• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian. 4 Tes Inteligensi Diah Widiawati, M.Psi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengertian. 4 Tes Inteligensi Diah Widiawati, M.Psi."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pengertian

Istilah inteligensi banyak sekali didengar dan dipergunakan oleh masyarakat luas. Pada umumnya, masyarakat akan mendefinisikan inteligensi sebagai kecerdasan, kepintaran, atau kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Definisi yang disebutkan masyarakat ini tentu saja tidak jauh berbeda dengan definisi yang dinyatakan oleh para ahli. Para ahli berpendapat untuk tidak membicarakan atau memberi batasan yang jelas mengenai inteligensi, karena inteligensi merupakan status mental yang tidak memerlukan definisi. Para ahli lebih memusatkan perhatian kepada perilaku inteligen, seperti kemampuan memahami dan menyelesaikan masalah dengan cepat, kemampuan mengingat, kreativitas yang tinggi, atau daya imajinasi yang berkembang. Namun demikian, kita perlu mengetahui bagaimana definisi inteligensi menurut beberapa ahli, seperti :

1. Francis Galton. Galton tidak mengemukakan secara jelas mengenai definisi inteligensi. Namun, ia percaya bahwa orang yang memiliki inteligensi tinggi adalah orang yang memiliki kemampuan untuk bekerja dan peka terhadap stimulus fisik. Paham Galton ini merupakan pendekatan berciri psikofisik.

2. Alfred Binet (1857–1911) dan Theodore Simon. Menurut Binet & Theodore Simon, inteligensi terdiri dari tiga komponen, yaitu kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan, kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah dilaksanakan, dan kemampuan untuk mengkritik diri sendiri (autocriticism).

3. Lewis Madison Terman. Pada tahun 1916, Terman mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan seseorang untuk berpikir secara abstrak.

4. H. H. Goddard. Pada tahun 1946, Goddard mendefinisikan inteligensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dan untuk mengantisipasi masalah yang akan datang.

5. V.A.C. Henmon. Henmon adalah salah seorang penyusun Tes Kelompok Henmon-Nelson. Helmon mengatakan bahwa inteligensi terdiri atas dua faktor, yaitu kemampuan memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.

6. Baldwin. Pada tahun 1901, ia mendefinisikan inteligensi sebagai daya atau kemampuan untuk memahami.

(2)

7. Edward Lee Thorndike (1874-1949). Thorndike adalah tokoh Psikologi Fungsionalisme. Pada tahun 1913, ia menyatakan bahwa inteligensi adalah kemampuan memberikan respon yang baik dari pandangan kebenaran atau fakta. 8. George D. Stoddard pada tahun 1941 mendefinisikan inteligensi sebagai

kemampuan memahami masalah yang sukar, kompleks, abstrak, ekonomis, diarahkan pada tujuan, mempunyai nilai sosial, dan berasal dari sumbernya.

9. Walters dan Gardner pada tahun 1986 mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kemampuan atau serangkaian kemampuan yang memungkinkan individu memecahkan masalah.

10. Flynn pada tahun 1987 mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk berpikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari pengalaman.

11. David Wechsler menyatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan bertindak secara terarah, berpikir rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, intelegensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.

Beberapa definisi yang dikemukakan oleh ahli sesuai dengan konsep masyarakat mengenai inteligensi, yang mencakup tiga faktor kemampuan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sternberg pada tahun 1981, yang tertuang dalam tabel di bawah ini.

Kemampuan Memecahkan Masalah

Kemampuan Verbal Kemampuan Sosial

Awam / Masyarakat

Memiliki nalar baik, melihat hubungan antara berbagai hal, melihat masalah secara menyeluruh, berpikiran terbuka

Berbicara dengan artikulasi baik, lancar, memiliki pengetahuan di bidang tertentu.

Menerima orang lain apa adanya, mengakui kesalahan, tertarik pada masalah sosial, mampu menepati janji.

Ahli

Mampu menunjukkan pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi, mengambil keputusan

dengan tepat, menyelesaikan masalah

secara optimal, berpikiran jernih.

