• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENTERI RANGKAP JABATAN DALAM KABINET INDONESIA MAJU DITINJAU MENURUT UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MENTERI RANGKAP JABATAN DALAM KABINET INDONESIA MAJU DITINJAU MENURUT UU NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA SKRIPSI"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

TENTANG KEMENTERIAN NEGARA

SKRIPSI

Disusun Oleh: DEO RICKY MAHLEZA

NIM. 160105075

Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Hukum Tata Negara

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

BANDA ACEH 2021 M/1442 H

(2)

ii

DEO RICKY MAHLEZA NIM. 160105075

Mahasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum Program Studi Hukum Tata Negara

(3)

iii . . . . .

(4)

iv

Banda Aceh, 29 Januari 2021

Deo Ricky Mahleza Yang Menyatakan,

(5)

v ABSTRAK

Nama/NIM : Deo Ricky Mahleza/160105075

Fakultas/Prodi : Syari‟ah dan Hukum/Hukum Tata Negara

Judul Skripsi : Menteri Rangkap Jabatan Dalam Kabinet Indonesia Maju Ditinjau Menurut UU No. 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara

Tanggal Munaqasyah : 29 Januari 2021 Tebal Skripsi : 65 Halaman Pembimbing I : Dr. Ali, M.Ag Pembimbing II : Badri, S.H.I, MH

Kata Kunci : Menteri, Rangkap Jabatan, Kabinet, Kedudukan Pada pemerintahan Jokowi-Makhruf Amin, menteri-menterinya yang tergabung di dalam Kabinet Indonesia Maju, terdapat beberapa menteri yang melakukan rangkap jabatan. Adanya menteri yang melakukan rangkap jabatan di pemerintahan Jokowi, tidak terlepas dari diizinkannya menteri tersebut untuk merangkap jabatan oleh Jokowi. Sebenarnya perihal rangkap jabatan yang dilakukan menteri sudah diatur di dalam UU No.39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, yang mana aturan tersebut tertuang di dalam pasal 23, isi dari pasal tersebut, menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, komisaris dan direksi perusahaan negara atupun swasta, dan pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBD/APBN. Untuk itu, persoalan yang hendak dikaji dalam skripsi ini adalah bagaimana deskripsi menteri yang melakukan rangkap jabatan dalam Kabinet Indonesia Maju, dan bagaimana kedudukan menteri rangkap jabatan pada Kabinet Indonesia Maju yang ditinjau dari UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan dan pendekatan dan pendekatan yuridis normatif. Di dalam kabinet Indonesia Maju, beberapa menterinya tercatat merangkap jabatan sebagai pimpinan partai politik, pimpinan organisasi olahraga, dan komisari perusahaan swasta. Pemerintah menilai bahwasannya presiden memiliki hak prerogratif dalam memilih menterinya, dan perihal memilih menteri yang merangkap jabatan adalah kewenangan presiden yang tidak boleh diganggu gugat. Menteri yang merangkap jabatan jika ditinjau dalam pasal 23 UU 39/2008 Tentang Kementerian Negara jelas melanggar UU dan diberhentikan oleh presiden sesuai dengan pasal 24. Dari paparan di atas dapat disimpulkan secara yuridis, kedudukan menteri tersebut tidak legal, tetapi keberadaannya dianggap sah dan diakui negara

(6)

vi

KATA PENGANTAR

الله الرحمن الرحيممسب

ا

لا بر لله دملح

ينمَلاع

لع ملاسلاو ةلاصلاو

ى

يبنلأا فرشأ

ءا

لا ىلعو ينلسرمْلاو

ه

هبحصو

دعب امأ ينعجمأ

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang telah menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya, Selanjutnya shalawat beriring salam penulis sanjungkan ke pangkuan Nabi Muhammad SAW, karena berkat perjuangan beliau, ajaran Islam sudah dapat tersebar keseluruh pelosok dunia untuk mengantarkan manusia dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan. sehingga penulis telah dapat menyelesaikan karya tulis dengan judul: “Menteri Rangkap Jabatan Dalam Kabinet Indonesia Maju Ditinjau Menurut UU No.39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara”.

Rasa hormat dan ucapan terimakasih yang tak terhingga juga penulissampaikan kepada:1.

1. Bapak Prof. Dr. H. Warul Walidin AK, M.A. selaku Rektor UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

2. Bapak Prof. Muhammad Siddiq, M.H., Ph.D selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry.

3. Ibu Mumtazinur, S.I.P., MA selaku Ketua Program Studi Hukum Tata Negara.

4. Bapak Dr. Ali, M.Ag selaku Pembimbing Pertama. 5. Bapak Badri, S.H.I, MH selaku Pembimbing Kedua.

6. Seluruh Staf pengajar dan pegawai Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-Raniry.

7. Kepala perpustakaan induk UIN Ar-Raniry dan seluruh karyawannya. 8. Teman-teman seperjuangan Hukum Tata Negara angkatan tahun 2016.

(7)

vii

Dan tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada ayahanda, ibunda dan keluarga yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik secara moril maupun materiil yang telah membantu selama dalam masa perkuliahan yang juga telah memberikan do‟a kepada penulis, juga saudara-saudara selama ini yang telah membantu dalam memberikan motifasi dalam berbagai hal demi berhasilnya studi penulis.

Akhirnya, penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat banyak kekurangannya. Penulis berharap penulisan skripsi ini bermanfaat terutama bagi penulis sendiri dan juga kepada para pembaca semua. Makakepada Allah jualah kita berserah diri dan meminta pertolongan, seraya memohon taufiq dan hidayah-Nya untuk kita semua. Āmīn Yā Rabbal „Ālamīn.

Banda Aceh, 29 Januari 2021 Penulis,

(8)

viii

TRANSLITERASI

TRANSLITERASI ARAB-LATIN DAN SINGKATAN

Dalam skripsi ini banyak dijumpai istilah yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf latin, oleh karena itu perlu pedoman untuk membacanya dengan benar. Pedoman Transliterasi yang penulis gunakan untuk penulisan kata Arab berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan K Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987. AdapunPedoman Transliterasi yang penulis gunakan untuk penulisan kata Arab adalah sebagai berikut:

1. Konsonan

No. Arab Latin Ket No. Arab Latin Ket

1 ا Tidak dilambangkan 61 ط ṭ t dengan titik di bawahnya 2 ب B 61 ظ ẓ z dengan titik di bawahnya 3 ت T 61 ع „ 4 ث Ś s dengan titik di atasnya 61 غ gh 5 ج J 02 ف f 6 ح ḥ h dengan titik di bawahnya 06 ق q 7 خ Kh 00 ك k 8 د D 02 ل l 9 ذ Ż z dengan titik di atasnya 02 م m 10 ر R 02 ن n 11 ز Z 01 و W

(9)

ix 12 س S 01 ه H 13 ش Sy 01 ء ‟ 14 ص Ş s dengan titik di bawahnya 01 ي Y 15 ض ḍ d dengan titik di bawahnya 2. Konsonan

Konsonan Vokal Bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.

a. Vokal Tunggal Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harkat, transliterasinya sebagai berikut:

Tanda Nama Huruf Latin

َ Fatḥah A

َ Kasrah I

َ Dammah U

b. Vokal Rangkap

Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harkat dan huruf, transliterasinya gabungan huruf, yaitu:

Tanda dan Huruf Nama Gabungan Huruf ي َ Fatḥah dan ya Ai َ

(10)

x فيك = kaifa,

لوه = haula

3. Maddah

Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,

transliterasinya berupa huruf dan tanda, yaitu: Harkat dan

Huruf

Nama Huruf dan tanda

ي/ ا Fatḥah dan alif atau ya Ā

ي Kasrah dan ya Ī

و Dammah dan wau Ū

Contoh: لا ق = qāla ي م ر = ramā لْي ق = qīla لْوق ي = yaqūlu 4. Ta Marbutah (ة)

Transliterasi untuk ta marbutah ada dua. a. Ta marbutah ( ة) hidup

Ta marbutah ( ة) yang hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah dan

dammah, transliterasinya adalah t.

b. Ta marbutah ( ة) mati

Ta marbutah ( ة) yang mati atau mendapat harkat sukun, transliterasinya adalah h.

c. Kalau pada suatu kata yang akhir huruf ta marbutah ( ة) diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbutah ( ة) itu ditransliterasikan dengan h.

