• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegagalan Panggil (Fail Connection) pada Sistem Jaringan Telepon Selular (GSM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kegagalan Panggil (Fail Connection) pada Sistem Jaringan Telepon Selular (GSM)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Kegagalan Panggil (Fail Connection) pada Sistem Jaringan

Telepon Selular (GSM)

Ulfah Mediaty Arief

Jurusan Teknik Elektro, Universitas Negeri Semarang ulfaharief@yahoo.com

Abstrak: Penggunaan jaringan selular GSM pada kenyataanya di lapangan belum sepenuhnya memuaskan masyarakat pelanggannya. Karena aspek keberhasilan panggilnya tidaklah selalu 100% berhasil panggil. Demikian pula dengan kelanggengan sambungannya tidaklah selalu mencapai 100% berhasil langgeng sambungannya.

Gagal panggil (Fail Connection) adalah suatu proses permintaan panggilan ke suatu nomor tertentu yang tidak bisa dipenuhi oleh jaringan, sehingga panggilan tersebut tidak tersambung. Sedangkan gagal langgeng sambungan (Call Drop) adalah suatu kondisi dimana pembicaraan yang terjadi tiba-tiba terputus yang bukan keinginan dari pelanggan. Faktor keberhasilan panggil (Succes Connection) dan kelanggengan sambungan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kapasitas yang tersedia, propagasi gelombang radio, kuat sinyal dan keandalan jalur transmisi.

Kata kunci: Gagal Panggil, Gagal Langgeng Sambung

1. Latar Belakang Masalah

Jaringan telekomunikasi selular GSM telah dioperasikan di Indonesia sejak tahun 1994. Sejak kemunculannya hingga saat ini jaringan GSM telah banyak menarik minat masyarakat, karena keunggulan mobilitasnya dan kejernihan kualitas suaranya. Hingga tahun 2002 ini jumlah pelanggannya telah melebihi 6 juta pelanggan di Indonesia (Laporan berkala TELKOM tahun 2002). Namun demikian pada kenyataannya aspek keunggulan mobilitasnya tersebut belumlah memuaskan pelanggannya. Karena aspek keberhasilan panggilnya tidaklah mencapai 100%. Demikian pula dengan kelanggengan sambungannya tidaklah selalu mencapai 100%. Hal ini berdasarkan keluhan pelanggan yang dimuat di koran Suara Merdeka terbitan bulan Januari – Maret tahun 2002 yang pada intinya menyatakan bahwa “pelanggan belum puas dalam melakukan komunikasinya dengan lancar dikarenakan kadang-kadang susah memanggil ke nomor relasinya serta kadang-kadang pembicaraan yang dijalaninya terputus secara tiba-tiba”. Permasalahan yang biasa muncul dalam sistem telekomunikasi selular GSM adalah luasnya cakupan pelayanan (coverage),

ketersediaan kapasitas jaringan (capacity) dan tingkat kualitas layanan jaringan

(quality) (Boucher Neil J., 1995).

Kualitas jaringan yang buruk dapat terjadi karena adanya gagal panggil (call fail), gagal langgeng sambungan (call drop), interferensi, cakupan sinyal yang lemah

(poor coverage) dan blocking (Boucher Neil J., 1995).

Keberhasilan panggil dan keberhasilan langgeng sambungan dapat dilihat pada protokol pensinyalan komunikasinya

(Mehrota Asha, 1996).

Proses pensinyalan dalam protokol komunikasi GSM dapat dilihat dengan alat ukur Protocol Analyzer K1103 (Otte Frank,

1997).

