• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Laporan Keuangan

1. Pengertian Laporan Keuangan

Laporan keuangan merupakan informasi yang diharapkan mampu memberikan bantuan kepada pengguna untuk membuat keputusan ekonomi yang bersifat finansial. Dalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Tahun 2010 paragraf 7 dijelaskan bahwa :

Laporan keuangan merupakan bagian dari pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi Neraca, Laporan Rugi-Laba, Laporan perubahan posisi keuangan, catatan dan laporan lain serta penjelasan yang mempunyai bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu termasuk juga skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan keuangan tersebut, misalnya laporan keuangan segmen industri dan geografis serta pengungkapan pengaruh perubahan laba. ”

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan maupun perkembangan suatu usaha adalah para pemilik perusahaan, manajer perusahaan yang bersangkutan, para kreditur, bankir para investor dan pemerintah di mana perusahaan tersebut berdomisili, buruh serta pihak-pihak lainnya.

(2)

Agar dapat dipahami dan digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap posisi keuangan dalam suatu perusahaan, maka perlu dilakukan suatu analisa terhadap laporan keuangan tersebut.Menurut Efendi (2006) analisa laporan keuangan merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan di masa sekarang dan masa lalu dan bertujuan utama untuk menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan di masa yang akan datang.

2. Tujuan Laporan Keuangan

Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 1 (2009) tujuan laporan keuangan adalah sebagai berikut :

Tu jua n la pora n ke uanga n untuk tujuan umu m adalah me mbe rikan info rmasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi se rta menun jukkan pertanggungjawaban (ste wardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.

Tu juan utama laporan keuangan menurut Sofyan (2008:132) da lam Alvia (2010) menyebutkan bahwa :

Memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan ekonomis. Para pemakai laporan keuangan akan menggunakannya untuk meramalkan, membandingkan, dan menilai dampak keuangan yang timbul dari keputusan ekonomis yang diambilnya.

(3)

Zainudin dan Hartono (1999) dalam Efendi (2006) mengatakan bahwa tujuan pertama laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang bermanfaat kepada investor, kreditor, dan pemakai lainnya baik yang sekarang maupun potensial dalam pembuatan investasi, kredit, dan keputusan sejenis yang rasional. Tujuan kedua adalah menyediakan informasi untuk membantu para investor, kreditor, dan pemakai lainnya baik yang sekarang maupun yang potensial dalam menilai jumlah, waktu, ketidakpastian dalam penerimaan kas dari deviden dan bunga di masa yang akan datang. Tujuan kedua pelaporan keuangan tersebut mengandung makna bahwa investor menginginkan informasi tentang hasil dan resiko atas investasi yang dilakukan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai aktiva dan kewajiban serta modal suatu perusahaan yang dapat digunakan baik oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan.

3. Jenis-Jenis Laporan Keuangan

Laporan keuangan yang lengkap menurut International Financial Reporting Standard (IFRS) volume 1 tahun 2011, terdiri dari komponen-komponen berikut ini :

a. Income statements (laporan laba rugi)

b. Retained earning statements ( laporan perubahan ekuitas) c. Financial position (laporan posisi keuangan)

(4)

e. Related notes to the financial statements (catatan atas laporan keuangan)

4. Karakteristik Laporan Keuangan

Karakteristik atau kualitas informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan memiliki kriteria utama bahwa informasi tersebut dapat dipakai sebagai patokan atau tuntunan perilaku yang diperlukan atau harus diambil dalam hubungannya dengan pengamanan atau dalam hubungannya dengan aktivitas yang dimonitor.Informasi yang dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan harus diungkapkan meskipun informasi tersebut kecil jumlahnya. (Chariri, Anis dan Ghozali, 2007:164) menyebutkan bahwa informasi yang berguna harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Relevan (relevance)

Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan agar dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan, menegaskan atau mengkoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu.

b. Dapat Dipahami (understandability)

Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahan untuk segera dapat dipahami oleh pemakai.Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memilik i pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.Namun demikian informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu.Kedua karakteristik diatas (relevan dan dapat dipahami) merupakan karakteristik kualitas utama yang membuat informasi akuntansi bermanfaat.

c. Handal (reliability)

Agar bermanfaat, informasi juga harus andal.Informasi memilik i kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan

(5)

material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.

d. Dapat Dibandingkan (comparability)

Informasi dalam laporan keuangan akan lebih berguna bila dapat dibandingkan dengan laporan keuangan sebelumnya dari perusahaan yang sama maupun dengan laporan keuangan perusahaan sejenis pada periode yang sama. Cakupan informasi laporan keuangan dan pelaporan keuangan meliputi laporan keuangan, informasi pelengkap, catatan atas laporan keuangan dan media pelaporan lainnya.

