, Shifatu al Da’iyah al Nafsiyah,

terj. Abdul Kadir Mahdamy, Sosok

Da’i Militan(Solo: Pustaka Mantiq, 1992), hlm. 74.

11

Salman bin Fadh al Audah, Min Akhlak Al Daiyat, terj. Abdul Rosyad Shiddiq, Akhlak Dai (Solo: Khazanah Ilmu, t.th), hlm. 17.

12

Abbas al Sisi, al Thariq ila al Qulub, terj. Muhil Dhafir, Dakwah dan Hati (Solo: Intermedia, 1998), hlm. 80.

13

(13)

Artinya, dakwah tidak hanya identik dengan mimbar, tapi lebih luas dari hal itu semua. Semakin inovatif metode dakwah yang dilakukan, semakin sukses pula aktivitas dakwah. Da’i kualitas adalah mereka yang senantiasa melakukan pembaharuan terhadap metode dakwah dengan tujuan apa yang

disampaikan dapat diterima oleh mad’u. Sudah banyak para dai yang

berdakwah dengan kreasi metode masing-masing.

Di antaranya: Habib Ali al Jufri dengan dakwah cinta rasul; Habib Luthfi bin Yahya dengan dakwah thariqah; Habib Syaikh bin Abdul Qadir as Seggaf dengan dakwah shalawatan; Prof. Dr. M. Quraish Shihab, M.A dengan dakwah buku-buku keislaman dan Al Qur’an; Dr (HC). KH. A. Musthofa Bisri dengan dakwah puisi dan sastra; Dr. Zakir Naik dengan dakwah dialog lintas agama; KH. Muhammad Khoiron Syu’aeb dengan dakwah persuasif di lokalisasi; Opick dengan dakwah lagu-lagu Islami; Ustadz Muhammad Arifin Ilham dengan dakwah majelis dzikir; Ustadz Yusuf Mansur dengan dakwah kewirausahaan; Ustadz Zaky Mirza dengan dakwah bantuan sosial; serta da’i dengan dakwah kreatif lainnya.

(14)

Jika tak memiliki persiapan dan bekal dakwah matang, jangan nekad berdakwah di dunia internasional. Begitulah pengalaman yang ia dapatkan. Sebab baginya, dakwah di luar negeri sangat berbeda dengan di dalam negeri. Beragam tantangan ia rasakan di kala berdakwah di kampung orang. Tantangan intelektual terjadi khususnya di negara-negara Eropa dan sebagian Asia. Variasi pertanyaan yang jauh dari jangkauanya bermunculan. Misalnya mengapa tahiyat harus menjulurkan jari telunjuk, mengapa anak dalam masa pertumbuhan justru disuruh berpuasa, serta berbagai problem kehidupan yang mereka rasakan. Walaupun demikian, ia justru semakin senang dan tidak patah semangat berdakwah di luar negeri. Selain menambah wawasan dunia internasional, juga mencoba sejauh mana kemampuan yang ia miliki.

Dakwah yang dialami jauh di luar dugaan, sebab audiens yang dihadapinya sangatlah multikultural. Seperti pengalamannya di Hongkong, penulis buku Best Seller 60 Menit Terapi Shalat Bahagia ini pernah diminta ceramah di hadapan kaum pecinta sesama jenis. Di negara maju ini telah ada lembaga resmi guna mengawinkan mereka. Selain untuk menghindari perzinahan, mereka juga beralasan suaminya di Indonesia sangat keras, sedangkan mereka membutuhkan pendamping hidup yang lebih lembut.

Sebagai dai internasional, ia pun beradaptasi dengan berpenampilan

(15)

Selain ceramah, ia seringkali memberikan khutbah baik khutbah

Jum’at maupun khutbah dua hari raya di luar negeri. Salah satunya ketika

berdakwah di negara kincir angin tahun 2007, ia memberi khutbah idul fitri di masjid al-Ikhlas yang dikelola organisasi Persatuan Pemuda Muslim se-Eropah (PPME) di Amsterda. Berbagai pengalaman itulah yang membuat Guru Besar Ilmu Dakwah itu berpesan, agar para da’i membekali dakwah dengan penguasaan komunikasi bahasa asing, minimal Bahasa Inggris.

Sebab, di luar negeri sangat membutuhkan para da’i, khususnya di negara

-negara dengan minoritas muslim. Dari fenomena sosial di atas, maka peneliti

mengangkat judul skripsi “Khutbah Da’i Internasional (Kajian tentang

Teknik Khutbah Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag).”

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini difokuskan pada teknik khutbah da’i internasional Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag (selanjutnya disingkat MAA). Untuk membahas fokus masalah tersebut, ada beberapa permasalahan yang akan dijawab:

(16)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui teknik persiapan khutbah da’i internasional MAA; 2. Untuk mengetahui teknik pembukaan khutbah da’i internasional MAA; 3. Untuk mengetahui teknik penutupan khutbah da’i internasional MAA; 4. Untuk mengetahui teknik pemilihan bahasa khutbah da’i internasional

MAA.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini, diharapkan memiliki dua manfaat;(1) manfaat secara teoritis dan (2) manfaat secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan menjadi sumber referensi bagi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam dalam mengembangkan dan memperkaya khazanah ilmu dakwah.

b. Diharapkan menjadi referensi bagi para da’i untuk menambah pengetahuan tentang ilmu dakwah, sehingga terwujudnya kreativitas dalam aktivitas dakwah.

2. Manfaat Praktis

(17)

b. Bagi peneliti, merupakan bahan informasi guna meningkatkan pengetahuan, keilmuan dan wawasan tentang ilmu dakwah sekaligus sebagai motivasi diri untuk menjadi sukses dalam berdakwah. c. Dapat dijadikan acuan bagi peneliti ilmu dakwah selanjutnya agar

dapat meneliti lebih mendalam tentang topik dan fokus pada kasus lainnya, untuk memperkuat dan membandingkannya, sehingga memperkaya topik yang peneliti teliti ini.

E. Definisi Konsep

Konsep-konsep yang diangkat dalam penelitian ini tidak terlepas dari judul penelitian, hal ini bertujuan untuk menghindarkan kesalahpahaman dalam memahami judul atau fokus penelitian, selain itu juga bermaksud agar masalah yang diajukan dapat digambarkan atau dijelaskan dengan baik. Dari judul di atas, maka di bawah ini terdapat penjelasan makna kata kunci dalam judul.

Da’i internasional adalah da’i yang melakukan dakwah dalam lintas

negara atau beberapa negara, dalam hal ini adalah MAA. Salah satu metode dakwah yang dilakukan MAA dalam dakwah internasional adalah khutbah,

baik khutbah Jum’at maupun khutbah dua hari raya, seperti di Hongkong,

(18)

F. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan. Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definis konsep dan sistematika pembahasan.

Bab II Kajian Kepustakaan. Bagian yang terdiri dari kajian pustaka dan penelitian terdahulu yang relevan.

Bab III Metode Penelitian. Bagian yang menguraikan berbagai metode yang dipakai dalam penelitian ini, antara lain: pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, subjek dan objek penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, teknik keabsahan data dan tahapan penelitian.