Memiliki kosakata baik, membaca dengan penuh pemahaman, memiliki rasa ingin tahu.

Mengetahui situasi, mengetahui cara mencapai tujuan, sadar

terhadap dunia sekeliling, menunjukkan

minat terhadap dunia luar.

(3)

Inteligensi memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi, yaitu : Pertama, Faktor Bawaan atau Keturunan. Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara dua anak kembar, korelasi nilai tes IQ nya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang di adopsi, yaitu IQ mereka berkorelasi antara 0,40 – 0,50 dengan ayah ibu sebenarnya, dan 0,10 – 0,20 dengan ayah ibu angkatnya. Selain itu, bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mereka tidak pernah saling kenal. Kedua, Faktor Lingkungan. Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan mampu menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Intelegensi tentu tidak terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang penting.

Pendekatan

Ada empat pendekatan umum dalam memahami hakikat inteligensi, yaitu :

1. Pendekatan Teori Belajar. Pendekatan ini memusatkan perhatian pada perilaku yang tampak, yaitu respon seseorang terhadap situasi tertentu dan cara menyesuaikan diri terhadap situasi tersebut. Ahli teori Belajar meyakini bahwa perilaku inteligen adalah perilaku yang berisi proses belajar pada tingkat tinggi dan respon khusus terhadap tuntutan dari luar. Artinya, inteligensi bukanlah sifat kepribadian (trait) tetapi merupakan kualitas hasil belajar yang telah terjadi.

2. Pendekatan Neurobiologis. Pendekatan ini meyakini bahwa inteligensi memiliki dasar anatomis dan biologis.

3. Pendekatan Psikometris. Pendekatan ini menyatakan bahwa inteligensi merupakan suatu konstrak (construct) atau sifat (trait) psikologis yang berbeda-beda pada setiap orang. Pendekatan ini hanya terfokus pada skor individu yang dilihat secara kuantitatif dari banyaknya jawaban yang benar pada suatu tes inteligensi. 4. Pendekatan Teori Perkembangan. Pendekatan ini bersifat kualitatif dan meyakini

(4)

Teori-teori Inteligensi

Ada beberapa teori inteligensi yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, seperti :

1. Alfred Binet. Binet percaya bahwa inteligensi bersifat monogetik, artinya berkembang hanya dari faktor umum (g) atau kriteria tertentu.

2. Edward Lee Thorndike.

Thorndike menyatakan bahwa inteligensi terdiri atas berbagai kemampuan spesifik yang ditunjukkan dalam berbagai perilaku inteligen. Thorndike meyakini bahwa tingkat inteligensi tergantung pada banyaknya neural connection / ikatan syaraf antara rangkaian stimulus dan respon karena adanya penguatan yang dialami seseorang.

Thorndike mengklasifikasikan inteligensi ke dalam tiga kemampuan, yaitu : (a) Abstraksi atau kemampuan bekerja dengan menggunakan gagasan atau simbol ; (b) Mekanik atau kemampuan bekerja dengan menggunakan alat mekanis dan kemampuan melakukan pekerjaan yang memerlukan aktivitas indera gerak (sensory-motor) ; (c) Sosial atau kemampuan untuk menghadapi orang lain dengan cara yang efektif. Inteligensi

3. Charles E Spearman. Teori Spearman adalah Two Factor Theory. Spearman menyatakan bahwa inteligensi mengandung dua komponen kualitatif, yaitu:

Eduksi Relasi, kemampuan menemukan

hubungan dasar yang berlaku di antara dua hal.

panjang pendek (lawan kata)

Eduksi Korelasi, kemampuan menerapkan

hubungan dasar yang telah ditemukan dalam proses Eduksi Relasi sebelumnya ke dalam situasi baru. tinggi _____ ? (lawan kata) Abstraksi Mekanik Sosial r F1 F2 r F1 F2

(5)

Konsep Spearman ini yang disebut sebagai proses ENCODING  INFERENCE (penyimpulan)  APPLICATION (aplikasi).