2. Jaringan GSM

Pada prinsipnya sistem GSM terdiri dari tiga subsistem utama (Mehrota Asha,1996), yaitu:

1. Subsistem Sentral Penyambungan (network switching subsystem), 2. Subsistem Radio (radio subsystem), 3. Subsistem Pendukung Pengoperasian

(2)

Subsistem sentral penyambungan (Network Switching Subsystem, NSS) Subsistem Sentral Penyambungan ini menyediakan peralatan dan fungsi-fungsi penyambungan mulai dari awal panggilan sampai akhir panggilan . Elemen-elemen dari sistem ini adalah:

1. Sentral Penyambungan Seluler (Mobile

Switcing Center, MSC)

2. Pencatat Lokasi Pelanggan Pendatang (Visiting Location Register, VLR)

3. Pencatat Lokasi Pelanggan Asli (Home

Location Register, HLR)

4. Pusat Otentikasi Pelanggan (Authentication Centre, AuC)

5. Pengidentifikasi Perangkat Ponsel (Equipment Identification Register, EIR) MSC merupakan induk jaringan yang berfungsi sebagai penyambungan komunikasi percakapan. MSC mempunyai antarmuka ke seluruh komponen jaringan seluler dan jaringan tetap (ISDN / PSTN). VLR bertugas untuk menerima dan menyimpan seluruh data pelanggan pendatang sebelum, sesudah, dan selama proses pemanggilan terjadi.

HLR merupakan pusat basis data pelanggan asli dalam sistem. Dalam HLR tersimpan data-data pelanggan asli. HLR juga mempunyai tugas untuk mengetahui posisi terkini setiap lokasi ponsel.

AuC terhubung dengan HLR, yang mempunyai fungsi untuk menyediakan parameter otentikasi nomor pelanggan (authentication) dan kode penyandian sinyal percakapan (chiphering keys) yang digunakan untuk menyimpan beberapa informasi untuk menjaga keamanan.

EIR merupakan suatu basis data yang berisi informasi tentang tipe-tipe piranti dan sejumlah pengenal untuk ponsel (Mobile

Station, MS) yang diakui dalam suatu daerah.

Subsistem radio (Radio Sub System, RSS)

SubSistem Radio terdiri atas beberapa komponen fungsional sebagai berikut:

1. Base Station Subsystem (BSS) merupakan piranti yang terdiri atas perangkat pancarima dan perangkat pengontrol yang menyediakan semua fungsi-fungsi yang diperlukan untuk memberikan cakupan radio pada area pelayanan yang terdiri atas:

- Base Station Controller (BSC), mem-punyai tugas mengontrol dan mengatur kerja BTS

- Base Transciever Station (BTS), fungsinya untuk memancarkan dan menerima sinyal radio dari ponsel (mobile station) ke antar muka udara (air interface), dan bertugas untuk : • Mengkodekan sinyal-sinyal

komuni-kasi, mengenkripsi, menjamakkan dan memodulasi • Mengirim sinyal singkronisasi

pancar dan terima

• Mengukur unjuk kerja kanal radio • Memantau jarak dari ponsel ke

BTS

• Medeteksi permintaan panggilan (Random Access)

2. TRAU (Transcoding and Rate

Adaptation Unit)

Transkoder merupakan komponen yang mempunyai fungsi untuk menyesuaikan laju transmisi yang berbeda dari 13 kbps menjadi 64 kbits/s untuk kemampuan bicara dan koneksi-koneksi data pada bagian radio.

Jaringan selular GSM yang terdiri atas Sentral Penyambungan Selular (Mobile

Switching Center, MSC), Stasiun Pengontrol Pemancar Selular (Base

Station Controller, BSC), Stasiun Pemancar Selular (Base Transceiver

Station, BTS), digambarkan seperi pada

Gambar 1.

MSC yang merupakan induk dari jaringan GSM berfungsi sebagai sentral penyambungan (switching) untuk menyambungkan pemanggil dengan yang dipanggil. BSC bertugas untuk mengontrol dan mengatur kerja BTS. BTS bertugas untuk melayani panggilan dari ponsel pelanggan.