Bab IV Penyajian dan Temuan Data. Pada bagian ini terdiri dari penyajian data dan temuan penelitian.

(19)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Kajian Pustaka

1. Pengertian Khutbah

Menurut Tata Sukayat, khutbah adalah ucapan, ceramah, pidato dan istilah-istilah lainnya yang semakna dengan khutbah.1 Menurut Moh. Ali Aziz, khutbah sudah bergeser dari pidato secara umum menjadi pidato atau ceramah agama dalam ritual keagamaan.2 Sebab definisi khutbah sudah berubah makna dari pidato atau ceramah menjadi pidato yang khusus pada acara ritual keagamaan di atas, maka perbedaan khutbah dan pidato pada umumnya terletak pada adanya aturan yang ketat tentang waktu, isi dan cara penyampaian pada khutbah.3

Nabi Muhammad SAW mengingatkan untuk berkhutbah dengan singkat dan padat. Sebab semakin padat dan singkat, semakin tampak kecerdasan pengkhutbah. Diksi juga menentukan perhatian dan kesan audiens. Hal ini yang harus dilakukan oleh oleh seorang pengkhutbah agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh audiens. Pemilihan topik juga harus diusakan agar menarik dan mudah diingat. Pesan khutbah juga berisi pemberian motivasi kepada audiens, tidak hanya untuk semangat beribadah tetapi juga untuk semangat hidup.4

1

Tata Sukayat, Quantum Dakwah (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 128

2

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Edisi Revisi) (Jakarta: Kecana, 2012), Cet. Ke-3, hlm. 29. .

3

Ibid, hlm. 30

4

(20)

2. Pokok-Pokok Isi Khutbah

a. Menurut al Bajuri dari Madzhab Syafi’i, rukun (pokok-pokok) khutbah ada lima, yaitu hamdalan, shalawat Nabi, anjuran bertakwa,

bacaan al Qur’an pada sala satu di antara dua khutbah serta doa

untuk kaum muslimin pada kedua;

b. Madzhab Hanbali menyebut hanya empat, yaitu lima hal di atas kecuali doa untuk kaum muslimin;

c. Madzhab Maliki, Isi khutbah hanya satu saja, yaitu anjuran meningkatkan kesadaran beragama;

d. Madzhab Hanafi juga hanya satu saja, yaitu asal khutbah itu mengandung dzikir yaitu menyebut asma Allah. 5

Menurut Tata Sukayat, secara umum struktur teks khutbah ideal sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:

a. Mengucapkan hamdalah serta puji-pujian kepada Allah SWT; b. Meminta pertolongan kepada-Nya;

c. Memohon Ampunan kepada-Nya; d. Memohon perlindungan kepada-Nya; e. Membaca dua kalimat syahadat;

f. Membaca shalawat kepada Nabi SAW; g. Wasiat takwa;

h. Memberikan peringatan, mengabarkan kabar gembira kepada mereka yang taat dan memberi ancaman bagi mereka yang sesat;

i. Memberikan nasehat keagamaan dan kemasyarakatan; serta lainnya.6

5

(21)

3. Teknik-Teknik Khutbah

Menurut Larry King delapan ciri-ciri pembicara terbaik yaitu: a. Memandang suatu hal dari paradigma yang baru;

b. Mempunyai cakrawala luas; c. Antusias;

d. Tidak pernah membicarakan mereka sendiri; e. Sangat ingin tahu;

f. Menunjukkan empati; g. Memiliki selera humor;

h. Mempunyai gaya bicara sendiri.7

Sedangkan menurut Dale Carnegie, jika menjadi seorang pembicara yang baik, jadilah pendengar yang penuh perhatian. Untuk menjadi menarik, tertariklah kepada orang lain. Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan yang orang lain akan senang menjawabnya. Beri semangat mereka agar berbicara tentang diri mereka dan hasil sukses mereka.8 Berikut ini empat teknik dalam khutbah, diantaranya:

a. Teknik Persiapan Khutbah

Khutbah haruslah diawali dengan persiapan yang cukup. Hanya orang yang tidak bijaksana yang berkhutbah tanpa persiapan. Semakin pandai orang berkhutbah, semakin segan dan tidak ingin berkhutbah tanpa persiapan. Bagaimanapun pandainya seseorang

6

Tata Sukayat, Quantum Dakwah, hlm. 133

7

Larry King, How to Talk to Anyone, Anytime and Anywhere, terj. Marcus Prihminto Widodo, Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja dan Dimana Saja (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), hlm. 63.

8

(22)

dalam dalam beberapa masalah, ia sama sekali tidak dibenarkan mencoba berkhutbah di khalayak umum tanpa persiapan.9

Dua persiapan pokok sebelum pelaksanaan pidato adalah persiapan mental kejiwaan untuk berdiri dan berbicara di hadapan audiens serta persiapan yang menyangkut isi pidato yang akan disampaikan. Jika persiapan mental masih kurang dan belum mantap sehingga pembicara dihinggapi rasa cemas, kurang percaya diri, maka hal ini akan berakibat kacaunya sikap dan kelancaran penyampaian isi pidato.10 Sebaliknya, pidato akan kacau jika yang disiapkan hanya mental semata, sedang persiapan isi masih kurang.

Teknik persiapan khutbah ada empat macam, yaitu impromtu, manuskrip, memoriter dan ekstempore. Pertama, pidato impromtu. Yaitu pidato yang disampaikan tanpa persiapan dan hanya mengandalkan pengetahuan dan pengalaman. Pidato ini biasa dilakukan dalam keadaan darurat, mendadak dan tidak terduga.11

Persiapan pidato harus dilakukan, namun kondisi yang memaksa seseorang untuk berpidato tanpa adanya persiapan waktu yang cukup. Inilah yang terjadi pada pidato impromtu. Pidato ini sebisa mungkin harus dihindari, akan tetapi jika keadaan tetap memaksa, maka jika masih ada waktu walaupun sangat sedikit

9

Moh. Ali Aziz, Teknik Khutbah Jum’at Komunikatif , hlm. 83.

10

Sunarto AS, Retorika Dakwah; Petunjuk Menuju Peningkatan Kemampuan Berpidato (Surabaya: Jaudar Press, 2014), hlm. 40.

11

(23)

digunakan untuk membuat garis besar atau rencana pidato dalam pikiran atau kertas-kertas kecil yang ada pada pembicara.12

Bagi pembicara yang berpengalaman, impromtu memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1) Lebih dapat mengungkapkan perasaaan pembicara sebenarnya, karena ia tidak memikirkan lebih dulu pendapat yang disampaikan; 2) Ide dan opininya datang secara spontan, sehingga tampak segar dan hidup; dan 3) Impromtu memungkinkan pembicara terus berpikir.13

Sedangkan kerugiannya dapat menghilangkan keuntungan-keuntungan di atas, terutama bagi pembicara yang masih pemula, yaitu: 1) Impromtu dapat mengakibatkan konklusi yang mentah; 2) Impromtu menimbulkan penyampaian yang tersendat-sendat dan

tidak lancar; 3) Inisiatif yang disampaikan bisa “acak-acakan” dan

ngawur; dan 4) Sebab tiadanya persiapan, kemungkinan “demam

panggung” besar.14

Kedua, pidato manuskrip (membaca atau naskah) adalah pidato dengan menggunakan naskah yang telah dibuat sebelumnya dan biasnya dipakai pada acara-acara resmi yang dibacakan secara langsung. Cara demikian dilakukan agar tidak terjadi kekeliruan, karena setiap kata yang disampaikan dalam situasi dan kondisi resmi akan disebarluaskan dan dijadikan panutan oleh masyarakat serta

12

Sunarto AS, Retorika Dakwah; Petunjuk Menuju Peningkatan Kemampuan Berpidato, hlm. 46-47.