(11)

xi Contoh:

ُ ة َضاوَرالاَفاطَ الْا : rauḍah al-aṭfāl/ rauḍatul aṭfāl ُ ةَنايِدَمالااةَرَّوَن مالا : al-Madīnah al-Munawwarah/

al-Madīnatul Munawwarah

ُاة َحالَط : Ṭalḥah Modifikasi

1. Nama orang berkebangsaan Indonesia ditulis seperti biasa tanpa transliterasi, seperti M. Syuhudi Ismail. Sedangkan nama-nama lainnya ditulis sesuai kaidah penerjemahan. Contoh: Ḥamad Ibn Sulaiman.

2. Nama negara dan kota ditulis menurut ejaan Bahasa Indonesia, seperti Mesir, bukan Misr ; Beirut, bukan Bayrut ; dan sebagainya.

(12)

xii

DAFTAR TABEL

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

(14)

xiv

DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SIDANG ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

BAB SATU PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7

D. Kajian Pustaka ... 8 E. Penjelasan Istilah ... 10 F. Metode Penelitian ... 11 1. Pendekatan Penelitian ... 11 2. Jenis Penelitian ... 12 3. Sumber Data ... 12

4. Teknik Pengumpulan Data ... 13

5. Validitas Data ... 13

6. Teknik Analisis Data ... 13

7. Pedoman Penulisan ... 14

G. Sistematika Pembahasan ... 14

BAB DUA RANGKAP JABATAN PEJABAT NEGARA ... 16

A. Menteri dalam Sistem Pemerintahan Indonesia ... 16

1. Definisi Menteri ... 16

2. Tugas Menteri ... 22

B. Tinjauan Umum Pejabat Negera ... 26

1. Definisi Jabatan ... 26

2. Macam-Macam Jabatan ... 27

3. Pengisian Jabatan pada Lemabaga Negara ... 29

4. Definisi Pejabat Negara ... 30

5. Jenis Pejabat Negara ... 33

(15)

xv

C. Rangkap Jabatan Oleh Pejabat Negera/Publik ... 37

D. UU No.39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara .. 41

E. Legal Binding dan Moral Binding ... 42

BAB TIGA MENTERI RANGKAP JABATAN DITINJAU DARI UU NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA ... 44

A. Kabinet Indonesia Maju ... 44

B. Menteri Rangkap Jabatan Dalam Kabinet Indonesia Maju ... 49

C. Tinjauan UU Nomor 39 Tahun 2008 ... 51

BAB EMPAT PENUTUP ... 60

A. Kesimpulan... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

(16)

1 BAB SATU PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Presiden sebagai pemimpin sebuah negara dalam menjalankan tugas kenegaraanya biasanya dibantu oleh pembantu-pembantunya, yaitu wakil presiden dan menteri. Pembantu presiden sendiri adalah pejabat negara yang membantu melaksanakan tugas presiden dalam menjalankan pemerintahan.1 Pembantu presiden dapat disimpulkan sebagai pihak pihak yang membantu presiden dalam menjalankan pemerintahan dalam lingkungan kerja untuk mecapai tujuan penyelengaraan pemerintahan.2

Sebagai pemimpin pemerintahan, presiden memiliki wewenang konstitusional dalam menyusun menteri-menteri dalam kabinetnya, yang dimana kabinet tersebut akan membantu presiden dalam menjalankan tugas negara. Seperti yang tertuang di dalam Pasal 17 UUD RI 1945 tentang Kementerian Negara, rinciannya sebagai berikut.3

1. Presiden dibantu oleh menteri menterinya

2. Menteri menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden 3. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan 4. Pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara

diatur dalam Undang-undang

Dengan demikian, menteri-menteri yang berada di dalam kabinet tersebut menjadi tangung jawab presiden.4 Jadi dalam urusan menteri, presiden

1

Jimli Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 323.

2

Hasan Zaini, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Bandung: Alumni, 1990), hlm. 261.

3

UUD NRI 1945 4

Sefti Nuraida Nasution, Analisis Hukum Pengangkatan Menteri Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Imam Al-Mawardi (Fakultas Syariah Dan Hukum, UIN Sumatera Utara Medan, Medan), hlm.11.

(17)

memiliki wewenang penuh dalam mengurus kabinetnya tanpa boleh diikut campur tangan oleh pihak lain.5 Karena dalam menjalankan pemerintahan, seorang presiden harus memiliki menteri dengan kapabilitas, integritas dan loyalitas yang siap membantunya dalam menjalankan pemerintahan.6

Pada era kabinet jokowi jilid pertama, agar menterinya memiliki kapabilitas, integritas dan loyalitas, Presiden Jokowi membuat suatu aturan. Dimana menteri-menteri di dalam kabinetnya dilarang untuk merangkap jabatan. Alasan dilarangnya menteri merangkap jabatan untuk menghindari adanya penyalahgunaan fasilitas negara, menghindarkan kementerian dijadikan penyumplai dana bagi organisasi yang di pegang, dan agar menteri fokus pada pekerjaannya. Setidaknya tiga alasan tersebutlah yang mendasari Jokowi untuk terus menggelorakan larangan menteri rangkap jabatan.7 Berbeda dari kabinet sebelumnya, untuk kabinet Presiden Jokowi Jilid II, Jokowi mengizinkan jajaran menterinya merangkap jabatan, termasuk merangkap jabatan sebagai pimpinan Partai Politik. Yang mana dengan adanya izin tersebut, pimpinan parpol yang dipilih untuk menjadi menteri tidak perlu mengundurkan diri dari partai politik. Para pimpinan parpol tidak perlu mengikuti jejak Wiranto pada Kabinet Kerja yang mengharuskan dirinya meninggal jabatan nya sebagai Ketua Umum Partai Hanura karena adanya larangan rangkap jabatan yang diberlakukan terhadap menteri.

Rangkap jabatan yang dilakukan oleh menteri bukan hal baru, di beberapa kabinet yang dibentuk presiden terdahulu maupun presiden saat ini, sudah banyak menteri yang mempraktekan rangkap jabatan. Dalam praktik pengisian jabatan menteri, sangat memungkinkan terjadinya rangkap jabatan,

5

Wahyu Gunawan, Kekuasaan Dan Mekanisme Pengangkatan Menteri Pada Sistem Presidensiil Di Indonesia (Jurnal Jurist-Diction, Vol. I, No. 1, September 2018) hlm. 349.

6Ibid, hlm. 351. 7

Allan Fatchan Gani Wardhana, Larangan Menteri Rangkap Jabatan. Diakses melalui https://www.kompasiana.com/allanfgwardhana/54f5d16aa33311494f8b460c/larangan-menteri-rangkap-jabatan, tanggal 12 September 2014

(18)

karena menteri bukan berasal dari pegawai negeri sipil, tetapi berasal dari berbagai macam profesi, maka tidak sedikit menteri yang enggan melepas profesinya saat dipilih menjadi menteri. Karna alasan tersebut tidak sedikit menteri yang melakukan praktik rangkap jabatan. Mengenai masalah tersebut, terjadi pro dan kontra di kalangan publik maupun para ahli hukum. Sebagian orang berpendapat bahwa rangkap jabatan memungkinkan terjadinya Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) dan menyalahi ketentuan hukum. Sementara di pihak yang lainnya, menteri yang rangkap jabatan adalah hal wajar, asalkan tidak menyalahi aturan perundang undangan.8

Di dalam kabinet Indonesia Maju era Presiden Jokowi, menteri-menterinya berasal dari beberapa latar profesi, dari bidang militer, pengusaha, akademisisi, ekonom, dll. Dalam memilih menteri, presiden tidak diharuskan memilih menteri dari partai politik, dengan begitu menteri-menteri yang dipilih bisa dari seseorang yang ahli dibidangnya. Seperti menteri hukum dan ham dapat diisi oleh ahli yang membidangi urusan tersebut. Namun tidak sedikit juga menteri berasal dari partai politik. Tetapi, dengan dipilihnya menteri dari berbagai profesi, sering terjadinya praktik rangkap jabatan. Yang mana ditakutkan akan mengurangi fokus sang menteri dalam membantu presiden.