B. Rasio Keuangan

1. Pengertian Rasio Keuangan

Menurut Efendi (2006) analisis rasio keuangan merupakan cara penting untuk menyatakan hubungan yang bermakna diantara pos-pos laporan keuangan. Rasio keuangan dihitung dengan membagi nilai rupiah pos yang dilaporkan pada laporan keuangan dengan nilai rupiah pos lainnya.Analisis rasio keuangan merupakan titik tolak dalam mengembangkan informasi yang diinginkan oleh analisis.

Menurut Juliana dan Sulardi (2003) dalam Efendi (2006) analisis rasio keuangan merupakan alat analisis yang selalu digunakan untuk mengukur kekuatan atau kelemahan yang dihadapi perusahaan di bidang keuangan yang pada dasarnya tidak hanya berguna bagi kepentingan internal perusahaan, melainkan juga bagi pihak eksternal.Lebih lanjut Munawir (2004) menyatakan bahwa rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.

(6)

Menurut Harahap (2007) keunggulan dari teknik rasio keuangan, antara lain:

a. Rasio keuangan merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan;

b. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit;

c. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain;

d. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi (Z-score);

e. Menstandarisir ukuran perusahaan;

f. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau ”timeseries”.

Di samping keunggulannya analisis rasio juga memiliki beberapa keterbatasan yang harus disadari sewaktu penggunaannya agar tidak salah dalam penggunaannya. Adapun keterbatasan analisa rasio ini adalah:

a. Kesulitan dalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan pemakainya.

b. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik ini.

c. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia maka akan menimbulkan kesulitan dalam menghitung rasio.

(7)

2. Jenis-jenis Rasio-Rasio Keuangan

Menurut Efendi (2006) untuk mengambil manfaat dari rasio-rasio keuangan, kita memerlukan standar-standar untuk perbandingan.Salah satu pendekatan adalah membandingkan rasio-rasio perusahaan dengan pola untuk industri atau lini usaha di mana perusahaan secara dominan beroperasi.Pendekatan ini didasarkan pada premis bahwa beberapa kekuatan ekonomi dan bisnis yang mendasar memaksa seluruh perusahaan dalam suatu industri untuk berperilaku serupa. Pendekatan lain adalah lembar kerja bankir investasi, meliputi penyusunan data untuk satu perusahaan berdampingan dengan data untuk sejumlah perusahaan terpilih lain yang sebanding. Dengan menganalisa kelompok perusahaan yang sebanding dapat memberikan pengertian tentang faktor strategis dan ekonomis yang lebih luas yang mempengaruhi kelompok tersebut (Weston dan Copeland, 1992) dalam Efendi (2006).

Weston dan Copeland (1992) dalam Efendi (2006) mengelompokkan rasio menjadi tiga bagian besar, yaitu:

a. Ukuran Kinerja (Performance Measures) Dianalisis dalam tiga kelompok, yaitu :

1) Rasio profitabilitas (profitability ratio), mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Aliran arus kas yang akan datang adalah hasil dari sejumlah besar kebijakan dan keputusan. Dengan data historis tentang arus kas dan profitabilitas,

(8)

diperlukan analisis strategis dan operasi lebih lanjut untuk membuat proyeksi yang berarti untuk masa depan.

Yang termasuk rasio profitabilitas yaitu: a) Laba operasi bersih (NOI)/penjualan b) NOI/total aktiva

c) NOI/total modal

d) Laba bersih (NI)/penjualan e) NI/ekuitas atau ROE

f) Perubahan NOI/perubahan total modal g) Perubahan NI/perubahan ekuitas.

2) Rasio pertumbuhan (growth ratio), mengukur kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi ekonomisnya dalam pertumbuhan perekonomian dan dalam industri atau pasar produk tempatnya beroperasi. Data yang dilaporkan adalah dalam angka-angka nominal sehingga tingkat pertumbuhan yang dihitung merupakan penjumlahan pertumbuhan nyata ditambah faktor kenaikan tingkat harga.

Yang termasuk rasio pertumbuhan yaitu: a) penjualan

b) NOI c) laba bersih d) laba per saham

(9)

e) dividen per saham

3) Ukuran Penilaian (valuation measures), mengukur kemampuan manajemen untuk mencapai nilai-nilai pasar yang melebihi pengeluaran kas. Pengukuran kinerja yang paling menyeluruh untuk suatu perusahaan karena mencerminkan pengaruh gabungan dari rasio hasil pengembalian dan resiko.

Yang termasuk ukuran penilaian yaitu: a) harga/laba

b) nilai pasar ekuitas/nilai buku ekuitas

c) hasil deviden ditambahkan dengan keuntungan modal (atau hasil pengembalian pemegang saham)

b. Ukuran Efisiensi Operasi (Operating Efficiency Measures)

1) Manajemen aktiva dan investasi (asset and investment management), mengukur efektivitas keputusan-keputusan investasi perusahaan dan pemanfaatan sumber daya ekonomis dalam kekuasaannya. Investasi dilakukan untuk menghasilkan penjualan yang menguntungkan.

