• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbub Nomor 15a Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbub Nomor 15a Tahun 2014"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BUPATI BIMA

PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 15A TAHUN 2014

TENTANG

PEDOMAN PENGANGKATAN, PENEMPATAN, PEMBERHENTIAN  DAN DISIPLIN TENAGA HONORER DAERAH 

LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA

 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BIMA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka terpenuhinya jumlah Tenaga Honorer Daerah   pada   satuan   organisasi   lingkup   Pemerintah Kabupaten   Bima   dan   sebagai   salah   satu   upaya   untuk mewujudkan   penyelenggaraan   pemerintah   yang   baik   serta dalam   rangka   menindaklanjuti   perkembangan   situasi   dan keadaan   Tenaga   Honorer   Daerah   lingkup   Pemerintah Kabupaten   Bima   di   lapangan,   dipandang   perlu   untuk dibuatkan   pedoman   mengenai  Pengangkatan,   Penempatan, Pemberhentian   dan   Disiplin     Tenaga     Honorer   Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima;

(2)

c. bahwa   berdasarkan   pertimbangan   sebagaimana   dimaksud huruf   a   dan   huruf   b,   perlu   menetapkan   Peraturan   Bupati tentang   Pedoman   Pengangkatan,   Penempatan, Pemberhentian   dan   Disiplin     Tenaga     Honorer   Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima;

Mengingat : 1. Undang­Undang   Nomor   69   Tahun   1958   tentang Pembentukan   Daerah­   Daerah   Tingkat   II   dan   Wilayah Daerah­daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958   Nomor   122,   Tambahan   Lembaran   Negara   Republik Indonesia Nomor 1655);

2. Undang­Undang   Nomor   32   Tahun   2004   tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun   2004   Nomor   125,   Tambahan   Lembaran   Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah   terakhir   dengan   Undang­Undang   Nomor   12   Tahun 2008   Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Undang­Undang   Nomor   12   Tahun   2011   tentang Pembentukan   Peraturan   Perundang­Undangan   (Lembaran Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2011   Nomor   82, Tambahan   Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Nomor 5234);

4. Undang­Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara   (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2014 Nomor   6,   Tambahan   Lembaran   Negara   Republik   Indonesia Nomor 5494);

5. Peraturan   Pemerintah   Nomor   32   Tahun   1979   tentang Pemberhentian   Pegawai   Negeri   Sipil   (Lembaran   Negara Republik   Indonesia   Tahun   1979   Nomor   47,   Tambahan Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Nomor   3149) sebagaimana   telah   empat   kali   diubah   terakhir   dengan Peraturan   Pemerintah   Nomor   19   Tahun   2013   (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 51);

(3)

Perkawinan   dan   Perceraian   Bagi   Pegawai   Negeri   Sipil (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   1983   Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3250)   sebagaiamana   telah   diubah   dengan   Peraturan Pemerintah   Nomor   45   Tahun   1990   (Lembaran   Negara Republik   Indonesia   Tahun   1990   Nomor   61,   Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3424);

7. Peraturan   Pemerintah   Nomor   25   Tahun   2000   tentang Kewenangan   Pemerintah   dan   Kewenangan   Provinsi   sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);

8. Peraturan   Pemerintah   Nomor   98   Tahun   2000   tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia   Tahun   2000   Nomor   195,   Tambahan   Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4016) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2002   Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4192);

9. Peraturan   Pemerintah   Nomor   9   Tahun   2003   tentang Wewenang   Pengangkatan,   Pemindahan   dan   Pemberhentian Pegawai   Negeri   Sipil   (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia Tahun   2003   Nomor   15,   Tambahan   Lembaran   Negara Republik Indonesia Nomor 4263) sebagaimana telah diubah dengan   Peraturan   Pemerintah   Nomor   63   Tahun   2009 (Lembaran   Negara   Republik   Indonesia   Tahun   2009   Nomor 164);

10. Peraturan   Pemerintah   Nomor   53   Tahun   2010   tentang Disiplin   Pegawai   Negeri   Sipil   (Lembaran   Negara   Republik Indonesia   Tahun   2010   Nomor   74,   Tambahan   Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135);

(4)

12. Peraturan   Daerah   Kabupaten   Bima   Nomor   3   Tahun   2008 tentang   Pembentukan   Susunan,   Kedudukan,   Tugas   Pokok dan   Fungsi   Organisasi   Perangkat   Daerah   Kabupaten   Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 3, Tambahan   Lembaran   Daerah   Kabupaten   Bima   Nomor   26) sebagaimana   telah   diubah   dengan   Peraturan   Daerah Kabupaten   Bima   Nomor   7   Tahun   2010   (Lembaran   Daerah Kabupaten Bima Tahun 2010 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 37);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN   BUPATI   TENTANG   PEDOMAN   PENGANGKATAN, PENEMPATAN,   PEMBERHENTIAN   DAN   DISIPLIN     TENAGA HONORER DAERAH LINGKUP PEMERINTAH KABUPATEN BIMA.

BAB I 

KETENTUAN UMUM 

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bima.