Rangkap jabatan dilakukan menteri juga dapat menimbulkan konflik kepentingan. Menurut May Lim Charity yang mengutip dari buku „Konflik Kepentingan‟, konflik kepentingan (conflict of interest) adalah situasi dimana seorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja seharusnya.9 Beberapa bentuk konflik kepentingan yang sering terjadi dan dihadapi oleh Pejabat

8

Departemen BPSDM, Tri Wahyuni, Rangkap Jabatan : Batas Antara Hukum dan Etika Dalam Penyelenggaraan Pemerintah. Policy Paper, hlm. 1.

9

(19)

Negara salah satunya adalah adanya rangkap jabatan di beberapa lembaga/ instansi/ perusahaan yang memiliki hubungan langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya10 Dalam praktiknya di Indonesia, konflik kepentingan sebenarnya merupakan situasi yang dapat mengarahkan atau mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan wewenang sebagai unsur terjadinya tindak pidana korupsi. Jika dilihat dari penyebabnya, paling tidak ada lima sumber utama terjadinya konflik kepentingan di Indonesia, yaitu rangkap jabatan, hubungan afiliasi, penerimaan gratifikasi, kepemilikan aset dan penggunaan diskresi yang melebihi batas. Berdasarkan sumber-sumber penyebab tersebut, terdapat berbagai jenis pelanggaran konflik kepentingan seperti menentukan gaji sendiri, pekerjaan sampingan sampai memiliki saham di perusahaan yang dapat mengganggu objektivitas pengawasan oleh seorang pejabat publik.11

Undang-undang sendiri sebenarnya sudah melarang para menteri untuk melakukan praktek rangkap jabatan. Larangan itu tertuang dalam Pasal 23 UU No. 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, pasal tersebut menjelaskan bahwa menteri dilarang merangkap jabatan sebagai :12 (1) Pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang undangan; (2) Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; (3) Pimpinan organisasi yang dibiayai dari anggara pendapatan negara dan/atau anggaran pendapatan daerah.

Adanya larangan rangkap jabatan dapat menjamin menteri bisa bekerja secara fokus dan lebih efektif untuk melaksanakan urusan pemerintahan sebab tidak lagi terikat dengan tanggung jawab lain. Syarat ini bertujuan untuk

10

Kurnia Agustin, “Dualisme (Rangkap) Jabatan Dalam Ketatanegaraan Indonesia”, Universitas Sriwijaya, Palembang, 2019, hlm. 3.

11Eko Prasojo, “Rangkap Jabatan dan Konflik Kepentingan”, dalam Seputar Indonesia, Jakarta, Selasa, 27 Oktober 2009, hlm. 6.

12

(20)

menjaga independensi penyelenggaraan pemerintahan agar tidak terkontaminasi dari kepentingan kelompok atau organisasi tertentu

Dalam literatur ilmu politik dengan tegas ditekankan bahwa jika pimpinan organisasi dipercaya memegang jabatan sebagai pejabat negara, saat itu pula harus selesai hubungan yang bersangkutan dengan organisasi ataupun kelompoknya. Kesadaran mengenai hal ini merupakan dasar pengendalian diri untuk membedakan antara milik negara dan milik organisasi. Nanti jika jabatan negaranya selesai, dia bisa kembali ke jabatan partainya.

Terhadap realita saat ini, aturan terkait larangan rangkap jabatan belum sepenuhnya dipatuhi oleh pemerintah, sebab saat ini masih terdapat seorang yang menjabat sebagai menteri namun disisi lain juga menjabat sebagai pimpinan organisasi. Di dalam Kabinet Indonesia Maju era kepemimpinan kedua Presiden Jokowi, masih ada beberapa menteri yang berhubungan langsung dengan partai politiknya, organisasi dan sebuah perusahaan. Mereka masih enggan meninggalkan jabatannya di organisasi dan jabatan di perusahaan. Seperti Prabowo Subianto, yang mana dia selain menjabat sebagai menteri pertahanan, beliau juga merangkap sebagai pimpinan Partai Politik Gerindra dan Agus Suparmanto yang mana selain dia menjabat sebagai menteri perdagangan, ia juga menjabat sebagai ketua dari cabang induk organisasi olahraga. Dari dua contoh tersebut, menjelaskan bahwa rangkap jabatan masih eksis di kalangan para menteri. Selain menteri yang merangkap jabatan, tetapi ada juga menteri yang memahami bahwasannya rangkap jabatan tidak etis dilakukan saat sedang menjabat menjadi menteri, seperti Nadiem Makarim yang mana beliau rela meninggalkan jabatan komisaris di perusahaan Gojek demi bisa fokus dalam menjalankan tugasnya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Ditinjau dari etika politik dan pemerintahan dimana diamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan publik, menteri sebagai pejabat publik siap mundur bila melanggar

(21)

kaidah, undang-undang dan sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara.13 Jadi menteri yang merangkap jabatan seharusnya harus memilih antara mengundurkan diri dari menteri ataupun meninggalkan jabatan nya ditempat lain.

Rangkap jabatan jika dilihat secara undang-undang maupun etika politik, rangkap jabatan tidak dapat diterapkan. Tetapi yang terjadi saat ini menteri malah memilih bertahan dengan rangkap jabatan, dan jokowi lebih memilih membiarkan menteri-menterinya merangkap jabatan. Seharusnya setiap menteri tidak lagi merangkap jabatan sehingga lebih mengedapankan kepentingan rakyat daripada mengutamakan kepentingan pribadi dan keluarganya. Melihat situasi yang sedemikian rupa, menjadi hal yang urgen perlunya memformulasikan norma etika penyelenggara negara dalam sebuah kebijakan/politik hukum negara.

Mengenai masih adanya menteri yang merangkap jabatan di kabinet Indonesia Maju, menjadi tanda tanyak publik, mengapa masih ada menteri yang merangkap jabatan, dan masih menjabat sebagai menteri. Sedangkan secara undang-undang sudah ada larangan menteri untuk melakukan rangkap jabatan. Karena hal tersebut, Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara menjadi banyak penafsiran.

Berdasarkan penjelasaan diatas, penulis meyakini persoalan menteri yang merangkap jabatan masih sering terjadi dan dipraktekan di dalam kabinet Indonesia Maju. Sebenarnya sudah ada UU yang mengaturnya, tapi UU tersebut sering berbeda penafsirannya di antara masyarakat dan pemerintah. Maka dari itu penulis tertarik mengkaji “Menteri Rangkap Jabatan Dalam Kabinet

13

Fuqoha, Etika Rangkap Jabatan Dalam Penyelenggaraan Negara Ditinjau Dalam Prinsip Demokrasi Konstitusional (Jurnal Administrasi Negara, Vol. 3, Desember 2015), hlm. 38.

(22)

Indonesia Maju di Tinjau Menurut UU No. 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas maka menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah Menteri Rangkap Jabatan Ditinjau dari UU No 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, untuk lebih terarahnya penelitian ini maka penulis memberikan Batasan masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana deskripsi Menteri Rangkap Jabatan dalam Kabinet Indonesia Maju?

2) Bagaimana Kedudukan Hukum Menteri Rangkap Jabatan pada Kabinet Indonesia Maju?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan masalah-masalah yang menjadi perdebatan dalam Menteri Rangkap Jabatan Ditinjau dari UU No 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, tujuan penelitian ini antara lain:

a. Untuk mengetahui Menteri yang melakukan Rangkap Jabatan di Kabinet Indonesia Maju

b. Untuk mengetahui kedudukan Menteri yang Merangkap Jabatan di Kabinet Indonesia Maju

2. Manfaat Penelitian

a. Secara praktis, sebagai masukan bagi pejabat negeri terkhsus para menteri agar tetap fokus pada satu jabatan yang telah dipercayakan, tanpa harus merangkap jabatan di tempat lain.

(23)

b. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah khazanah pengetahuan dan menjadi acuan untuk penelitian-penelitian yang lain yang berhubungan dengan rangkap jabatan dan menteri.

