• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kimpul merupakan tanaman tahunan, tidak berkayu, terdiri dari akar, umbi yang tumbuh dari bawah tanah (Nur 1955).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kimpul merupakan tanaman tahunan, tidak berkayu, terdiri dari akar, umbi yang tumbuh dari bawah tanah (Nur 1955)."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kimpul (Xanthosoma Sigittifolium)

Tanaman kimpul merupakan tanaman asli daerah tropika benua Amerika. Tanaman Kimpul merupakan tanaman tahunan, tidak berkayu, terdiri dari akar, pelepah daun, daun, bunga dan umbi. Tinggi tanaman dapat mencapai dua meter, tangkai daun tegak, tumbuh dari tunas yang berasal dari umbi yang merupakan umbi yang tumbuh dari bawah tanah (Nur 1955).

Taksonomi tumbuhan kimpul adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Class : Monocotyledoneae Ordo : Arecales Famili : Araceae Genus : Xanthosoma

Spesies : Xanthosoma sagittifolium (Purseglove, 1972).

(2)

Tanaman kimpul dapat tumbuh baik di daerah tropika basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Umumnya tanaman kimpul akan memberikan hasil yang optimum pada lahan yang kering dan gembur, sedangkan pada lahan yang becek atau tergenang air tanaman ini tidak dapat tumbuh dengan baik

(Kay, 1973).

Bentuk umbi kimpul silinder sampai agak bulat, terdapat internode atau ruas dengan beberapa bakal tunas. Jumlah umbi anak dapat mencapai 10 atau lebih dengan panjang sekitar 12-25 cm dan diameter 12-15 cm dan umbi yang dihasilkan biasanya berukuran 300-1000 gr. Irisan melintang umbi memperlihatkan bahwa strukturnya terdiri dari kulit, korteks, pembuluh floem dan xylem. Kulit umbi mempunyai tebal sekitar 0,1 cm. Pada pembuluh xylem dan floem terdapat butir-butir pati (Muchtadi dan Sugiono, 1989)

Umbi induk tanaman kimpul tidak pernah dimakan, karena member rasa gatal. Umbi anak juga memberi rasa gatal, rasa gatal tersebut disebabkan adanya kristal-kristal kalsium oksalat yang berbentuk jarum. Kalsium oksalat ini dapat dikurangi dengan pencucian dengan menggunakan air (Greenwell, 1974).

Tabel 1. Kandungan zat makanan per 100 gr umbi kimpul

Kandungan Jumlah Energi (kal) 145,00 Protein (g) 1,2,50 Lemak (g) 0,40 Karbohidrat (g) Serat (g) Abu (%) 34,20 1,50 1,00 Kalsium (mg) 26,00 Fosfor (mg) 54,00 Besi (mg) Asam askorbat(mg) 1,40 0,10 Vitamin B1(mg) Vitamin C (mg) 0,10 2,00 Air (%)

Bagian yang dapat dimakan (%)

69,20 85,00

(3)

Karbohidrat

Karbohidrat adalah sumber energi utama yang sebagian besar dihasilkan dari serealia dan sayuran berpati. Karbohidrat mengandung karbon, hidrogen dan oksigen; strukturnya dapat sederhana dan kompleks. Monosakarida dan disakarida merupakan contoh karbohidrat sederhana, sedangkan polisakarida seperti pati dan fruktosa merupakan karbohidrat kompleks (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Pati merupakan polisakarida yang ditemukan begitu melimpah dalam padi-padian, serta umbi-umbian. Pati adalah salah satu sumber energi. Dilihat dari susunannya pati merupakan suatu campuran amilosa (polisakarida yang berantai lurus dan berantai cabang). Pati tidak larut dalam air dingin. Didalam pangan mentah pati tersebut terdapat dalam butiran yang kalau dipanaskan dalam air akan mengambang, pecah dan selanjutnya melepaskan pati. Selanjutnya pati akan membentuk suatu bahan yang rekat dan mudah dicerna. Pada hidrolisis pati pertama-tama pati akan membentuk dekstrosa lalu amilosa dan glukosa (Harper, dkk, 1986).

Glukosa merupakan senyawa kimia yang dibentuk dari karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Selanjutnya glukosa yang yang terjadi diubah menjadi amilum dan disimpan pada bagian lain, misalnya pada buah dan umbi. Amilum terbentuk dari glukosa dengan jalan penggabungan molekul-molekul glukosa. Proses pembentukan glukosa dari karbondioksida dan disebut proses fotosintesis. Di alam glukosa terdapat di dalam buah-buahan dan madu lebah. (Poedjiadi dan Supriyanti, 1994).