Yang termasuk manajemen aktiva atau investasi yaitu : a) HPP/persediaan

b) periode penagihan rata-rata c) penjualan/aktiva tetap

(10)

d) penjualan/total modal e) penjualan/total aktiva

f) perubahan total modal/total modal

2) Manajemen biaya (cost management), mengukur bagaimana masing-masing elemen biaya dikendalikan.

Yang termasuk manajemen biaya yaitu: a) laba kotor/penjualan

b) beban pemasaran dan administrasi/penjualan c) biaya tenaga kerja/penjualan

d) tingkat pertumbuhan karyawan e) beban pensiun per karyawan

f) beban riset dan pengembangan/penjualan

c. Ukuran Kebijakan Keuangan (Financial Policy Measures)

Kelompok ketiga dalam hubungan keuangan merupakan keputusan kebijakan keuangan, yang berhubungan dengan keputusan strategis dan dengan manajemen investasi serta manajemen biaya. Ukuran kebijakan keuangan terdiri dari dua jenis utama, yaitu:

1) Rasio leverage (leverage ratio), mengukur tingkat sejauh mana aktiva perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang. Rasio-rasio leverage memiliki beberapa implikasi. Pertama, para kreditur memandang ekuitas sebagai suatu pelindung atau basis

(11)

pelunasan hutang. Kedua, dengan mengumpulkan dana melalui hutang, pemilik memperoleh manfaat dari memegang kendali atas perusahaan dengan komitmen terbatas. Ketiga, penggunaan hutang dengan tingkat bunga yang tetap memperbesar baik keuntungan maupun kerugian bagi pemilik. Keempat, penggunaan hutang dengan biaya bunga yang tetap dan dengan jatuh tempo yang tertentu memperbesar resiko bahwa perusahaan mungkin tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya. Leverage dicapai dengan dua pendekatan, yaitu meneliti rasio-rasio neraca dan menentukan sejauh mana dana pinjaman telah digunakan untuk membiayai perusahaan. Pendekatan lain dengan mengukur resiko hutang dengan rasio perhitungan rugi laba yang dirancang untuk menentukan berapa kali biaya tetap tertutupi oleh laba operasi.

Yang termasuk rasio leverage yaitu: a) total aktiva/nilai buku ekuitas b) hutang berbeban bunga/total modal c) EBIT/beban bunga

d) EBIT+beban sewa/beban tetap

(12)

2) Rasio likuiditas (liquidity ratio), mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo.

Yang termasuk rasio likuiditas yaitu : 1) Rasio lancar

2) Quick acid ratio

3) Pembiayaan investasi (investment financing)

C. Risiko

Risiko menunjukkan kemungkinan bahwa return atau tingkat pengembalian aktual berbeda dengan yang diharapkan (Harianto dan Sudomo, 1998). Menurut Hirt dan Block (1999) dalam Apsari (2004) yaitu :“The risk an investment is related to uncertainty associated with the outcomes from an investment”.

Risiko merupakan suatu konsep yang penting dalam analisis keuangan, terutama berkaitan dengan bagaimana pengaruh risiko terhadap pengembalian dari investasi yang dilakukan.Risiko dapat dinyatakan juga sebagai kemungkinan keuntungan nyata yang menyimpang dari hasil yang diharapkan (Apsari, 2004).

Sedangkan risiko investasi menurut Apsari (2004) merupakan besarnya tingkat fluktuasi dari suatu nilai harapan pengembalian tertentu.Besarnya tingkat fluktuasi menunjukkan bahwa investasi yang dilakukan semakin beresiko.

Risiko Investasi menurut Levy dan Sarnat (1986) dalam Suyanto (2004), menyatakan bahwa risiko menunjukkan keadaan dimana profit yang akan terjadi

(13)

tidak diketahui sebelumnya secara pasti, tetapi dapat disusun suatu alternatif kemungkinan kejadian yang dapat diketahui.

Francis (1991) dalam Suyanto (2004) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi risiko investasi terdiri atas :

1. Risiko kegagalan (default risk). Risiko ini terjadi karena perusahaan mengalami kebangkrutan yang dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang secara sistematis berkaitan dengan siklus bisnis dan mempengaruhi semua investasi.

2. Risiko tingkat bunga (interest rate risk). Risiko ini timbul karena adanya perubahan tingkat bunga yang berlaku.

3. Risiko pasar (market risk). Risiko ini terjadi karena adanya fluktuasi pasar (bull and bear market), yang cenderung berpengaruh secara sistematis terhadap semua sekuritas.

4. Risiko manajemen (management risk). Risiko ini timbul apabila orang yang mengelola investasi membuat kesalahan yang mengakibatkan turunnya investasi tersebut.

5. Risiko daya beli (purchasing power risk). Risiko ini disebabkan oleh pengaruh inflasi yang berakibat turunnya daya beli mata uang yang diinvestasikan.

6. Risiko kemampuan untuk memasarkan (marketability risk). Risiko ini timbul karena aktiva yang menjadi obyek investasi sulit untuk dipasarkan.