D. Kajian Pustaka

Harus penulis akui bahwa sangat banyak literatur yang membahas menteri dan rangkap jabatan, baik dalam lingkup Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry maupun di Universitas lainnya yang ada di Indonesia. Kajian pustaka yang penulis lakukan bertujuan untuk melihat perbedaan atau persamaan antara objek peneliti penulis dengan penelitian yang pernah diteliti oleh peneliti lain agar terhindar dari duplikasi. Penulis menemukan beberapa skripsi yang membahas masalah tentang:

1. Pertama. dalam skripsi Imanuel R Masela mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pattimura ,Ambon yang membahas tentang :Rangkap

Jabatan Pejabat Publik Dalam Sistem Ketata Negaraan Indonesia

tahun 2018, dalam penelitian tersebut membahas bagaimana rangkap jabatan menurut perundang-undangan di Indonesia dan bagaimana pengaturan sanksi administrasi terhadap pejabat publikyang merangkap jabatan.14

2. Kedua, dalam skripsi Sefti Nuraida Nasution mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum, jurusan Siyasah Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Medan yang membahas tentang : Analisis Hukum

Pengangkatan Menteri Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia Ditinjau Dari Persfektif Imam Al-Mawardi tahun 2018, dalam penelitian tersebut

membahas pengangkatan menteri berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara. Skripsi ini juga membahas

14

Imanuel R Masela, Rangkap Jabatan Pejabat Publik Dalam Sistem Ketata Negaraan Indonesia,(Fakultas Hukum, Universitas Pattimura, Ambon)

(24)

pengangkatan dan relevansi pengangkatan menteri menurut Imam Al-Mawardi.15

3. Ketiga, dalam skripsi Andi Muh.Irvan Alamsyah mahasiswa Fakultas hukum jurusan studi hukum administrasi negara, Universitas Hasanuddin yang membahas tentang: “Analisis Pengangkatan Dan

Pemberhentian Menteri Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara” tahun 2018, dalam peneltian

tersebut menganalisi bagaimana pelaksanaan seorang menteri diangkat dan diberhentikan menurut UU No.30 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara serta membahas apakah pengangkatan dan pemberhentian menteri tersebut dapat dijadikan objek sengketa di PTUN.16

4. Keempat, dalam skripsi Rusdi Rizki Lubis mahasiswa fakultas Syariah dan Hukum jurusan Ilmu Hukum , Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang membahas tentang : ”Rangkap Jabatan Sebagai

Faktor Pengganti Antar Waktu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Indonesia(Analisis Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR,DPR,DPD dan DPRD)” tahun 2017 , dalam

peneltian tersebut membahas praktek penggantian antar waktu anggota DPR karenan anggota DPR tersebut merangkap jabatan di bidang lain.17

15

Sefti Nuraida Nasution, Analisis Hukum Pengangkatan Menteri Dalam Sistem Pemerintahan Indonesia Ditinjau Dari Persfektif Imam Al-Mawardi, (Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sumatera Utara Medan, Medan)

16

Andi Muh. Irvan Alamsyah, Analisis Hukum Pengangkatan dan Pemberhentian Menteri Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kemeterian Negara, (Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar).

17

Rusdi Rizki Lubis, Rangkap Jabatan Sebagai Faktor Pengganti Antar Waktu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Indonesia(Analisis Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR,DPR,DPD dan DPRD), (Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif HidAyatullah, Jakarta).

(25)

5. Kelima, dalam skripsi Muhammad Salahudin mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Sriwijaya yang membahas tentang “Efektifitas

Rangkap Jabatan Pada Kepala Daerah dan Pengurus Persatuan Olahraga” Tahun 2019, dalam penelitian tersebut menjelaskan

bagaimana keefektifitas kinerja kepala daerah yang merangkap jabatan sebagai pengurus persatuan olahraga disaat sedang menjabat sebagai kepala daerah.18

6. Keenam, skripsi Indah Purwakasari Prasetyaningsih mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang membahas tentang

“Kedudukan Menteri Dalam Sistem Pemerintahan Menurut Undang Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara” Tahun

2012. Dalam penelitian tersebut menjelaskan bagaimana kedudukan menteri di dalam pemerintahan serta hubungannya dengan wakil menteri.19

Dari hasil kajian pustaka di atas berbeda dengan isi kajian ilmiah yang penulis uraikan, kajian ini membahas tetang Menteri Rangkap Jabatan Dalam Kabinet Indonesia Maju Ditinjau Menurut UU No. 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.

E. Penjelasan Istilah

Agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam memahami pengertian istilah-istilah yang terkandung dalam judul proposal ini, maka penulis perlu menjelaksan beberapa definisi yang berkaitan dengan pembahasan penulis di atas supaya tidak terjadi perbedaan pemahaman terhadap judul proposal ini.

18

Muhammad Salahudin, Efektifitas Rangkap Jabatan Pada Kepala Daerah dan Pengurus Persatuan Olahraga, (Fakultas Hukum, Universitas Sriwijay, Palembang).

19

Indah Purwakasari Prasetyaningsih, Kedudukan Menteri Dalam Sistem Pemerintahan Menurut Undang Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, (Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, Surabaya)

(26)

Adapun istilah-istilah yang perlu dijelaskan diantaranya: 1. Rangkap Jabatan

Rangkap jabatan adalah seseorang yang memiliki dua jabatan atau kedudukan dalam suatu organisasi sehingga memiliki tugas, wewenang, dan tanggung jawab lain selain jabatan utama yang didudukinya.

2. Menteri

Menteri Negara yang selanjutnya disebut Menteri adalah pembantu Presiden yang memimpin Kementerian20. Menteri adalah pembantu presiden yang dipilih langsung oleh presiden untuk membantunya dalam menjalankan pemerintahan. Tugas menteri berbeda-beda tergantung kepada bidangnya.

F. Metode Penelitian

Pada prinsipnya dalam setiap penulisan karya ilmiah selalu memerlukan data-data yang lengkap dan objektif serta mempunyai metode penlitian dan cara tertentu yang disesuaikan dengan permasalahan yang akan dibahas. Metode sendiri adalah suatu cara atau jalan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat alat tertentu.21 Dalam membahas permasalahan Menteri Rangkap Jabatan Dalam Kabinet Indonesia Maju Ditinjau UU No. 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Langkah-langkah penelitian diantaranya sebagai berikut:

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, baik itu dari aspek teori, sejarah, filosofi, maupun pasal

20

UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara. 21

(27)

demi pasal.22 Penelitian ini akan dikaji secara normatif dengan cara mempelajari dan meneliti dari lingkup dan materi ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian kepustakaan (Library Research) yakni pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian seperti buku-buku, kitab, jurnal, artikel dan peraturan perundang-undangan

3. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi ke dalam dua kategori yaitu:23

1) Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama) terkait dengan permasalahan yang akan dibahas.24 Data Primer juga merupakan data pokok atau bahan utama penelitian yang dapat memberikan informasi langsung terkait objek penelitian. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini UU No 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.

2) Data Sekunder, adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Data sekunder terdiri dari buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum

22

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004), hlm. 102.

23

Ajat Rukajat, Penelitian Pendekatan Kualitatif (Qualitative Research Approach) (Yogyakarta: Deepublish CV Budi Utama, 2018), hlm. 5.

24

Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 30.

(28)

(termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum), kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan hakim25 Seperti buku yang dikeluarkan oleh Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III LAN dalam POLICY PAPER yang berjudul Rangkap Jabatan: Batas Antara Hukum dan Etika dalam Penyelenggaraan Pemerintahan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Mengingat penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan (libraryresearch), yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengkaji sumber data yang disebut diatas terkait hubungannya dengan masalah-masalah yang diteliti dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan-bahan kepustakaan.

5. Objektivitas dan Validitas Data

Objektivitas dan Validitas Data dapat diketahui lewat uji: a. Kredibilitas, sehingga dapat dipercaya;

b. Transferabilitas, artinya dapat digeneralisasi atau ditransfer kepada konteks yang lain;

c. dependabilitas, yaitu keterulangan;

d. komfirmabilitas, artinya bisa dikomfirmasikan oleh orang lain.

6. Teknik Analisis Data a. Reduksi Data

Ketika data yang diperlukan telah tersedia, tahap seleksi selanjutnya adalah perangkuman data, perumusan tema dan pengelompokan serta penyajian cerita. Adapun data kepustakaan dirangkum dengan cara dipilih hal-hal pokok dan difokuskan pada hal-hal penting sesuai dengan peta penelitian.