(3)

Operation and maintenance sub-system (OMS)

OMS ini menyediakan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk pengoperasian jaringan dan untuk memberikan informasi tentang unjukkerja sistem. Secara umum OMS mempunyai fungsi sebagai:

1. Pendukung untuk perawatan dan pemeli-haraan

2. Fungsi Pengantarmuka (Interface X.25)

3. Pengaturan Suatu Gangguan (Fault Management)

4. Mengontrol konfigurasi menggunakan piranti lunak

5. Mengontrol status jaringan yang aktif 6. Membangkitkan Alarm bila ada

gangguan jaringan

Gambar 1. Arsitektur jaringan seluler GSM

3. Kinerja Jaringan GSM

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja jaringan telekomunikasi GSM adalah sebagai berikut:

3.1. Cakupan sinyal (coverage)

Pelanggan hanya akan dapat melakukan percakapan dengan baik apabila mendapatkan sinyal yang baik pula. Kekuatan sinyal pada suatu daerah dipengaruhi oleh luas cakupan yang dimiliki oleh jaringan tersebut. Oleh sebab itu pada daerah yang tidak rata (contoh pada analisis ini adalah daerah Semarang ke selatan ke arah Salatiga), maka cakupan radio tidak dapat mencapai 100% dari luas daerah yang harus dilayani. Ada dua hal yang bisa dilakukan untuk memperluas daerah cakupan sebagai berikut:

3.1.1 Meninggikan posisi antena

Dengan mempertinggi antena pancar maka akan dapat menjangkau daerah-daerah yang terhalang, sehingga akan mengurangi adanya kehilangan daya akibat kerugian perambatan sinyal.

3.1.2 Memperbesar daya pancar

Dengan memperbesar daya pancar maka luas cakupan juga akan menjadi besar namun untuk daerah perkotaan yang padat daya pancar yang tinggi akan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya interferensi, sehingga diperlukan pengontrolan interferensi yang lebih baik. Dengan demikian cakupan pelayanan yang baik akan ditentukan oleh ketepatan penentuan koordinat lokasi pemancar, arah antenna pemancar, kekuatan daya

(4)

pancar perangkat pemancar, dan kekuatan

gain antena yang digunakan. Daya pancar

setiap BTS adalah 43 dBm atau sama dengan 25 Watt. Daya pancar ini secara normal dapat memberikan sinyal dengan jari-jari sejauh ± 5 Km. Sedangkan setiap ponsel mempunyai daya pancar sebesar 33 dBm sama dengan 2 Watt. Daya tangkap minimum dari BTS dan ponsel adalah –102 dBm.

3.2. Frekuensi kerja

Sesuai dengan rekomendasi ETSI (European

Telecommunication Standards Institute),

frekuensi kerja dari sistem GSM adalah sebagai berikut:

1. Frekuensi terima (uplink) : 890 MHz – 915 MHz

2. Frekuensi kirim (downlink) : 935 MHz – 960 MHz

Untuk keperluan pembicaraan timbal balik (full duplex), maka dalam satu kanal radio BTS biasanya digunakan satu pasang frekuensi yaitu frekuensi terima (uplink) dari ponsel ke BTS dan frekuensi kirim (downlink) dari BTS ke ponsel.

Dengan spektrum per kanalnya adalah 200 KHz maka total kanal yang disediakan oleh sistem GSM adalah 25,000 / 2000 = 125 kanal.

Dimana kanal nomor 1 mempunyai alokasi frekuensi :

1. Terima (Uplink) : 890,0 MHz – 890,2 MHz 2. Kirim (Downlink) : 935,0 MHz – 935,2

MHz

Dan demikian seterusnya untuk kanal nomor 2 sampai dengan nomor 125. Frekuensi kerja selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Sistem komunikasi bergerak selular juga dirancang menggunakan pengulangan frekuensi (frequency reuse) untuk mengefektifkan terbatasnya kapasitas karena lebar pita frekuensi yang ada. Pengulangan frekuensi ini dilakukan dengan cara pemanfaatan suatu frekuensi yang sama pada lokasi area yang berbeda. Misalnya, kanal frekuensi F1 digunakan untuk sel C1 dengan jari-jari cakupan R serta berjarak D

terhadap sel lain, dan sel lain misalnya C2 juga menggunakan frekuensi yang sama F1.