4. Louis Leon Thurstone & Thelma Gwinn Thurstone. Thurstone meyakini bahwa tidak ada faktor umum (g) dalam inteligensi. Ia percaya bahwa inteligensi terdiri atas kemampuan mental primer. Kemampuan mental primer terdiri dari enam faktor kemampuan, yaitu : (a) Verbal, pemahaman akan hubungan kata, kosa kata, penguasaan komunikasi lisan ; (b) Number, kecermatan dan ketepatan dalam penggunaan fungsi-fungsi hitung dasar ; (c) Spatial, kemampuan mengenali berbagai hubungan dalam bentuk visual ; (d) Word Fluency, kemampuan mencerna dengan cepat kata-kata tertentu ; (e) Memory, kemampuan mengingat gambar, pesan, angka, kata, atau pola ; (f) Reasoning, kemampuan memecahkan masalah atau mengambil kesimpulan dari contoh, aturan, prinsip.

5. Cyril Burt. Inteligensi umum Proses relational Memory-Habit (Ingatan-Kebiasaan) perceptual-movement (pengamatan-gerakan) sensor-motor (penginderaan-penggerak)

Burt meyakini bahwa inteligensi merupakan kumpulan kemampuan yang terorganisasikan secara hierarkhis. Artinya, kemampuan mental terbagi atas beberapa faktor yang berada pada tingkatan yang berbeda.

6. Philip Ewart Vernon. Vernon

mengemukakan model

hirarkis dalam menjelaskan teori mengenai inteligensi.

Faktor inteligensi umum

Faktor kelompok minor

Faktor kelompok spesifik

g Verbal educational Spatial perceptual practical s s

(6)

7. Joy Paul Guilford.

Guilford terkenal dengan teori yang bernama Structure of Intellect. Model teori ini diilustrasikan dengan gambar kotak 3 dimensi, dimana masing-masing dimensi mewakili satu klasifikasi faktor intelektual yang bersesuaian satu sama lain.

Dimensi I (Isi) merujuk pada tipe informasi yang sedang diproses. Dimensi I terdiri dari : (1) Figur, informasi berupa bentuk yang menggambarkan suatu objek ; (2) Simbol, informasi yang diproses memiliki arti lain dari bentuk yang dilihat ; (3) Semantik, informasi diproses harus disajikan secara lisan ; (4) Perilaku, informasi yang diterima berupa perilaku orang lain.

Dimensi II (Operasi) merujuk pada cara suatu informasi itu diproses. Dimensi II terdiri dari : (1) Kognisi, menemukan atau mengenali kembali suatu informasi ; (2) Ingatan, mengangkat kembali informasi yang pernah diterima ke atas kesadaran ; (3) Produksi Konvergen, memanfaatkan informasi yang diterima untuk mendapat jawaban yang benar ; (4) Produk Divergen, dengan cara berpikir kreatif ; (5) Evaluasi, menilai informasi itu baik-buruk atau benar-salah.

Dimensi III (Produk) merujuk pada hasil pemrosesan yang dilakukan dimensi Operasi terhadap dimensi Isi. Dimensi III terdiri dari : (1) Satuan, respon tunggal ; (2) Kelas, respon kelompok kelas ; (3) Relasi, satuan yang saling berhubungan ; (4) Sistem, respon yang terorganisasi secara keseluruhan ; (5) Transformasi, perubahan satu jenis produk ke jenis lain ; (6) Implikasi, produk yang hasilnya berlaku di luar data yang diproses. 8. C. Halstead

Teori Halstead merupakan teori inteligensi dengan pendekatan neurobiologist. Ia berpendapat bahwa ada sejumlah fungsi otak yang berkaitan dengan inteligensi. Ada empat faktor inteligensi yang oleh Halstead disebut sebagai Inteligensi Biologis. Empat faktor tersebut adalah : (1) Central Integrative, kemampuan mengorganisasikan pengalaman [pengalaman masa lalu + hasil belajar = pengalaman baru] ; (2) Abstraction, kemampuan mengelompokkan sesuatu dengan

1 3

(7)

cara yang berbeda, melihat persamaan-perbedaan diantara benda, konsep, peristiwa ; (3) Power, kemampuan mengendalikan emosi, sehingga kemampuan rasional dan intelektual dapat berkembang ; (4) Directional, kemampuan memberikan arah dan sasaran.