2. Pemerintahan   Daerah   adalah  penyelenggaraan   urusan pemerintahan   oleh   pemerintah   daerah   dan   DPRD   menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas­luasnya   dalam   sistem   dan   prinsip   Negara   Kesatuan Republik   Indonesia   sebagaimana   dimaksud   dalam   Undang­ Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah Daerah adalah  Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan   perangkat   daerah   sebagai   unsur   penyelenggara pemerintahan daerah.

4. Kepala Daerah adalah Bupati Bima.

5. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah adalah Bupati Bima.

6. Pejabat yang Berwenang adalah Pejabat Pembina Kepegawaian yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan dan memberhentikan Tenaga Honorer Daerah.

7. Pejabat   yang   berwenang   memberikan   cuti   adalah   kepala SKPD.

(5)

SKPD   adalah   satuan   kerja   perangkat   daerah   lingkup Pemerintah Kabupaten Bima.

9. Kepala  SKPD   adalah   seseorang   yang   diangkat   oleh   Bupati berdasarkan kecakapan dan kelebihannya dengan memenuhi syarat­syarat   yang   telah   ditentukan   oleh   peraturan perundang­undangan dan/atau organisasi.

10. Badan Kepegawaian Daerah yang selanjutnya disingkat BKD adalah SKPD Pemerintah Kabupaten Bima yang membidangi masalah kepegawaian.

11. Inspektorat adalah Inspektorat Kabupaten Bima.

12. Tenaga   Honorer   Daerah   adalah   seseorang   warga   negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu dan diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah berdasarkan perjanjian kerja   untuk   jangka   waktu   tertentu   dalam   rangka melaksanakan   tugas   pemerintahan   yang   gajinya  menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

13. Pengangkatan   adalah   penetapan   seseorang   menjadi   Tenaga Honorer   Daerah   lingkup   Pemerintah   Kabupaten   Bima   oleh Pejabat   Pembina   Kepegawaian   untuk   menyelenggarakan tugas­tugas pemerintah sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku.

14. Penempatan adalah  serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk   memutuskan   tepat   atau   tidaknya   Tenaga   Honorer Daerah ditempatkan pada suatu organisasi/Unit Kerja sesuai dengan   minat   dan   kemampuannya,   sehingga   sumber   daya manusia yang ada menjadi produktif.

15. Pemindahan adalah penempatan/penugasan  Tenaga Honorer Daerah pada instansi/unit kerja yang satu kepada unit kerja

(6)

18. Disiplin Tenaga Honorer Daerah adalah kesanggupan Tenaga Honorer Daerah untuk mentaati kewajiban dan menghindari larangan   yang   ditentukan   dalam   peraturan   perundang­ undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

19. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Tenaga   Honorer   Daerah   karena   melanggar   ketentuan peraturan peraturan perundang­undangan.

20. Cuti adalah keadaan tidak masuk kerja yang diijinkan dalam jangka waktu tertentu.

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Peraturan   ini   dibuat   dengan   maksud   untuk   memberikan kepastian   hukum   dalam   Pengangkatan,   Penempatan, Pemberhentian dan Disiplin Tenaga Honorer Daerah lingkup Pemerintah Kabupaten Bima.

(2) Peraturan   ini   dibuat   bertujuan   sebagai   pedoman   dalam Pengangkatan,   Penempatan,   Pemberhentian   dan   Disiplin Tenaga  Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima oleh Pejabat yang berwenang.

BAB III

PENETAPAN KEBUTUHAN

Pasal 3

(7)

kebutuhan organisasi.

(2)Analisis   kebutuhan   organisasi   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:

a. jenis pekerjaan;

b. analisis beban kerja;

c. analisis jabatan;

d. kemampuan keuangan daerah.

(3)Penyusunan   kebutuhan   jumlah   Tenaga   Honorer   Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu   5   (lima)   tahun   yang   diperinci   per   1   (satu)   tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.

BAB IV

PENGANGKATAN, PENEMPATAN DAN PEMBERHENTIAN  TENAGA HONORER DAERAH 

Bagian Kesatu Pengangkatan

Pasal 4

(1)Seseorang   dapat  diangkat   sebagai  Tenaga   Honorer   Daerah sesuai kebutuhan organisasi.

(2)Pengangkatan Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(3)Kepala   SKPD   dapat   mengusulkan  pengangkatan  Tenaga Honorer  Daerah   kepada   Bupati   melalui   BKD   sesuai   dengan analisis kebutuhan organisasi.

Pasal 5

(1) Tenaga   Honorer   Daerah  yang   diangkat   diberikan   nomor identitas Tenaga Honorer Daerah yang berupa NITHD.

(8)

nomor urut pengangkatan.

Pasal 6

(1)Tenaga Honorer Daerah diangkat berdasarkan perjanjian kerja paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja. 

(2)Perpanjangan   masa   perjanjian   kerja   Tenaga   Honorer   Daerah sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   ditetapkan   dengan Keputusan Bupati.