13

Ibid

14

(24)

dikutip oleh media massa.15 Karena pembicara membacakan naskah pidato dari awal hingga akhir, maka lebih tepat menyebutnya

“membacakan pidato” dan bukan “menyampaikan pidato.”16

Pidato manuskrip tentu saja bukan jenis pidato yang baik walaupun memiliki keuntungan-keuntungan sebagai berikut: 1) Kata-kata dapat dipilih sebaik-baiknya sehingga dapat menyampaikan makna yang tepat; 2) Pernyataan dapat hemat, karena dapat disusun kembali; 3) Kefasihan bicara dapat dicapai, karena kata-kata sudah disiapkan; 4) Hal-hal yang ngawur atau yang menyimpang dapat dihindari; dan 5) Manuskrip dapat diterbitkan dan diperbanyak.

Jika ditinjau menurut proses komunikasi, kekurangannya cukup berat: 1) Komunikasi pendengar akan berkurang, karena pembicara tidak berbicara langsung kepada mereka; 2) Pembicara tidak dapat melihat pendengar dengan baik, sehingga akan kehilangan gerak dan bersifat kaku; 3) Umpan-balik dari pendengar tidak dapat mengubah, memperpendek dan memperpanjang pesan; dan 4) Pembuatannya lebih lama dan sekadar menyiapkan outline -nya saja.17

Ketiga, pidato memoriter (menghafal) adalah pidato yang dilakukan dengan membuat rencana pidato lalu menghafalkannya kata per kata. Naskah yang dibuat sebelumnya bukan untuk dibaca,

15

Andri Yanuarita, Langkah Cerdas Mempersiapkan Pidato dan MC, hlm. 25.

16

Yuni Sulanjari, Retorika Seni Bicara untuk Semua (Yogyakarta: Siasat Pustaka, 2010), hlm. 18.

17

(25)

melainkan untuk dihafalkan.18 Pada pidato ini, yang penting pembicara memiliki kemampuan menghafal teks pidato dan mengingat kata-kata yang ada di dalamnya dengan baik.19 Jika tidak, sebaiknya menghafal pidato tidak setiap kata, tetapi menghafal bagian-bagian terpenting saja dari naskah yang sudah disiapkan.20

Seperti halnya manuskrip, memoriter juga memiliki keuntungan yaitu, memungkinkan ungkapan yang tepat, organisasi yang berencana, pemilihan bahasa yang teliti, gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian. Sedangkan kekuranganya adalah, karena pesan sudah tetap, maka tidak terjalin saling hubungan antara pesan dengan pendengar, kurang langsung, memerlukan banyak waktu dalam persiapan, kurang spontan, perhatian beralih dari kata-kata kepada usaha mengingat-ingat. Bahaya tersebar timbul bila satu kata atau lebih, hilang dari ingatan. 21

Keempat, pidato ekstempore. Pidato yang disiapkan dengan menjabarkan materi pidato yang terpola secara lengkap. Arti dari terpola adalah materi yang akan disampaikan harus disiapkan garis-garis besar isinya dengan menuliskan sesuatu yang dianggap paling penting untuk disiapkan. Pidato ini amat dianjurkan, karena penyampaian yang akan disajikan telah disiapkan dalam bentuk kerangka pidato, lalu dikembangkan dan disajikan dalam pidato.22

18

Andri Yanuarita, Langkah Cerdas Mempersiapkan Pidato dan MC, hlm. 26.

19

Yuni Sulanjari, Retorika Seni Bicara untuk Semua, hlm. 19.

20

Sunarto AS, Retorika Dakwah; Petunjuk Menuju Peningkatan Kemampuan Berpidato, hlm. 51.

21

Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, hlm. 18-19.

22

(26)

Keuntungan pidato ini ialah komunikasi pendengar dengan pembicara lebih baik, karena pembicara berbicara langsung kepadanya; pesan dapat fleksibel untuk diubah sesuai dengan kebutuhan dan penyajiannya lebih spontan. Bagi pembicara yang belum ahli, kerugian-kerugian berikut ini bisa terjadi: persiapan kurang baik bila dibuat terburu-buru; pemilihan bahasa yang jelek; kefasihan terhambat karena kesukaran memilih kata dengan segera; kemungkinan menyimpang dari out-line; dan tentu saja tidak dapat dijadikan sebagai bahan penerbitan. Beberapa kekurangan pidato ini yang disebut terakhir, sebenarnya dengan mudah diatasi melalui latihan-latihan yang intensif.23 Jika khatib sudah siap dalam hal mental dan isi khutbah, ada baiknya jika disertai dengan doa sebagai penguatan spritual. Hal ini dilakukan agar menambah kepercayaan diri dalam menyampaikan pesan-pesan khutbah.24

b. Teknik Pembukaan Khutbah

Menurut Jalaluddin Rakhmat, ada beberapa teknik membuka pidato, yaitu: 1) Langsung menyebutkan topik pidato; 2) Melukiskan latar belakang masalah; 3) Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir; 4) Menghubungan dengan peristiwa yang sedang diperingati; 5) Menghubungkan dengan tempat atau lokasi pidato; 6) Menghubungkan dengan emosi audiens; 7) Menghubungkan dengan kejadian sejarah; 8) Menghubungkan dengan kepentingan vital audiens; 9) Memberikan apresiasi pada audiens; 10) Memulai

23

Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, hlm. 19.

24

(27)

dengan pernyataan yang mengejutkan; 11) Mengajukan pertanyaan provokatif; 12) Menyatakan kutipan baik dari kitab suci maupun perkataan tokoh; 13) Menceritakan pengalaman pribadi; 14) Mengisahkan cerita faktual atau fiktif; 15) Menyatakan teori; serta 16) Membuat humor.25

Menurut Dale Carnegie Ada beberapa teknik untuk membuka ceramah dan pidato, yaitu: 1) Membangkitkan rasa ingin tahu; 2) Menceritakan pengalaman menarik; 3) Memulai dengan contoh yang jitu;; 4) Mengajukan pertanyaan; 5) Mengutip perkataan orang-orang terkenal; 6) Menjalin pokok pidato kita dengan hal-hal yang dianggap paling penting bagi pendengar; dan 7) Menyebut peristiwa-peristiwa yang menggoncangkan.26

Sedangkan menurut Syahroni Ahmad Jaswadi, ada 6 untuk membuka ceramah, yaitu: 1) Membuka pidato dengan humor; 2) Membuka dengan setengah humor dan setengah serius; 3) Memperkenal diri pribadi; 4) Memberikan pendahuluan secara umum; 5) Memberikan ilustrasi; dan 6) Menyebutkan fakta dari audiens.27

Menurut Dori Wuwur Hendrikus, teknik membuka pidato yang baik memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1) Tidak terlalu panjang; 2) Jelas dan menyenangkan; dan 3) Jangan memulai pidato

dengan “kalau” “andaikan”. Ia juga memberikan beberapa petunjuk

25

Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, hlm. 53-59.

