• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pembangunan dalam Perspektif Otonomi Daerah di Indonesia Abdul Kadir 1 & Isnaini 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kebijakan Pembangunan dalam Perspektif Otonomi Daerah di Indonesia Abdul Kadir 1 & Isnaini 2"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

The 2 Interntional Conference on Politics of Islamic Development

MAP– Universitas Medan Area, Indonesia

22 – 23 April 2019

Url: http://proceeding.uma.ac.id/index.php/icopoid

Kebijakan Pembangunan dalam Perspektif Otonomi Daerah di

Indonesia

Abdul Kadir1 & Isnaini2

1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Medan Area, Indonesia 2 Fakultas Hukum, Universitas Medan Area, Indonesia

Abstract

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat lokal menjadi wacana publik yang menuntut pengalokasian dan distribution of power and authority, serta diskresi dalam menetapkan kebijakan publik dan alokasi sumber pembiayaan secara adil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Asas penyelenggaraan pemerintahan yang mampu menciptakan demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat adalah asas desentralisasi yang dioperasionalkan dalam kebijakan otonomi daerah. Fenomena yang timbul adalah secara normatif bentuk otonomi yang diterapkan adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Pada hakekatnya tugas utama pemerintahan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Derah (Provinsi danKabupaten/Kota) adalah tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan secara umum, pelaksanaan pembangunan semua sektor dan berfungsi sebagai pelayanan publik. Bahwa reformasi total menjadi pilihan yang sangat tepat untuk memanage kondisi pembangunan Daerah khususnya di bidang desentralisasi, demi terciptanya otonomi dalam meningkatkan kemampuan Daerah yang mumpuni yang bermuara sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat (masyarakat di daerah). Terminologi kebijakan dapat diartikan sebagai pilihan tindakan diantara sejumlah alternatif yang tersedia, artinya kebijakan merupakan hasil menimbang untuk selanjutnya memilih yang terbaik dari pilihan-pilihan yang ada, dalam konteks makro hal ini kemudian diangkat dalam porsi pengambilan keputusan. Sebagai suatu proses guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat hendaknya diselenggarakan berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan serta kemandirian di mana diperlukan suatu perencanaan pembangunan yang disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh dan tanggap terhadap perubahan. Dalam implementasi pembangunan dalam perspektif otonomi daerah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif melalui pendekatan perencanaan wilayah akan dapat berhasil dilaksanakan oleh suatu daerah dengan melihat pendekatan kebijakan otonomi, yang tentunya sebagai salah satu cara guna menghindari adanya kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar daerah. Hubungan pembangunan dalam arti luas yaitu perencanaan wilayah melalui pendekatan karakteristik dan potensi daerah, perlu dilakukan pertimbangan oleh Pemerintah Pusat untuk dapat memberlakukan sebaran/ pendistribusian pengendalian sesuai sektor pertumbuhan sehingga tidak terpusat di ibukota negara seperti Jakarta. Dimungkinkan pendekatan kebijakan melalui Pembentukan Pusat-pusat pertumbuhan potensi di daerah sebagai contoh: untuk sektor pertambangan minyak bumi, Pusat pertumbuhannya di Pekanbaru Provinsi Riau, sektor pertambangan umum di Jayapura Provinsi Papua, sektor Kepariwisataaan di Denpasar Provinsi Bali, sektor Kehutanan di Samarinda Kalimantan Timur, sektor Perikanan di Makasar Sulawesi Selatan, sektor Perkebunan di Medan Sumatera Utara, sektor Perindustrian di Surabaya Jawa Timur, sektor Pendidikan di Yogyakarta, dsb.

Keyword : Kebijakan, Pembangunan, Perimbangan Keuangan, Otonomi Daerah.

Abstract

In the implementation of regional government, democracy and the empowerment of local communities become public discourses that demand allocation and distribution of power and

(2)