25

(29)

b. Penyajian Data

Penyajian data dalam penelitian ini meliputi kategori klasifikasi yang kemudian disusun kedalam sistem yang sesuai

c. Penyimpulan

Pada bagian penyimpulan diperlukannya analisis untuk dilihat ada tidaknya suatu deviasi/penyimpangan dalam permasalahan yang diteliti. Adapun metode analisis yang digunakan adalah metode induktif, yakni suatu metode yang menguraikan contoh-contoh kongkrit terlebih dahulu, kemudian baru dirumuskan menjadi suatu kesimpulan. Data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta yang ada.

7. Pedoman Penulisan

Skripsi ini ditulis menggunakan Buku Panduan Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum Tahun 2018 edisi Revisi 2019.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dari hasil penelitian ini, maka sistematika pembahasannya akan dijabarkan dam empat bab yang terperinci yaitu:

BAB SATU Berisikan pendahuluan, yang menyatakan penelitian ini secara menyeluruh, menguraikan latar belakang masalah kemudian dilanjutkan dengan pokok masalah/ rumusan maslah agar permasalahan yang akan dibahas menjadi lebih terfokus dan mengenai sarana yang diharapkan. Selain itu dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan penelitian, kajian Pustaka yang digunakan untuk melihat penelitian ini yang hampir sama dan sebagai bukti bahwa penelitian ini belum pernah diteliti sebelumnya. Kemudian metode

(30)

penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini dan dikhiri dengan sistematika pembahasan.

BAB DUA, menjelaskan tentang landasan teori yang memaparkan tentang menteri dalam sistem pemerintahan di Indonesia, membahas hak prerogratif presiden dan menjelaskan bagaimana rangkap jabatan yang dilakukan oleh pejabat publik.

BAB TIGA menjelaskan bagaimana praktek rangkap jabatan yang dilakukan menteri-menteri dari kabinet Indonesia Maju dan bagaimana kedudukan menteri yang melakukan rangkap jabatan.

BAB EMPAT Merupakan bab penutup yang merangkum semua kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas dan saran-saran, dengan harapan dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(31)

16 BAB DUA

RANGKAP JABATAN PEJABAT NEGARA

A. Menteri dalam Sistem Pemerintahan Indonesia 1. Definisi Menteri

Indonesia merupakan sebuah negara yang menerapkan sistem pemerintahan presidensial. Maksudnya adalah, Indonesia dipimpin oleh presiden dan wakil presiden. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai kepala pemerintahan, presiden dan wakil presiden dibantu oleh menteri-menteri yang memimpin kementeriannya masing-masing. Lembaga kementerian negara diatur secara yuridis di dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 2008 Tentang Kementerian Negara. Dalam Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan bahwa kementerian negara yang selanjutnya disebut Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, sedangkan pengertian mengenai menteri dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 1 Ayat (2) bahwa Menteri negara yang selanjutnya disebut menteri adalah pembantu presiden yang memimpin kementerian.26 Peran menteri sangat lah penting dalam pemerintahan. Mereka lah yang mengurusi bidang bidang yang berkaitan langsung dengan jalannya pemerintahan. Dalam menjalankan tugasnya menteri memiliki wewenang seperti melakukan koordinasi untuk memberikan sebuah pelayanan kerumahtanggaan dan juga protokol yang akan diberikan kepada Presiden dan juga wakilnya, dan memiliki kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di masing-masing kementerian. Para menteri diangkat dan diberhentikan presiden untuk suatu

26

Fence M.Wantu “Mekanisme Koordinasi dan Singkronisasi Lembaga Kementerian Negara : Suatu Praksis Menuju Kabinet Yang Efektif”.jurnal Mekanisme dan Koordinasi, Vol.15, No. 2, Juni 2019. hlm 75.

(32)

tugas tertentu yang diatur dalam bab V Pasal 22 dan 24 UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.

Dalam sistem presidensial menteri sepenuhnya pembantu presiden, artinya menteri dalam kabinet merupakan perpanjangan tangan presiden yang melaksanakan sepenuhnya kebijakan yang telah digariskan oleh presiden. Tidak boleh ada campur tangan partai dalam penentuan garis-garis kebijakan dari presiden kepada menterinya. Mengingat bahwa dalam sistem presidensial, program eksekutif sepenuhnya berpatokan kepada kontrak sosial antara presiden dengan rakyat. Dan menteri diangkat dan diberhentikan langsung oleh presiden, karena itu dia bertanggung jawab kepada presiden. Namun demikian menteri-menteri negara bukanlah pegawai tinggi biasa, tetapi ia berkedudukan sebagai pemimpin departemen negara.27 Sehingga peran presiden dalam sistem presidential sangat sentral dalam menetukan menteri atau anggota kabinet.28 Hal ini berbeda dengan penjabaran fungsi menteri dalam sebuah kabinet parlementer. Pada kabinet parlementer, menteri adalah pengemban misi partai atau dapat pula dikatakan sebagai representasi partai-partai dalam kabinet koalisi di lembaga eksekutif. Maka dalam kabinet koalisi, program kerja kabinet adalah produk kompromi antara kepentingan partai anggota dengan partai pemenang

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian Negara telah diuraikan bahwa dalam pembentukan struktur Kabinet maksimal presiden terpilih hanya dapat membentuk sebanyak 34 Kementerian. Dari 34 kementerian tersebut, terdapat empat kementerian Koordinator yang menjalankan fungsi

27

Dr.Titik Triwulan Tutik, S.H.,M.H. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amendemen UUD 1945. (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 78.

28

Saldi Isra.Sistem Pemerintahan Indonesia: Pergulatan Ketatanegaraan Menuju Sistem Pemerintahan Presidential. (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2019), hlm. 252.

(33)

sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, yang dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian Negara disebut sebagai Kementerian Kelompok I. Terdapat 15 kelompok kementerian yang yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian Negara disebut Kementerian Kelompok II. Sedangkan menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden Nomor7 Tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian Negara disebut Kementerian Kelompok III terdapat delapan kementerian.29

Kementerian di Indonesia dibagi ke dalam tiga kategori yaitu kementerian koordinator, kementerian departemen, dan kementerian negara. Kementerian koordinator bertugas membantu presiden dalam suatu tugas. Di Indonesia, menteri koordinator terdiri atas tiga bagian, yaitu: menteri koordinator bidang politik, hukum, dan keamanan bertugas membantu presiden dalam mengoordinasikan perencanaan dan penyusun kebijakan, serta menyinkronkan pelaksanaan kebijakan dibidang politik, hukum, dan keamanan.

Fungsi yang ada padanya adalah:30

1) Pengoordinasian para menteri negara dan pimpinan lembaga pemerintahan non departemen (LPND) dalam keterpaduan pelaksanaan tugas di bidang politik dan keamanan, termasuk permasalahan dalam pelaksana tugas.

2) Pengoordinasian dan Peningkatan keterpaduan dalam penyiapan dan perumusan kebijakan pemerintahan kantor menteri negara,

29

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian Negara 30

Dr. Paisol Burlian, S.Ag., M.Hum., Hukum Tata Negara Indonesia (Malang: Setara Press, 2019), hlm. 159.

(34)

departemen, dan lembaga pemerintah non departemen (LPND) di bidang politik dan keamanan.

3) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada presiden.

Dalam konteks pemerintahan Indonesia khususnya terkait dengan lembaga Kementerian, maka menteri-menteri diangkat dan juga diberhentikan oleh presiden. Pelaksanaan pengangkatan dan pemberhentian Menteri, Undang-Undang mengatur tentang persyaratan pengangkatan maupun pemberhentian Menteri tidak dimaksud untuk membatasi hak Presiden dalam memilih seorang Menteri, namun hadirnya ketentuan tersebut dimaksud agar seorang Menteri yang diangkat oleh Presiden memiliki intergritas dan kepribadian yang baik, serta memiliki kompetensi dalam bidang tugas kementerian, memiliki pengalaman kepemimpinan, dan sanggup bekerjasama sebagai pembantu presiden. Sehingga dalam konteks pertanggung jawaban, maka menteri-menteri akan mempertanggung jawabkan kinerja kementerian yang dipimpinanya kepada presiden selaku kepala negara dan kepala pemerintahan. Pengangkatan menteri diatur dalam Pasal 22 UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, yang berbunyi:

1. Menteri diangkat oleh Presiden

2. Untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan:

a. Warga Negara Indonesia

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

c. Setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan

(35)

e. Memliki integritas dan kepribadian yang baik, dan

f. Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5(lima) tahun atau lebih.