Dengan digunakannya pengulangan frekuensi ini, maka pemakai yang berada di sel lain dapat secara simultan menggunakan frekuensi yang sama. Dengan penggunaan pengulangan frekuensi maka dapat ditingkatkan efisiensi penggunaan spektrum frekuensi, akan tetapi bila sistem tidak dirancang secara sempurna maka dapat berakibat timbulnya interferensi kanal bersama

(co-channel interference).

Jarak minimum antara sel kanal sama yang diperbolehkan dalam pengulangan frekuensi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jumlah sel kanal sama yang berdekatan dengan pusat sel, bentuk geografi, tinggi antena, dan besarnya daya pancar masing-masing sel.

Jarak pengulangan frekuensi dirumuskan sebagai (Boucher Neil, 1995) :

dengan:

D = jarak pengulangan frekuensi R = jari-jari sel

K = pola pengulangan frekuensi

Bila daya pancar sama untuk seluruh sel, nilai K dinaikkan, maka jarak pengulangan frekuensi D menjadi naik, sehingga interferens kanal sama berkurang. Bila nilai K besar dengan jumlah kanal yang dialokasikan tetap, maka jumlah kanal dalam K sel menjadi kecil, sehingga akan terjadi efisiensi spektrum.

Pada sistem digital, sistem modulasinya dapat bekerja dengan signal to noise ratio yang rendah, sehingga untuk kualitas yang sama, jarak pengulangan frekuensi dapat diperkecil dan efisiensi spektrum dapat naik. Hal ini adalah salah satu keuntungan yang diberikan selular digital dibandingkan dengan selular analog.

)

3

( k

R

D =

(5)

3.3. Interferensi

Pada suatu daerah tertentu yang padat dan terdapat banyak pemancar BTS maka pada daerah tersebut kemungkinan akan terjadi penurunan kualitas pembicaraan akibat digunakannya kanal yang sama atau kanal yang berdekatan. Penurunan kualitas pembicaraan ini bisa disebabkan karena adanya interferensi. Interferensi yang terjadi bisa berupa interferensi kanal yang sama

(co-channel interferense), interferensi kanal

bersebelahan (adjacent channel interferense), atau juga karena interferensi

yang timbul dari sistem radio lain misalnya dari sistem selular analog. Untuk lebih jelasnya diterangkan sebagai berikut (Boucher Neil, 1995):

3.3.1 Interferensi kanal yang sama

(co-channel interference)

Interferensi kanal yang sama terjadi ketika dua atau lebih kanal komunikasi menggunakan frekuensi yang sama. Penggunaan frekuensi yang sama ini awalnya bertujuan untuk meningkatkan kapasitas jaringan.

Interferens kanal yang sama merupakan fungsi parameter q yang didefinisikan sebagai:

dengan:

D = jarak antara sel-sel yang menggunakan frekuensi yang sama

R = radius sel

Nilai q disebut faktor pengurangan interferens kanal yang sama (co-channel radiation

faktor) yang dapat ditentukan untuk setiap

level atas perbandingan sinyal terhadap interferensi yang diinginkan.

3.3.2 Interferensi kanal bersebelahan (adjacent channel interference)

Interferensi kanal bersebelahan terjadi akibat adanya dua buah sel yang saling bersebelahan menggunakan dua spektrum

frekuensi yang berdekatan sehingga energi sinyal dari kanal yang satu memasuki kanal lainnya. Di dalam sistem selular, interferens kanal bersebelahan lebih mudah dikontrol jika dibandingkan dengan interferens kanal bersama, yaitu dengan filter yang curam (filter orde tinggi, tetapi biasanya harganya mahal).