(14)

7. Risiko politik (political risk). Risiko ini terjadi karena adanya kebijakan pemerintah seperti kebijakan di bidang moneter, fiskal dan sebagainya yang mempengaruhi variabilitas pendapatan investasi. 8. Risiko dapat ditarik kembali (callibility risk). Merupakan risiko yang

terjadi karena pada kenyataannya sekuritas yang beredar dapat ditarik kembali dengan tujuan untuk memperkuat penjualan.

9. Risiko dapat berubah (convertability risk). Risiko ini terjadi karena suatu sekuritas dapat berubah menjadi sekuritas lain, seperti obligasi dapat berubah menjadi saham preferen.

Cohen et all (1987) dalam Suyanto (2004) mengemukakan risiko yang terjadi apabila melakukan investasi, yaitu :

1. Risiko daya beli (purchasing power risk) 2. Risiko tingkat bunga (interest rate risk). 3. Risiko bisnis (business risk)

4. Risiko pasar (market risk).

.Menurut Nurdin (1999) dalam Suyanto (2004) jenis-jenis risiko yang mempengaruhi risiko investasi yang telah disebutkan diatas, dapat dikelompokkan menjadi:

1. Risiko sistematis disebut juga risiko pasar, yaitu risiko yang berpengaruh terhadap semua investasi dan tidak dapat dikurangi atau dihilangkan dengan cara melakukan diversifikasi. Risiko yang termasuk kedalam kelompok ini adalah : risiko pasar,risiko bisnis,

(15)

tingkat bunga, daya beli, politik, psikologis dan risiko kegagalan karena kondisi ekonomi yang memburuk.

2. Risiko tidak sistematis disebut juga risiko unik, yaitu risiko yang melekat pada investasi tertentu karena kondisi yang unik dari suatu perusahaan atau industri tertentu. Risiko ini dapat dikurangi dengan cara melakukan diversifikasi. Risiko yang termasuk kedalam kelompok ini adalah : risiko kegagalan karena kondisi internal perusahaan, risiko kredit atau keuangan, risiko manajemen, risiko dapat ditarik kembali dan risiko dapat berubah..

Atmaja (2001) mendefinisikan risiko sistematis adalah risiko yang menimpa seluruh ekonomi atau pasar.Risiko sistematis disebut juga risiko pasar atau risiko yang tidak dapat dibagi (nondiversiable risk).Risiko sistematis merupakan probabilitas bahwa keuntungan perusahaan berada dibawah tingkat keuntungan yang diharapkan karena adanya faktor-faktor yang membawa dampak bagi seluruh perusahaan yang berada dalam suatu perekonomian, misalnya : peraturan pemerintah, kenaikan pajak, resesi, devaluasi, kenaikan BBM dan sebagainya. Sedangkan risiko tidak sistematis adalah bagian dari risiko yang dapat dihilangkan melalui diversifikasi.Risiko ini terkadang disebut juga risiko yang dapat didiversifikasi (diversiable risk), risiko unik (unique risk), risiko residual (residual risk) atau risiko khusus perusahaan. Risiko tidak sistematis merupakan probabilitas keuntungan berada dibawah tingkat keuntungan yang diharapkan yang disebabkan oleh faktor-faktor yang hanya ada pada suatu perusahaan,

(16)

misalnya : pemogokan buruh, perubahan manajemen, inovasi, kebakaran dan sebagainya.

Sedangkan Bodie, Kane dan Marcus (1999) menggunakan istilah risiko sistematis dan risiko spesifik perusahaan. Risiko sistematis merupakan faktor yang tidak mampu diantisipasi oleh perusahaan akibat pengaruh secara makro, sedangkan risiko spesifik perusahaan adalah faktor internal yang dapat diantisipasi oleh perusahaan itu sendiri, misalnya : pemogokan buruh.

Menurut Suad Husnan (1998) karena ada sebagian risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi, maka dalam suatu portofolio, ukuran risiko bukan lagi risiko total (standar deviasi dari varians return sekuritas) melainkan risiko sistematis, karena risiko ini tidak dapat dihilangkan oleh diversifikasi.

Wild, Bernstein dan Subramanyam (2001) dalam Suyanto (2004) mengelompokkan risiko sistematis menjadi :

1. Risiko ekonomi, yaitu risiko yang inherent dengan lingkungan sekitar, yaitu fluktuasi aktivitas bisnis, risiko pasar modal dan risiko daya beli. 2. Risiko bisnis, risiko ini berhubungan dengan kemampuan perusahaan untuk mendapat return dari apa yang diinvestasikan dengan memperhatikan faktor kompetisi, product mix dan kemampuan manajemen.