Dalam memilih menteri, selain harus memenuhi pesyaratan yang ada dalam Pasal 22, seorang menteri yang diangkat juga dilarang sedang memiliki jabatan lain, aturan tersebut diatur dalam Pasal 23 mengenai larangan menteri merangkap jabatan. Jadi seorang yang akan diangkat menjadi menteri, harus mengundurkan diri dari jabatan yang dia emban.

Selain pengangkatan menteri, UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kmenterian juga mengatur bagaimana mekanisme pemberhentian seorang menteri yang diatur dalam Pasal 24, yaitu:

1. Menteri berhenti dari jabtan karena: a. Meninggal dunia; atau

b. Berakhir masa jabatan.

2. Menteri diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden karena: a. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis b. Tidak dapat melaksanakan tugas selama 3(tiga) bulan secara

berturut-turut

c. Dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5(lima) tahun atau lebih

d. Melanggar ketentuan larangan rangkap jabatan sebagaimana dimaksut dalam Pasal 23; atau

(36)

Jika menelusuri kajian teoritis, maka pada dasarnya lembaga kementerian adalah lembaga yang berada dalam rana eksekutif yang berada di bawah presiden, sehingga dalam menjalankan kewenangan kementerian yang merupakan lembaga yang dari segi fungsi merupakan organ pembantu presiden. Oleh karena itu pucuk koordinasi berada pada presiden. Setiap keputusan yang dikeluarkan presiden harus dipatuhi oleh menteri sehingga setiap tindakan menteri selalu bersinergi dan seirama dengan presiden selaku kepala pemerintahan.31

Walaupun menteri dianggap sebagai pembantu presiden dan ketentuan UUD NRI 1945 menunjukkan bahwa menteri negara tergantung pada presiden baik pengangkatan maupun pemberhentiannya, menteri tidak bisa dianggap sebagai hanya sebagai pembantu presiden ataupun pegawai tinggi biasa, mereka adalah pilihan presiden yang dianggap bisa membantunya di bidang-bidang tertentu, dimana seorang presiden tidak akan mampu mengurusi semua bidang sendirian, dan memerlukan tenaga oleh ahli yang memempumi di bidang yang ada di kementerian. Hal ini dikarenakan menteri-menterilah yang menjalankan kekuasaan pemerintahan (pouvoir executive) dalam prakteknya.

Secara normatif, kedudukan menteri telah diatur dalam bab tersendiri dalam UUD NRI Tahun 1945 yaitu pada Bab V tentang kementerian negara. Pada bab tersebut terdiri dari satu Pasal yaitu Pasal 17 yang didalamnya termuat 4 Ayat diantaranya:

1. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

2. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. 3. Setiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

31

Fence M.Wantu, “Mekanisme Koordinasi dan Singkronisasi Lembaga Kementerian Negara : Suatu Praksis Menuju Kabinet Yang Efektif”. jurnal Mekanisme dan Koordinasi, Vol.15, No. 2, Juni 2019. hlm 70.

(37)

4. Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.

2. Tugas Menteri

Dalam menjalankan tugas-tugasnya, setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan dan menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden32. Tetapi secara umum tugas menteri sudah diatur dalam Pasal 7 UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, dimana Kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.33 Adapun tugas menteri antara lain :

a. Mengikuti dan mengkoordinasi pelaksanaan kebijakan dan program yang sudah diletakkan pada bidang tertentu yang menjadi ranah dan tanggung jawab.

b. Menampung berbagai masalah yang muncul dan mengusahakan penyelesaian masalah dengan mengikuti semua perkembangan keadaan dibidang yang membutuhkan koordinasi.

c. Melakukan koordinasi dengan berbagai direktur jenderal dan pemimpin lembaga lain untuk bekerja sama dalam menyelesaikan berbagai masalah. Terlebih yang berkaitan dengan lembaga atau bidang dalam negara.

Dalam menjalankan tugasnya, selain berfungsi sebagai tangan kanan presiden dalam menjalankan pemerintahan, didalam Pasal 8 UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara, menteri berfungsi untuk menyelenggarakan :

32

Firmansyah Arifin, dkk, “Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar lembaga Negara. (Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2015), hlm, 79.

33

(38)

a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi

tanggung jawabnya

c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya; dan d. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.

Menteri negara bertugas membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi terhadap kebijakan seputar bidang yang diembannya. Menteri Negara RI terdiri atas sepuluh bidang strategis yang harus dipimpin seorang menteri negara. Ke-10 bidang tersebut adalah:34

1) Menteri Negara Riset dan Teknologi

2) Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 3) Menteri Negara Lingkungan Hidup

4) Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan 5) Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara 6) Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal 7) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional 8) Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

9) Menteri Negara Perumahan Rakyat, dan 10) Menteri Negara Pemuda dan Olahraga.

Menteri departemen adalah para menteri yang diangkat presiden dan mengatur bidang kerja spesifik. Menteri departemen mengepalai satu departemen. Di Indonesia, kini dikenal ada 21 Departemen yang dipimin seorang menteri. Departemen-departemen tersebut adalah:

1) Sekretaris Negara 2) Dalam Negeri 3) Luar Negeri

34

Dr. Paisol Burlian, S.Ag., M.Hum., Hukum Tata Negara Indonesia (Malang: Setara Press, 2019), hlm.159.

(39)

4) Pertahanan

5) Hukum dan HAM 6) Keuangan

7) Energi dan Sumber Daya Mineral 8) Perindustrian

9) Perdagangan 10) Pertanian 11) Kehutanan 12) Perhubungan

13) Kelautan dan Perikanan

14) Tenaga Kerja dan Transmigrasi 15) Pekerjaan Umum

16) Kesehatan

17) Pendidikan Nasional 18) Sosial

19) Agama

20) Kebudayaan dan Pariwisata

Dengan sentralnya peran kementerian mewujudkan tujuan negara, maka menjadi suatu hal yang pentingdalam tugas menteri mewjudkan tujuan negara adalah memastikan jalannya kinerja kementerian yang dipimpinyamaksimal tanpa adannya benturan fungsi maupun program kerja yang telah disusun secara matang dan baik dalampeta bisnis setiap kementerian.

Pada sistem presidensial, presiden bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas para menterinya. Semua pejabat dibawah presiden adalah para pembantunya. Jadi, kepemimpinan atau kekuasaanya bersifat hirarkis, dan tanggung jawab sepenuhnya berada pada presiden. Jadi walaupun menteri diberikan amanat oleh presiden untuk menangani suatu

(40)

kementerian, seorang menteri tidak bisa mengeluarkan kebijakan yang semena mena. Karena menteri berada dibawah naungan presiden, seorang menteri dalam membuat sebuah keputusan harus sesuai dengan visi dan misi yang telah presiden buat.

Sebagai pemimpin departemen, menterilah yang paling mengetahui hal-hal mengenai lingkungan pekerjaannya. Menteri memiliki pengaruh besar terhadap presiden dalam menentukan politik negara mengenai departemen yang dipimpinnya. Sehingga jelas bahwa menteri-menteri itu berkedudukan sebagai pemerintah atau pemegang kekuasaan sebagai pembantu Presiden di tingkat pusat. Dalam membantu presiden menjalankan roda pemerintahan, menteri diharapkan dapat bekerja sama antar sesama kementerian seerat-eratnya dibawah kepemimpinan seorang presiden. Hal ini sesuai dengan pendapat Jhon J.Wuest dan Shepard Leonard Witman yang mengatakan bahwa salah satu ciri sistem presidensial adalah tidak ada pertanggung jawaban bersama antara kepala eksekutif dengananggota kabinetnya (para menteri).35

Secara umum, UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara mengatur terkait kementerian Negara dalam 9 bab dan 28 Pasal. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa Undang-Undang ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi presiden dalam menyusun Kementerian Negara karena didalamnya secara jelas dan tegas mengatur kedudukan, tugas, fungsi dan susunan organisasi kementerian Negara. Hal ini juga sejalan dengan dengan salah satu fungsi eksternal suatu peraturan perundang-undangan yaitu memberikan fungsi kemudahan (fasilitas) dalam melaksanakan suatu urusan.36

35

Krisna Harahap, Konstitusi Republik Indonesia dari Proklamasi Hingga Reformasi (Jakarta: Grafitri Budi Utami, 2004), hlm. 164.