(4)

Tahapan-tahapan proses perubahan pati menjadi alkohol adalah sebagai berikut :

1. Hidratasi pati : umbi-umbian digiling dan serbuk unbi-umbian diberi air sehingga terjadi disperse.

2. Gelatinisasi pati : ditentukan oleh tipe pati hubungan suhu dan waktu, ukuran partikel dan konsentrasi bubur (merupakan tahap pemula penting untuk proses).

3. Hidrolisis pati : konversi pati untuk menghasilkan gula yang tidak terfermentasi terjadi karena hidrolisis enzimatis.

4. Konversi gula menjadi alkohol : gula sangat disukai oleh hampir semua makhluk hidup sebagai sumber energi. Khamir dapat memfermentasi glukosa, maltosa dan galaktosa tetapi tidak dapat memecah pentosa. Disakarida seperti sukrosa dan maltosa difermentasi dengan khamir karena memiliki enzim sukrase dan maltase untuk mengubah maltosa menjadi heksosa (Hidayat, dkk., 2006).

Enzim

Enzim adalah katalisator organik (biokatalisator) yang dihasilkan oleh sel. Enzim berfungsi seperti katalisator anorganik, yaitu untuk mempercepat reaksi kimia. Setelah reaksi berlangsung, enzim tidak mengalami perubahan jumlah, sehingga jumlah enzim sebelum dan setelah reaksi adalah tetap. Enzim mempunyai selektivitas dan spesifitas yang tinggi terhadap reaktan yang direaksikan dan jenis reaksi yang dikatalisasi. Enzim meningkatkan kecepatan reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi. Energi aktivasi adalah energi yang diperlukan untuk mengaktifkan suatu reaktan sehingga dapat bereaksi untuk membentuk senyawa lain. (Sumarsih, 2003).

(5)

Enzim yang tahan suhu tinggi digunakan dalam proses likuifikasi, sedangkan yang labil terhadap suhu tinggi digunakan dalam proses sakarifikasi. Likuifikasi mengkonversi pati menjadi dekstrin (yang terdiri dari glukosa, maltosa, maltotriosa dan oligosakarida), sedangkan sakarifikasi mengkonversi dekstrin menjadi glukosa (Norman, 1980).

Ragi

Ragi merupakan kumpulan spora mikroba yang ditempatkan pada media tertentu misalnya tepung beras. Mikroba dari berbagai golongan aktif dalam kegiatan fermentasi, namun hanya beberapa yang bersifat dominan, tergantung media yang disediakan. Jenis ragi bermacam-macam, masing-masing dengan kandungan spora dan mikroba yang berlainan sehingga setiap ragi memiliki kemampuan yang berbeda dalam memfermentasi bahan. Ragi diberi nama sesuai dengan kemampuannya dalam memfermentasi bahan misalnya ragi tempe (memfermentasi kedelai menjadi tempe), ragi tapai (memfermentasi singkong atau ketan menjadi tapai) dan ragi roti (memfermentasi terigu menjadi roti). Kualitas ragi tidak dapat dideteksi hanya dengan dilihat, namun harus dicoba untuk digunakan dalam fermentasi setelah 2-3 hari dicampurkan. Dengan demikian, kualitas ragi akan diketahui dari produk yang dihasilkan. Kualitas ragi salah satunya ditentukan oleh proses pembuatan ragi (Suprapti, 2005).

Jenis khamir yang biasanya dipakai dalam indutri fermentasi alkohol adalah jenis Saccharomyces cereviseae. Saccharomyces cereviseae adalah jenis khamir utama yang berperan dalam produksi minuman beralkohol seperti bir, anggur, dan juga digunakan untuk fermentasi adonan dalam perusahaan roti dan

(6)

fermentasi tape. Kultur yang dipilih harus dapat tumbuh dengan baik dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap alkohol serta mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak (Irianto, 2006).

Sebuah sel ragi mampu memfermentasi glukosa dengan massa yang sama dengan massa selnya sendiri dalam jangka waktu satu jam. Ragi dapat bereproduksi secara aseksual dengan membentuk tunas ataupun secara seksual dengan pembentukan ascospora. Selama proses reproduksi aseksual, sebuah tunas baru tumbuh dari ragi dengan kondisi tertentu dan saat mencapai ukuran dewasa ia akan melepaskan diri dari sel induknya (European Bioinformatics Institute, 1996).