9. Donald Olding Hebb. Hebb membedakan inteligensi menjadi dua macam, yaitu : a. Inteligensi A yang merupakan kemampuan dasar manusia / human basic

potentiality untuk belajar dari lingkungan. Inteligensi ini ditentukan kompleksitas dan kelenturan sistem syaraf pusat yang dipengaruhi oleh gen.

b. Inteligensi B yang merupakan tingkat kemampuan yang diperlihatkan seseorang dalam bentuk perilaku yang dapat diamati secara langsung. Inteligensi ini disebut juga kemampuan aktual (potensi genetik + stimulasi lingkungan).

10. Raymond Bernard Cattell. Cattell mengklasifikasikan inteligensi menjadi dua macam, yaitu :

a. Fluid, inteligensi yang merupakan faktor bawaan biologis, yang diperoleh sejak lahir. Inteligensi ini sangat penting dalam keberhasilan melakukan tugas yang menuntut kemampuan adaptasi pada situasi baru. Inteligensi ini cenderung tidak berubah setelah usia 14 atau 15 tahun.

b. Crystallized, inteligensi yang merefleksikan adanya pengaruh pengalaman, pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang. Inteligensi ini masih dapat terus berkembang sampai usia 30 atau 40 tahun an. Hal ini disebabkan karena perkembangan intelligensi jenis ini tergantung pada bertambahnya pengalaman dan pengetahuan.

11. Howard Gardner.

Gardner terkenal dengan konsep teori Inteligensi Majemuk, dimana konsep teori ini merupakan sanggahan terhadap konsep tunggal inteligensi. Ada beberapa jenis kecerdasan yang dikemukakan oleh Gardner, diantaranya adalah Kecerdasan Linguistik, Matematis-Logis, Spatial, Musik, Kinestetik, Interpersonal, Intrapersonal, dan Naturalis.

(8)

12. Jean Piaget.

Teori inteligensi Piaget menekankan pada aspek perkembangan kognitif. Pada dasarnya, Piaget lebih melihat inteligensi pada aspek isi, struktur, dan fungsinya. Ada empat jenis inteligensi yang dikemukakan oleh Piaget, sesuai dengan tahap perkembangan kognitif, yaitu :

a. Inteligensi Praktis / Motor-Indera, yaitu inteligensi yang berkembang sesuai perkembangan motor indera. Inteligensi ini merupakan dasar dari semua inteligensi yang lain. Inteligensi ini membantu anak belajar sesuatu sekalipun belum mampu memikirkan perbuatannya.

b. Inteligensi Praoperasional, yaitu inteligensi yang memiliki ciri : Pertama, mampu berpikir intuitif, sehingga mampu memahami tugas dan situasi kompleks. Kedua, mampu berpikir kompleksif, yaitu berpikir dengan jalan tidak menyatukan beberapa pemikiran ke dalam satu konsep, tetapi dengan meloncat dari satu gagasan ke gagasan lain. Ketiga, menempatkan sifat manusia pada benda mati, misalnya mengatakan bahwa lantai itu jahat, setelah anak jatuh di lantai.

c. Inteligensi Operasional, inteligensi yang memiliki ciri memahami operasi nyata. Bentuk operasi nyata adalah : Konversi, perubahan dapat terjadi secara bolak balik ; dan Klasifikasi, penggolongan sesuatu menurut jenis atau tingkatan. d. Inteligensi Operasional Formal, inteligensi yang memiliki ciri mampu berpikir

hipotetik, mampu menguji secara sistematik berbagai penjelasan mengenai kejadian tertentu,dan mampu berpikir abstrak.

13. Robert J Sternberg. Teori Sternberg dikenal dengan nama Teori Inteligensi Triarchic. Teori ini menjelaskan hubungan antara inteligensi dengan dunai internal, dunia eksternal, dan pengalaman seseorang.