26

Dale Carnegie, Teknik dan Seni Berpidato, Terj. Wiyanto (t.t: Nur Cahaya, t.t), hlm. 196-197.

27

(28)

untuk memulai pidato, yaitu 1) Mulailah setenang mungkin; 2) Pikirkan sesuatu yang positif untuk menghilangkan rasa takut; 3) Jangan memulai pidato dengan membaca dan terikat pada teks namun bicaralah dengan bebas; 4) Jangan memulai dengan meminta maaf; 5) Sebaiknya memulai dengan nada positif; 6) Berusahalah untuk menarik perhatian audiens dan menciptakan kontak dengan mereka; 7) Mulailah pidato dengan cara lain, tetapi menarik. Artinya tak selalu memulai dengan rumusan – rumusan umum yang selalu sama; 8) Bernafaslah dengan tenang sebelum berpidato; dan 9) Mulailah berpidato jika seuruh ruangan sudah tenang.28

c. Teknik Penutupan Khutbah

Pembukaan dan penutupan ceramah adalah bagian yang sangat menetukan. Jika pembukaan ceramah harus dapat mengantarkan pikiran dan menambahkan perhatian kepada pokok pembicaraan, maka penutupan harus memfokuskan pikiran dan gagasan pendengar kepada gagasan utamanya.29

Menurut Jalaluddin Rakhmat, ada beberapa teknik menutup pidato, yaitu: 1) Mengemukakan ringkasan pidato; 2) Menyatakan kembali gagasan dengan kalimat yang singkat dan berbeda; 3) Mendorong audiens untuk bertindak; 4) Mengakhiri dengan klimaks; 5) Menyatakan kutipan kitab suci, sajak, peribahasa dan ucapan para ahli; 6) Menceritakan contoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaraan; 7) Menjelaskan maksud sebenarnya pribadi pembicara;

28

Dori Wuwur Hendrikus, Retorika; Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi Bernegosiasi (Yogyakarta: Kanisius, 1991), hlm. 79-80.

29

(29)

8) Memuji dan menghargai audiens; 9) Membuat pernyataan yang humoris.30

Menurut Syahroni Ahmad Jaswadi, ada tujuh untuk menutup pidato, antara lain: 1) Menyampaikan kata-kata terkenal; 2) Memberikan rangkuman seluruh isi pidato; 3) Merangkum setiap sub pokok bahasan; 4) Mengemukaan cerita singkat; 5) Menyampaikan pujian pada audiens; 6) Mengemukakan ajakan emosional; dan 7) Mengemukakan ajakan yang aksional.31 Hal senada juga disampaikan oleh Dale Carnegie teknik untuk menutup pidato dan khutbah, hal yang berbeda yaitu, 1) Menutup pidato dengan kata-kata lucu, sehingga pendengar tertawa; serta 2) Kata penutup dengan syair dan kutipan dari kitab suci (al Qur’an).32

Khutbah harus memiliki efektivitas tinggi, dengan maksud bahwa satu gagasan dengan padat isi sehingga mampu meyakinkan audiens. Penutup yang kurang efektif dapat merusak seluruh materi ceramah. Menurut Dori Wuwur Hendrikus, ada beberapa petunjuk untuk menutup pidato, yaitu: 1) Simpulkan hal-hal dan fakta-fakta yang terpenting dari pidato; 2) Khususnya yang menguntungkan atau merugikan audiens; 3) Harus berisi klimaks, tujuan dan cita-cita; 4) Memberikan satu atau dua kutipan; 5) Berikan motivasi untuk

30

Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, hlm. 60-63.

31

Syahroni Ahmad Jawadi, Teknik Pidato dalam Pendekatan Dakwah, hlm.67-69.

32

(30)

beraksi; 6) Penutup khutbah dapat berbentuk peringatan, permohonan atau syukur; dan 7) Rumusan harus tepat dan jelas.33 d. Teknik Pemilihan Bahasa Khutbah

Begitu pentingnya bahasa, sehingga dalam Al-Quran ditemukan prinsip-prinsip bahasa, yaitu qaulan ma’rufan (bahasa yang penuh nilai kebaikan), qaulan sadidan (bahasa yang tegas),

qaulan balighan (bahasa yang penuh makna), qaulan kariman

(bahasa yang penuh penghargaan), qaulan maisuran (bahasa yang mudah) dan qaulan layyinan (bahasa yang lemah lembut).34

Di lain sisi, seorang pembicara sering menyatakan terdapat

“masalah bahasa” yang dihadapi. Dengan demikian, ketika tampil

pembicara harus membuat pilihan saat menyandi gagasan dan perasaan ke dalam kata-kata. Setidaknya terdapat tiga alasan mengapa pilihan yang dibuat itu menuntut perhatian yang cermat.

Pertama, bahasa digunakan untuk menyatakan diri sebagai seorang pembicara. Kedua, bahasa digunakan untuk mengkomunikasikan makna atau maksud pesan-pesan pembicara. Ketiga, bahasa digunakan untuk mengomunikasikan perasaaan dan nilai-nilai pembicara.35

Bahasa, komunikasi dan dakwah adalah trilogi yang satu sama lain saling terkait (interdependentif). Memang masing-masing memiliki disiplin ilmu yang berdiri sendiri tetapi dalam

33

Dori Wuwur Hendrikus, Retorika; Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi Bernegosiasi, hlm. 81-82.

34

Mafri Amri, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 85.

35

(31)

implementasinya ketiga terintegrasi, sehingga antara satu dengan yang lainnya tidaklah mungkin dipisahkan. Banyak pesan dakwah

yang tidak sampai pada kepada audiens karena da’i tidak mampu

berkomunikasi dengan efektif, tidak mampu menyajikan pesannya dalam bahasa yang benar dan baik. Dakwah yang disajikan kering, gersang dan hambar. Bahasanya tidak berseni. Audiensnya tidak memahami yang disampaikan, serta kehilangan minat dan komunikasi tidak terjalin.36

Menurut Wahyu Ilaihi, lambang yang banyak digunakan dalam komunikasi dakwah adalah bahasa. Sebab hanya bahasa yang dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan, fakta dan opini, hal yang kongkret dan abstrak, pengalaman yang sudah lalu dan kegiatan yang akan datang dan sebagainya. Tanpa penggunaan bahasa, hasil pemikiran dan pesan yang baik tidak akan dapat disampaikan kepada orang lain secara tepat. Banyak kesalahan informasi dan interpretasi disebabkan oleh bahasa.37 Melalui bahasa terjadi komunikasi antar individu yang satu dengan yang lainnya, sehingga mereka yang berbahasa sama merasakan suatu ikatan batin sebagai suatu kelompok, suku, bangsa dan sebagainya.38

Ada beberapa petunjuk untuk pemilihan bahasa khutbah, yaitu: 1) Gunakan kata-kata yang sederhana; 2) Jangan menggunakan kata yang tidak semua orang memahaminya; 3)

36

Djamalul Abidin Ass, Komunikasi dan Bahasa Dakwah (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hlm. 1.

