81
ANALISIS IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) DILIHAT DARI PELAYANAN KESEHATAN DASAR DI PUSKESMAS TUMINTING KOTA MANADO
Ridwan Lalonda*, Jane M. Pangemanan*, Chreisye K. F. Mandagi* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas Tuminting Tahun 2014 adalah untuk cakupan kunjungan ibu hamil K4 84,08%, cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan 78,27%, serta cakupan pelayanan nifas 84,08%. Data tersebut tidak sesuai dengan standar yang ditentukan oleh Permenkes RI No. 741/Menkes/Per/VII/2008 yaitu 95% untuk kunjungan ibu hamil K4, 90% untuk persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, dan 90% untuk pelayanan ibu nifas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kunjungan ibu hamil K4, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan dan cakupan pelayanan nifas. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pelaksanaan SPM pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas Tuminting, baik kunjungan ibu hamil K4, persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan maupun pelayanan nifas sudah baik namun belum maksimal, karena masih terdapat hal-hal seperti: Kegiatan sosialisasi/penyuluhan khususnya tentang kesehatan ibu termasuk pentingnya pemeriksaan kehamilan ibu di wilayah kerja Puskesmas Tuminting masih kurang, Pengukuran capaian kunjungan ibu hamil K4 di Puskesmas Tuminting masih belum mengikuti aturan yang baku atau petunjuk teknis (juknis) yang sudah ditetapkan oleh Kepmenkes RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008, Puskesmas Tuminting belum memiliki acuan atau prosedur yang jelas dan sesuai standar pelayanan dalam pelayanan pertolongan persalinan.
Kata Kunci : K4, Pelayanan Nifas, SPM
ABSTRACT
Standard Minimum Service (SPM) for basic health service in Tuminting health centre in 2014 consists of coverage of pregnant mother K4 84,08%, coverage of maternity which in favour by medical personnel 78,27%, and postnatal care coverage 84,08%. These data are not in accordance with the regulations of Indonesian Health Minister No. 741/Menkes/Per/VII/2008 which is supposed to be 95% is for visiting pregnant mother K4, 90% is for maternity in favour by health worker, and 90% is for postnatal care. This research is aimed to analyse the implementation of visiting pregnant mother K4, maternity coverage by medical worker and the coverage of postnatal care. This type of research is descriptive qualitative approach
.
The implementation of Standard Minimum Service (SPM) for basic health in Tuminting Health Centre whether the coverage of visiting pregnant mother, coverage of maternity in favour by medical personnel or coverage of postnatal care have already been good but however, it still needs to be improved because there are things that need to be take care such as: counselling about maternal health especially the importance of prenatal care mother is still lacking, the outcomes measures of visiting pregnant mother is still not following the regulation of Indonesian Health Minister No. 741/Menkes/Per/VII/2008 and the last is Tuminting Health Centre doesn’t have yet clear guidelines and procedure that according to Standard Minimum Service in childbirth service.82 LATAR BELAKANG
Puskesmas adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menjadi andalan atau tolak ukur dari pembangunan kesehatan, sarana peran serta masyarakat, dan pusat pelayanan pertama yang menyeluruh dari suatu wilayah (
Alamsyah,
2012:43).
Puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan, diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada masyarakat. Untuk menjamin terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu, maka setiap Puskesmas wajib untuk melaksanakan Standar Pelayanan Minimal (SPM).Menurut surat edaran Mendagri Nomor 100/757/OTDA Tahun 2002 bahwa yang dimaksud dengan standar pelayanan minimal adalah tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat. Salah satu indikator SPM adalah indikator pelayanan kesehatan dasar. Indikator SPM khusus pelayanan kesehatan dasar di antaranya adalah cakupan kunjungan Ibu hamil K4, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan dan cakupan pelayanan nifas.
Menurut data profil Puskesmas Tuminting, indikator SPM pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas Tuminting sepenuhnya sudah baik, meskipun masih ada beberapa cakupan pelayanan yang belum mencapai target seperti, cakupan kunjungan ibu hamil K4 84,08%, cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan 78,27%, serta cakupan pelayanan ibu nifas 84,08% (Profil Puskesmas Tuminting 2014). Tentu ini berbeda dengan target nasional pada tahun 2015 untuk masing-masing indikator tersebut adalah 95% untuk kunjungan ibu hamil K4, 90% untuk persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, dan 90% untuk pelayanan ibu nifas.