3.3.3 Interferensi intersimbol

(intersymbol interference) Interferensi intersimbol terjadi akibat adanya tunda sebaran yang besar dalam medium lintasan jamak atau karena laju bit transmisi yang tinggi. Jika 1 bps membutuhkan 1 Hz, maka laju bit transmiasi R1 dapat ditentukan berdasar

persamaan:

Dengan ∆ = tunda sebaran (delay

spread)

3.3.4 Interferensi dekat jarak-jauh (near-end to far-end

interference)

Interferensi jarak-dekat jarak-jauh terjadi karena adanya perbedaan jarak yang cukup besar antara pelanggan yang satu dengan pelanggan lain ke BTS. Sinyal yang diterima dari pelanggan yang lebih dekat dengan BTS lebih kuat dibandingkan sinyal yang berasal dari pelanggan yang letaknya lebih jauh dari BTS. Sinyal yang lebih kuat itu akan menutup sinyal yang lebih lemah. Derajat penutupannya tergantung pada jarak ponsel ke BTS.

Jika daya pancar dari pelanggan dalam satu sel sama, level sinyal yang diterima BTS hanya ditentukan oleh redaman lintasan antara pengirim dan penerima. Perbandingan daya near-end terhadap

far-end (NE/FE) didapat dari:

R D q = ∆ = I R1 ) ( 1 end) -(near 2 end near d terhadap loss path d terhadap loss path FE NE − = 1 2 log 40 d d FE NE =

(6)

3.4. Rerugi lintasan udara (path loss) Rerugi lintasan perambatan sinyal besarnya berbeda-beda sesuai dengan kontur daerahnya. Rerugi ini secara umum (Boucher

Neil, 1995) dibagi dua yaitu :

3.4.1 Rerugi pada ruang bebas hambatan

Perambatan sinyal pada daerah yang berada di bebas hambatan yaitu antara ponsel dan BTS dapat diberikan sebagai berikut :

PL = 20 log (42 . dkm . fMHZ) dB

dimana :

PL = path loss dalam dB

dkm = jarak dalam kilometer

fkm = frekuensi dalam megahertz

Sehingga jika di lapangan d = 2 km dan f = 900 MHz maka Rerugi Lintasan Sinyal adalah :

PL = 20 log (42 x 2 x 900) dB = 20 log 75600 dB

= 97,6 dB

3.4.2 Rerugi lintasan pada daerah yang ada hambatannya

Perambatan sinyal yang disebabkan karena adanya hambatan misalnya adanya pepohonan, rumah atau gedung yang dapat diberikan sebagai berikut :

PL = 69.55 + 26.16 log fMHz - 13.82 log h1 –

a(h2)

+ (44.9 – 6.55 log h1) log dkm dB

dimana :

PL = path loss dalam dB

f MHz = frekuensi dalam megahertz

h1 = tinggi antena Base station dalam

meter

h2 = tinggi antena penerima dalam meter

a(h2) = (1.1 log f – 0.7)h2 – (1.56 log f – 0.8)

dkm = jarak dalam kilometer

Jika di lapangan h1 = 55m, h2 = 1,6m, f = 900 MHz maka: 3 . 0 ) 8 . 0 900 log 56 . 1 ( 6 . 1 ) 7 . 0 900 log 1 . 1 ( ) ( 2 = − − × − = h a

Sehingga Rerugi Lintasan Sinyal pada daerah tersebut adalah

PL = 69.55 + 26.16 log 900 – 13.82 log 55 – 0.3 + (44.9 – 6.55 log 55) log 2

= 132,56 dB

Rerugi perambatan sinyal antara ponsel dan BTS dapat juga terjadi karena sinyal tersebut melalui beberapa lintasan yang berbeda (multipath).