37

Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), hlm. 98.

38

(32)

Berhematlah dalam menggunakan kata; 4) Hindari kata-kata yang sudah sering didengar orang; 5) Sedapat mungkin dihindari penggunakan kata asing selama masih mungkin ditemukan terjemahannya yang tepat dalam bahasa Indonesia; 6) Gunakan kata penuh warna yaitu kata yang memberi warna pencitraan yang lebih hidup dan mengesankan; 7) Gunakan kata aksi, yaitu kata yang mendorong pendengarnya untuk segera melakukan sesuatu. 39

Menurut Jalaluddin Rahmat sebagaimana yang dikutip oleh Moh. Ali Aziz, ada tiga kriteria pemilihan bahasa pidato yang baik:

1) Kata-kata harus jelas. Untuk itu beberapa hal berikut ini harus diperhatikan oleh pembicara: a) Mengunakan istilah yang spesifik, kata yang tidak memiliki makna lebih dari satu; b) Mengunakan kata-kata yang sederhana, mudah difahami dengan cepat oleh audiens; c) Menghindari istilah-istilah teknis, yaitu yang hanya dikenal oleh satu kelompok pakar atau profesional tertentu sedangkan kelompok lainnya tidak memahami istilah itu; d) Menghemat dalam menggunakan kata. Sederhanakan kalimat yang panjang menjadi kalimat pendek yang mudah ditangkap oleh telinga audiens; dan e) Mengulangi pesan utama dengan redaksi bahasa yang berbeda.

2) Kata-kata harus tepat. Untuk itu beberapa hal berikut ini perlu diperhatikan oleh pembicara: a) Menghindari kata-kata klise, yaitu kata yang terlalu sering diucapkan orang sehingga

39

(33)

menjemukan telinga audiens; b) Hati-hati menggunakan bahasa pasaran (slang). Hanya orang-orang yang tidak terpelajar yang biasa menggunakan bahasa jenis ini; c) Mengunakan sedikit mungkin bahasa asing; dan d) Hindari kata-kata yang tidak sopan

3) Kata-kata harus menarik. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut: a) Mengunakan kata yang dinamis dan dapat mendeskripsikan keadaan yang sebenarnya melalui kata-kata. Kalau itu sebuah kisah, maka pendengar seolah sedang menyaksikan peristiwa tersebut secara langsung; dan b) Mengunakan kata kiasan yang mudah difahami dan mudah diingat oleh audiens.40

e. Efektivitas Khutbah

Kelebihan metode khutbah antara lain: a) Pesan khutbah dapat disampaikan dalam waktu singkat sebanyak-banyaknya; b) Khatib dapat menggunakan pengalaman, keistimewaan dan kebijaksanaan yang dimiliki, sehingga audiens mudah tertarik dan menerima ajarannya; c) Khatib lebih mudah menguasai seluruh audiens; d) Jika disampaikan dengan baik, dapat memotivasi audiens untuk mempelajari pesan khutbah yang disampaikan; e)41

Khutbah yang baik adalah khutbah yang memberikan kesan positif bagi orang-orang yang mendengar khutbah tersebut. Khutbah

40

Moh. Ali Aziz, Ilmu Pidato (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2015), hlm. 100-101

41

(34)

yang baik yaitu: khutbah yang saklik, khutbah yang jelas, khutbah yang hidup, khutbah yang memiliki tujuan, khutbah yang memiliki klimaks, khutbah yang memiliki pengulangan, khutbah yang berisi hal-hal yang mengejutkan, khutbah yang dibatasi serta khutbah yang singkat.42

B. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Penelitian terdahulu dimaksudkan untuk mengkaji hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Sejauh eksplorasi peneliti, belum ada penelitian yang membahas judul, “Khutbah Da’i Internasional (Kajian tentang Teknik Khutbah Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag).” Namun ada beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang “khutbah.” Penelitian-penelitian tersebut di antaranya:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh M. Aji Subki tentang “Isi Khutbah sebagai Pesan Dakwah: Studi Analisis Isi Khutbah Ustadz H. Sunarto AS Pada Bulan April-Mei di Surabaya.” Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis analisis wacana. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis wacana model Teun A Van Djik. Setelah menganalisis isi teks yang terdapat dalam khutbah ustadz H. Sunarto sesuai metode analisis wacana Teun A. Van Dijk, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam isi khutbah dari ustadz H. Sunarto AS

42

(35)

mengandung pesan yang bertema seputar masalah keimanan dan ketakwaan yang harus ditanamkan pada diri masing-masing umat Islam..43

Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang khutbah serta sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus masalah dan teknik analisis data. Fokus masalah pada penelitian ini adalah teknik-teknik khutbah internasional

baik khutbah Jum’at maupun khutbah hari raya, sedangkan fokus masalah

pada penelitian sebelumnya adalah pesan khutbah Jum’at. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan teknik analisis Teun A. Van Dijk.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Eliyati Risnawati tentang

“Hubungan antara Kebutuhan terhadap khutbah Jum’at dengan Persepsi

tentang Khutbah Jum’at (Studi terhadap santri di PP. Wahid Hasyim

Yogyakarta).” Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis deskriptif. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif dan teknik analisis uji asumsi. Adapun hasil temuannya, tingkat kebutuhan khutbah Jum’at santri di PP. Wahid Hasyim Yogyakarta dalam kategori sedang, hal ini dapat dilihat dari motif santri yang bertujuan untuk beribadah dan mendapatkan pengetahuan serta sebagai kegiatan-kegiatan sosial dan menjadi sarana informasi. Tingkat persepsi

tentang Khutbah Jum’at santri di PP. Wahid Hasyim Yogyakarta dalam

kategori sedang karena santri dalam mengikuti pelaksanaan khutbah Jum’at

43

(36)

memperhatikan dan mempersepsikan sebagai suatu hal yang mesti diikuti dan dan merupakan cakrawala keilmuan. 44

Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang khutbah. Sedangkan perbedaannya terletak pada pendekatan penelitian, fokus masalah dan teknik analisis data. Pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, sedangkan pendekatan pada penelitian sebelumnya adalah kuantitatif. Fokus masalah pada penelitian ini adalah teknik-teknik khutbah internasional baik khutbah Jum’at maupun khutbah hari raya, sedangkan fokus masalah pada penelitian sebelumnya adalah Hubungan

antara Kebutuhan terhadap khutbah Jum’at dengan Persepsi tentang Khutbah

Jum’at. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Miles dan

Huberman, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan teknik analisis data deskriptif dan teknik analisis uji asumsi.