Data Riskesdas menunjukkan cakupan pemeriksaan kehamilan sebesar 70,4%, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten (dokter spesialis, dokter umum dan bidan) mencapai 87,1% dan angka nasional untuk KF lengkap yang dicapai baru sebesar 32,1% (Riskesdas 2013).
Setelah peneliti melakukan survei awal di lapangan pada tanggal 8 Mei 2015, maka peneliti mendapati bahwa ada beberapa cakupan pelayanan SPM dari indikator pelayanan kesehatan dasar yang belum mencapai target, seperti cakupan kunjungan ibu hamil K4, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan serta cakupan pelayanan nifas. Oleh sebab itu, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang analisis implementasi standar pelayanan minimal (SPM) dilihat dari pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas Tuminting Kota Manado.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 di Puskesmas Tuminting
83 Kota Manado. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Puskesmas Tuminting, Penanggung Jawab Program KIA Puskesmas Tuminting, Satu Tenaga Bidan di Puskesmas Tuminting, Satu Ibu Hamil dan Satu Ibu Nifas yang berkunjung di Puskesmas Tuminting. Metode pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri selanjutnya dibantu dengan instrumen tambahan berupa alat rekam, alat tulis menulis, kamera serta daftar pertanyaan. Data yang sudah terkumpul, diolah secara manual dengan membuat transkrip kemudian disusun dalam bentuk matriks dan selanjutnya dianalisis mengikuti model Miles dan Huberman, yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi (Sugiyono, 2012: 92-99).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan Kepala Puskesmas tentang upaya yang dilakukan oleh Puskesmas Tuminting dalam rangka mencapai target nasional khusus untuk kunjungan ibu hamil K4 yaitu, pihak Puskesmas melakukan pelayanan kepada ibu hamil baik di dalam maupun di luar gedung. Pelayanan di luar gedung melibatkan petugas desa binaan dan petugas pemegang program serta kader-kader kesehatan yang telah dilatih. Juga memberikan penyuluhan tentang bagaimana seharusnya sikap ibu yang sementara hamil untuk memperhatikan kondisi fisiknya.
Dapat dikatakan bahwa upaya yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Tuminting dalam rangka mencapai target nasional untuk kunjungan ibu hamil K4 sudah baik.
Program lain juga dalam rangka meningkatkan kunjungan ibu hamil di Puskesmas yaitu melakukan sweeping ibu hamil dan program penyuluhan untuk kesehatan ibu dan anak. Hal ini dilakukan dalam rangka menuju MDGs dimana satu dari delapan poin MDGs poin kelima yaitu meningkatkan kesehatan ibu. Menurut Penanggung Jawab program KIA kegiatan penyuluhan dilakukan perbulan biasanya pada minggu pertama dan minggu terakhir dan dilakukan penyuluhan perorangan yaitu pada waktu pemeriksaan kehamilan. Sedangkan Bidan menyatakan penyuluhan dilaksanakan seminggu sekali dalam pemeriksaan kehamilan, tiap pemeriksaan ANC. Berbeda dengan pernyataan dari Ibu hamil dan Ibu nifas dimana menurut pernyataan mereka bahwa pihak Puskesmas belum pernah melakukan penyuluhan khusus untuk kesehatan ibu. Dapat dikatakan bahwa ada kesenjangan jawaban di antara informan tersebut. Ini tentu menjadi perhatian bagi pihak Puskesmas, karena sebagaimana dalam Permenkes RI No 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas dikatakan dengan jelas Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama harus mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai
84 derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Hasil wawancara dengan ibu hamil tentang jumlah kunjungan ibu hamil memperoleh hasil bahwa pemahaman ibu hamil yang berkunjungan ke Puskesmas Tuminting tentang jumlah dan pentingnya pemeriksaan kehamilan sudah baik, karena sudah di atas standar minimal untuk pemeriksaan kehamilan, dan ketika ditanya informan tersebut menjawab sudah 5 kali melakukan kunjungan atau pemeriksaan. Ini sesuai dengan standar pemeriksaan antenatal yaitu paling sedikit 4 kali, 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga
(Kepmenkes RI No.
828/Menkes/SK/IX/2008). Sedangkan menurut WHO frekuensi pelayanan antenatal ditetapkan 4 kali kunjungan ibu hamil, dengan ketentuan sebagai berikut 1 kali pada trimester pertama (K1), 1 kali pada trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga (K4) (Walyani, E. S, 2015:79).