Bagian Kedua Penempatan

Pasal 7

(1) Tenaga   Honorer   Daerah   ditempatkan   di   SKPD   lingkup Pemerintah  Kabupaten   Bima  atau  di   luar  Perangkat  Daerah Kabupaten   Bima  yang   bersifat   dipekerjakan  atau diperbantukan.

(2) Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 8

(1) Tenaga Honorer Daerah dapat dipindahkan sesuai keahliannya pada tiap­tiap SKPD.

(2) Dipindahkan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   dalam rangka pengembangan karier dan kebutuhan organisasi.

(3) Dipindahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Ketiga Pemberhentian 

(9)

Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan : a. dengan hormat.

b. tidak dengan hormat.

Pasal 10

(1) Setiap   Tenaga   Honorer   Daerah   dapat   diberhentikan   dengan hormat, karena:

a. atas permintaan sendiri;

b. tidak sehat jasmani dan rohani;

c. diangkat sebagai calon Pegawai Negeri Sipil; d. meninggal dunia;

e. kebutuhan organisasi;

f. mencapai batas usia pensiun;

g. jangka waktu perjanjian kerja berakhir.

(2) Diberhentikan   dengan   hormat   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) diberikan  uang pesangon sebesar 3 (tiga) bulan gaji kecuali pemberhentian karena diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

(3) Pemberhentian   dengan   hormat  sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Paragraf 1

Pemberhentian Atas Permintaan Sendiri

Pasal 11

Pemberhentian  Tenaga  Honorer Daerah  atas  permintaan sendiri dilakukan   dengan   mengajukan   permintaan   tertulis   kepada Bupati, mengetahui Kepala SKPD disertai dengan alasan­alasan yang jelas.

Paragraf  2

Pemberhentian Karena Tidak Sehat Jasmani dan Rohani

(10)

(1) Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan dengan hormat karena tidak sehat jasmani dan rohani.

(2) Tidak sehat jasmani dan rohani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keadaan dimana Tenaga Honorer Daerah tidak dapat   melaksanakan   tugas   dan   kewajiban   yang   dibuktikan dengan   surat   keterangan   dokter  pemerintah   dan   diusulkan oleh Kepala SKPD.

Paragraf  3

Pemberhentian Karena Diangkat Sebagai  Calon Pegawai Negeri Sipil

Pasal 13

Tenaga   Honorer   Daerah   diberhentikan   dengan   hormat   karena diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.

Paragraf 4

Pemberhentian Karena Meninggal Dunia

Pasal 14

(1) Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena meninggal dunia.

(2) Usulan pemberhentian  sebagaimana  dimaksud  pada ayat  (1) dilakukan   oleh   Kepala   SKPD   secara   tertulis   melalui  BKD Kabupaten   Bima   dengan   melampirkan   laporan/keterangan kematian Tenaga Honorer Daerah dimaksud.

(11)

Pemberhentian Karena Kebutuhan Organisasi

Pasal 15

Tenaga   Honorer   Daerah   diberhentikan   dengan   hormat   karena adanya   penyederhanaan   organisasi   atau   kebutuhan   organisasi yang mengakibatkan adanya kelebihan Tenaga Honorer Daerah.

Paragraf 6

Pemberhentian Karena Mencapai Batas Usia Pensiun

Pasal 16

(1) Tenaga Honorer Daerah diberhentikan dengan hormat karena mencapai batas usia pensiun.

(2) Batas   usia  pensiun  bagi   Tenaga   Honorer   Daerah   sebagai berikut :

a. Tenaga teknis administrasi 58 tahun;

b. Tenaga   kesehatan   58   tahun,   kecuali   tenaga   medis   60 tahun;

c. Tenaga guru 60 tahun. 

Paragraf 7

Jangka Waktu Perjanjian Kerja Berakhir

Pasal 17

(1) Tenaga Honorer  Daerah diberhentikan dengan hormat  apabila jangka waktu perjanjian kerja berakhir.

(12)

Pasal 18

Tenaga Honorer Daerah dapat diberhentikan tidak dengan hormat apabila melakukan pelanggaran disiplin berat sebagaimana diatur dalam Pasal 49 peraturan ini.

Pasal 19

Tenaga   Honorer   Daerah   yang   diberhentikan   dengan   hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah atau diberhentikan tidak dengan hormat   sebagai   Tenaga   Honorer   Daerah   tidak   dapat   digantikan oleh orang lain.

BAB V

PENILAIAN KINERJA

Pasal 20

(1) Penilaian   kinerja   Tenaga   Honorer   Daerah   bertujuan   untuk menjamin   objektivitas   prestasi   kerja   yang   berdasarkan perjanjian kerja yang telah disepakati antara Bupati dengan Tenaga Honorer Daerah yang bersangkutan. 

(2) Penilaian   kinerja   Tenaga   Honorer   Daerah   sebagaimana dimaksud   pada   ayat   (1)   dilakukan   berdasarkan   pada perjanjian kerja di tingkat individu dan tingkat unit kerja atau organisasi   dengan   memperhatikan   target,   sasaran,   hasil, manfaat yang ingin dicapai dan perilaku pegawai.