3. Risiko keuangan menunjukkan risiko akibat dari struktur modal. 4. Risiko akuntansi menunjukkan risiko dari setiap pilihan metode

(17)

D. Risiko Bisnis

Menurut Taswan (2006) dalam Syafitri (2011), bisnis adalah berbagi risiko, bukan hanya berbagi keuntungan.Risiko berhubungan positif dengan return, artinya dalam bisnis perbankan ketika ingin mencapai return yang tinggi maka berhadapan dengan risiko yang tinggi.Risiko sering kali dikaitkan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian adalah keadaan dari beberapa kemungkinan kejadian dan setiap kejadian akan menyebabkan hasil yang berbeda. Risiko didefinisikan sebagai penyimpangan dari return yang diharapkan, sehingga diukur dengan standar deviasi untuk return yang diharapkan dalam kurun waktu tertentu.

Risiko bisnis sudah pasti dihadapi oleh semua perusahaan.Seorang manajer keuangan dalam mengambil keputusan harus mampu mengevaluasi penyebab terjadinya risiko dan memahami cara-cara yang dapat digunakan untuk mengurangi risiko tersebut, karena tidak ada perusahaan yang dapat berjalan sempurna sesuai dengan keinginan para pemegang saham atau pemilik dan tidak semua perusahaan dapat menyesuaikan dengan situasi yang terjadi (Syafitri, 2011).

Risiko bisnis merupakan suatu peristiwa yang dapat terjadi di masa yang akan datang yang merupakan akibat dari tindakan-tindakan yang telah ditempuh pada masa sekarang. Itulah sebabnya mengapa para manajer harus mempertimbangkan pilihan-pilihan yang berbeda terhadap beberapa masalah. Dan memperhitungkan konsekuensinya dengan cara menfokuskan diri pada risiko bisnis yang lebih nyata (Riyanto 1999 dalam Syafitri, 2011).

(18)

Menurut Atmaja (2001) risiko bisnis adalah ketidakpastian pada perkiraan pendapatan operasi perusahaan dimasa mendatang.Risiko bisnis mewakili tingkat risiko dari operasi-operasi perusahaan yang tidak menggunakan hutang.Sedangkan Keown, Martin, Petty dan Scott (2010) menyatakan bahwa risiko bisnis menunjukkan variabilita EBIT perusahaan yang diharapkan.Fungsi langsung dari apa yang nampak sisi kiri neraca perusahaan.

Risiko bisnis pada dasarnya merupakan suatu ketidakpastian mengenai pendapatan atau keuntungan yang diperkirakan akan diterima. Ketidakpastian pada umumnya dapat diukur dengan menggunakan standar deviasi, standard deviation of return on asset digunakan untuk mengukur volatilitas pendapatan.

Kwan (2004) dalam Syafitri (2011) menggunakan standard deviation of return on asset. Naimy (2005) dalam Syafitri (2011) menyatakan bahwa variabilitas return on asset mencakup pengukuran komprehensif yang mampu mencerminkan tidak hanya risiko kredit, tetapi juga risiko suku bunga, risiko operasional, dan berbagai risiko lainnya yang ada pada pendapatan. Risiko bisnis dalam beberapa penelitian (Syafitri, 2011 dan Apsari, 2004) diproksikan dengan menggunakan rasio keuangan return on asset. Standard deviation of return on asset adalah standar deviasi dari return on asset dan Standard deviation of return on asset ini merupakan proksi dari risiko bisnis. (Syafitri, 2007).

(19)

Adapun formula yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 ) ( 2    n ROA ROA SDROA i

Menurut Atmaja (2004) risiko bisnis dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Variabilitas Permintaan. Semakin pasti permintaan untuk produk perusahaan, ceteris paribus, semakin rendah risiko bisnis perusahaan tersebut.

2. Variabilitas harga. Semakin mudah harga berubah, semakin besar risiko bisnisnya.

3. Variabilitas biaya input. Semakin tidak menentunya biaya input, semakin besar risiko bisnis

4. Tingkat penggunaan biaya tetap. Semakin tinggi tingkat penggunaan biaya tetap, semakin besar pula risiko bisnisnya.

Sedangkan menurut Keown, Martin, Petty dan Scott (2010) risiko bisnis bersifat multidimensional dan internasional. Ini dipengaruhi oleh :

1. Sensitivitas produk terhadap kondisi ekonomi secara umum 2. Tingkat kompetisi yang dihadapi

(20)

4. Prospek pertumbuhan

5. Volume penjualan secara global serta output produksi.

E. Leverage

Leverage menurut Van Horne dan Wachowicz (2007) merupakan penggunaan biaya tetap dalam usaha untuk meningkatkan profitabilitas. Leverage adalah penggunaan asset dan sumber dana oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham (Sartono, 1997).Lebih lanjut Harianto dan Sudomo (1998) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki leverage yang rendah akan mengalami kerugian rendah dan akan mempunyai risiko kerugian lebih kecil ketika keadaan ekonomi memburuk dan memperoleh kesempatan untuk mendapatkan laba yang lebih rendah jika ekonomi membaik. Sebaliknya perusahaan yang memiliki leverage yang tinggi akan mengalami kerugian tinggi dan akan mempunyai risiko kerugian lebih besar ketika keadaan ekonomi memburuk dan memperoleh kesempatan untuk mendapatkan laba yang lebih tinggi jika ekonomi membaik. Menurut Keown, Martin, Petty dan Scott (2010), leverage suatu perusahaan terdiri atas: operating leverage dan financial leverage.