Wawancara dengan bidan maupun ibu hamil tentang tindakan yang diberikan saat pemeriksaan kehamilan menunjukkan hasil yaitu, melakukan pengukuran tekanan darah/tense, mengukur berat badan, lila, palpasi dan pemberian obat. Menurut
Kepmenkes RI No.
828/Menkes/SK/IX/2008 pelayanan kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal: timbang badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, skrining status imunisasi
tetanus dan pemberian tetanus toksoid, ukur tinggi fundus uteri pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan), temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling), serta tes laboratorium sederhana (Hb, Protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAg, Sifilis, HIV, Malaria, TBC). Dapat dianalisis makna bahwa tindakan yang diberikan oleh bidan pada waktu pemeriksaan kehamilan sudah tepat namun belum lengkap jika mengacu pada standar pelayanan yang berlaku.
Wawancara dengan Kepala Puskesmas tentang cara mengukur keberhasilan kunjungan ibu hamil mendapatkan hasil bahwa dilakukan dengan cara membandingkan angka cakupan kunjungan ibu hamil dalam satu tahun dengan angka real yang didapatkan di dalam pelayanan. Misalnya sasaran Puskesmas untuk kunjungan ibu hamil pada tahun 2015 adalah 900 ibu hamil sementara nilai real yang didapat misalnya 800 ibu hamil. Berarti ada sekitar 80% atau 90% cakupan yang didapat. Jika mengacu pada petunjuk teknis (juknis) yang ada maka jumlah sasaran ibu hamil dihitung melalui estimasi dengan rumus: 1,10 x Crude Birth Rate x Jumlah Penduduk (pada tahun yang sama). Angka CBR dan jumlah penduduk Kab/Kota didapat dari data BPS masing – masing Kab/Kota/Provinsi pada kurun waktu tertentu. 1,1 adalah konstanta untuk menghitung Ibu hamil. Misalnya Jumlah penduduk 500.000 jiwa, angka kelahiran kasar (CBR) 2,3% dan hasil pelayanan antenatal K4 12.000 ibu hamil (bumil) pada
85 bulan Januari-Desember tahun 2003, maka secara matematis dapat dihitung: 12.000/1,1x2,3%x500.000 x 100% = 94,86%. Dengan demikian dapat dilihat makna bahwa pengukuran cakupan kunjungan ibu hamil K4 di Puskesmas Tuminting masih belum mengikuti aturan yang baku atau petunjuk teknis (junis) yang sudah ditetapkan.
Wawancara dengan Kepala Puskesmas dan juga Penanggung Jawab Program KIA tentang hambatan dalam pelaksanaan kunjungan ibu hamil memperoleh hasil bahwa permasalahannya terletak pada ibu hamil yang tidak didapati oleh petugas di desa binaan sehingga masa kehamilan pada trimester pertama tidak terdeteksi dan ibu hamil yang datang berkunjung sudah pada masa kehamilan trimester terakhir. Permasalahan lain juga seperti yang dijelaskan oleh Pemegang Program KIA bahwa yang menjadi hambatan dari kunjungan ibu hamil adalah adanya ibu hamil yang datang dari luar daerah seperti Gorontalo, Sanger, dll. Tentu ini sangat menghambat kontrol dari petugas karena ketika dicek kembali yang bersangkutan sudah pulang kampung atau kembali ke daerah asal.
B. Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan yang Memiliki Kompetensi Kebidanan Hasil wawancara tentang upaya yang dilakukan oleh Puskesmas dalam pelayanan persalinan yaitu, menurut Kepala Puskesmas para ibu hamil diarahkan untuk
melakukan proses kelahiran di Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama. Sedangkan menurut Penanggung Jawab Program KIA bahwa sekarang mama biang atau dukun beranak sudah tidak diperbolehkan lagi menangani proses persalinan, jadi pihak Puskesmas selalu menghimbau agar ibu hamil harus melakukan proses persalinan bahkan sampai setelah proses persalinan ibu tetap berada di Puskesmas dimana terdapat para bidan yang akan menanganinya. Dapat dilihat bahwa upaya yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Tuminitng dalam hal pelayanan persalinan sudah baik. Persalinan biasanya ditangani oleh bidan sebagai orang yang ahli di bidang itu. Benar bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan harus dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki (Pasal 23 ayat 2 UU No 36 Tahun 2009). Hal ini dibuktikan juga oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Yenita, S tentang Faktor Determinan Pemilihan tenaga penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Desa Baru Kabupaten Pasaman Barat memperoleh hasil bahwa sebahagian besar pertolongan persalinan di wilayah kerja Pusksmas Desa Baru sudah ditolong oleh tenaga kesehatan
Wawancara tentang pelatihan khusus kepada tenaga bidan untuk pertolongan persalinan memperoleh hasil bahwa menurut Kepala Puskesmas pelatihan khusus sudah pernah diadakan karena Puskesmas Tuminting adalah Puskesmas Poned. Puskesmas Poned adalah Puskesmas Rawat Inap yang memiliki kemampuan
86 serta fasilitas Poned siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan nifas dan bayi baru lahir
(Kepmenkes RI No.