authority, as well as discretion in setting public policies and allocating financial resources fairly between the Central Government and Regional Governments. The principle of implementing government that is able to create democratization and community empowerment is the principle of decentralization which is operationalized in the regional autonomy policy. The phenomenon that arises is that normatively the form of autonomy applied is real and responsible autonomy. In essence the main tasks of government both by the Central Government and the Regional Government (Provincial and Regency / City) are the tasks of administering government in general, the implementation of the development of all sectors and functioning as public services. That total reform is a very appropriate choice to manage the conditions of regional development, especially in the field of decentralization, in order to create autonomy in enhancing the capacity of a capable region that leads to efforts to improve people's welfare (people in the regions). Policy terminology can be interpreted as a choice of actions among a number of available alternatives, meaning that the policy is a result of weighing to choose the best from the choices available, in the macro context this is then raised in the decision-making portion. As a process to improve the welfare of the community, it should be carried out based on democracy with the principles of togetherness, justice, sustainability, environmental insight and independence where a development plan that is systematically arranged, directed, integrated, comprehensive and responsive to change is needed. In the implementation of development in the perspective of regional autonomy, it can be used as an alternative through a regional planning approach that can be successfully implemented by an area by looking at the autonomy policy approach, which is certainly one way to avoid the gap between economic growth. Development relations in the broad sense, namely regional planning through the characteristic and regional potential approaches, needs to be considered by the Central Government to be able to impose the distribution / distribution of controls in accordance with the growth sector so that they are not concentrated in the capital city such as Jakarta. A policy approach is possible through the establishment of potential growth centers in the region for example: for the petroleum mining sector, its growth center in Pekanbaru Riau Province, the general mining sector in Jayapura Papua Province, the tourism sector in Denpasar Bali Province, the forestry sector in Samarinda East Kalimantan, Fisheries sector in Makassar, South Sulawesi, Plantation sector in Medan, North Sumatra, Industry sector in Surabaya, East Java, Education sector in Yogyakarta, etc. Keyword: Policy, Development, Financial Balance, Regional Autonomy.

PENDAHULUAN

Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat lokal menjadi wacana publik yang menuntut pengalokasian dan distribution of

power and authority, serta diskresi dalam menetapkan kebijakan publik dan alokasi sumber

pembiayaan secara adil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Asas penyelenggaraan pemerintahan yang mampu menciptakan demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat adalah asas desentralisasi yang dioperasionalkan dalam kebijakan otonomi daerah.

Penerapan asas desentralisasi dalam proses pemerintahan sesungguhnya telah diakomodasikan dalam konstitusi UUD 1945 Pasal 18 serta dioperasionalkan pada awalnya dalam UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah dan terakhir dengan UU No. 23 Tahun 2014 dan terkait dengan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diterbitkan UU No 33 Tahun 2004.

(3)

Fenomena yang timbul adalah secara normatif bentuk otonomi yang diterapkan adalah otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Namun secara empirik, dalam implementasinya dalam kewenangan tertentu sepanjang sejarah penyelenggaraan Pemerintahan masih terkesan kurang memenuhi harapan. Dua faktor yang mempengaruhi adalah 1) Dari aspek wewenang dalam praktek kecenderungan yang kuat adalah sentralistik; 2) Otonomi yang nyata dan bertanggung jawab menekankan segi kemampuan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri

Secara retorik diakui bahwa hubungan pusat - daerah adalah penting untuk menciptakan kemandirian daerah. Akan tetapi, fakta di sekitar hubungan itu tampak tidak realistis dan tidak menciptakan iklim yang kondusif bagi terciptanya kemandirian daerah. Misalnya dalam hubungan keuangan Daerah. Pada hakekatnya tugas utama pemerintahan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Derah (Provinsi danKabupaten/Kota) adalah tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan secara umum, pelaksanaan pembangunan semua sektor dan berfungsi sebagai pelayanan publik.

Bahwa reformasi total menjadi pilihan yang sangat tepat untuk memanage kondisi pembangunan Daerah khususnya di bidang desentralisasi, demi terciptanya otonomi dalam meningkatkan kemampuan Daerah yang mumpuni yang bermuara sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat (masyarakat di daerah).

PEMBAHASAN

Kebijakan Publik (Public Policy)

Terminologi kebijakan dapat diartikan sebagai pilihan tindakan diantara sejumlah alternatif yang tersedia, artinya kebijakan merupakan hasil menimbang untuk selanjutnya memilih yang terbaik dari pilihan-pilihan yang ada, dalam konteks makro hal ini kemudian diangkat dalam porsi pengambilan keputusan. Menurut Charles Lindblom, Kebijakan berkaitan erat dengan pengambilan keputusan. Karena pada hakikatnya sama-sama memilih diantara opsi yang tersedia. Keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik.

Thomas Dye (1995), Kebijakan sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (whatever government chooses to do or not to do). Heglo (1970), Kebijakan sebagai “a course of action intended to accomplish some end,” atau sebagai suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Anderson (2000), kebijakan adalah: a relative stable, purposive course of action followed ba an actor or set of actors in

(4)

Kebijakan publik dapat dianalisis melalui tiga hal (Riant Nugroho, 2006): 1) Kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh administratur negara, atau administratur public; 2) Kebijakan publik adalah kebijakan yang mengatur kehidupan bersama atau kehidupan publik, bukan kehidupan seseorang atau golongan; 3) Kebijakan publik jika manfaat yang diperoleh masyarakat yang bukan pengguna langsung dari produk yang dihasilkan jauh lebih banyak atau lebih besar dari pengguna langsungnya.