(3) Penilaian   kinerja   Tenaga   Honorer   Daerah   dilakukan   secara objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan. 

(4) Penilaian   kinerja   Tenaga   Honorer   Daerah   berada   di   bawah kewenangan kepala SKPD pada SKPD masing­masing. 

(5) Penilaian   kinerja   Tenaga   Honorer   Daerah   sebagaimana dimaksud   pada   ayat   (1)   didelegasikan   secara   berjenjang kepada atasan langsung dari Tenaga Honorer Daerah.

(13)

rekan kerja setingkat dan bawahannya. 

Pasal 21

(1) Hasil   penilaian   kinerja   Tenaga   Honorer   Daerah   disampaikan kepada tim penilai kinerja Tenaga Honorer Daerah.

(2) Tim   penilai   kinerja   Tenaga   Honorer   Daerah   sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Bupati.

(3) Hasil penilaian kinerja Tenaga Honorer Daerah dimanfaatkan untuk   menjamin   objektivitas   perpanjangan   perjanjian   kerja dan pengembangan kompetensi. 

(4) Tenaga Honorer Daerah yang dinilai oleh atasan langsung dan tim   penilai   kinerja   Tenaga   Honorer   Daerah   tidak   mencapai target   kinerja   yang   telah   disepakati   dalam   perjanjian   kerja diberhentikan dari Tenaga Honorer Daerah. 

Pasal 22

Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   tim   penilaian   kinerja   Tenaga Honorer Daerah diatur dengan Keputusan Bupati.

BAB VI

HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN  TENAGA HONORER DAERAH

Bagian Kesatu Hak

Pasal 23

Dalam   melaksanakan   tugasnya   Tenaga   Honorer   Daerah   berhak memperoleh: 

a. gaji;

b. cuti; 

c. perlindungan; dan 

(14)

Paragraf 1  Gaji

Pasal 24

(1)Tenaga Honorer Daerah berhak memperoleh gaji sesuai dengan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah. 

(2)Gaji  sebagaimana  dimaksud   pada   ayat   (1)  dibayarkan   setiap bulannya   yang   bersumber   dari   Anggaran   Pendapatan   dan Belanja Daerah Kabupaten Bima. 

Paragraf 2 Cuti

Pasal 25

Cuti   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   23   huruf   b   diberikan oleh kepala SKPD.

Pasal 26

Cuti terdiri dari:  a. cuti tahunan; b. cuti besar; c. cuti sakit; d. cuti bersalin;

e. cuti karena alasan penting; f. cuti di luar tanggungan daerah.

Pasal 27

(15)

dapat   diberikan   kepada  Tenaga   Honorer   Daerah   yang   telah bekerja   sekurang­kurangnya   satu   tahun   secara   terus menerus.

(2) Lamanya cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 12  (dua  belas) hari kerja diberikan sebanyak 1 (satu) kali   setahun  atau   dapat   diambil  bersamaan  dalam   2   (dua) tahun   apabila   pada   tahun   sebelumnya  cuti   tahunan   tidak diambil.

(3) Lama   cuti   tahunan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2) dapat ditambah untuk paling lama 14 (empat belas ) hari kerja jika cuti dijalankan di tempat yang sulit perhubungannya. (4) Lama cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan

ayat (3) dapat dikurangi apabila ada hari libur bersama sesuai dengan   ketentuan   peraturan   perundang­undangan   yang berlaku.

(5) Untuk   mendapatkan  cuti   tahunan  Tenaga   Honorer   Daerah mengajukan  permintaan secara tertulis kepada kepala SKPD dengan   terlebih   dahulu   mendapat   persetujuan   dari  atasan langsung.

(6) Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh kepala SKPD. (7) Cuti tahunan tidak berlaku bagi Tenaga Honorer Daerah yang

berstatus guru.

Pasal 28

Cuti   tahunan   dapat   ditangguhkan   pelaksanaannya   oleh   kepala SKPD   paling   lama   1   (satu)   tahun,   apabila   kepentingan   dinas mendesak.

Pasal 29

(1) Cuti   besar   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   26   huruf   b diberikan kepada Tenaga Honorer Daerah paling lama 3 (tiga) bulan.

(16)

(3) Cuti   besar   dapat   digunakan   oleh   Tenaga   Honorer   Daerah untuk   memenuhi   kewajiban   agama,   seperti   menunaikan ibadah haji dan/atau menunaikan ibadah umroh serta ibadah keagamaan lainnya.

(4) Untuk   mendapatkan   cuti   besar,   Tenaga   Honorer   Daerah mengajukan permintaan secara tertulis kepada kepala SKPD. (5) Cuti besar diberikan secara tertulis oleh kepala SKPD.

Pasal 30

Selama   menjalankan   cuti   besar,  Tenaga   Honorer   Daerah menerima penghasilan penuh.