Lintasan yang berbeda-beda tersebut akan berakibat pada sinyal penerimaan menjadi bervariasi. Rerugi lintasan jamak ini biasanya terjadi pada lokasi yang bergedung-gedung atau pada daerah yang tidak rata dan berbukit-bukit akibat lintasan rambatan sinyal yang banyak mengalami pemantulan oleh struktur bangunan yang ada, serta pengaruh permukaan tanah tidak rata.

Proses perambatan sinyal dari pemancar BTS ke ponsel yang melalui kabel, antena BTS, rerugi lintasan udara, antena ponsel digambarkan pada gambar 2.

Dari gambar di atas terlihat bahwa sinyal yang dipancarkan oleh pemancar BTS akan mengalami redaman dari berbagai lintasan yang dilewatinya, sehingga daya

(7)

sinyal yang diterima oleh ponsel dapat dihitung sebagai berikut :

Daya terima ponsel = daya pancar BTS – (rerugi kabel + rerugi lintasan )

Bila daya pancar BTS = 43 dBm, rerugi kabel BTS = - 3 dBm, penguatan antena BTS = 17 dBm, penguatan antena ponsel = 0 dBm, rerugi kabel ponsel = 0 dBm maka Daya Terima ponsel adalah :

1. Daerah bebas halangan

Yang mempunyai rerugi lintasan udara = 97,6 dBm pada jarak 2 km,

Daya Terima ponsel = 43 –3 + 17 – 97,6 dBm = - 40,6 dBm

2. Daerah dengan hambatan rumah / pohon Yang mempunyai rerugi lintasan udara = 132,56 dBm pada jarak 2 km,

Daya Terima ponsel = 43 –3 + 17 – 132,6 dBm = - 75,6 dBm

3.5 Derau (noise)

Dalam komunikasi bergerak derau secara umum ada dua macam yaitu derau yang berasal dari alam dan derau buatan manusia. Derau alam, misalnya derau termal, derau angin dan derau atmosfer. Derau termal disebabkan oleh gerakan-gerakan elektron akibat perubahan suhu yang terjadi pada setiap komponen yang mudah terpengaruh panas, seperti transistor ataupun kabel. Derau ini tidak dapat dihindari. Sedangkan derau buatan manusia misalnya derau suara kendaraan bermotor atau bising mesin-mesin listrik.

3.6 Ketersediaan kapasitas (capacity)

Untuk melayani kebutuhan percakapan semua pelanggan maka dibutuhkan kapasitas jaringan yang cukup. Tingkat pelayanan percakapan kepada pelanggan dispesifikasikan dengan perhitungan GOS

(Grade Out of Service) yang diukur dengan

suatu blocking probability 0.02 (2%) untuk pembuatan panggilan pada satu jam. Dalam kenyataannya kemungkinan terjadinya bloking pada setiap sel tidaklah sama, misalnya pada lokasi perkotaan kemungkinan blokingnya lebih besar daripada daerah pedesaaan. Untuk mengurangi tingkat kegagalan akibat bloking tersebut harus dilakukan sistem perencanaan kapasitas yang baik dan jumlah kanal radio yang

cukup. Kapasitas merupakan hal yang penting dalam perancangan suatu jaringan, sehingga perumusannya

(Boucher Neil, 1995) secara umum

diperlihatkan pada perhitungan berikut ini:

Ca = Nc / Cr dengan:

Ca = Kapasitas Nc = Jumlah kanal tersedia (dalam erlang Kanal)

Cr = Tingkat trafik (biasanya dalam mili erlang)

Misalnya suatu pemancar BTS dirancang beroperasi dengan 4 Trx yang menurut standar GSM 1 TRx menempati 7 kanal berarti ada 28 kanal yang tersedia pada BTS tersebut, dan tingkat trafik menurut standar di Indonesia 15 mili Erlang. Maka kapasitasnya dapat dihitung dengan cara: Kanal = 28, di dalam tabel Erlang B, 28 kanal berarti sama dengan 17.5 Erlang Kanal. Tingkat trafik 15 mili Erlang artinya setiap sambungan pembicaraan rata-rata adalah 0,015 x 60 menit = 0,9 menit = 54 detik.