(9)

Jenis dari Tes Inteligensi

Ada banyak jenis Tes Inteligensi, yang dikembangkan sesuai masing-masing asumsi dari beberapa tokoh. Berdasarkan target usia, beberapa jenis Tes Inteligensi tersebut ada yang ditujukan untuk anak-anak, remaja, atau orang dewasa. Berdasarkan jumlah subjek, Tes Inteligensi dibedakan menjadi Tes Inteligensi Individual dan Tes Inteligensi Kelompok atau Klasikal. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa jenis Tes Inteligensi.

Tes Stanford Binet. Tes Binet ini adalah tes yang

dikelompokkan menurut berbagai level usia (Usia II - Usia Dewasa-Superior). Setiap level usia berisi enam subtes dengan taraf kesukaran yang tidak jauh berbeda dan terdapat juga tes pengganti yang setara. Tes ini disajikan secara individual. Tes Binet revisi 1986, memiliki konsep bahwa inteligensi dikelompokkan menjadi empat tipe penalaran yang masing-masing diwakili oleh beberapa tes, yaitu : (1) Penalaran Verbal ; (2) Penalaran Kuantitatif ; (3) Penalaran Visual Abstrak ; (4) Memori Jangka Pendek.

Tes Wechsler. Pada tahun 1939, David Wechsler

menerbitkan skala inteligensi untuk orang dewasa, yang disebut Wechsler-Bellevue Intelligence Scale (WBIS) / skala W-B. Pada tahun 1949, ia membuat juga skala inteligensi untuk anak-anak 6 – 16 tahun 11 bulan, yang disebut Wechsler Intelligence Scale for Children (WISC). Kedua jenis tes dari Wechsler ini berisi dua skala, yaitu : (1) Skala Verbal, terdiri dari Information, Comprehension, Arithmetic, Similarities, Vocabulary, Digit Span ; (2) Skala Performance : Picture Arrangement, Block Design, Object Assembly, Coding, Mazes.

Pada tahun 1955, ia membuat skala Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS), yang ditujukan untuk usia 16 - 74 tahun. Wechsler memperluas isi tes WISC, yaitu : (1) Skala Verbal, terdiri dari Informasi, Rentang Angka, Kosakata, Hitungan, Pemahaman, Kesamaan ; (2) Skala Performance, terdiri dari Susunan Gambar, Rancangan Balok, Perakitan Objek, Simbol Angka, Kelengkapan Gambar.

(10)

Tes Raven Progressive Matrices. Ada

3 jenis tes yang dikembangkan Raven.

Colors Progressive Matrices (CPM). Tes ini

ditujukan untuk anak usia 1 - 5 tahun ; orang lanjut usia, anak defective atau memiliki keterbatasan mental. Tes ini terdiri dari 36 soal dalam seri : A, AB dan B. Aspek yang diukur adalah : (1) berpikir logis ; (2) kecakapan pengamatan ruang ; (3) kemampuan memahami hubungan antara keseluruhan dan bagian (kemampuan analisa & kemampuan integrasi) ; (4) kemampuan berpikir analogi.

Standard Progressive Matrices (SPM). Tes ini bersifat nonverbal. Raven menyebut skala ini

sebagai tes kejelasan pengamatan dan kejelasan berfikir, bukan tes inteligensi umum. Tes ini terdiri dari terdiri dari 60 soal dikelompokan dalam 5 seri, dengan waktu 30 menit. Tes ini ditujukan untuk usia 6 - 65 tahun. SPM tidak memberikan angka IQ, tetapi menyatakan hasil dalam tingkat intelektualitas, menurut besarnya skor dan usia subjek, yaitu : (1) Grade I, Kapasitas intelektual Superior ; (2) Grade II, Kapasitas intelektual Di atas rata-rata ; (3) Grade III, Kapasitas intelektual Rata-rata ; (4) Grade IV, Kapasitas intelektual Di bawah rata-rata ; (5) Grade V, Kapasitas intelektual Terhambat.