Fermentasi

Dalam pengertian yang luas, fermentasi adalah proses pemecahan gula-gula sederhana (glukosa dan fruktosa) menjadi etanol dan CO2 dengan melibatkan enzim yang dihasilkan pada ragi agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi tergantung pada banyak sedikitnya penambahan khamir dalam bahan. Semakin banyak jumlah ragi yang diberikan berarti semakin banyak jumlah khamir yang terlibat, sehingga kadar alkohol meningkat (Tarigan, 1990).

Khamir memiliki sekumpulan enzim yang diketahui sebagai zymase yang berperanan pada fermentasi senyawa gula, seperti glukosa menjadi etanol (etil alkohol) dan karbon dioksida. Proses fermentasi alkohol hanya dapat terjadi apabila terdapat sel-sel khamir. Cepat lambatnya khamir juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah formulasi media yang digunakan sebagai proses pengembangbiakan, inokulum, tahapan fermentasi dan ketersediaan substrat yang cukup (Buckle, 1985).

(7)

Waktu fermentasi yang biasa dilakukan 3-14 hari. Jika waktunya terlalu cepat Saccharomyces cereviseae masih dalam masa pertumbuhan sehingga alkohol yang dihasilkan dalam jumlah sedikit dan jika terlalu lama

Saccharomyces cereviseae akan mati maka alokhol yang dihasilkan tidak

maksimal (Prescott and Dunn, 1959).

Syarat-syarat yang dipergunakan dalam memilih ragi untuk fermentasi, adalah :

1. Cepat berkembang biak 2. Tahan terhadap alkohol tinggi 3. Tahan terhadap suhu tinggi 4. Mempunyai sifat yang stabil

5. Cepat mengadakan adaptasi terhadap media yang difermentasi

Untuk memperoleh jenis ragi yang mempunyai sifat-sifat seperti di atas, harus dilakukan percobaan-percobaan di laboratorium dengan teliti. Pada umumnya ragi yang dipakai untuk pembuatan alkkohol adalah jenis

Saccharomyces cerevisiae yang mempunyai pertumbuhan sempurna pada suhu ±

30oC dan pH 4,8 (Hamidah, 2003).

Dalam ragi banyak terdapat Sacharomoces cerevisae yang mempunyai daya konversi gula yang sangat tinggi karena menghasilkan enzim zimase dan intervase. Enzim zimase berfungsi sebagai pemacu. Perubahan sukrosa menjadi monosakarida (glukosa dan fruktosa). Sedangkan enzim intervase mengubah glukosa menjadi alkohol. (Judoamidjoyo, dkk., 1990).

Proses fermentasi dalam pembuatan alkohol sulit untuk dikontrol. Terkadang proses fermentasi terjadi dengan waktu yang cukup lama, tergantung

(8)

dari kemampuan ragi untuk mengubah karbohidrat menjadi alkohol. Pemilihan ragi yang akan digunakan dan proses penyulingan merupakan hal yang paling penting dalam pembuatan alkohol. (Briggs, et al., 1981).

Tahap inti dari produksi bioetanol adalah fermentasi gula sederhana, baik yang berupa glukosa, sukrosa, maupun fruktosa dengan menggunakan ragi/yeast terutama Saccharomyces sp. atau bakteri Zyomomonas mobilis. Dalam proses ini, gula akan dikonversi menjadi etanol dan gas karbon dioksida.

C6 H12 O6 2 C2 H5 OH + 2 CO2 gula etanol karbondioksida (Waller, J.C., dkk. 1981).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan ragi: a. Nutrisi (zat gizi)

Dalam kegiatannya ragi memerlukan penambahan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, misalnya:

− Unsur C: ada pada karbohidrat

− Unsur N: dengan penambahan pupuk yang mengandung nitrogen, ZA, Urea, Anomia, Pepton dan sebagainya.

− Unsur P: penambahan pupuk fospat dari NPK, TSP, DSp dan lain-lain.