Pasal 31

(1) Cuti   sakit   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   26   huruf   c dapat   diberikan   kepada  Tenaga   Honorer   Daerah   yang   sakit lebih dari 3 (tiga) hari dengan ketentuan harus mengajukan permintaan   secara   tertulis   kepada   kepala   SKPD   dengan melampirkan surat keterangan sakit dari dokter.

(2) Lamanya   cuti   sakit   disesuaikan   dengan   besar   kecilnya penyakit yang diderita oleh Tenaga Honorer Daerah dimaksud untuk paling lama 6 (enam) bulan.

(3) Apabila dalam waktu 6 (enam) bulan sakitnya belum sembuh, maka dapat diperpanjang cutinya paling lama 6 (enam) bulan lagi.

(4) Tenaga   Honorer   Daerah   yang   diyakini   tidak   dapat menjalankan   tugasnya   seperti   sedia   kala   karena   kondisi kesehatannya   tidak   membaik   setelah   diberikan   cuti   dan penambahan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (3),   oleh kepala   SKPD   dapat   direkomendasikan   untuk   diberhentikan dengan hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah.

(5) Kondisi   kesehatan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (4) dibuktikan dengan keterangan dari dokter.

(6) Cuti sakit diberikan secara tertulis oleh kepala SKPD.

(17)

Selama   menjalankan   cuti   sakit  Tenaga   Honorer   Daerah  berhak untuk mendapatkan gaji secara penuh.

Pasal 33

(1) Cuti bersalin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d diberikan   kepada   Tenaga   Honorer   Daerah  yang   melahirkan anak   pertama,   kedua   dan   ketiga,   kecuali   untuk   persalinan anak   keempat   dan   seterusnya   Tenaga   Honorer   Daerah diberikan cuti diluar tanggungan daerah.

(2) Lamanya cuti bersalin adalah 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan sesudah persalinan.

(3) Cuti bersalin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diambil dalam satu waktu bersamaan.

(4) Apabila cuti 1 (satu) bulan sebelum melahirkan tidak diambil, maka gugurlah haknya akan 1 (satu) bulan dimaksud.

(5) Untuk   mendapatkan  Cuti  Bersalin  Tenaga   Honorer   Daerah mengajukan  permintaan secara tertulis kepada kepala SKPD dengan   terlebih   dahulu   mendapat   persetujuan   dari  atasan langsung.

(6) Cuti bersalin diberikan secara tertulis oleh kepala SKPD.

Pasal 34

Selama menjalankan cuti bersalin Tenaga Honorer Daerah berhak menerima gaji secara penuh.

Pasal 35

Cuti karena alasan penting  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf e adalah cuti karena:

a. ibu,   bapak,   isteri/suami,   anak,   adik,   kakak,   mertua   atau menantu sakit keras atau meninggal dunia;

(18)

hak­hak dari anggota keluarganya yang meninggal dunia itu; c. melangsungkan perkawinan pertama.

Pasal 36

(1) Lamanya cuti karena alasan penting ditentukan oleh kepala SKPD untuk paling lama 2 (dua) bulan.

(2) Untuk   mendapatkan  Cuti  karena   alasan   penting,  Tenaga Honorer   Daerah   mengajukan  permintaan   secara   tertulis kepada   kepala   SKPD   dengan   terlebih   dahulu   mendapat persetujuan dari atasan langsung.

(3) Cuti   karena   alasan   penting   diberikan   secara   tertulis   oleh kepala SKPD.

Pasal 37

(1) Cuti di luar tanggungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf f dapat diberikan bagi Tenaga Honorer Daerah yang melahirkan anak keempat dan seterusnya paling lama 3 (tiga) bulan.

(2) Untuk mendapatkan  cuti  di luar tanggungan  daerah,  Tenaga Honorer   Daerah   mengajukan  permintaan   secara   tertulis kepada   kepala   SKPD  dengan   terlebih   dahulu   mendapat persetujuan dari atasan langsung.

(3) Cuti  di luar tanggungan  daerah  hanya dapat  diberikan oleh kepala SKPD setelah mendapat persetujuan dari Bupati.

Pasal 38

Tenaga Honorer Daerah yang mengambil cuti di luar tanggungan daerah   tidak   diberikan   hak­hak   kepegawaian,   termasuk  gaji selama menjalani cuti dimaksud.

(19)

Pasal 39

(1) Pemerintah   daerah   wajib   memberikan   perlindungan   kepada Tenaga Honorer Daerah berupa: 

a. jaminan kecelakaan kerja; 

b. jaminan kematian; dan 

c. bantuan hukum. 

(2) Jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diberikan kepada Tenaga   Honorer   Daerah   yang   mengalami   kecelakaan   atau musibah dalam menjalankan tugas dinas. 

(3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa   pemberian   bantuan   hukum   dalam   perkara   yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.

(4) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan   dengan   kemampuan   keuangan   Pemerintah Daerah.

Pasal 40

(1) Tenaga   Honorer   Daerah   yang   mengalami   kecelakaan   dalam menjalankan tugas dinas berhak memperoleh biaya perawatan yang   besarnya   disesuaikan   dengan  kecelakaan   yang dialaminya.