Menurut Suyanto (2004) perusahaan menggunakan operating leverage dan financial leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya asset dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang saham. Sebaliknya leverage juga akan meningkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan

(21)

keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan yang akan diterima oleh pemegang saham. Konsep leverage tersebut sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada analis keuangan dalam melihat trade-off antara risiko dan tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan financial.

1. Operating Leverage

Total cost suatu perusahaan terdiri atas fixed cost dan variable cost, dimana fixed cost adalah biaya yang besar kecilnya tidak terpengaruh akibat perubahan output perusahaan, sedangkan variable cost biaya yang besar kecilnya dipengaruhi langsung oleh perubahan output perusahaan. Operating leverage adalah kepekaan laba sebelum pajak dan bunga (EBIT) terhadap perubahan penjualan perusahaan.Operating leverage timbul karena perusahaan menggunakan biaya operasi tetap. Dengan adanya biaya operasi tetap, perubahan pada penjualan akan mengakibatkan perubahan yang jauh lebih besar terhadap EBIT perusahaan (Atmaja, 2001).

Menurut Ross, Westerfield, dan Jaffe (1999) dalam Suyanto (2004) operating leverage adalah besarnya biaya tetap yang digunakan dalam operasi suatu perusahaan untuk memperbesar pengaruh perubahan penjualan terhadap EBIT. Perusahaan yang mempunyai f ixed cost tinggi sangat terpengaruh oleh output, perusahaan ini dapat dikatakan mempunyai operating leverage yang tinggi.

(22)

Dengan menggunakan operating leverage perusahaan mengharapkan bahwa perubahan penjualan akan mengakibatkan EBIT yang lebih besar. Multiplier effect hasil penggunaan biaya operasi tetap terhadap EBIT disebut dengan degree of operating leverage, (DOL) (Suyanto, 2004).

Menurut Keown, Martin, Petty dan Scott (2010) operating leverage muncul karena perusahaan menggunakan biaya tetap selain biaya bunga. Operating leverage adalah kemampuan EBIT untuk merespon fluktuasi penjualan.Semakin besar derajat operating leverage maka semakin besar pula variasi labanya dengan persentase perubahan dalam penjualan.Hal tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan antara risiko bisnis dengan operating leverage.

2. Financial Leverage

Financial Leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Dengan demikian alasan utama untuk menggunakan dana pada beban tetap adalah untuk meningkatkan pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham.

Financial leverage menunjukkan kondisi suatu perusahaan akibat penggunaan hutang untuk membiayai usahanya. Financial leverage menunjukkan fluktuasi dari pendapatan akibat perusahaan tersebut harus membayar bunga hutang dan fluktuasi dari penjualan perusahaan (Suyanto, 2004).

(23)

Menurut Atmaja (2001) financial leverage menunjukkan perubahan EPS sebagai akibat perubahan EBIT. Perubahan EBIT akan mengakibatkan perubahan EPS yang lebih besar bagi perusahaan yang menggunakan hutang daripada perusahaan yang menggunakan saham bagi pendanaannya.Selain itu, financial leverage juga mempengaruhi keuntungan, baik secara positif maupun negatif. Bila perubahan EBIT tinggi, maka perusahaan yang menggunakan leverage akan menikmati kenaikan EPS yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan lain yang menggunakan leverage lebih rendah.

Penggunaan financial leverage ini diharapkan akan membuat perubahan EPS yang lebih besar daripada EBIT. Multiplier effect yang dihasilkan karena penggunaan dana dengan biaya tetap ini disebut dengan degree of financial leverage (DFL).

F. Degree of Total Leverage

Menurut Syamsuddin (1994) dalam Apsari (2004) total leverage adalah kemampuan perusahaan dalam menggunakan biaya-biaya tetap, baik biaya-biaya tetap operasi maupun biaya-biaya tetap financial untuk memperbesar pengaruh perubahan volume penjualan terhadap pendapatan per lembar saham.

Degree of total leverage adalah aplikasi dari operating leverage ataupun financial leverage perusahaan untuk meningkatkan keuntungan bagi para pemegang saham (Apsari, 2004).

(24)

Degree of total leverage diukur dengan membandingkan persentase perubahan earning per share terhadap persentase perubahan penjualan.Perubahan pada earning per share dan perubahan pada penjualan tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan pada faktor-faktor makro ekonomi.

Perusahaan menggunakan operating leverage dan financial leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya asset dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang saham. Sebaliknya leverage juga akan meningkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan yang akan diterima oleh pemegang saham. Konsep leverage tersebut sangat penting terutama untuk menunjukkan kepada analis keuangan dalam melihat trade-off antara risiko dan tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan financial.