Tiga hal untuk mewujudkan kebijakan publik efektif: 1) Adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan sehingga dapat diketahui publik apa yang telah diputuskan; 2) Kebijakan ini juga harus jelas struktur pelaksana dan pembiayaannya; 3) Diperlukan adanya kontrol publik, yakni mekanisme yang memungkinkan publik mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan atau tidak.

Ciri-ciri dari kebijakan (Anderson dan Charles, 2000), yaitu 1) Setiap kebijakan mesti ada tujuannya; 2) Setiap kebijakan tidak berdiri sendiri, terpisah dari kebijakan yang lain, tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat dan berorientasi pada pelaksanaan, interprestasi dan penegakan hukum; 3) Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa yang ingin atau diniatkan akan dilakukan pemerintah; 4) Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan untuk melaksanakan atau menganjurkan; 5) Kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk memaksa masyarakat mematuhinya; 6) Penyusunan suatu kebijakan publik yang baik harus didasarkan pada prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (Good and clean Governance).

Keterbukaan (transparancy) atas berbagai proses pengambilan keputusan akan mendorong partisipasi masyarakat dan membuat para penyusun kebijakan publik menjadi bertanggung gugat (accountable) kepada semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan proses maupun kegiatan dalam sektor publik. Transparansi adalah sebuah kondisi minimum bagi partisipasi masyarakat dan merupakan awal dari terwujudnya akuntabilitas.

Pembangunan

Sebagai suatu proses guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat hendaknya diselenggarakan berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan serta kemandirian di mana diperlukan suatu perencanaan pembangunan yang disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh dan tanggap terhadap perubahan.

(5)

Tiga tujuan inti pembangunan adalah: 1) Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok; 2) Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan, 3) Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan.

Ciri umum masalah pembangunan pada negara berkembang: 1) Tingkat kemakmuran relatif rendah; 2) Produktivitas pekerja sangat rendah’ 3) Tingkat pertambahan penduduk sangat tinggi; 4) Kegiatan ekonomi bersifat “dualistis”; 5) Kegiatan ekonomi tetap terpusat di sektor pertanian; 6) Bahan mentah merupakan ekspor terpenting’ 6) Pendapatan per kapita sebagai indikator tingkat kemakmuran dan pembangunan mempunyai beberapa kelemahan.

Kelemahannya dapat dibedakan pada dua aspek: Kelemahan yang bersumber dari ketidaksesuaian penggunaan pendapatan per kapita untuk menentukan tingkat kesejahteraan masyarakat dan tingkat pembangunan (ekonomi); Kelemahan yang bersifat statistik dan metodologi dalam menghitung pendapatan perkapita. Otonomi atau autonomy berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti sendiri dan nomos yang berarti hukum atau peraturan. Menurut Encyclopedia of Social Science, bahwa otonomi dalam pengertian orisinal adalah

the legal self sufficiency of social body and its actual independence.

Otonomi Daerah

Menurut Manan (1994) mengandung arti kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan (rumah tangganya) sendiri. Menurut Syafrudin (1991), bukan berarti kesendirian, bukan pula sendiri-sendiri karena tetap bhineka tunggal ika, melainkan untuk memecahkan masalah-masalah daerahnya sendiri tidak selalu dan terlalu menggantungkan diri kepada pemerintah pusat.

Otonomi daerah (UU NO. 23 TAHUN 2014): Sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Inti utama UU No. 23 Tahun 2014 dan UU No. 33 Tahun 2004: Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintah dalam hubungan domestik kepada daerah; Penguatan peran DPRD dimulai dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pelaksanaan trifungsi dewan; Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur setempat demi menjamin tampilnya kepemimpinan pemerintahan yang berkualitas tinggi dengan tingkat aksetabilitas yang tinggi pula; Peningkatan efektivitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui

(6)

pembenahan organisasi dan inisiatif yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah didesentralisasikan; Peningkatan efisiensi administrasi keuangan daerah serta pengaturan yang jelas atas sumber-sumber pendapatan negara dan daerah; Perwujudan desentralisasi fiskal melalui pembesaran alokasi subsidi dari pemerintah pusat yang bersifat blockgrant; Pembinaan dan pemberdayaan lembaga-lembaga dan nilai-nilai lokal yang bersifat kondusif terhadap upaya memelihara harmoni sosial dan solidaritas sosial sebagai satu bangsa.