(2) Setiap Tenaga Honorer Daerah yang tewas  atau wafat dalam menjalankan   tugas  dinas   berhak   memperoleh   uang   duka tewas atau wafat yang nilainya sebesar 4 (empat)  bulan  gaji yang diterima ahli warisnya.

(3) Pengajuan  biaya perawatan dan  uang duka  tewas atau wafat sebagaimana  dimaksud  pada  ayat (1) dan  ayat  (2) diusulkan oleh kepala SKPD kepada Bupati cq. Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Bima.

Paragraf 4

(20)

Pasal 41

(1) Tenaga   Honorer   Daerah   diberikan   kesempatan   untuk pengembangan kompetensi.

(2) Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. diberikan   izin   untuk   mengikuti   pendidikan   formal   pada berbagai   jenjang   strata   dalam   wilayah   Kabupaten  Bima atau Kota Bima melalui jalur ijin belajar;

b. diikutsertakan melalui pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional, seminar, kursus dan penataran  sesuai bidang tugas   dan   fungsi  dengan   tujuan   untuk   meningkatkan pengabdian,   mutu   keahlian,   kemampuan   dan keterampilan.

Pasal 42

(1) Pemberian   izin   pengembangan   kompetensi   sebagaimana dimaksud   dalam   Pasal   41   ayat   (2)   huruf   a   diberikan   oleh Bupati   dengan   terlebih   dahulu   mengajukan   permohonan kepada   Bupati   melalui   BKD   mengetahui   kepala   SKPD pemohon.

(2) Pemberian   izin   pengembangan   kompetensi   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) huruf b ditugaskan oleh Kepala SKPD tempat Tenaga Honorer Daerah bekerja.

Bagian Kedua Kewajiban

Pasal 43

Dalam menjalankan tugasnya Tenaga Honorer Daerah mempunyai kewajiban :

(21)

2. mentaati segala ketentuan peraturan perundang­undangan;  3. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya

dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab; 4. menjunjung   tinggi   kehormatan   Negara,   Pemerintah   dan

martabat Tenaga Honorer Daerah;

5. mengutamakan   kepentingan   Negara   dari   pada   kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan;

6. memegang   rahasia   pekerjaan   yang   menurut   sifatnya   atau menurut perintah harus dirahasiakan;

7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara;

8. melaporkan   dengan   segera   kepada   atasannya   apabila mengetahui     ada   hal   yang   dapat   membahayakan   atau merugikan   Negara   atau   pemerintah   terutama   dibidang keamanan, keuangan  dan materiil;

9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja; 10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;

11. menggunakan   dan   memelihara   barang­barang   milik   Negara dengan sebaik­baiknya;

12. memberikan   pelayanan   yang   sebaik­baiknya   kepada masyarakat;

13. mentaati   peraturan   kedinasan   yang   ditetapkan   oleh   pejabat yang berwenang.

2. menjadi   perantara   untuk   mendapatkan   keuntungan   pribadi dan/atau   orang   lain   dengan   menggunakan   kewennangan orang lain;

3. tanpa   izin   pemerintah   menjadi   pegawai   atau   bekerja   untuk Negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional; 4. bekerja   pada   perusahaan   asing,   konsultan   asing,   atau

lembaga swadaya masyarakat asing;

(22)

tidak sah;

6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan   tujuan   untuk   keuntungan   pribadi,   golongan,   atau pihak   lain,   yang   secara   langsung   atau   tidak   langsung merugikan Negara;

7. memberi   atau   menyanggupi   akan   memberi   sesuatu   kepada siapapun   baik   secara   langsung   atau   tidak   langsung   dan dengan   dalih   apapun   yang   berhubungan   dengan pekerjaannya;

8. menerima   hadiah   atau   suatu   pemberian   apa   saja   dari siapapun juga yang berhubungan dengan pekerjaannya;

9. melakukan   suatu   tindakan   atau   tidak   melakukan   suatu tindakan   yang   dapat   menghalangi   atau   mempersulit   salah satu   pihak   yang   dilayani   sehingga   mengakibatkan   kerugian bagi yang dilayani;

10. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

11. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan   Perwakilan   Rakyat,   Dewan   Perwakilan   Daerah,   atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:

a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye:

b. menjadi   peserta   kampanye   dengan  menggunakan   atribut partai atau atribut pegawai;

c. sebagai  peserta  kampanye   dengan   mengerahkan   pegawai lain; dan/atau

d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas Negara;

12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:

a. membuat   keputusan   dan/atau   tindakan   yang menguntungkan   atau   merugikan   salah   satu   pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

(23)

13. memberikan   dukungan   kepada   calon   anggota   Dewan Perwakilan   Daerah   atau   calon   Kepala   Daerah/Wakil   Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto copi   Kartu   Tanda   Penduduk   atau   Surat   Keterangan   Tanda Penduduk sesuai peraturan perundang­undangan; dan

14. memberikan   dukungan   kepada   calon   Kepala   Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:

a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

b. menggunakan fasilitas negara dalam kegiatan kampanye; c. membuat   keputusan   dan/atau   tindakan   yang

menguntungkan   atau   merugikan   salah   satu   pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau

d. mengadakan   kegiatan   yang   mengarah   kepada keberpihakan   terhadap   pasangan   calon   yang   menjadi peserta   pemilu   sebelum,   selama,   dan   sesudah   masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau   pemberian   barang   kepada   pegawai   lainnya   dalam lingkungan   unit   kerjanya,   anggota   keluarga,   dan masyarakat.