Total leverage atau degree of total leverage menurut Atmaja (2001) merupakan kepekaan earning per share terhadap tingkat penjualan.

Untuk menentukan tingkat total leverage (degree of total leverage) penulis akan menggunakan rumus sebagai berikut :

Sales

EPS

DTL

%

%

(25)

dimana,

%∆EPS : persentase perubahan earning per share %∆sales : persentase perubahan penjualan

G. Cyclicality

Cyclicality menunjukkan hubungan antara kondisi dari suatu perusahaan dengan perubahan perkonomian secara makro (Levy dan Sarmat, 1986) dalam Apsari (2004).

Cyclicality merupakan faktor yang menunjukkan seberapa jauh perusahaan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian. Pada saat kondisi perekonomian membaik, seluruh perusahaan akan merasakan dampak positifnya, demikian pula pada saat perekonomian mengalami resesi, seluruh perusahaan akan terkena dampak negatifnya.(Apsari, 2004).

Banyak perusahaan menunjukkan kecenderungan mengalami peningkatan penjualan jika kondisi perekonomian berkembang dengan baik dan sebaliknya, akan menunjukkan penurunan penjualan yang tajam saat perekonomian memperlihatkan tanda-tanda menurun. Bukti di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang bergerak dalam high-tech, retailer dan otomotif menunjukkan kecenderungan untuk berfluktuasi seiring dengan siklus bisnis, sedangkan perusahaan-perusahaan utilities, rail roads, foods dan airline tidak begitu terpengaruh oleh siklus bisnis.

(26)

Sedangkan menurut Brealey dan Myers (2000) dalam Apsari (2004), menjelaskan bahwa “cyclicality has a positive affect on business risk”.

Yang membedakan antar satu perusahaan dengan yang lainnya adalah tingkat intensitasnya. Ada perusahaan yang segera membaik pada saat kondisi perekonomian membaik, ada juga yang memburuk pada saat perekonomian memburuk.

Tingkat dari sensivitas pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat keuntungan perusahaan ditujukan oleh faktor cyclicality. Cyclicality menunjukkan adanya hubungan antara kondisi bisnis dengan kondisi perekonomian. Perusahaan yang memiliki cyclicality tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut sangat peka terhadap kondisi perekonomian. Hal ini tentu akan sangat berpengaruh pada posisi perusahaan di lingkungan bisnisnya.

Menurut Suad Husnan dan Miswanto (1999), cyclicality diukur dari rata-rata tingkat pertumbuhan profit dibagi dengan rata-rata-rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi, dimana tingkat pertumbuhan ekonomi diukur berdasarkan tingkat gross domestic product (GDP).

(27)

Untuk menentukan cyclicality penulis akan menggunakan sebagai berikut :

EAT

GDP

CYCL

%

%

dimana,

%∆GDP : persentase perubahan gross domestic product %∆EAT : persentase perubahan earning after tax

H. Firm Size

Menurut Syafitri (2011) ukuran perusahaan (firm Size) adalah suatu skala, dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi menjadi 3 kategori yang didasarkan kepada total aktiva perusahaan yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium firm), dan perusahaan kecil (small f irm) (Machfoedz, 1994 dalam Syafitri, 2011).

Firm size dalam penelitian ini dilihat dari besarnya total aktiva yang dimiliki perusahaan. Pada neraca bank, aktiva menunjukkan posisi penggunaan dana (Kuncoro dan Suhardjono, 2002). Aktiva merupakan sumber daya yang dikuasai oleh suatu perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba (Wild, et al., 2005 dalam Syafitri, 2011).

(28)

Aktiva digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aktiva yang dimiliki maka diharapkan akan semakin besar hasil operasional perusahaan. Peningkatan aktiva yang diikuti dengan peningkatan hasil operasi akan semakin meningkatkan kepercayaan dari pihak eksternal terhadap perusahaan. Berdasarkan teori skala efisiensi dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan aset yang besar mampu menghasilkan keuntungan lebih besar apabila diikuti dengan hasil dari aktivitas operasionalnya.(Syafitri, 2011).

Namun kondisi tersebut dapat berbalik apabila pihak manajemen perusahaan tidak mampu mengelola aktivanya dengan efisien sehingga memungkinkan timbulnya risiko yang akan semakin bertambah sejalan dengan peningkatan aktiva (Syafitri, 2011). Variabel firm size suatu perusahaan dapat diukur dengan logaritma natural (Ln) dari total aktiva. Hal ini dikarenakan besarnya total aktiva masing-masing perusahaan berbeda bahkan mempunyai selisih yang besar.