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Samsuri tentang “Implikasi

Materi Khutbah Jum’at terhadap Pemahaman Agama Jamaah di Masjid

Nurul Yaqin Kelurahan Purwosari Kecamatan Mijen Kota Semarang.” Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik induktif. Adapun hasil temuannya, (1) bahwa materi khutbah Jum’at yang disampaikan khatib diantaranya tentang keimanan, ketaqwaan, dll (2) implikasi dari materi yang

disampaikan khatib ketika khubah Jum’at mayoritas materinya sesuai

dengan kebutuhan mad’u. Perubahan dalam kehidupan sehari-hari pada

44

Eliyati Risnawati, Hubungan antara Kebutuhan terhadap khutbah Jum’at dengan Persepsi

(37)

jamaah di Masjid Nurul Yaqin belum maksimal karena materi khutbah yang

disampaikan hanya sebatas kitab yang sudah di sediakan. Agar mad’u atau

jama’ah shalat Jum’at lebih memahami materi yang disampaikan oleh

Khatib, maka setiap khatib dituntut untuk lebih komunikatif, materinya yang berbobot, materi sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapai

masyarakat atau sesuai dengan kinginan Jama’ah.45

Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang khutbah serta sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus masalah dan teknik analisis data. Fokus masalah pada penelitian ini adalah teknik-teknik khutbah internasional baik khutbah Jum’at maupun khutbah hari raya, sedangkan fokus masalah pada penelitian sebelumnya adalah materi khutbah Jum’at. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan teknik induktif dalam teknik analisis deskriptif kualitatif.

Untuk lebih jelasnya penelitian-penelitian yang terkait sebagaimana diuraikan di atas dapat dilihat pada tabel berikut:

45

(38)
[image:38.595.107.553.133.751.2]

Tabel 2.1

Mapping Penelitian Terdahulu

No Peneliti, tempat, tahun Judul Penelitian Metode penelitian dan analisis Hasil Penelitian Kesamaan dan Perbedaan dengan Penelitian ini

1 M. Aji Subki, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2009 Isi Khutbah sebagai Pesan Dakwah: Studi Analisis Isi Khutbah Ustadz H. Sunarto AS Pada Bulan April-Mei di Surabaya Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis analisis wacana. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis wacana model Teun A Van Djik.

Isi khutbah dari ustadz H. Sunarto AS mengandung pesan yang bertema seputar masalah keimanan dan ketakwaan yang harus ditanamkan pada diri masing-masing umat Islam

Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang khutbah serta sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus masalah dan teknik analisis data. Fokus masalah pada penelitian ini adalah teknik-teknik khutbah internasional baik

khutbah Jum’at maupun

khutbah hari raya, sedangkan fokus masalah pada penelitian

sebelumnya adalah pesan

khutbah Jum’at.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan teknik analisis wacana Teun A. Van Dijk.

2 Eliyati Risnawati, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011 Hubungan antara Kebutuhan terhadap khutbah Jum’at dengan Persepsi tentang Khutbah Jum’at (Studi terhadap santri di PP. Wahid Hasyim Yogyakarta) Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis deskriptif. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif dan teknik analisis uji asumsi Tingkat kebutuhan

khutbah Jum’at santri

di PP. Wahid Hasyim Yogyakarta dalam kategori sedang, hal ini dapat dilihat dari motif santri yang bertujuan untuk beribadah dan mendapatkan pengetahuan serta sebagai kegiatan-kegiatan sosial dan menjadi sarana informasi. Tingkat persepsi tentang

Khutbah Jum’at santri

di PP. Wahid Hasyim Yogyakarta dalam kategori sedang karena santri dalam mengikuti pelaksanaan khutbah

Jum’at memperhatikan

Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang khutbah.

Sedangkan perbedaannya terletak pada pendekatan penelitian, fokus masalah dan teknik analisis data. Pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, sedangkan pendekatan pada penelitian sebelumnya adalah kuantitatif. Fokus masalah pada penelitian ini adalah teknik-teknik khutbah internasional baik khutbah

Jum’at maupun khutbah

(39)

dan mempersepsikan sebagai suatu hal yang mesti diikuti dan dan merupakan cakrawala keilmuan

adalah Hubungan antara Kebutuhan terhadap

khutbah Jum’at dengan

Persepsi tentang Khutbah

Jum’at. Penelitian ini

menggunakan teknik analisis data model Miles dan Huberman, sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan teknik analisis data deskriptif dan teknik analisis uji asumsi.

3 Samsuri, UIN Walisongo Semarang, 2014 Implikasi Materi Khutbah Jum’at terhadap Pemahaman Agama Jamaah di Masjid Nurul Yaqin Kelurahan Purwosari Kecamatan Mijen Kota Semarang Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik induktif

(1) bahwa materi

khutbah Jum’at yang

disampaikan khatib diantaranya tentang keimanan, ketaqwaan, dll (2) implikasi dari materi yang

disampaikan khatib

ketika khubah Jum’at

mayoritas materinya sesuai dengan

kebutuhan mad’u.

Perubahan dalam kehidupan sehari-hari pada jamaah di Masjid Nurul Yaqin belum maksimal karena materi khutbah yang disampaikan hanya sebatas kitab yang sudah di sediakan.

Agar mad’u atau jama’ah shalat Jum’at

lebih memahami materi yang disampaikan oleh Khatib, maka setiap khatib dituntut untuk lebih komunikatif, materinya yang berbobot, materi sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapai masyarakat atau sesuai dengan

kinginan Jama’ah

Persamaannya dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang khutbah serta sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif. Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus masalah dan teknik analisis data. Fokus masalah pada penelitian ini adalah teknik-teknik khutbah internasional baik

khutbah Jum’at maupun

khutbah hari raya, sedangkan fokus masalah pada penelitian

sebelumnya adalah materi

khutbah Jum’at.

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penyusunan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Menurut Sudarwan Danim, salah satu karakteristik penelitian kualitatif adalah bersifat deskriptif. Artinya, data yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar bukan angka-angka. Walaupun ada angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang. Data yang diperoleh melalui transkrip wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi dan lain sebagainya.1

Adapun beberapa alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif adalah:

1. Penelitian ini memfokuskan perhatian pada teknik khutbah da’i internasional Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag (Selanjutnya disingkat MAA).

2. Agar data tersebut terasa lebih objektif, peneliti melakukan observasi pada video khutbah MAA di luar negeri serta melakukan wawancara dengan subjek penelitian dan para informan yang telah memenuhi kriteria dalam penelitian ini.

3. Dengan menggunakan penelitian kualitatif, pemalsuan data lebih dapat dihindari. Oleh karena itu, peneliti melakukan observasi pada video khutbah MAA di luar negeri serta melakukan wawancara dengan subjek

1

(41)

penelitian dan para informan yang telah memenuhi kriteria dalam penelitian ini.

4. Peneliti mengumpulkan data penelitian dengan kata-kata dan tindakan untuk mendeskripsikan teknik khutbah da’i internasional MAA, bukan menggunakan data angka statistik.

B. Kehadiran Peneliti

Semestinya peneliti datang langsung ketika MAA menyampaikan khutbah di luar negeri. Tetapi karena keterbatasan teknis, maka peneliti tidak datang secara langsung. Peneliti hanya meneliti dokumentasi yang ada. Pada penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen pengumpulan data. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti meminta pendapat kepada subjek penelitian yaitu MAA, tentang informan siapa saja yang akan peneliti wawancarai yang bisa membantu mengumpulkan data sebanyak mungkin.