− Mineral-mineral dan − Vitamin-vitamin

(9)

b. Keasaman (pH)

Untuk fermentasi alkoholis, ragi memerlukan media suasana asam, yaitu antara pH 4,8–5,0. Pengaturan pH dilakukan penambahan asam sulfat jika substratnya alkalis atau natrium bikarbonat jika substratnya asam.

c. Temperatur

Temperatur optimum untuk pengembangbiakan adalah 28–30ºC pada waktu fermentasi, terjadi kenaikan panas, karena ekstrem. Untuk mencegah agar suhu fermentasi tidak naik, perlu pendinginan supaya suhu dipertahankan tetap 28-30ºC.

d. Udara

Fermentasi alkohol berlansung secara anaerobik (tanpa udara). Namun demikian, udara diperlukan pada proses pembibitan sebelum fermentasi, untuk pengembangbiakan ragi sel (Hamidah, 2003).

Bioetanol

Bioetanol merupakan alternatif penyedia energi yang merupakan senyawa alkohol yang dapat diperoleh melalui proses-proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bahan baku bioetanol merupakan segala jenis tanaman yang mengandung karbohidrat. Tanaman-tanaman ini sangat mudah ditemukan di Indonesia karena keadaan iklim dan tanah yang sangat mendukung pertumbuhan tanaman-tanaman tersebut (Karmawati, 2009).

Bioetanol adalah etanol yang diperoleh dari proses fermentasi bahan baku yang mengandung pati atau gula seperti tetes tebu dan singkong. BBN (Bahan Bakar Nabati) digunakan sebagai pengganti premium (gasoline). Ethanol yang dapat digunakan sebagai BBN (Bahan Bakar Nabati) adalah alkohol murni yang

(10)

bebas air (anhydrous alcohol) dan berkadar lebih dari 99,5% atau disebut dengan

fuel grade ethanol (FGE) campuran premium dan FGE disebut dengan gasohol

(Hambali, dkk, 2008).

Etanol memiliki banyak manfaat bagi masyarakat karena memiliki sifat yang tidak beracun. Selain itu etanol juga memiliki banyak sifat-sifat, baik secara fisika maupun kimia. Adapun sifat-sifat fisika etanol dapat dilihat pada Tabel 2. dibawah ini:

Tabel 2. Sifat-sifat fisika maupun kimia etanol

Sifat-sifat fisika etanol Keterangan Berat molekul 46,07 gr/grmol Titik lebur -112ºC Titik didih 78,4ºC Densitas 0,7893 gr/ml Indeks bias 1,36143 cP Viskositas 20ºC 1,17 cP Panas penguapan 200,6 kal/gr

Warna cairan cairan tidak berwarna Kelarutan larut dalam air dan eter Aroma memiliki aroma yang khas

(Perry, dkk., 1999).

Etanol yang digunakan dalam minuman umumnya berasal dari peragian karbohidrat yang berkataliskan enzime (fermentasi gula dan pati). Satu tipe enzim mengubah karbohidrat ke glukosa kemudian ke etanol, tipe yang lain menghasilkan cuka (asam asetat), dengan etanol sebagai zat perantara. Sumber karbohidrat untuk peragian bergantung pada ketersediaannya dan pada tujuan penggunaan alkohol. Di Amerika Serikat karbohidrat diperoleh terutama dari jagung dan dari residu molase dari pabrik gula. Namun kentang, beras, ubi kayu, atau buah-buahan (anggur, berry hitam dan lain-lain) dapat juga digunakan. (Fessenden dan Fessenden, 1986).

(11)

Alat Destilasi Etanol

Destilasi merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kemudahaan menguap (volatilitas) bahan. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan sehingga kembali kedalam bentuk cair. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu. Metode ini termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan massa. Penerapan proses ini berdasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya. Bahan yang akan didestilasikan pada drum pemasakan tidak boleh penuh, melainkan harus menyediakan sedikitnya 10% ruang kosong dari kapasitas penuh drum pemasakan (Kister, 1992).

Prinsip dari proses destilasi yaitu memisahkan etanol dari campuran etanol dan air. Untuk larutan yang terdiri dari komponen-komponen yang berbeda nyata suhu didihnya, destilasi merupakan cara yang paling mudah dioperasikandan juga merupakan cara pemisahan yang secara thermal efisien. Pada tekanan atmosfir, air mendidih pada suhu 100ºC dan etanol mendidih pada suhu sekitar 77ºC. perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinkan pemisahan campuran etanol air (Lurgi, 1989).