SIZE= Logaritma (Total Asset)

I. Penelitian Sebelumnya

Penelitian-penelitian yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi risiko bisnis telah dilakukan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Apsari (2004) mengkaji pengaruh firm size, degree of total leverage dan cyclicality terhadap risiko bisnis pada aneka industri dengan data yang digunakan adalah periode 1998-2002 dengan sampel sebanyak 55 perusahaan. Hasil

(29)

penelitian menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan penulis ditolak, karena model yang diajukan ternyata hanya signifikan secara simultan pada level 3%. Untuk uji partial degree of total leverage dan cyclicality tidak berpengaruh signifikan terhadap risiko bisnis, sedangkan firm size berpengaruh signifikan.

Hasil penelitian lainnya dilakukan oleh Suyanto (2004) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi risiko bisnis. Risiko bisnis adalah risiko ketidakpastian EBIT yang akan diperoleh dari variabilitas penjualan, ketidakpastian harga jual dan biaya variable. Pengaruh yang berasal dari perusahaan direpresentasikan dengan degree of operating leverage, sedangkan pengaruh makro ekonomi oleh cyclicality dan firm size. Waktu pengamatan adalah tahun 1998-2002, sedangkan sektor industri yang diambil adalah sektor manufacture dan consumer goods.Regresi dilakukan secara cross section dengan metode ordinary least square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan penulis dapat dibuktikan, karena model yang diajukan ternyata signifikan pada level 5% baik untuk sektor manufacture dan consumer goods. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa pada sektor consumer goods, variabel degree of operating leverage dan cyclicality tandanya sesuai dengan hipotesis tetapi tidak signifikan, untuk firm size tandanya sesuai dengan hipotesis dan signifikan. Untuk sektor manufacture, variabel degree of operating leverage, firm size dan cyclicality tandanya sesuai dengan hipotesis dan signifikan.

Syafitri (2011) mengadakan penelitian untuk menguji pengaruh variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Loan to Deposit Ratio (LDR), Net Interest Margin (NIM), dan Firm Size (SIZE) terhadap risiko

(30)

bisnis yang diproksikan dengan standard deviation of return on asset.Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan kriteria bank umum komersial yang terbagi dalam kelompok bank umum go publik dan bank umum non go publik selama periode 2004-2008. Data yang digunakan adalah laporan keuangan tahunan dalam direktori perbankan Indonesia dari Bank Indonesia, serta laporan keuangan publikasi bulanan dalam situs resmi Bank Indonesia. Diperoleh jumlah sampel sebanyak 70 perusahaan (21 bank umum go publik dan 49 bank umum non go publik) dari 144 bank umum yang beroperasi di Indonesia tahun 2004-2008. Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dan uji hipotesis menggunakan t-statistik untuk menguji koefisien regresi parsial serta F-statistik untuk menguji keberartian pengaruh secara bersama-sama dengan tingkat signifikansi 5%.Selain itu juga dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

Selama periode pengamatan, hasil penelitian menunjukkan bahwa data penelitian berdistribusi normal. Berdasarkan uji multikolin ieritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi tidak ditemukan variabel yang menyimpang dari asumsi klasik, hal ini menunjukkan bahwa data yang tersedia telah memenuhi syarat untuk menggunakan model persamaan regresi linier berganda. Hasil uji h ipotesis menunjukkan bahwa CAR, NPL, LDR, NIM, dan SIZE secara bersama-sama terbukti berpengaruh signifikan terhadap risiko bisnis.

Sementara dari kelima variabel independen yang ada, hanya variabel CAR, NPL, LDR, dan NIM yang secara parsial berpengaruh signifikan terhadap risiko bisnis bank umum go publik. Sedangkan pada bank umum non go publik, hanya

(31)

variable CAR, LDR, NIM, dan SIZE yang berpengaruh signifikan terhadap risiko bisnis. Hasil uji analisis regresi mendapatkan nilai F hitung 96,57 > F tabel 2,21. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara CAR, NPL, LDR, NIM, dan SIZE terhadap risiko bisnis pada bank umum go publik dan bank umum non go publik.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem basis data yang telah dibuat dapat menghubungkan proses perekrtuan, pengelolaan dan pengunduran diri sumber daya manusia di PT Solusi Konvergen Indonesia

Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dari berbagai pihak, terutama kepada Bupati Demak beserta seluruh jajarannya serta seluruh warga masyarakat Demak yang telah

Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah: Apakah penerapan konseling agama dengan pendekatan BH, RET, dan CC dapat mengatasi resistensi siswa

Setiap zat antimikrobia dapat bersifat sebagai pengawet (Wibowo, 2009). Bahan pangan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas yang disebabkan

Hasil : Implementasi pada dilakukan selama 1x20 menit, melakukan pendidikan kesehatan tentang pengertian demam tifoid, tujuan diberikan pendidikan kesehatan,

Pendidikan , (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 72.. tersebut peneliti ingin melakukan penelitian terkait motivasi kerja guru, guna mengetahui tingkat kuantitas pengaruh

Penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan Dinas pertanian Tahun Anggaran 2017 mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang telah ditetapkan dengan