Peneliti melaksanakan wawancara langsung dengan subyek penelitian. Peneliti menyesuaikan dengan waktu senggang MAA, karena padatnya acara yang ia miliki. Ia menyuruh peneliti mengunjungi rumahnya untuk melakukan wawancara. Peneliti seringkali diminta mengedit buku-bukunya serta disela istirahat melakukan wawancara dengannya.

(42)

berdikusi tentang perjalanan dakwahnya. Setelah shalat berjamah, kami kembali ruangannya untuk menlanjutkan diskusi.

Peneliti sering diajak mengikuti acara-acara yang dimiliki serta sering kali memboncengnya naik sepeda motor. Di sepeda motor dan di tempat tujuan, peneliti melakukan wawancara dengannya. Selain memberikan pengalaman dakwahnya, ia juga menyelipkan kata-kata motivasi kepada peneliti untuk menjadi orang hebat dan bermanfaat bagi orang lain.

Peneliti juga mewawancarai para informan di antaranya Heru Misanto (audiens di Bangladesh), Ampon Mustajab (audiens di Hongkong), Sri Setiawati (audiens di Hongkong dan Taiwan) dan Tania Roos (audiens di Taiwan) melalui facebook. Sedangkan dengan Hj Siti Fatimah Angelia (audiens di Hongkong), peneliti bertemu langsung di Surabaya. Kehadiran peneliti dalam penelitian ini diketahui oleh subyek penelitian dan para infroman, sehingga mempermudah untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan penelitian ini.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

(43)

D. Jenis dan Sumber Data

Data adalah bahan keterangan tentang sesuatu objek penelitian. definisi data memiliki kemiripan dengan definisi informasi, informasi lebih ditekankan pada sisi servis, sedangkan data lebih pada aspek materi.2

1. Jenis Data

a. Data primer, adalah data yang diperoleh dari sumber data primer atau sumber data pertama di lapangan.3 Data ini dapat diperoleh melalui video khutbah MAA di luar negeri serta wawancara dengan MAA dan para informan yang telah memenuhi kriteria dalam penelitian ini terkait dengan teknik khutbah da’i internasional MAA yang telah dilakukan. Para informan tersebut antara lain, Heru Misanto (audiens di Bangladesh), Ampon Mustajab (audiens di Hongkong), Hj Siti Fatimah Angelia (audiens di Hongkong), Sri Setiawati (audiens di Hongkong dan Taiwan) dan Tania Roos (audiens di Taiwan).

b. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder.4 Data ini umumnya berupa bukti, catatan atau laporan histori yang telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Data ini antara lain dokumen biodata MAA, teks khutbah MAA di luar negeri dan dokumen lainnya.

2

M. Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi; Format-format Kunatitatif dan Kualitatif untuk Studi Sosiologi, Kebijakan, Publik, Komunikasi, Manajemen dan Pemasaran (Jakarta: Kencana, 2013), hlm . 123.

3

Ibid, hlm. 128.

4

(44)

2. Sumber Data

Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.5

a. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui rekaman video / audio, pengambilan foto atau film.6 Data ini dapat diperoleh melalui video khutbah MAA di luar negeri serta wawancara dengan MAA dan para informan yang telah memenuhi kriteria dalam penelitian ini terkait dengan teknik

khutbah da’i internasional MAA yang telah dilakukan. Para

informan tersebut antara lain, Heru Misanto (audiens di Bangladesh), Ampon Mustajab (audiens di Hongkong), Hj Siti Fatimah Angelia (audiens di Hongkong), Sri Setiawati (audiens di Hongkong dan Taiwan) dan Tania Roos (audiens di Taiwan).

b. Sumber tertulis, dapat dikatakan sebagai sumber kedua yang berasal dari luar sumber kata-kata dan tindakan. Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber data tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi.7 Data ini antara lain dokumen biodata MAA, teks khutbah MAA di luar negeri dan dokumen lainnya.

5

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kalitatif (Bandung: PT Remaja Rosdayakarya, 2002), hlm. 157.

6

Ibid.

7

(45)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi.

1. Metode Observasi

Metode observasi adalah pengamatan terhadap suatu obyek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian. Secara langsung adalah terjun ke lapangan terlibat seluruh pancaindra.8

Dalam hal ini, pengamatan memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang berkaitan dengan pengetahuan yang langsung diperoleh dari data, yaitu tempat aktivitas dan proses khutbah

da’i internasional MAA. Peneliti melakukan observasi secara tidak

langsung, yaitu pada video khutbah MAA di luar negeri. Dalam hal ini adalah video khutbah MAA di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Dhaka Bangladesh pada tanggal 1 Syawal 1435 H / 29 Juli 2014. Video di atas adalah video satu-satunya yang dimiliki oleh peneliti terkait dengan khutbah MAA di luar negeri.

2. Metode Wawancara

Wawancara adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara.9 Dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara mendalam atau tak terstruktur. Wawacara ini juga disebut dengan wawancara intensif, wawancara kualitatif dan

8

Ismail Nawawi Uha, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hlm. 234.

9

(46)

wawancara terbuka. Menurut Deddy Mulyana, wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaan dan perkataan dalam dapat diganti pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik sosial-budaya (agama, suku, gender, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll.) informan yang dihadapi.10

Metode ini digunakan untuk mewawancarai MAA dan para informan yang telah memenuhi kriteria dalam penelitian ini terkait teknik khutbah da’i internasional MAA. Mereka antara lain, Heru Misanto (audiens di Bangladesh), Ampon Mustajab (audiens di Hongkong), Hj Siti Fatimah Angelia (audiens di Hongkong), Sri Setiawati (audiens di Hongkong dan Taiwan) dan Tania Roos (audiens di Taiwan).

Di antara kriteria informan dalam penelitian ini adalah pernah menjadi audiens khutbah MAA di luar negeri, dewasa, sehat jasmani dan rohani serta memiliki pengetahuan tentang fokus penelitian. Peneliti mengetahui tentang para informan (audiens) tersebut dari MAA. Pada awalnya, MAA memberikan enam nama audiens kepada peneliti untuk dihubungi, lima audiens dapat dihubungi melalu facebook serta satu orang melalui ponsel.

Peneliti menghubungi lima audiens melalui facebook, hanya saja yang bisa dihubungi dan bersedia diwawancarai tiga orang. Peneliti juga menghubungi inisial FQ melalui ponsel dan ia jawab, lalu peneliti meminta bertemu untuk melakukan wawancara dengannya yang

10

(47)

kebetulan di Indonesia, hanya saja setelah peneliti hubungi lagi, ia tidak memberi kejelasan, akhirnya peneliti tidak meghubunginya lagi.