Sehingga kapasitas BTS yang mempunyai 4 TRx dengan rata-rata percakapan sebesar 54 detik adalah :

Ca = Nc / Cr = 17.5 / 0,015 = 1166.7 satuan sambungan per jam

3.7 Kegagalan Panggilan (Unsuccess Call)

Misalkan, Q adalah banyaknya panggilan dalam satu jam, jika dalam satu jam tertentu terdapat satu panggilan yang gagal maka panggilan yang berhasil = Q-1, sedangkan besarnya laju kegagalan panggil adalah 1/Q. Laju kegagalan panggil harus selalu dijaga agar tetap kecil, sebab apabila laju kegagalan panggil tersebut besar maka kualitas jaringan menjadi buruk. Adapun kegagalan tersebut kemungkinan bisa disebabkan oleh tidak cukup kuatnya signal atau tidak cukupnya jumlah kanal

(8)

yang dapat digunakan pada daerah tersebut. Kegagalan panggilan ini berupa gagal panggil (call fail) dan gagal langgeng sambungan (call drop).

4. Sistem Pensinyalan Panggilan pada Jaringan GSM

Prosedur pensinyalan pembuatan panggilan pada jaringan GSM digambarkan sebagai berikut (Otte Frank,

1997) :

Gambar 3 Prosedur Pembuatan Panggilan

Proses pemanggilan pada telepon selular GSM dijelaskan sebagai berikut:

Tahapan Pensinyalan I (dari saat ponsel mati):

• Power on ; pin code

• Scanning frekuensi downlink GSM( 935 – 960), tuning di sinyal terkuat

• Sinkronisasi agar sinyal dapat diterima dengan benar

• Mengambil informasi-informasi dari sinyal BCCH berupa : identitas operator, LAC

(Location Area Code), frekuensi, serta

parameter-parameter jaringan • SIM Card baru == location update • SIM card pernah digunakan ==

membandingkan LAC

Tahapan pensinyalan II (saat ponsel memang-gil):

• Idle mode == “mendengarkan “ apabila “dipanggil” oleh jaringan melalui

(9)

• Akan meminta pelayanan jaringan == mengirim RACH

• Dijawab oleh jaringan dengan mengirim AGCH yang juga berisi nomor SDCCH yang harus diduduki.

• Melalui kanal SDCCH dilakukan proses otentikasi, ciphering dan perintah pendudukan traffic channel (TCH).

• Setelah TCH diduduki pembicaraan dimulai

• Selama proses pembicaraan pensinyalan berlangsung dengan menggunakan FACCH

• Pensinyalan yang ada selama proses pembicaraan:

o Untuk handover.

o Untuk mengakhiri pembicaraan.

Proses pensinyalan penyambungan ke suatu nomor yang dipanggil digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4. Prosedur Penyambungan Ke Nomor Yang Dipanggil

Tahapan Pensinyalan III (saat ponsel mengakhiri pembicaraan):

• Apabila pembicaraan diakhiri maka dari ponsel dikirimkan sinyal “DISCONNECT”

ke jaringan yang dijawab dengan sinyal yang sama oleh jaringan.

• Dilanjutkan dengan pengiriman sinyal “

RELEASE” dan “RELEASE

(10)

• Kualitas dan kuat sinyal selama proses call

establishment report yang dikirimkan melalui SACCH.

Kegagalan panggilan (call fail) dapat terjadi pada subsistem sentral penyambungan (NSS) dan bisa juga terjadi pada subsistem radio (RSS).

Hal ini bisa disebabkan oleh faktor faktor ketersediaan kanal (capacity) pada jaringan tertentu yang tidak sesuai dengan jumlah panggilan yang dibuat pelanggan, kuat sinyal

(coverage), dan interferensi frekuensi sinyal (interference co - channel, adjacent channel),

rerugi lintasan sinyal (path loss).