36

Achmad Ruslan, Teori dan Panduan Praktik Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Yogyakarta: Rangkas Education, 2011), hlm. 63.

(41)

B. Tinjauan Umum Pejabat Negara dan Pejabat Publik

Ketentuan peraturan perundang-undangan menggunakan beberapa istilah untuk menyebutkan seseorang yang menduduki jabatan tertentu di pemerintahan maupun kelembagaan negara. Istilah tersebut, antara lain penyelenggara negara, pejabat publik, pejabat negara, pejabat pemerintahan, dan pejabat daerah.

1. Definisi Jabatan

Pengisian jabatan pada lembaga pemerintah dan non pemerintah oleh pejabat publik merupakan wewenang yang diatur oleh peraturan perundang undangan. Pengertian jabatan secara etimologi, kata jabatan berasal dari kata dasar “jabat‟ yang ditambah imbuhan an, yang berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai “pekerjaan (tugas) dalam pemerintahan atau organisasi yang berkenaan dengan pangkat dan kedudukan”.37

Jabatan sendiri adalah sebuah posisi dimana seseorang mengerjakan tugas sesuai dengan jabatan dan bidang yang diposisikan oleh direktur atau kepala perusahaan. Jabatan sendiri bisa berubah seiring berjalan waktu tergantung performa kerja.

N.E. Algra dan H.C.J.G Janssen, mendifinisikan jabatan sebagai berikut, “Een ambt is een instituut en bevoegdheden zijn verleend”, (jabatan adalah suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri yang dibentuk untuk waktu lama dan kepadanya diberikan tugas dan wewenang). Jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap yang berisi fungsi-fungsi tertentu yang secara keseluruhan mencerminkan tujuan dan tata kerja suatu organisasi. Negara berisi berbagai jabatan atau lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi untuk mencapai tujuan negara. Dengan kata lain, jabatan adalah suatu lingkungan pekerjaan tetap (kring van vaste wekzaamheden) yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara. Jabatan itu bersifat tetap, sementara pemegang jabatan (ambtsdrager) dapat berganti-ganti, sebagai

37 KBBI

(42)

contoh, jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, dan lain-lain, relatif bersifat tetap, sementara pemegang jabatan atau pejabatnya sudah berganti-ganti.38

Mengutip beberapa pendapat ahli, Lukman Hakim menyebutkan bahwa pengertian “pejabat” menurut pengertian bahasa adalah pegawai pemerintah yang memegang jabatan (unsur pimpinan). Dalam bahasa Belanda istilah “pejabat” disalin antara lain menjadi “ambtdrager”, yang diartikan sebagai orang yang diangkat dalam dinas pemerintah (negara, provinsi, kotapraja, dan sebagainya).39 Selanjutnya, dengan mengutip E. Utrecht diungkapkan bahwa “jabatan” adalah sebagai pendukung hak dan kewajiban, sebagai subjek hukum (persoon) berwenang melakukan perbuatan hukum (rechtsdelingen), baik menurut hukum publik maupun menurut hukum privat. Ditambahkan bahwa jabatan dapat menjadi pihak dalam suatu perselisihan hukum (process party) baik di luar maupun pada pengadilan perdata dan administrasi. Agar wewenang dapat dijalankan, maka “jabatan” sebagai personifikasi hak dan kewajiban, memerlukan suatu perwakilan, yang disebut “pejabat” yaitu “manusia” atau “badan”, dengan kata lain disebut “pemangku jabatan”. Dengan perantaraan “pejabat” maka “jabatan” dapat melaksanakan kewajibannya.

2. Macam-Macam Jabatan

Jabatan terbagi dua yaitu jabatan structural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang ada di dalam struktur perusahaan dan bertingkat-tingkat mulai dari tingkat tinggi (direksi, manajer, supervisor) hingga tingkat rendah (adminstrator, seksi bidang). Misal : lurah, camat, kepala perusahaan, direktur, sekretaris direktur. Sedangkan jabatan

38

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1998), hlm. 201.

39Lukman Hakim, “Kewenangan Organ Negara dalam Penyelenggaraan Pemerintahan”, Puskasi FH Universitas Widyagama Malang, Jurnal Konstitusi, Vol. IV, No. 1, Juni 2011. hlm. 105.

(43)

fungsional adalah Jabatan fungsional adalah jabatan yang sebenarnya tidak ada di dalam struktur perusahaan, namun tanpa jabatan itu perusahaan tidak akan berjalan normal. Misal: guru, dokter, bidan, perawat. Dalam arti sempit, jabatan dibagi tiga :

1. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan.

2. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi negara, dan kepaniteraan pengadilan.

3. Jabatan Organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas pokok pada suatu satuan organisasi pemerintah.

Jabatan dalam organisasi negara dapat dibedakan dalam beberapa bagian, pertama jabatan kelengkapan Negara (jabatan organ negara, jabatan lembaga negara) dan jabatan penyelenggara negara. Kedua, antara jabatan politik dan bukan politik. Ketiga, antara jabatan yang bertanggung jawab langsung dan berada dalam kendala dan pengawasan publik dan tidak langsung dalam pengawasan dan kendali publik. Empat, jabatan yang secara langsung melakukan pelayanan umum dan tidak secara langsung melakukan pelayanan umum.40

Jabatan dalam praktik penyelenggaraan negara diartikan sebagai jabatan publik, dimana jabatan yang yang dilaksanakan oleh seorang pemangku jabatan tersebut didasarkan untuk melaksanakan fungsi negara. Jabatan publik dapat diperoleh melalui jalur karir (birokrasi) maupun jalur politik(jabatan politik). Jabatan birokrasi adalah jabatan yang diperoleh

40

Manan Bagir, Lembaga Kepresidenan. Cet. Ke 2. (Yogyakarta: FH UII Press,2003). hlm. 66.

(44)

berdasarkan jenjang karir dan pengalaman kerja serta hanya diperuntukan bagi mereka yang berkarir sebagai anggota birokrasi dan bukan jabatan yang diperoleh melalui proses politik. Sedangkan jabatan politik merupakan jabatan yang diperoleh melalui mekanisme politik.41

3. Pengisian Jabatan Pada Lembaga Negara

Pengisian jabatan negara dapat dilakukan dengan metode pemilihan dan/atau pengangkatan pejabat negara secara perorangan maupun berkelompok dengan lembaga di tempat mereka bertugas, baik dalam lembaga negara maupun lembaga pemerintahan, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemilihan, dalam arti seleksi, berlangsung untuk pejabat manapund alam proses mendapatkan seseorang atau sekelompok orang yang dikehendaki untuk selanjutnya diproses sampai yang bersangkutan diberi tugas tetap atau diangkat pada suatu jabatan tertentu. Proses pemilihan itu berlangsung dengan beragam cara, sehingga hasil akhir pemilihan itupun beragam pula kualitasnya.

Jimmly Asshidiqie menjelaskan pejabat dalam arti luas dapat dibedakan antara pejabat yang diangkat (appointed officials) dan pejabat yang dipilih (electedofficials). Pejabat yang dipilih dapat direkrut melalui proses pemilihanlangsung oleh rakyat (directly elected by the peoples). Sedangkan pejabat yang direkrut melalui pengangkatan adalah jabatan kepegawaian, baik sipil maupun militer.

Secara teoritis, tata cara pengisian jabatan yang baik telah di kemukakan oleh Logemann, bagian yang terbesar dari Hukum Negara (Staatsrecht) adalah peraturan- peraturan hukum yang menetapkan secara mengikat bagaimana akan terbentuknya organisasi negara itu. Peraturan- peraturan hukum itu menangani:

41

Azhari, Mereformasi Birokrasi Publik Indonesia, Studi Perbandingan Intervensi Pejabat Politik Terhadap Pejabat Birokrasi Di Indonesia dan Malaysia. Cet ke-1, (Yogyakarta : pustaka pelajar,2011). hlm. 44.