BAB VII

JENIS PELANGGARAN DAN HUKUMAN DISIPLIN 

Bagian Kesatu Disiplin

Pasal 45

(1) Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam kelancaran pelaksanaan   tugas,   Tenaga   Honorer   Daerah   wajib   mematuhi disiplin Tenaga Honorer Daerah. 

(2) SKPD wajib melaksanakan penegakan disiplin terhadap Tenaga Honorer   Daerah   serta   melaksanakan   berbagai   upaya peningkatan disiplin. 

(24)

Bagian Kedua 

Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin

Pasal 46

(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:

a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; c. hukuman disiplin berat.

(2) Jenis   hukuman   disiplin   ringan  sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) huruf a terdiri dari:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis;  dan

c. pernyataan tidak puas secara tertulis.

(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa penahanan gaji selama 1 (satu) bulan.

(4) Jenis   hukuman   disiplin   berat   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) huruf c berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah.

Paragraf 1

Hukuman Disiplin Ringan

Pasal 47

Tenaga Honorer Daerah dijatuhi hukuman disiplin ringan berupa: 

a. Teguran lisan apabila tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 5 (lima) hari kerja;

b. Teguran tertulis apabila tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 6 (enam) sampai dengan 10 (sepuluh) hari kerja;

(25)

Bagian Kedua

 Pelanggaran Disiplin Sedang

Pasal 48

(1) Setiap   Tenaga   Honorer  Daerah  dinyatakan   telah   melakukan pelanggaran disiplin sedang apabila tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 16 (enam belas) sampai dengan 45 (empat puluh lima) hari kerja.

(2) Terhadap   pelanggaran   disiplin   yang   dilakukan   oleh   Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi hukuman   disiplin  berupa   penahanan   gaji   selama   1   (satu) bulan.

Bagian Ketiga

Pelanggaran Disiplin Berat

Pasal 49

(1) Setiap   Tenaga   Honorer   Daerah   dinyatakan   telah   melakukan pelanggaran disiplin berat apabila : 

a. tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah selama 46 (empat puluh   enam)   hari   kerja   atau   lebih   secara   kumulatif, dibuktikan dengan absensi kehadiran atau hasil monitoring dan evaluasi dari Inspektorat dan BKD.

b. dihukum   penjara   atau   kurungan   berdasarkan   putusan pengadilan   yang   telah   memiliki   kekuatan   hukum   tetap dengan   pidana   penjara   paling   singkat   4   (empat)   tahun karena   melakukan   tindak   pidana   kejahatan   jabatan   atau tindak   pidana   kejahatan   yang   ada   hubungannya   dengan jabatan dan/atau pidana umum. 

c. hidup   bersama   dengan   wanita   yang   bukan   isterinya   atau pria   lain   yang   bukan  suaminya  di   luar  nikah   dan  bukan sebagai pasangan suami isteri yang sah.

(26)

yang jelas.

e. melakukan perkawinan kedua, ketiga, dan  keempat  tanpa persetujuan  isteri dan  atasan,  kecuali adanya  ijin tertulis dari isteri pertama.

f. merangkap jabatan sebagai Kepala Desa atau aparat desa secara definitif.

g. merangkap   sebagai   wartawan   dari   salah   satu   atau   lebih media, baik wartawan lokal maupun luar.

h. melakukan penyelewengan  terhadap Pancasila, UUD 1945 dan kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah.

i. menjadi  anggota   atau   pengurus   partai   politik  dan/atau mencalonkan   diri   sebagai   anggota   legislatif   atau mencalonkan   diri   sebagai   calon   Bupati/Wakil   Bupati, Walikota/Wakil   Walikota   atau   jabatan   politik   yang   lebih tinggi;

j. menjadi   inisiator,   fasilitator   atau   turut   serta   melakukan aksi demonstrasi.

(2) Terhadap   pelanggaran   disiplin   yang   dilakukan   oleh   Tenaga Honorer Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi hukuman   disiplin   berupa   Pemberhentian   Tidak   Dengan Hormat sebagai Tenaga Honorer Daerah.

Pasal 50

Pelanggaran disiplin berupa tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah dihitung secara kumulatif sampai akhir tahun berjalan.

Pasal 51

(27)

BAB VIII

TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN DISIPLIN

Bagian Kesatu

Teguran Lisan, Teguran Tertulis,  dan Pernyataan Tidak Puas Secara Tertulis

Pasal 52

(1) Teguran lisan diberikan:

a. kepala   SKPD  memberitahukan   kepada  Tenaga   Honorer Daerah tentang pelanggaran disiplin yang telah dilakukan; b. pemberitahuan   tersebut   dinyatakan   secara   tegas   sebagai

hukuman disiplin.