828/Menkes/SK/IX/2008).. Jadi kegiatan pelatihan sudah banyak dilaksanakan dan itu tergantung dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kota Manado. Menurut Penanggung Jawab Program KIA bahwa yang mengikuti kegiatan tersebut biasanya satu atau dua orang, biasanya dalam satu tahun ada dua kali pelatihan. Sedangkan menurut Bidan, semua bidan yang ada di Puskesmas Tuminting sudah pernah mengikuti kegiatan tersebut. Jelas bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Dapat dianalisis bahwa langkah yang diambil oleh Puskesmas Tuminting untuk peningkatan sumber daya manusia dalam hal ini tenaga bidan sudah sangat tepat karena hal tersebut akan berdampak pada pelayanan yang berkualitas sehingga output atau hasilnya dapat dirasakan oleh ibu bersalin.
Wawancara dengan bidan tentang yang menjadi dasar atau pedoman dalam pelayanan persalinan di Puskesmas Tuminting menunjukkan hasil bahwa pedoman yang digunakan berupa buku panduan. Tetapi, disini tidak dijelaskan buku panduan seperti apa yang dipakai termasuk prosedur atau langkah-langkah dalam pelayanan proses persalinan oleh tenaga bidan. Sebagai seorang tenaga yang
memiliki kompetensi kebidanan seharusnya dalam melakukan pelayanan persalinan harus mengikuti cara atau prosedur tertentu. Misalnya mengikuti 58 langkah untuk pertolongan persalinan yang sesuai dengan Asuhan Persalinan Normal (APN). Dapat dianalisis bahwa Puskesmas Tuminting belum memiliki acuan atau prosedur secara rinci dan sesuai standar pelayanan dalam pelayanan pertolongan persalinan.
Wawancara tentang hambatan dalam pelayanan persalinan yaitu, menurut Kepala Puskesmas, masih ada ibu hamil yang bersalin bukan di fasilitas pelayanan kesehatan atau dengan kata lain Ibu hamil masih memanfaatkan jasa biang kampung atau dukun. Selain hambatan tersebut, hambatan atau masalah yang ditemui oleh peneliti ketika melakukan observasi langsung di lapangan khususnya di ruang bersalin adalah ruang bersalin dalam kondisi yang kurang bersih dan posisi fasilitas di dalam ruangan tidak beraturan. Akan tetapi, Kepala Puskesmas menegaskan bahwa pihak Puskesmas selalu berusaha untuk tetap merangkul para ibu hamil lewat kegiatan seperti senam ibu hamil, sms guide sehingga bisa ada komunikasi antara petugas dan juga ibu hamil dan ibu hamil bisa terdorong untuk melakukan persalinan di Puskesmas. Untuk itu, dapat disimpulkan bahwa pelayan persalinan di Puskesmas Tuminting sepenuhnya sudah baik namun kurang memperhatikan aspek kesehatan lingkungan.
87 C. Cakupan Pelayanan Nifas
Wawancara dengan Penanggung Jawab Program KIA tentang program Puskesmas untuk pelayanan nifas mendapatkan hasil bahwa Puskesmas melakukan kunjungan nifas 3 kali sampai kunjungan nifas ke 3 (KF3), kemudian menganjurkan kepada ibu nifas untuk mengikuti program keluarga berencana (KB) serta pemberian imunisasi pada bayi. Kebijakan program nasional masa nifas menekankan paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dengan tujuan mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi. Kunjungan I (6-8 jam setelah persalinan), kunjungan II (6 hari setelah persalinan), kunjungan III (2 minggu setelah persalinan), dan kunjungan IV (6 minggu setelah persalinan), (Wulandari, S. R & Handayani, S, 2011:3-4).