Kegagalan panggilan bisa terjadi setiap waktu, namun diduga akan lebih banyak terjadi pada waktu sore hingga petang hari dibandingkan dengan pagi atau siang hari. Berdasarkan daerahnya, maka kegagalan panggilan dan kegagalan langgeng sambungan diduga akan lebih banyak terjadi pada daerah yang konturnya terjal dan berbukit dibandingkan dengan daerah yang landai.

5. Kesimpulan

1. Rerata kegagalan panggil yang terbesar terjadi pada daerah yang terjal, dibandingkan dengan daerah yang berbukit dan daerah yang landai, yang disebabkan karena rerugi rambatan sinyal ( path loss) lebih besar.

2. Rerata kegagalan panggil pada sore hari lebih tinggi dibandingkan dengan waktu pagi dan siang hari, karena pada sore hingga malam hari biasanya muncul gangguan fading udara.

3. Kegagalan panggil lebih banyak disebabkan karena faktor NSS dibandingkan dengan karena faktor BSS. 4. Kegagalan panggil karena NSS lebih

banyak disebabkan karena kegagalan panggil ke nomor khusus billing yang mencapai dibandingkan dengan panggilan ke nomor umum yang hanya saja.

6. Saran

Untuk memberikan layanan yang memuaskan masyarakat pelanggannya, sebaiknya operator GSM menyediakan kapasitas jaringannya cukup, serta mengantisipasi kontur daerah layanan yang bervariasi, serta terbebas dari gangguan interferensi maupun gangguan rerugi rambatan sinyal.

7. Daftar Pustaka

Asha, M. 1996. GSM System Engineering,

Mobility Management. Artech House

Publishing. -

Frank, O. 1997. Signalling. Satelindo Publishing. -

Harian Suara Merdeka, Januari – Maret, 2002

Laporan berkala Telkom, 2002

Neil J, Boucher. 1995. The Cellular Radio

Handbook, Planning Network

Gambar

Gambar 1.  Arsitektur jaringan seluler GSM
Gambar 3  Prosedur Pembuatan Panggilan
Gambar 4. Prosedur Penyambungan Ke Nomor Yang Dipanggil

Referensi

Dokumen terkait

APAC INTI CORPORA Bawen, Semarang berdasarkan SNI 7231:2009 tentang Metode Pengukuran Intensitas Kebisingan di Tempat Kerja dan hubungannya pada perubahan nilai ambang

Adapun saran yang diberikan oleh penulis terkait penelitian ini adalah pada perhitungan serta pelaporan SPT Tahunan dengan menggunakan status kewajiban Kepala Keluarga lebih

Tujuannya jelas, bahwa nantinya peran mahasiswa yang dielaborasikan dengan gerakan restorasi diharapkan mampu memberikan angin segar dalam upaya mewujudkan jiwa-jiwa

KONTRIBUSI POWER TUNGKAI DAN KESEIMBANGAN DINAMIS TERHADAP HASIL DRIBBLE-SHOOT DALAM PERMAINAN FUTSAL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tujuan penelitian peng- embangan ini adalah menghasilkan modul interaktif dengan menggunakan learning content development system pada materi pokok usaha dan energi untuk

Tuturan tersebut merupakan hinaan penutur (Marni) kepada mitra tutur (Minah) yang dianggap ketinggalan jaman. Dengan demikian, tuturan Marni tersebut memaksimalkan

Saya adalah mahasiswa Program Studi S1-Manajemen Universitas Sumatera Utara yang sedang menyusun penelitian yang berjudul “ Pengaruh Daya tarik Rational ( Rational Advertising)

Peraturan terhadap kewenangan pemerintah daerah pada tahun 2014 telah berganti menjadi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa pemerintah daerah,