(45)

a. Pembentukkan jabatan - jabatan dan susunannya. b. Penunjukan para pejabat.

c. Kewajiban-kewajiban, tugas-tugas, yang terikat pada jabatan. d. Wibawa, wewenang-wewenang hukum, yang terikat pada

jabatan.

e. Lingkungan daerah dan lingkaran personil, atas mana tugas dan jabatan itu meliputinya.

f. Hubungan wewenang dari jabatan - jabatan antara satu sama lain. g. Peralihan jabatan..

h. Hubungan antara jabatan dan pejabat.

Logemann menunjukkan pentingnya perhubungan antara negara sebagai organisasi dengan pengisian jabatan, oleh karena itu teorinya disebut Teori Jabatan.42

4. Pejabat Negara

Pejabat negara adalah pejabat yang lingkungan kerjanya berada pada lembaga negara yang merupakan alat kelengkapan negara beserta derivatifnya berupa lembaga negara pendukung. Sebagai contoh pejabat Negara adalah anggota DPR, Presiden, dan Hakim. Pejabat-pejabat tersebut menjalankan fungsinya untuk dan atas nama negara.43 Namun definisi tersebut bukanlah definisi undang-undang melainkan kesimpulan dengan dari sejumlah jabatan yangdikategorikan sebagai pejabat negara.Definisi ini muncul karena sejatinya pada saat ini tidak ada satupun undang-undang yang ada mendifinisikan secara pasti apaitu pejabat negara.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pejabat negara diartikan sebagai orang yang memegang jabatan penting dalam pemerintahan seperti

42

Pudja Pramana KA, Ilmu Negara, (Jakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm 28, 43

Wicaksana Dramada, Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan. Diakses melalui https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt52f38f89a7720/pejabat-negara-dan-pejabat-pemerintahan/, tanggal 14 Maret 2014

(46)

menteri, sekretaris negara, dan lain-lain. Istilah pejabat negara sesungguhnya lebih luas dibandingkan pejabat di lingkungan pemerintahan yang diidentifikasi sebagai jabatan dalam kekuasaan eksekutif, karena mencakup pejabat pada lingkungan kekuasaan lainnya seperti legislatif, yudisial, dan kekuasaan derivatif lainnya yang dijalankan oleh lembaga lembaga negara pendukung (auxiliary state bodies/agencies). Pengisian jabatan negara dapat dilakukan dengan metode pemilihan dan/atau pengangkatan pejabat negara secara perorangan maupun berkelompok dengan lembaga di tempat mereka bertugas, baik dalam lembaga negara maupun lembaga pemerintahan, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah44.

Menurut Jimmly Asshidiqie pejabat dalam arti luas dapat dibedakan antara pejabat yang diangkat (appointed officials) dan pejabat yang dipilih (electedofficials). Pejabat yang dipilih dapat direkrut melalui proses pemilihan langsung oleh rakyat (directly elected by the peoples), pemilihan langsung oleh rakyat. Sedangkan pejabat yang direkrut melalui pengangkatan adalah jabatan kepegawaian, baik sipil maupun militer. Dalam melaksanakan tugas kenegaraan seorang Pejabat Negara selain menduduki jabatan lembaga negara juga harus melalui pengangkatan dan pemberhentian dari seorang presiden, akan tetapi tidak semua pejabat yang diangkat dan diberhentikan oleh presiden adalah pejabat negara. Di Indonesia ada yang disebut dengan pejabat lainnya yang tidak secara eksplisit dinyatakan jabatannya oleh UUDNRI Tahun 1945 maupun undang-undang, tetapi diangkat dan diberhentikan oleh presiden sehingga penanganan administrasinya diselenggarakan oleh Sekretaris Negara. Dalam konteks ini terkadang dipersepsikan oleh masyarakat bahwa mereka

44

C.S.T. Kansil, Sistem Pemerintahan Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), hlm. 222.

(47)

adalah pejabat negara, misalnya anggota badan perlindungan konsumen nasional, wakil pemerintah indonesia dalam organisasi internasional, kepala perwakilan, konsuler, dan lain-lain.45

Pejabat negara bukanlah pegawai negeri, dijelaskan dalam Pasal 11 yang menyebutkan bahwa pejabat negara tidak termasuk pegawai negeri, sebab pegawai negeri yang diangkat sebagai pejabat negara dibebaskan dari jabatan organiknya selama menjadi pejabat negara tanpa kehilangan statusnya sebagai pegawai negeri. Dengan ketentuan Pasal 11 tersebut berarti tidak semua pejabat negara itu dapat berasal dari pegawai negeri dan dapat bukan berasal dari pegawai negeri. Namun pejabat negara yang berasal dari pegawai negeri harus dibebaskan dari jabatan organiknya selama menjadi pejabat negara tersebut.46

Menurut Logemann, ukuran yang menentukan bahwa seseorang itu pegawai adalah ukuran yang bersifat material yakni hubungan antara negara dengan pegawai negeri tersebut. Dikatakan bahwa pegawai negeri adalah setiap pejabat yang mempunyai hubungan dinas dengan negara. Artinya, pegawai negeri tidak lain adalah orang-orang yang mempunyai hubungan dinas dengan negara, karena ditunjuk oleh pejabat yang berwenang. Jika dilihat dari pengertian-pengertian Logemann, maka pejabat negara dapat dimasukkan sebagai pegawai negeri, sebab pejabat negara juga mempunyai hubungan dinas dengan negara, tetapi berhubung prosedur pengangkatan pejabat negara itu melalui pemilihan (bukan pengangkatan seperti pegawai negeri) maka hubungan dinas antara pejabat negara dengan negara itu merupakan hubungan dinas khusus.

45

Budi Suhariyanto dkk, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Jabatan Hakim, (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan, Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, 2015). hlm. 212.

46

S.F. Marbun, Hukum Administrasi Negara I, (Yogyakarta: FH UII Press, 2012), hlm. 264.

(48)

5. Jenis Pejabat Negara

Pejabat negara dibagi dalam empat jenis menurut lingkup kekuasaan kenegaraan, yaitu pejabat negara yudikatif, pejabat negara legislatif, pejabat negara eksekutif, dan pejabat negara pada stateauxiliary bodies.47

Menurut pengaturan organik dan fungsinya, pejabat negara dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Pejabat Negara yang diatur secara eksplisit jabatannya baik secaraorganik maupun fungsinya pada suatu lembaga negara yang diatursecara langsung oleh UUD 1945

b. Pejabat Negara yang diatur secara implisit status jabatan pejabatnegaranya karena secara organik tidak disebutkan secara tegasnamun fungsinya diatur secara langsung oleh UUD 1945 sehingga dalam implementasinya dibutuhkan undang-undang sebagai penjelasannya;

c. Pejabat Negara yang tidak diatur baik secara organ maupun fungsinya dalam UUD 1945 tetapi diatur oleh undang-undangsebagai Pejabat Negara.

Pada dasarnya, belum ada undang-undang yang secara komprehensif dan definitif yang menyebutkan siapa saja yang termasuk dalam kategori pejabat negara. Namun sering dijadikan rujukan adalah Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menyebutkan: “Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 yaitu:48

a. Presiden dan Wakil Presiden.

b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

47

Jimmly Asshidiqie, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Penyempurnaan Sistem Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm. 373.

48

Gambar

Tabel 3.1     Latar belakang Menteri Kabinet Indonesia Maju .......................   43
Tabel 1.3 latar belakang menteri kabinet Indonesia Maju

Referensi

Dokumen terkait

(1) Jumlah Angka Kredit kumulatif minimal yang harus dipenuhi oleh setiap PNS Kemhan untuk dapat diangkat dalam jabatan dan kenaikan jabatan atau pangkat Perancang,

untuk kiranya dapat menginformasikan pelaksanaan Seleksi Terbuka Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Madya dan Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Kementerian Desa,

bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (2) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 23 Tahun 2016 tentang Jabatan

Tidak terlambat rasanya untuk saya mengucapkan setinggi-tinggi tahniah kepada Kementerian Kerja Raya (KKR) dan Jabatan Kerja Raya (JKR) kerana telah mendapat

menginventarisasi nilai angka kredit (Akb) Jabatan Fungsional Analis Investigasi dan Pengamanan Perdagangan untuk masing-masing butir kegiatan sesuai dengan Peraturan