Advance Progressive Matrices (APM). Tes ini disusun oleh J.C Raven pada tahun 1943. Tes

ini terdiri dari dua set dan bentuknya non-verbal. Set 1 disajikan dalam 12 butir soal, sedangkan Set 2 berisikan 36 butir soal. Tujuan dari tes ini adalah : (1) membedakan antara individu yang berkemampuan intelektual normal dengan yang lebih dari normal bahkan yang superior ; (2) untuk analisis klinis ; (3) mengukur kemampuan observasi dan kejelasan berpikir ; (4) untuk kecepatan dan ketepatan kemampuan intelektual.

Culture Fair Intelligence Test (CFIT). Tes ini

disajikan secara kelompok. Tes ini mengukur faktor kemampuan mental umum (g). Tes ini memiliki tiga skala, yaitu : (1) Skala 1, untuk usia 4–8 tahun dan delayed person ; (2) Skala 2A & B, untuk usia 8-15 tahun dan orang dewasa dengan kecerdasan di bawah normal ; (3) Skala 3A & B, untuk usia sekolah lanjutan atas dan orang dewasa dengan kecerdasan tinggi.

(11)

Kegunaan Tes Inteligensi

Sama halnya dengan metode psikodiagnostik lain, tes inteligensi juga memiliki kegunaan dalam berbagai bidang, yaitu : Pertama, Bidang Pendidikan, Tes Inteligensi pada awalnya dilakukan dalam konteks pendidikan, yaitu untuk memahami kegagalan siswa dalam proses belajar dan membuat prediksi keberhasilan siswa dalam belajar. Banyak masalah yang terjadi dalam dunia pendidikan, dapat diselesaikan secara efektif jika mengetahui bagaimana inteligensi siswa. Namun, pada saat ini, Tes Inteligensi dilakukan untuk : (a) melakukan screening peserta didik pada penerimaan siswa atau mahasiswa baru ; (b) mengetahui kapasitas intelektual dari peserta didik (di bawah normal, normal, di atas normal). Dengan mengetahui hal ini, kita dapat menempatkan peserta didik pada lembaga pendidikan sesuai kemampuannya ; (3) pemilihan jurusan pada level SMA. Kedua, Bidang Industri Organisasi, tes inteligensi dilakukan untuk mencari orang yang tepat pada posisi yang tepat dalam sebuah perusahaan. Hal ini dilakukan, karena kesesuaian antara individu dengan posisi tertentu, tidak hanya tergantung pada keterampilan, tetapi juga berdasarkan kecerdasan. Ketiga, Bidang Klinis. Para ahli klinis memperhitungkan inteligensi untuk diagnosis dan terapi. Oleh karena itu, tes inteligensi juga dilakukan dalam bidang ini, walaupun inteligensi bukan satu-satunya hal yang menentukan. Misalnya, gangguan mental tertentu memiliki taraf dan tingkat inteligensi tertentu. Keempat,

Bidang Sosial. Bidang ini membutuhkan tes inteligensi untuk meneliti kaitan antara kecerdasan

dengan perilaku manusia dalam konteks sosial. Misalnya, apakah ada hubungan antara taraf dan tingkat inteligensi tertentu dengan jenis kejahatan atau jenis kenakalan remaja tertentu.

Daftar Pustaka

Aiken, L.R & Groth-Marnat, G (2009). Pengetesan dan Pemeriksaan Psikologi, Jilid 1, Edisi Kedua Belas. Jakarta : Indeks

Anastasi, A & Urbina, S (2007). Tes Psikologi, Edisi Ketujuh (Terjemahan). Jakarta : PT Indeks. Azwar, S (1996). Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ormrod, J.E (2009). Psikologi Pendidikan, Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Edisi Keenam, Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

Santrock, J.W (2009). Psikologi Pendidikan, Edisi 3, Buku 1 (Terjemahan). Jakarta : Salemba Humanika

Sarwono, S.W (2009). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada Suryobroto, S (1984). Pembimbing ke Psikodiagnostika. Edisi II.

Referensi

Dokumen terkait