Dapat dianalisis makna bahwa
program pelayanan nifas di Puskesmas
Tuminting sudah bagus, hanya saja
belum sesuai dengan kebijakan program
masa nifas yang ada. Untuk itu perlu
pihak
Puskesmas
untuk
mengembangkan
kebijakan
tersebut
sehingga dapat menilai kesehatan ibu
dan kesehatan bayi baru lahir.
Wawancara dengan bidan dan juga ibu nifas tentang tindakan yang diberikan pasca persalinan yatu, setelah proses persalinan bidan melakukan observasi selama 2 jam setelah post partum kemudian melakukan injeksi serta pemberian obat pada ibu yang baru melahirkan. Sedangkan menurut Ibu nifas tindakan yang diberikan pasca
persalinan adalah pemberian imunisasi pada bayi. Pelayanan nifas sesuai standar adalah pelayanan kepada ibu nifas sedikitnya 3 kali, pada 6 jam pasca persalinan s.d 3 hari; pada minggu ke II, dan pada minggu ke VI termasuk pemberian Vitamin A 2 kali serta persiapan dan/atau pemasangan KB Pasca Persalinan (Kepmenkes RI No. 828/Menkes/SK/IX/2008). Dapat disimpulkan bahwa tindakan yang diberikan oleh bidan pasca melahirkan sudah tepat, namun masih belum lengkap.
Wawancara tentang hambatan dalam pelayanan nifas memperoleh hasil bahwa adanya pendatang dari luar daerah yang datang ke Puskesmas untuk melahirkan kemudian kembali lagi ke tempat asal sehingga sulit bagi petugas untuk mengontrol perkembangan di masa nifas. Namun, secara keseluruhan dapat dikatakan tidak ada hambatan yang berarti dalam pelayanan nifas, hal ini dinyatakan oleh baik Penanggung Jawab Program KIA, Bidan, maupun Ibu nifas.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
a. Cakupan kunjungan ibu hamil K4: 1. Upaya Puskesmas Tuminting untuk
mencapai target nasional kunjungan ibu hamil K4 seperti promosi kesehatan, penyuluhan, sweeping ibu hamil sudah dilakukan dan sudah maksimal.
2. Kegiatan sosialisasi/penyuluhan tentang kesehatan ibu masih kurang.
88 3. Pemahaman ibu tentang jumlah dan
pentingnya pemeriksaan kehamilan sudah baik.
4. Pengukuran capaian kunjungan ibu hamil K4 masih belum juknis.
b. Cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan:
1. Pihak Puskesmas sudah pernah melaksanakan pelatihan khusus untuk tenaga bidan dalam hal pertolongan persalinan.
2. Puskesmas Tuminting belum memiliki acuan atau prosedur secara rinci untuk pelayanan pertolongan persalinan. c. Cakupan pelayanan nifas:
1. Program pelayanan nifas di Puskesmas Tuminting sudah baik, hanya saja belum sesuai dengan kebijakan program nasional masa nifas dan petunjuk teknis (juknis) yang sudah ditetapkan oleh Kepmenkes RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008
Saran
1. Puskesmas Tuminting perlu meningkatkan sosialisasi/penyuluhan khususnya tentang kesehatan ibu 2. Untuk pemeriksaan kehamilan harus
berdasarkan petunjuk teknis (juknis) 3. Dalam mengukur capaian kunjungan
ibu hamil sebaiknya mengikuti petunjuk teknis (juknis).
4. Dalam pelayanan pertolongan persalinan, sebaiknya harus mengacu pada pedoman yang baku misalnya Asuhan Persalinan Normal (APN).
5.
Dalam pelayanan nifas, Puskesmas
sebaiknya mengacu pada kebijakan
program nasional masa nifas dan
petunjuk teknis (juknis) yang sudah
ditetapkan oleh Kepmenkes RI
Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, D. 2012. Manajemen Pelayanan
Kesehatan. Nuha Medika:
Yogyakarta
Anonimous. 2013. Riset Kesehatan Dasar Anonimous. 2014. Profil Puskesmas
Tuminting
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 Tentang Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI nomor 741/ Menkes/ Per/VII /2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
Sugiyono. 2012. Memmahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
100/757/OTDA Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Walyani, E. S. 2015. Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Pustaka Baru Press: Yogyakarta
Wulandari, S. R & Handayani, S. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Gosyen Publishing: Yogyakarta Yenita, S. 2011. Faktor Determinan
Pemilihan Tenaga Penolong
Persalinan di Wilayah Kerja
Puskesmas Desa Baru Kabupaten Pasaman Barat. Tesis Program S2 Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas Padang. Diakses pada tanggal 6 Juni 2015