Kunci sukses pelaksanaan otonomi daerah: Perlunya komitmen yang kuat dari kepemimpinan yang konsisten dari pemerintah pusat; Lahirnya pemimpin-pemimpin pemerintahan yang demokratis di daerah; DPRD yang mampu menjembatani antara tuntutan rakyat dengan kemampuan pemerintah; Organisasi masyarakat yang mampu memobilisasi dukungan terhadap kebijakan yang menguntungkan masyarakat luas; Kebijakan ekonomi yang berpihak pada pembukaan lapangan kerja dan kemudahan berusaha; Berbagai pendekatan sosial budaya yang secara terus menerus menyuburkan harmoni dan solidaritas antar warga.

Kebijakan pembangunan dalam perspektif otonomi daerah di Indonesia: Otonomi daerah, tidak bisa lepas dari kajian tentang konsep dan teori desentralisasi. Terdapat hubungan yang saling menentukan dan bergantung antara desentralisasi dan Otonomi Derah; Desentralisasilah yang melandasi suatu daerah dapat dikatakan otonom; OTDA tidak akan ada, jika tidak ada desentralisasi. Sebaliknya desentralisasi tanpa OTDA akan menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di daerah; Tanpa desentralisasi, daerah tidak akan memiliki otonomi. OTDA tidak akan pernah ada dalam konteks organisasi negara, bila teori desentralisasi tidak dijadikan dasar pijakan.

Alasan dianutnya desentralisasi (The Liang Gie, 1968): Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tiran; Dalam bidang politik penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi; Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, asalan mengadakan pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien; Dari sudut kultural, desentralisasi perlu diadakan supaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpahkan kepada kekhususan sesuatu daerah; Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut.

(7)

Keuntungan dan kebaikan desentralisasi (Cheema dan Rondinelli, 1983: Kebijaksanaan desentralisasi akan mempermudah artikulasi dan implementasi kebijakan pembangunan atas dasar pemerataan dengan meningkatnya kemampuan administratif unit-unit kerja daerah; Desentralisasi dapat mengurangi dan menyederhanakan prosedur birokrasi yang rumit dan berliku-liku; Desentralisasi dapat pula meningkatkan persatuan nasional dan memperteguh legitimasi pemerintahan, karena desentralisasi memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengenal masalah yang dihadapi dan menyalurkan permasalahan itu kepada lembaga-lembaga pemerintahan yang relevan; Koordinasi yang lebih efektif dapat pula dicapai lewat penerapan kebijakan desentralisasi.

Desentralisasi dapat pula dianggap sebagai suatu mekanisme untuk meningkatkan efisiensi pemerintah pusat, karena tugas-tugas rutin akan lebih efektif jika diselenggarakan oleh pejabat-pejabat daerah; Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat pula ditingkatkan dengan menempuh kebijaksanaan desentralisasi. Desentralisasi mengandung kemungkinan untuk meningkatkan dan memperluas fasilitas dan pelayanan oleh pemerintah dengan mengurangi kontrol oleh kelompok elit lokal terhadap kegiatan pembangunan. Dengan desentralisasi, pemberian pelayanan oleh pemerintah kepada masyarakat yang menyangkut kebutuhan dasar akan lebih efisien, karena biaya pelayanan tersebut dapat ditekan serendah mungkin. Desentralisasi dapat mempertinggi fleksibilitas instansi pusat, staf lapangan serta pemimpin lokal dalam rangka penanganan masalah-masalah setempat yang bersifat khusus.

Dalam konteks pembangunan, desentralisasi ditujukan untuk meningkatkan pembangunan semua sektor demi percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Desentralisasi dan otonomi diyakini dapat menjawab tuntutan pemerataan pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan politik yang efektif. Desentralisasi akhirnya diyakini dapat menjamin penanganan variasi tuntutan masyarakat secara tepat dan cepat.

KESIMPULAN

Motivasi dalam rangka pemberian Otonomi Daerah, sehingga dapat mempercepat pembangunan di daerah dengan bermuara kepada kesejahteraan masyarakat daerah adalah: karena kebhinekaan kehidupan masyarakat; pengakuan dan penghormatan atas sendi-sendi kehidupan berbangsa, bernegara, berpemerintahan dan bermasyarakat; Pendayagunaan pengelolaan potensi daerah; Mendidik dan empowerment masyarakat dalam segala kehidupan; Pemerataan kemampuan daerah dengan memperhatikan kondisi daerah yang

(8)

berbeda dan tetap berada dalam satu wawasan nusantara; Upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan; Upaya melancarkan pelaksanaan pembangunan; Meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses demokratisasi pemerintahan.