(2) Teguran   tertulis   ditetapkan   dengan   keputusan   kepala   SKPD dan   didalamnya   disebutkan   pelanggaran   disiplin   yang dilakukan.

(3) Pernyataan   tidak   puas   secara   tertulis   ditetapkan   dengan keputusan   kepala   SKPD   dan   didalamnya   disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan.

(4) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) dilaporkan secara tertulis oleh kepala SKPD kepada BKD.

Bagian Kedua Penahanan Gaji 

Pasal 53

(1) Penahanan gaji Tenaga Honorer Daerah selama 1 (satu) bulan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

(2) Keputusan   Bupati   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) ditetapkan berdasarkan rekomendasi dari kepala SKPD.

(3) Jumlah gaji yang ditahan adalah jumlah gaji 1 (satu) bulan penuh.

(28)

Bendahara   Gaji   masing­masing   SKPD   atas   sepengetahuan kepala SKPD.

(5) Setelah   masa   hukuman   selesai,   pembayaran   gaji   Tenaga Honorer  Daerah   pada   bulan   berikutnya  akan   dikembalikan seperti semula. 

(6) Pelanggaran   disiplin   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1) dibuktikan   dengan   absensi   kehadiran   dan  hasil   monitoring dan evaluasi dari Kepala SKPD.

Bagian Kedua

Pemberhentian Tidak Dengan Hormat

Pasal 54

(1) Bagi   Tenaga   Honorer   Daerah   yang   diberhentikan   Tidak Dengan   Hormat   ditetapkan   dengan   Keputusan   Bupati   dan didalamnya disebutkan pelanggaran disiplin yang dilakukan. (2) Keputusan  Bupati  sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)

ditetapkan  berdasarkan   hasil   pemeriksaan  dari   Inspektorat dan/atau BKD.

(3) Tenaga   Honorer   Daerah  yang  diberhentikan   Tidak   Dengan Hormat tidak diberikan uang pesangon.

BAB IX

KETENTUAN LAIN­LAIN

Pasal 55

Tenaga   Honorer   Daerah   yang   diangkat   sebelum   berlakunya Peraturan ini, akan ditetapkan ulang dengan Keputusan Bupati berdasarkan  perjanjian  kerja  paling  singkat  1  (satu)  tahun  dan dapat   diperpanjang   sesuai   dengan   kebutuhan   dan   berdasarkan penilaian kinerja.

(29)

(1) Peraturan   ini   disamping   berlaku   untuk  Tenaga   Honorer Daerah,  juga berlaku bagi  Pegawai Tidak Tetap (PTT) Daerah, Pegawai   Honor   Kontrak   Daerah  dan   Pegawai   Daerah   Non Pegawai Negeri Sipil dengan sebutan lain.

(2) Hal­hal  yang  belum  diatur  dalam  peraturan  ini  akan  diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

BAB X

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 57

Dengan berlakunya Peraturan ini, maka  Peraturan Bupati Bima Nomor  29  Tahun   2013  tentang   Pedoman  Penempatan, Pemberhentian,   Pengembangan  Karier,   dan   Disiplin     Tenaga Honorer Daerah Lingkup Pemerintah Kabupaten Bima, di cabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 58

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan  Bupati   ini   dengan   penempatannya   dalam  Berita Daerah.

Ditetapkan di  : Bima

pada tanggal : 12 April 2014

BUPATI BIMA,

ttd

H. SYAFRUDIN H. M. NUR

29 Diundangkan di : Bima

pada tanggal  : 12 April 2014

Sekretaris Daerah Kabupaten Bima, 

ttd

(30)

Referensi

Dokumen terkait

Topik-topik yang dibahas meliputi: Hampiran Taylor dan Analisis Galat, Solusi Numerik.. Persamaan f ( x ) = 0, Solusi Numerik Sistem Persamaan Linier, Interpolasi dan

Diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa lebih meningkatkan dan mengaktifkan pemahaman siswa dalam belajar kimi khususnya pada materi pokok

Keahlian, kepakaran, kompetensi dan pengorganisasiannya, kekayaan intelektual dan informasi, serta sarana dan prasarana Jalinan hubungan interaktif yang memadukan unsur-

Having the markers, tanks, guns, vests and other equipment complete the excitement when you plan to play paintball.. But little do others know that it is the small and simple

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji strategi sosial ekonomi yang telah dilakukan oleh masyarakat nelayan di kawasan Danau Semayang sebagai respon atas

Semakin tinggi proporsi tapioka yang ditambahkan, kadar air kerupuk mentah dan matang, volume pengembangan, dan daya serap minyak meningkat namun kerupuk menjadi lebih

Butter cookies parut merupakan produk kue kering yang dibuat dari tepung komposit tepung pisang kepok dan tepung umbi garut dengan proporsi berbeda. Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian beberapa peneliti tersebut, penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi lebih dalam mengenai tata kelola perusahaan dengan proksi