Kadar etanol hasil fermentasi tidak dapat mencapai level diatas 18-21%, sebab etanol dengan kadar tesebut bersifat racun terhadap ragi yang memproduksi etanol tersebut sehingga untuk memperoleh etanol dengan kadar yang lebih tinggi perlu dilakukan destilasi. Destilasi adalah proses pemanasan yang memisahkan etanol dan beberapa komponen cair lain dari substrat fermentasi sehingga diperoleh kadar etanol yang lebih tinggi (Archunan, 2004).

(12)

Alat destilasi yang digunakan memiliki komponen sebagai berikut : 1. Drum 30 liter

Drum ini berfungsi sebagai tempat bahan baku (beer/sake) yang akan didestilasi. Drum ini dilengkapi dengan termometer yang berfungsi untuk mengontrol suhu di dalam drum selama proses pemanasan. Drum ini berbentuk silinder yang pada bagian tutupnya diberi lubang keluaran uap yang dihubungkan dengan pipa tembaga yang berfungsi sebagai saluran uap yang akan dikondensasi.

2. Pipa Tembaga

Pipa tembaga ini berdiameter ¼ inci yang berfungsi sebagai saluran uap etanol yang dihasilkan dari proses pemanasan bahan baku (beer/sake) di drum pemasakan menuju pipa ulir di dalam kondensor.

3. Pipa Ulir

Pipa ini terbuat dari tembaga dan berbentuk ulir yang berada di dalam kondensor. Pipa ulir ini berfungsi untuk mengubah etanol yang dihasilkan dari proses pemanasan yang berupa fasa uap menjadi fasa cair melalui proses kondensasi pada kondensor.

4. Kondensor

Kondensor ini terdiri dari 30 L yang berisi air dan pipa ulir. Di bagian alas dan atas drum dilubangi sebagai tempat pipa ulir, bagian atas sebagai saluran pemasukan uap etanol dan bagian bawah sebagai saluran keluaran etanol yang telah berubah menjadi fasa cair. Air di dalam drum ini akan menurunkan temperatur uap etanol yang berada di dalam pipa ulir, sehingga etanol yang berfasa gas akan berubah menjadi fasa cair.

(13)

5. Pipa Keluaran

Pipa ini berfungsi untuk mengeluarkan hasil proses destilasi, pada pipa ini terdapat kran pembuka dan pengunci pipa.

6. Kompor Gas

Kompor gas berfungsi sebagai alat pemanas untuk memanaskan drum yang berisi bahan berupa bioetanol dan air. Selama proses pemanasan diusahakan suhu yang dihasilkan antara 78 – 98oC, karena apabila suhu mencapai 100oC, uap yang dihasilkan akan banyak mengandung air yang mengakibatkan penurunan kadar bioetanol yang dihasilkan

7. Erlenmeyer dan Gelas Ukur

Erlenmeyer dan gelas ukur berfungsi sebagai pengukur bioetanol yang dihasilkan melalui proses distilasi ini (Dwinarso, 2010).

Kadar alkohol setelah proses destilasi hanya dipengaruhi oleh alat destilasi yang digunakan. Alat destilasi yang digunakan merupakan alat destilasi satu tingkat yang hanya mampu menghasilkan etanol dengan kadar alkohol 40% (Shidik, 2010).

Proses Pembuatan Bioetanol

Secara umum produksi bioetanol mencakup tiga rangkaian proses yaitu, persiapan bahan baku, fermentasi dan pemurnian. Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang menghasilkan gula seperti tebu dan molase dan juga tanaman penghasil pati atau tepung seperti jagung, singkong dan juga sagu. Pada tahapan persiapan, bahan baku berupa padatan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan-bahan yang sudah dalam bentuk larutan

(14)

gula seperti molase dapat secara langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai perlakuan pengecilan ukuran dan juga tahap pemasakan. Proses pengecilan ukuran dapat dilakukan dengan menggiling bahan (singkong, sagu, dan jagung) sebelum memasuki tahap pemasakan. Tahap pemasakan bahan meliputi proses liquifikasi dan sakarifikasi. Pada tahap ini, tepung/pati dikonversi menjadi gula (Hambali, E., dkk. 2008).