Dalam implementasi pembangunan dalam perspektif otonomi daerah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif melalui pendekatan perencanaan wilayah akan dapat berhasil dilaksanakan oleh suatu daerah dengan melihat pendekatan kebijakan otonomi, yang tentunya sebagai salah satu cara guna menghindari adanya kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar daerah.

Hubungan pembangunan dalam arti luas yaitu perencanaan wilayah melalui pendekatan karakteristik dan potensi daerah, perlu dilakukan pertimbangan oleh Pemerintah Pusat untuk dapat memberlakukan sebaran/ pendistribusian pengendalian sesuai sektor pertumbuhan sehingga tidak terpusat di ibukota negara seperti Jakarta. Dimungkinkan pendekatan kebijakan melalui Pembentukan Pusat-pusat pertumbuhan potensi di daerah sebagai contoh: untuk sektor pertambangan minyak bumi, Pusat pertumbuhannya di Pekanbaru Provinsi Riau, sektor pertambangan umum di Jayapura Provinsi Papua, sektor Kepariwisataaan di Denpasar Provinsi Bali, sektor Kehutanan di Samarinda Kalimantan Timur, sektor Perikanan di Makasar Sulawesi Selatan, sektor Perkebunan di Medan Sumatera Utara, sektor Perindustrian di Surabaya Jawa Timur, sektor Pendidikan di Yogyakarta, dsb.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, James E. Public Policy Making, 2nd Ed, (Barkeley, Boston, USA: Houghton Mifflin Co., 1994).

Cheema, G. Shabbir dan Dennis A. Rondinelli, (ed), Decentralization and Development,

Policy Implementation in Developing Countries, (California: Sage Publications, Inc.

Beverly Hills. 1983).

Dunn, Williaam N. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, (Yogyakarta: UGM).

http://www.goodgovernance-bappenas.go.id/Leaflet%20kuning.htm diakses pada tanggal 9

April 2012.

http://www.singkawang.go.id/pages/Kebijakan-Dan-Strategi.html

Kadir, Abdul. Kebijakan Penetapan Nilai Jual Obyek Pajak Bumi dan Bangunan Sektor

Perkebunan dalam Pelaksanaan Otonomi dan Peningkatan Sumber Pendapatan Daerah, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2007).

Kuncoro, Mudrajad. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi

dan Peluang, (Jakarta: Erlangga).

Sukirno, Sadono. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan, (Jakarta: Kencana, 2006).

Sumaryadi, I Nyoman. Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, (Jakarta: CV. Citra Utama, 2005).

Susanto, Hari. Otonomi Daerah dalam Perspektif Lokal, (Jakarta: Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2003).

(9)

Tim Suara Pembaruan. Otonomi Daerah: Peluang dan Tantangan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995).

Todaro Michael P., dan Stephen C.Smith. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi kedelapan, alih bahasa Haris Munandar, Puji, (Jakarta: Erlangga, 2003).

Referensi

Dokumen terkait

Demikian tadi telah kita ikuti bersama Penjelasan Bupati atas Raperda tentang Penyertaan Modal Pemerintah Kabupaten Grobogan kepada BUMD Tahun 2022 yang di sampaikan

Dengan harga terjangkau dan pembayaran yang bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, Stroomnet ini internet pejabat dengan harga merakyat..

Pada fase ini diterapkan alat analisis dalam bentuk peta kendali MEWMA (Multivariate Exponential Weighted Moving Avarage) dan grafik berupa pareto chart dan diagram

Menurut Arikunto (2008: 16) dalam penelitian secara garis besar terdapat empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan

Berdasarkan pengukuran dengan alat ukur PQA ataupun melalui hasil simulasi ETAP dapat diketahui bahwa THD arus lebih tinggi dibandingkan dengan besar THD

Mitra yang dilibatkan pada Ipteks bagi masyarakat (IbM) berdomisili di Kelurahan yang berbeda yakni Kelompok Sumber Jaya berdomisili di Kelurahan/desa Cempaka

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi “Pengaruh Flash Sale, Persepsi Kualitas Website dan Emosi Positif

4.2.1 Peraturan dan ketentuan pengadaan barang/jasa pada organisasi usaha yang bersifat profit atau non profit adalah peraturan dan ketentuan pengadaan barang/jasa