Beberapa saat kemudian, peneliti menghubungi MAA terkait audiens yang merespon hanya tiga orang. MAA memberikan dua nama lagi kepada peneliti untuk dihubungi melalui facebook. Peneliti hubungi dua orang itu, dan alhamdulillah mendapatkan respon yang baik. Beberapa hari kemudian, peneliti mendapat inbox di facebook bahwa ada salah satu informan yang telah peneliti hubungi melalui inbox

sebelumnya, ingin datang ke Indonesia (pulang). Akhirnya peneliti diminta bertemu dengannya untuk melakukan wawancara di Surabaya. Ia adalah Hj. Siti Fatimah Angelia (audiens di Hong Kong). Jadi pada akhirnya, peneliti dapat mewawancarai audiens di luar negeri lima orang. 3. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah penelususran dan perolehan data yang diperlukan melalui data yang telah tersedia. Kelebihan metode ini adalah karena data tersedia, siap pakai serta hemat biaya dan tenaga.11 Dokumen bisa berbentuk otobiografi, memoar, catatan harian, surat-surat pribadi, catatan pengadilan, berita surat kabar, artikel majalah, brosur, buletin dan foto-foto.12 Adapun dokumentasi yang dimaksud adalah video dan teks khutbah MAA di luar negeri, dokumen biodata MAA dan dokumen lainnya.

11

Mahi M. Hikmat, Metodologi Penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hlm. 83.

12

(48)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah penyederhanaan data dalam bentuk lebih praktis untuk dibaca dan diinterpretasikan, yaitu diadakan pemisahan sesuai dengan jenis data masing-masing, setelah itu diupayakan analisanya dengan menguraikan dan menjelaskan sehingga data tersebut dapat diambil pengertian dan kesimpulan sebagai hasil penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan teknik analisis data dengan model Miles dan Huberman.13 Teknis analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Reduksi Data. Dalam hal ini, peneliti melakukan pemilihan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data baik yang diperoleh melalui observasi, wawancara maupun dokumentasi.

2. Penyajian Data. Dalam hal ini, peneliti menyajikan data yang telah dipilih dan disederhanakan baik yang diperoleh melalui observasi, wawancara maupun dokumentasi tentang teknik khutbah da’i internasional MAA 3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan. Dalam hal ini, peneliti melakukan

pemberian makna sejauh pemahaman peneliti dan interpretasi yang dibuatnya tentang teknik khutbah da’i internasional MAA.

G. Teknik Pengecekan Keabsahan Data 1. Perpanjangan Pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan, peneliti kembali ke lapangan untuk melakukan wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui, dalam hal ini adalah MAA. Selain itu, peneliti memeriksa

13

(49)

kembali data yang diperoleh selama penelitian merupakan data yang benar atau tidak. Agar perpanjangan pengamatan ini tidak memerlukan waktu lama, peneliti hanya memfokuskan pada data yang telah diperoleh.

2. Meningkatkan Ketekunan

Selain melakukan pengecekan kembali data yang diperoleh itu benar atau tidak, peneliti juga memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang sesuatu yang diamati. Peneliti melakukan ketekunan dalam mengamati video khutbah MAA di luar negeri serta melakukan wawancara dengan MAA dan para informan yang telah memenuhi kriteria dalam penelitian ini.

3. Triangulasi

(50)

H. Tahapan Penelitian 1. Tahap Pra Lapangan

Pada tahap ini, peneliti mengajukan matriks kepada ketua Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (Kaprodi KPI). Setelah disetujui langkah selanjutnya adalah mempersiapkan buku-buku yang berhubungan dengan referensi penelitian guna mempunyai pedoman yang jelas dan dapat dipertanggung-jawabkan. Setelah itu, peneliti membuat proposal penelitian untuk diajukan kepada Kaprodi KPI.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahap ini dilaksanakan kegiatan observasi terhadap video khutbah MAA di luar negeri serta wawancara dengan MAA dan para informan yang telah memenuhi kriteria dalam penelitian ini terkait dengan teknik khutbah da’i internasional MAA. Para informan tersebut antara lain, Heru Misanto (audiens di Bangladesh), Ampon Mustajab (audiens di Hongkong), Hj Siti Fatimah Angelia (audiens di Hongkong), Sri Setiawati (audiens di Hongkong dan Taiwan) dan Tania Roos (audiens di Taiwan). Selain itu, peneliti juga melakukan dokumentasi, agar data lebih aktual dan valid.

3. Tahap Analisis Data

(51)

BAB IV

PENYAJIAN DAN TEMUAN PENELITIAN A. Penyajian Data

1. Biografi Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag

Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag lahir di Lamongan tepatnya di desa Soko Kecamatan Glagah. Anak ke-3 dari pasangan suami-istri Bapak H. Abdul Aziz dan Ibu Hj. Nafisah ini lahir pada tanggal 09 Juni 1957. Pada usia 11 tahun, ia mampu menamatkan dua sekolah sekaligus, yaitu Madrasah Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar di desa Blawih Kecamatan Karangbinangun Lamongan dan lulus pada tahun 1969. Kemudian ia meneruskan ke Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik selama 6 tahun untuk Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah dan lulus pada tahun 1975. Setelah lulus, ia mengikuti ujian negara Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN). Ia juga belajar selama Ramadlan di Pondok Pesantren Galang Turi Lamongan (1974) dan Pondok Pesantren Langitan Tuban (1975).1

Pada usia 19 tahun tepatnya pada tahun 1979, ia telah dapat menyelesaikan Program Sarjana Muda (SARMUD) dan memperoleh gelar BA di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel (Sekarang: UIN Sunan Ampel Surabaya). Pada tahun yang sama untuk pertama kalinya Kampus yang terletak di Jl. A. Yani no. 117 itu memperoleh beasiswa dari Yayasan Beasiswa Supersemar, yang kemudian diberikan kepada 4

1

(52)

mahasiswa, dan ia adalah salah satu penerima beasiswa tersebut hingga Januari 1982.2

Pada tahun 1982, merupakan awal dedikasinya sebagai dosen Bahasa Inggris di Laboratorium Bahasa IAIN Sunan Ampel. Pada tahun 1982, ia menikah dengan gadis berasal Lamong Rejo Lamongan yang

bernama Rif’atul Ifadah (19 tahun). Dari hasil pernikahannya, keduanya

dikarunia 7 putra-putri, yaitu Advan Navis Zubaidi (18-11-1983), Shinfi Wazna Aufaria (28-03-1986), Mehdia Iffah Nailufar (26-09-1988), Nobel Danial Muhammad (03-03-1991), Fina Yaqut Madaniah (29-03-1995), Maila Syahidah Baladina (12-01-1997) serta Nawabika Izzah Zaizafun (28-03-2001).3 Beberapa hari setelah pernikahannya, ia diangkat sebagai dosen tetap dengan spesialisi Ilmu Dakwah dan Logika di Fakultas Dakwah.4

Pada tahun 1976- 1980, Ia juga memperoleh Basic Bahasa Inggris dari LIA (Lembaga Indonesia Amerika) di Jakarta.5 Tepat pada tanggal 5 Juli 1989, berkat ketekunan dan disiplin tinggi, ia menerima SK sebagai ketua Jurusan Penerangan dan Penyiaran Agama Islam (PPAI) atau sekarang telah diganti menjadi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya selama dua periode hingga 10 Desember 1996. Pada

2

Moh. Ali Aziz, Subyek Penelitian, Wawancara Pribadi, Surabaya, 3 Desember 2015.

3

Biodata Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag tahun 2015.

4

Moh. Ali Aziz, Subyek

Gambar

Tabel 2.1

Referensi

Dokumen terkait