Alkohol dibuat dengan cara memfermentasi bahan yang mengandung gula. Secara alami, gula terdapat dalam buah-buahan misalnya anggur. Gula juga dapat dihasilkan dari pati dalam padi-padian dan umbi-umbian. Fermentasi minuman beralkohol dilakukan oleh jamur jenis Saccharomyces cerevisiae (jenis utama) dan beberapa jenis lainya seperti ragi. Pembuatan alkohol diperlukan kondisi asam (pH yang rendah), perlu ditambahkan asam. Adapun suhu yang dibutuhkan berkisar antara 29-37oC. Agar kadar alkohol yang dihasilkan tinggi selain proses fermentasi dilakukan juga proses penyulingan (Arisworo dan Yusa, 2006).

Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang menghasilkan gula dan tepung. Pada tahap persiapan, bahan baku berupa padatan harus dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi untuk menghasilkan etanol, sedangkan bahan yang sudah berbentuk larutan gula dapat langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai perlakuan pengecilan ukuran dan tahap pemasakan.

Tahap pemasakan bahan meliputi liquifikasi dan sakarifikasi. Pada tahap ini, tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks. Pada tahap liquifikasi dilakukan penambahan air dan enzim alpha amilase. Proses dilakukan pada suhu 80-900C berakhir nya proses liquifikasi

(15)

ditandai dengan parameter cairan seperti sup. Tahap sakarifikasi dilakukan pada suhu 50-60oC. Enzim yang ditambahkan pada tahap ini adalah enzim glukoamilase. Pada tahap sakarifikasi akan terjadi pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana. Proses liquifikasi yang menggunakan enzim alphaamilase dan sakarifikasi yang menggunakan enzim glukoamilase secara langsung dapat digantikan oleh penggunaan cendawan Aspergillus sp. Hal ini disebabkan karena cendawan ini menghasilkan enzim alphaamilase dan glukoamilase yang akan berperan dalam mengurai pati menjadi glukosa atau gula sederhana (Hambali, dkk., 2008).

Pada proses fermentasi alkohol diupayakan konsentrasi gulanya menjadi 15%-20%. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, maka ditambahkan amonium sulfat, sedangkan untuk menurunkan pH-nya digunakan asam sulfat.

Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang umum digunakan dalam

industri fermentasi etanol.. Proses fermentasi membutuhkan waktu sekitar 28-72 jam, tetapi biasanya 44 jam untuk menghasilkan etanol dengan konsentrasi 8-10% dengan suhu optimum berkisar 32oC–33oC (Riegel, 1992).

Tahap fermentasi merupakan tahap kedua dalam proses produksi bioetanol. Pada tahap ini terjadi proses pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan melibatkan enzim dan ragi. Fermentasi dilakukan pada kisaran suhu 27 - 32oC. pada tahap ini akan dihasilkan gas CO2 sebagai produk sampingan dan sludge sebagai limbahnya. Gas CO2 yang dihasilkan memiliki perbandingan

stoikiometri yang sama dengan etanol yang dihasilkan yaitu 1 : 1. Setelah melalui proses pemurnian, gas CO2 dapat digunakan sebagai bahan baku gas dalam

(16)

Tahap berikutnya adalah pemurnian etanol. Tahap ini dilakukan melalui metode destilasi. Destilasi dilakukan pada suhu diatas titik didih etanol murni, yaitu pada kisaran 78 – 100oC. Produk yang dihasilkan pada tahap ini memiliki kemurnian hingga 96 %. Akan tetapi, sebelum memasuki tahap pemurnian dilakukan pemisahan etanol dengan sludge yang diperoleh dari hasil fermentasi etanol yang dihasilkan. Salah satu pemanfaatan limbah sludge yang telah berhasil dilakukan yaitu pengolahan sludge menjadi pupuk kalium majemuk dengan kadar kalium 40 %.

Jika etanol yang dihasilkan akan digunakan sebagai bahan bakar maka etanol hasil destilasi ini harus dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan ini dapat dilakukan dengan metode purifikasi molecular sieve bertujuan untuk meningkatkan kemurnian etanol hingga memenuhi spesifikasi bahan bakar.

Molecular sieve adalah suatu bahan yang memiliki pori-pori kecil dan digunakan

sebagai absorben cairan dan gas. Bahan ini mampu menyerap air hingga 20 % dari berat bahan itu sendiri. Zeolit, lempung, karbon aktif dan porous glasses adalah beberapa bahan yang termasuk molecular sieve. Selain itu, pengeringan etanol dapat menggunakan metode lain yaitu metode azeotrofik destilasi. Etanol hasil pengeringan ini memiliki kemurnian hingga 99, 5 % (Hambali, dkk., 2008).

Referensi

Dokumen terkait